BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram positif yang merupakan bakteri paling dominan pada lesi jerawat (Sylvia, 2010). P. acnes berperan dalam patogenesis acne dengan cara memecah komponen sebum yaitu trigliserida menjadi asam lemak bebas yang merupakan mediator p emicu terjadinya inflamasi (Vijayalakshmi et al., 2011). Pada usia pubertas, peningkatan hormon akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi sebum sehingga menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri P. acnes (Jappe, 2003). Selain itu, P. acnes dapat berperan sebagai immunostimulator yang mampu memproduksi berbagai molekul biologis dan enzim-enzim seperti lipase, protease, hyaluronidase dan faktor kemotaktik yang berperan dalam proses inflamasi (Pothitirat et al., 2010). Peranan P. acnes dalam patogenesis acne juga terkait dengan kemampuannya untuk bertahan intraseluler dalam makrofag untuk waktu yang lama (Jappe, 2003). Terapi farmakologi yang umum digunakan dalam pengobatan acne adalah penggunaan komedolitik dan antibiotik (Pothitirat et al., 2010). Namun, pada beberapa kasus penggunaan antibiotik menunjukkan efek negatif berupa resistensi. Resistensi antibiotik oleh P. acnes telah diteliti oleh Zandi et al. (2011), dimana dalam penelitian tersebut diperoleh data tingkat resistensi P. acnes terhadap antibiotik yaitu: kotrimoksazol (22%), eritromisin (12,2%), klindamisin 1
2 (7,3%), dan tetrasiklin (4,9%). Resistensi terhadap antibiotik mendorong pengembangan agen antibakteri terhadap P. acne menjadi menarik untuk diteliti, salah satunya adalah agen antibakteri yang berasal dari bahan alam. Sirih hijau (Piper betle Linn.) adalah salah satu tanaman obat yang secara luas telah digunakan sebagai agen antibakteri. Berdasarkan penelitian Putri (2010), dibuktikan bahwa ekstrak etanol daun sirih hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan MIC sebesar 0,25%. Potensi antibakteri daun sirih hijau juga dibuktikan dalam penelitian Widyaningtyas (2014) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol terpurifikasi daun sirih hijau pada konsentrasi 20 mg/ml mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes sebanding dengan antibiotik doksisiklin 30 µg. Berdasarkan penelitian Putri (2010) diketahui bahwa golongan senyawa dari ekstrak etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes adalah golongan senyawa flavonoid dan polifenol. Selain golongan senyawa tersebut, minyak atsiri dari daun sirih hijau juga memiliki potensi sebagai antibakteri. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih hijau telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suppakul et al. (2006). Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa minyak atsiri daun sirih hijau mampu menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus, Enterococcus faecalis, Listeria monocytogenes, Micrococcus luteus dan Staphylococcus aureus dengan MIC berturut-turut yaitu: 50 µl/ml, 25 µl/ml, 12,5 µl/ml, 25 µl/ml dan 100 µl/ml (Suppakul et al., 2006). Bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif yang memiliki persamaan terhadap struktur dinding
3 sel dengan bakteri P. acnes. Kemampuan antibakteri daun sirih hijau disebabkan karena adanya senyawa betelphenol yang terdiri dari kavikol, hidroksikavikol, kavibetol, estragol, eugenol, karvakrol dan seskuiterpen (Moeljanto dan Mulyono, 2003). Kandungan minyak atsiri daun sirih dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembaban, komposisi mineral dan kandungan air pada tempat tumbuh (Koensoemardiyah, 2010). Pada beberapa jenis tanaman, kadar minyak atsiri yang dihasilkan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya tempat tumbuh atau semakin rendahnya suhu lingkungan (Katno, 2008). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Purwantini dkk. (2001) yang menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri yang diperoleh dari daerah Kaliurang dengan ketinggian 764 m dpl lebih banyak dibandingkan dengan daerah Kulonprogo dengan ketinggian 92 m dpl. Konstituen kimia dari minyak atsiri dibagi dalam dua golongan besar, yaitu turunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat dan senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid (Zuzarte and Salgueiro, 2015). Berbanding terbalik dengan rendemen minyak atsiri yang meningkat pada suhu yang semakin rendah atau pada ketinggian tempat tumbuh yang semakin tinggi, produksi senyawa fenolik justru meningkat pada suhu yang semakin tinggi. Suhu yang tinggi akan menginduksi biosintesis fenolik yang merupakan bentuk adaptasi dari tumbuhan terhadap kondisi tersebut untuk menekan terjadinya oksidasi (Tuteja, et al., 2012). Selain sintesis fenolik, pada suhu yang lebih tinggi sintesis dari terpen juga mengalami
4 peningkatan, dimana hal ini telah dibuktikan terjadi pada tomat yang ditumbuhkan pada suhu yang lebih tinggi (Hui and Evranus, 2016). Hal tersebut menunjukan bahwa produksi senyawa fenolik dan terpen yang merupakan komponen penyusun dari minyak atsiri akan meningkat pada kondisi suhu yang tinggi atau pada dataran rendah. Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat diketahui bahwa ketinggian tempat tumbuh tanaman sirih hijau berpengaruh terhadap produksi dan komponen penyusun minyak atsiri. Pada ketinggian tempat yang semakin tinggi dengan suhu lingkungan yang rendah meskipun rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dapat meningkat, namun keberadaan beberapa golongan senyawa penyusunnya dapat berada dalam jumlah yang kecil. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap golongan senyawa yang bertindak sebagai antibakteri. Perbedaan tersebut menyebabkan penelitian mengenai skrining golongan senyawa bioaktif yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau dengan variasi ketinggian tempat tumbuh terhadap P. acnes perlu dilakukan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk identifikasi cepat komponen bioaktif dalam ekstrak kasar tumbuhan adalah metode Bioautografi (Kustrin, 2015). Bioautografi merupakan metode yang murah, hemat waktu dan tidak memerlukan peralatan yang canggih (Choma and Grzelak, 2010). Pada bioautografi fleksibilitas tinggi dalam deteksi dicapai dengan penggunaan berbagai reagen derivatisasi (Kustrin, 2015). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan skrining golongan senyawa antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih
5 hijau yang diperoleh dari daerah dengan ketinggian yang bervariasi terhadap bakteri P. acnes dengan metode KLT bioautografi. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan pembagian letak geografis Indonesia yaitu dataran rendah (0-200 mdpl), dataran sedang (200-1.000 mdpl), dan pegunungan (1.000-2.000 mdpl) (Sarpian, 2003). Sampel dataran rendah yang digunakan berasal dari daerah dengan ketinggian 166 mdpl, sampel dataran sedang berasal dari daerah dengan ketinggian 668 mdpl, dan sampel pegunungan berasal dari daerah dengan ketinggian 1099 mdpl. Penentuan senyawa yang memiliki efek antibakteri terhadap P. acnes ditentukan berdasarkan nilai hrf zona jernih diantara latar keruh yang dibandingkan dengan hasil karakterisasi dengan pereaksi pendeteksi. Pemilihan pereaksi pendeteksi didasarkan atas penyusun minyak atsiri yang pada umumnya terdiri dari senyawa terpenoid dan fenolik (Harbone, 1987). Pereaksi pendeteksi yang digunakan yaitu pereaksi anisaldehid asam sulfat pekat, FeCl 3 dan Folin-Ciocalteau. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle Linn.) dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap Propionibacterium acnes dengan metode KLT Bioautografi Kontak?
6 1.3 Tujuan Mengetahui profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle Linn.) dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap Propionibacterium acnes dengan metode KLT Bioautografi Kontak 1.4 Manfaat 1.4.1 Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle Linn.) dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap Propionibacterium acnes dengan metode KLT Bioautografi Kontak 1.4.2 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dalam pengembangan sumber bahan obat yang berasal dari bahan alam terutama sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.