BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Negara-negara Eropa. Di Amerika

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

I. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : NOLDI DANIAL NDUN NPM :

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

PENGARUH PEMBERIAN RENANG DAN PURSED LIP BREATHING UNTUK MENGURANGI SESAK NAFAS PADA KONDISI ASMA BRONKIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana

NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman. Mycobacterium tuberculosis, kuman dengan ukuran 1-5 mikrometer

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat dekat dengan masyarakat karena jumlah populasi penderita asma semakin bertambah. Hal tersebut dinyatakan dalam survey the Global Initiative for Asthma (GINA, 2007). Ditemukan bahwa kasus asma diseluruh duniamencapai 400 juta jiwa. WHO pun mendukung pernyataan tersebut dengan hasil penelitiannya yang memperkirakan bahwa 235 juta orang saat ini menderita asma. Sebagian besar asma terkait dengan kematian, hal ini terjadidi negaraberpenghasilan rendah kebawah (WHO, 2011). Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana banyak pembangunan di segala bidang. Salah satu dari pembangunan yang sangat berkembang yaitu dalam bidang perindustrian. Perkembangan dari pembangunan perindustrian tersebut dapat menyebabkan dampak bagi masyarakat. Dampak positif dari pembangunan perindustrian tersebut dapat memberikan kesejahteraan. Tetapi disamping itu dapat merugikan masyarakat, kerugian yang didapat masyarakat salah satunya berupa kesehatan yang dimiliki terganggu yang diakibatkan oleh pencemaran. Pencemaran lingkungan meningkat seiring berkembangnya perindustrian, yang berakibat meningkatnya alergen yang merupakan faktor pencetus asma. Di Indonesia penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian(depkes RI, 2009). Hal ini sesuai dengan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diberbagai propinsi di Indonesia. SKRT tahun 1986 menunjukan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkhitis kronik dan emfisema sebagi penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma diseluruh Indonesia sebesar 13/1000, di bandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Selain itu, penelitian yang dilakukan di 37 puskesmas di Jawa Barat 1

2 terhadap 6,662 responden usia 13-70 tahun menunjukan prevalensi asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI, 2006). Dari data pola penyakit rawat jalan pasien dewasa (17-30 tahun) Kecamatan Citeureup-Bogor, asma bronkial dan ISPA menempati urutan teratas yaitu di Rumah Sakit 29,24 % dan dipuskesmas 11,68%. Sedangkan pada data pola penyakit rawat inap pasien dewasa (17-30 tahun) di Rumah Sakit, asma bronkial dan ISPA berada di urutan keempat yaitu 7,91%. Dari data 10 besar penyakit di Kecamatan Citeureup, asma dan ISPA menempati urutan teratas yaitu sebanyak 45,83% (Dinkes Bogor, 2015). Pada kondisi asma gejala utama yang terjadi adalah batuk, sesak nafas, rasa tertekan di dada, dan produksi sputum yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya hambatan udara yang masuk ke dalam paru-paru,sehingga menimbulkan gangguan pada pernafasan, seperti sesak nafas. Dalam stadium yang lebih lanjut akan dapat menimbulkan gerak dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari (Soemarno & Astuti, 2005).Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya bermula mendadak dengan batuk non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang kental dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak nafas (dyspnea) dan mengi. Sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan pendek dibandingkan inspirasi yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesoris pernafasan. Penggunaan aksesoris pernafasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernafas ketika serangan atau ketika beraktivitas (Bunner dan Suddard, 2006). Pada penderita asma akut dapat saja terjadi sewaktu-waktu, yang berlangsung beberapa menit hingga hitungan jam. Semakin sering serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin fatal sehingga mempengaruhi aktivitas penting seperti kehadiran disekolah, pemilihan pekerjaan yang dapat dilakukan, aktivitas fisik dan aspek kehidupan lain (Brunner dan Suddard, 2006).Dan didukung oleh pernyataan (PDPI, 2006), menyebutkan bahwa asma dapat menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dan menurunkan produktivitas hidup serta terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya.

3 Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, pasien yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olah raga sebanyak 52,7%, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terahir, keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan dalam aktivitas sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karir sebanyak 37,9% dan keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan, pasien yang mengaku mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak 32,6%, 28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal sekali dalam seminggu dan 26,5% orang dewasa juga absen dari pekerjaan. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma sangat tinggi dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit (PDPI, 2006). Sebagai salah satu bagian integral dari profesi kesehatan sesuai dengan PERMENKES No.65 tahun 2015 fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan / atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi.maka Fisioterapi mempunyai tanggung jawab dalam menangani kondisi-kondisi yang dapat menghambat aktifitas gerak dan fungsi sehari-hari. Banyak teknik atau metode terapi yang dapat diaplikasikan pada kondisi asma dalam meningkatkan FEV1 paru-paru. Antara lain inhalasi, Micro Wave Diathermy (MWD) dan pursed lip breathing (PLB). Menurut Mahlan (2009), nebulizer adalah suatu cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah obat untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan atau uap untuk di hisap, biasanya untuk pengobatan saluran pernafasan. Menurut Chrytiana (2008) dan Saputro (2010), nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus, dari tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui sungkup. Pada inhalasi proses aerosol yang terjadi dimana obat-obatan bronchodilator yang dicampurkan dirubah menjadi partikel yang kecil sehingga pada saat dihirup dapat masuk ke dalam paru-paru dan memberikan efek untuk mengurangi

