BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

09. Mata Pelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

09. Mata Pelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dalam hal pengetahuan maupun sikap. Salah satu pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan penekanan pada keterampilan penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya (Suherman, 2003: 58). Hudojo (2005: 35-36) mengungkapkan bahwa matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, karena itu, matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap siswa. Objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk dan struktur. Matematika berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis. Moursund (2012: 12-13) menyatakan bahwa matematika dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1) matematika adalah usaha manusia; misalnya matematika digunakan untuk mengukur waktu (tahun, musim, bulan, minggu, hari, dan sebagainya), mengukur jarak, atau memanfaatkan matematika dalam bidang seni; 2) matematika sebagai suatu disiplin ilmu; matematika adalah disiplin ilmu yang luas dan dalam yang terus tumbuh dan menjadi dasar bagi ilmu yang lain; 3) matematika sebagai bahasa interdisipliner dan alat; matematika adalah suatu bahasa dan alat yang dianggap pengetahuan dasar dalam sistem pendidikan formal. 1

Matematika perlu diajarkan di sekolah karena matematika merupakan ilmu dasar yang telah berkembang baik materi maupun penggunaannya sehingga harus memperhatikan perkembangan dan kedudukan matematika (Suherman, 2003: 55). Suherman (2003: 58) juga mengungkapkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika meliputi: 1) mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang; 2) mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari 2

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000: 29) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang penting dan harus dikuasai siswa. O Connell (2007: 1) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus utama dari pembelajaran matematika. Menurut Sayed (2000: 57), matematika sekolah sebaiknya mengajarkan pemecahan masalah sebagai aktivitas utama pada semua aspek matematika, guru juga sebaiknya memberikan siswa masalah yang banyak, berkaitan dengan dunia nyata sehingga akan menantang dan menarik perhatian siswa. Pemecahan masalah merupakan cara efektif untuk mengenalkan dan mengeksplor pengetahuan baru pada matematika. Melalui pemecahan masalah, siswa dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah matematika. Menurut Koenig (2007: 6) menerangkan bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa yang sesuai dengan standar proses adalah problem solving atau pemecahan masalah. Siswa seharusnya dapat membangun pengetahuan baru pada matematika melalui pemecahan masalah, memecahkan masalah yang muncul pada matematika dan dikonteks lainnya, dapat menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, dan 3

merefleksikan proses pemecahan masalah matematika. Untuk memperoleh kemampuan pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi berbagai masalah. Siswa yang diberi banyak latihan pemecahan memiliki nilai lebih tinggi dalam tes pemecahan masalah dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit (Suherman, 2003: 93). Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa yang dikembangkan melalui pengalaman belajar dengan pendekatan yang tepat, siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuannya untuk menemukan jawaban dari masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, realita menunjukkan bahwa masih terdapat kemampuan pemecahan masalah siswa rendah, berikut penjelasan selengkapnya. SMA Negeri Imogiri merupakan salah satu sekolah negeri di kabupaten Bantul dengan rata-rata nilai matematika masih di bawah nilai ketuntasan minimal yaitu 5,5. Berikut data rata-rata nilai matematika jurusan IPA Ujian Nasional di SMA Negeri Imogiri: Tabel 1. Rata-rata Nilai Matematika Jurusan IPA Ujian Nasional di SMA Negeri Imogiri Mata Nilai Ujian Nasional Pelajaran 2012/2013 2013/2014 2014/2015 2015/2016 Matematika 4,170 4,070 4,068 4,284 Skala maksimal: 10 Sumber data: Arsip Nilai Ujian Nasional SMA Negeri Imogiri Rata-rata nilai matematika jurusan IPA Ujian Nasional di SMA Negeri Imogiri mengalami kenaikan dari tahun 2012/2013 ke tahun 2013/2014, 4

mengalami penurunan dari tahun 2013/2014 ke tahun 2014/2015, dan mengalami kenaikan kembali dari tahun 2014/2015 ke tahun 2015/2016. Kemampuan siswa SMA Negeri Imogiri dalam menyelesaikan soal yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah masih rendah. Berikut data daya serap siswa kelas XII SMA Negeri Imogiri dalam menyelesaikan soal Ujian Nasional yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah. Tabel 2. Daya Serap Kemampuan Pemecahan Masalah Pelajaran Matematika Ujian Nasional Siswa Kelas XII SMA Negeri Imogiri Persentase No Kemampuan yang di Uji Penguasaan Materi Tahun 2014/2015 1. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan sistem persamaan linear tiga variabel 60,76 % 2. Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan program linear 49,37 % 3. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan barisan dan deret aritmetika dan geometri 50,64 % 4. Menentukan nilai perbandingan trigonometri sudut antara 2 bidang pada bangun ruang 34,18 % 5. Menentukan unsur lain menggunakan aturan sin atau cos dengan disajikan bangun segi-4 dan beberapa unsurnya 24,05 % Tahun 2015/2016 1. Menentukan luas permukaan prisma alas segi-3 dengan menggunakan aturan sinus atau cosinus 17,81 % 2. Menyelesaikan soal penalaran yang berkaitan dengan statistika 23,29 % 3. Menyelesaikan masalah penalaran yang berkaitan dengan trigonometri 31,51 % 4. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan program linear 32,88 % 5. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan kalkulus 41,10 % 6. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan kombinasi 56,16 % 7. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV 84,93 % Sumber data Tabel 3: Tahun 2014/2015: Laporan Hasil Ujian Nasional 2014/2015 (BSNP, 2015) Tahun 2015/2016: Laporan Hasil Ujian Nasional 2015/2016 (BSNP, 2016) 5

Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa daya serap kemampuan pemecahan masalah pelajaran matematika ujian nasional siswa kelas XII SMA Negeri Imogiri pada materi trigonometri pada tahun 2014/2015 dan 2015/2016 berada pada persentae lebih rendah dibandingkan dengan materi yang lain. Hasil pengamatan langsung yang diperoleh peneliti ketika proses pembelajaran berlangsung di SMA Negeri Imogiri khususnya pembelajaran matematika, guru menyampaikan materi pelajaran kemudian memberikan contoh soal beserta penyelesaian, meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan kemudian membahas secara bersama-sama. Siswa berpikir berdasarkan apa yang disampaikan guru saja. Soal-soal yang diberikan oleh siswa lebih banyak soal yang rutin dan jarang diberikan soal cerita atau soal yang berkaitan dengan kondisi kehidupan sehari-hari yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah. Menanggapi masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa maka guru harus mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan siswa melalui pengalaman pembelajaran. Guru hendaknya menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di sekolah. Pendekatan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara langsung akan menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran (Sanjaya, 2016: 185). Pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah 6

matematika adalah pendekatan problem based learning dan problem posing. Pembelajaran dengan pendekatan problem based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Masalah diberikan di awal pembelajaran sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama menemukan solusi dari masalah tersebut. Hal ini sejalan dengan Roh (2003: 2) yang menyatakan bahwa problem based learning dimulai dengan masalah yang harus dipecahkan, siswa yang belajar melalui problem based learning diarahkan untuk memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan berpikir kritis. Pendekatan problem based learning berpusat pada siswa yang menerapkan diskusi kelompok untuk mengidentifikasi masalah sehingga siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan penyelesaian masalah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (2014: 139) yang menyatakan bahwa pendekatan problem based learning berpusat pada siswa yang melibatkan upaya kelompok kecil untuk mengidentifikasi isu, siswa yang aktif mengeskplor informasi akan mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan masalah. Selain itu, pendekatan problem based learning melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Faturrohman 2015: 113). Menurut Seng (2010: 17), pendekatan problem based learning membantu siswa dalam memahami konten pembelajaran, memperoleh keterampilan melakukan proses penyelesaian dan keterampilan memecahkan masalah, dan 7

siswa dapat merasakan pembelajaran jangka panjang. Melalui problem based learning, siswa akan mendapatkan pengetahuan materi, keterampilan berkelompok untuk berdiskusi, kemampuan memecahkan masalah, dan pengalaman dalam pembelajaran mandiri (Barret & Moore, 2011: 2). Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan problem based learning dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mereka sehingga pendekatan ini efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Putri (2013) pada tahun ajaran 2012/2013 menguji keefektifan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika pada pokok bahasan dimensi tiga kelas X semester 2 SMA Negeri 1 Kaliwiro. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah efektif dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah berdasarkan penelitian oleh Putri (2013) adalah strategi atau cara dalam pembelajaran melalui kegiatan kelompok, kegiatan perorangan, dan kegiatan di kelas agar siswa memiliki keterampilan menyelidiki masalah, mengatasi masalah, dan mampu menjadi pembelajar yang mandiri dan independen. Di sisi lain terdapat pendapat mengenai pendekatan problem based learning yaitu pendekatan pembelajaran dengan esensi berupa menyajikan situasi masalah kepada siswa sebagai batu loncatan untuk menemukan konsep dan meminta siswa untuk menyelidiki masalah tersebut serta menemukan solusinya (Arends, 2007: 41). Berdasarkan hal tersebut terdapat perbedaan pandangan antara strategi 8

pembelajaran berbasis masalah dan pendekatan problem based learning, strategi menunjukkan cara agar siswa memilki ketermpilan untuk menghadapi masalah sedangkan pendekatan beresensi bagaimana konsep dapat dipahami siswa dengan baik melalui penyajian masalah. Dalam hal ini, perlu diketahui apakah pembelajaran dengan pendekatan problem based learning efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing merupakan suatu pembelajaran di mana siswa diminta untuk mengajukan masalah (problem) berdasarkan situasi tertentu (Lestari & Yudhanegara, 2017: 66). Pendekatan problem posing memiliki kelebihan di antaranya adalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih menggunakan keterampilan bertanya atau membahas masalah, para siswa lebih aktif tergabung dalam pembelajaran dan berpartisipasi dalam diskusi, dan mempertinggi kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Menurut Mahmudi (2008: 8) terdapat keterkaitan antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan pembuatan soal (problem posing), ketika siswa membuat soal, siswa dituntut untuk memahami soal dengan baik, hal ini merupakan tahap pertama dalam penyelesaian masalah. Mengingat soal yang dibuat siswa juga harus diselesaikan, tentu siswa berusaha untuk dapat membuat perencanaan penyelesaian berupa pembuatan model matematika untuk kemudian menyelesaikannya. Silver (1994: 23) mengungkapkan bahwa problem posing membantu menganalisis masalah melalui membuat masalah oleh siswa sendiri sehingga meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal tersebut sejalan dengan 9

Xia, Lü, & Wang (2008: 155) menyatakan bahwa tujuan dasar problem posing adalah untuk melatih kemampuan siswa dalam membuat soal dan meningkatkan kemampuan siswa untuk mengkoordinasikan pengetahuan, pemahaman masalah, dan pemecahan masalah dari sudut pandang matematika. Menurut Lin & Leng (2008: 3), proses pembuatan masalah dan menemukan solusi memberikan peluang bagi siswa untuk mendorong memiliki pemikiran yang berbeda dan dapat saling bertukar pikiran. Kebiasaan berpikir seperti itu dengan membuat soal kemudian menyelesaikannya dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah juga membantu memperkuat dan memperkaya konsep matematika dasar. Maka dari itu, pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mereka sehingga pendekatan ini efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prihantini (2015) memperoleh hasil bahwa pendekatan problem posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa. Pendekatan problem posing menurut Prihantini (2015) adalah kegiatan pengajuan soal oleh siswa sendiri, siswa diberikan kesempatan untuk membuat soal berdasarkan situasi yang diberikan setelah guru menyampaikan materi kemudian siswa menyelesaikan soal yang telah dibuatnya sendiri agar siswa merasa terdorong dan terlatih dalam merumuskan pertanyaan matematika kemudian menentukan penyelesaiannya. Berdasarakan teori yang peneliti kaji, menurut Brown & Walter (2005: 23-24) bahwa pendekatan problem posing adalah pembelajaran yang berorientasi memberikan penguatan konsep 10

matematika melalui pembuatan soal yang dapat diselesaikan berdasarkan situasi yang diberikan. Berdasarkan hal uraian di atas, terdapat perbedaan mengenai pendekatan problem posing, menurut Prihantini, siswa membuat soal setalah guru menyampaikan materi sedangkan berdasarkan teori, siswa membuat soal agar siswa memiliki penguatan konsep matematika. Dalam hal ini perlu diketahui apakah pembelajaran dengan pendekatan problem posing efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan pemaparan di atas, di antara dua pendekatan yaitu pendekatan problem based learning dan problem posing belum diketahui pendekatan mana yang lebih efektif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perlu menguji perbandingan efektivitas pendekatan problem posing dan problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah pada siswa SMA Kelas X. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat teridentifikasi masalahnya, yaitu: 1. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. 2. Pemberian masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari saat proses pembelajaran masih kurang. 3. Belum diketahui keefektifan pendekatan problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah di kelas X. 4. Belum diketahui keefektifan pendekatan problem posing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah di kelas X. 11

5. Belum diketahui perbandingan keefektifan pendekatan problem based learning dan problem posing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah di kelas X. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah mengkaji keefektifan pembelajaran dengan pendekatan problem based learning dan problem posing yang ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMA kelas X pada materi trigonometri di SMA Negeri Imogiri. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah pembelajaran dengan pendekatan problem based learning efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMA kelas X dalam pembelajaran matematika? 2. Apakah pembelajaran dengan pendekatan problem posing efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMA kelas X dalam pembelajaran matematika? 3. Manakah yang lebih efektif di antara pembelajaran dengan pendekatan problem based learning dan pendekatan problem posing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMA kelas X dalam pembelajaran matematika? 12

E. Tujuan penelitian Penelitian ini memiliki tujuan, sebagai berikut 1. Untuk mengetahui keefektifan pendekatan problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMA kelas X dalam pembelajaran matematika. 2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan pendekatan problem posing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMA kelas X dalam pembelajaran matematika. 3. Untuk mengetahui pendekatan yang lebih efektif di antara pendekatan problem based learning dibandingkan dengan pendekatan problem posing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah pada siswa SMA kelas X dalam pembelajaran matematika. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi guru, siswa, dan peneliti. Bagi guru 1. Memberikan pengalaman untuk guru dan inovasi penerapan pembelajaran dengan pendekatan problem based learning dan problem posing. 2. Hasil pre-test dan post-test dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi dan menindaklanjuti kemampuan siswa selama pembelajaran. 3. Memberikan alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. 13

Bagi siswa 1. Memberikan pengalaman bagi siswa merasakan berbagai model pembelajaran. 2. Membantu siswa dalam memahami materi dan menyelesaikan permasalahan. 3. Membiasakan menerapkan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa dalam penyelesaian masalah matematika. Bagi peneliti 1. Memberikan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan problem based learning dan problem posing. 2. Menambah pengetahuan peneliti dalam keterampilan penelitian dan menyusun karya tulis ilmiah. 14