4 kepekatan sputum dan diharapkan setelah diencerkan sputum dapat lebih mudah untuk dikeluarkan. Micro wave diathermy (MWD) merupakan suatu alat sebagai pengobatan yang menggunakan stessor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik berfrekuensi 2450MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. Efek panas yang ditimbulkan oleh MWD bertujuan untuk merelaksasikan otot-otot pernafasan karena pada kondisi asma sering terjadi adanya spasme otot yang dapat mengakibatkan penumpukan sputum, sehingga dengan efek yang ditimbulkan oleh MWD yaitu relaksasi, diharapkan otot-otot yang spasme dapat direlaksasikan sehingga dapat meningkatkan kontraksi otot-otot pernafasan secara maksimal dan meningkatkan volume pernafasan (Prantice, 2005). Pursed lip breathing merupakan suatu metode bernafas dalam dengan otototot lemas yang dimaksudkan untuk membuka bagian yang kurang berventilasi dan memperpanjang waktu ekspirasi dengan cara mengeluarkan nafas melalui mulut yang setengah tertutup (mecucu), serta pengendalian penghembusan nafas penuh sesuai prosedur dan dilakukan dengan hati-hati. Latihan ini berfungsi untuk memperbaiki ventilasi paru, meningkatkan ventilasi paru, dan memberikan udara kedalam paru-paru (Smeltzer & Bare, 2013). Pada penderita asma,pemberian pursed lipbreathing selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernafasan, juga bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur pernafasan pada saat terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma. Latihan PLB juga menyebabkan perubahan dalam penggunaan otot-otot pernafasan yaitu dengan mengurangi otot-otot diagfragma dan memaksimalkan penggunaan otot perut dan dada selama proses pernafasan sehingga pernafasan menjadi lebih efisien. Penderita asma menjadi lebih tenang, tidak kelelahan saat bernafas ketika kondisi kritis atau ketika beraktivitas. Teknik pernafasan ini dapat mencegah kolaps unit paru dan membantu pasien untuk mengendalikan frekuensi serta kedalaman pernafasan serta merilekkan penderita sehingga memungkinkan pasien mencapai kontrol terhadap dispnea dan pernafasan yang panik (Smeltzer & Bare, 2013). Menurut Visser (2011) bahwa PLB dapat meningkatkan tekanan intrabronkial selama proses ekspirasi dan mengakibatkan peningkatan diameter

5 bronkial sehingga aliran inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih efisien. Tekanan positif intrabronkial mencegah kolaps pada bronki saat ekspirasi sehingga gejala asma seperti sesak nafas, batuk, mengi dan rasa tertekan di dada dapat di minimalisir. Frekuensi serangan merupakan gambaran untuk menunjukan jumlah kekambuhan yang dialami oleh penderita asma bronkial. Pemeriksaan frekuensi serangan ini sangatlah penting untuk penderita asma bronkial, karena dapat mengetahui apakah pencetusnya, sehingga penanganan asma dapat dilakukan segera mungkin. Penurunan frekuensi serangan sangat penting dalam kehidupan penderita. Karena sering atau jarangnya frekuensi serangan yang timbul akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari penderita. Untuk mengetahui frekuensi serangan yaitu dengan cara pasien diberikan quesioner secara berkesinambungan selama terapi. Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan gizi yang memadai dan menghindari stres. Gejala asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala yang timbul serta mengurangi keparahan gejala asma yang timbul secara mendadak (Gayton, 2006). Untuk menguji fungsi paru, salah satunya adalah dengan ekspirasi paksa. Volume paksa paru pada detik 1 (FEV 1) adalah volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik 1 normalnya 3,2 liter. Pada kondisi asma bronkial terjadi peningkatan volume sputum (hipersekresi sekret), selain itu akan terjadi peningkatan frekuensi batuk dan sesak nafas. Bila terjadi gangguan ventilasi pada jalan nafas maka akan terjadi penurunan pada FEV1 dan PEF. Tes ini dilakukan dengan menggunakan spirometri dan peak expiratory flow meter, dimana pasien diminta melakukan ekspirasi paksa pada detik pertama (GINA, 2006). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik diatas dalam bentuk penelitian dan memaparkan dalam skripsi dengan judul Efektivitas pursed lip breathing terhadap FEV1 dan PEF Pada Asma Bronkial

6 B. Identifikasi Masalah Asma bronkial adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel, dimana otot-otot saluran bronkial (saluran udara) dalam paru-paru spasme dan lapisan saluran bronkial mengalami peradangan dan bengkak.peradangan ini akan menghasilkan lendir yang kental, sehingga dapat menyebabkan saluran udara menyempit, sensitif dan akibatnya trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap rangsangan, sehingga menyebabkan otot-otot pernafasan mengalami spasme kemudian mengakibatkan sesak nafas. Sel epitel bersilia yang dalam keadaan normal berfungsi membantu membersihkan mukus. Dengan adanya penyempitan saluran udara dan adanya pengelupasan sel epitel bersilia maka akan menghambat mobilisasi sekret pada lumen. Sesak nafas pada penderita asma dapat terjadi karena adanya spasme bronkus dan sumbatan mukus yang mengakibatkan terjadinya penyempitan jalan nafas atau air flow limitation. Pada keadaan sesak nafas, maka pada penderita asma akan dapat dijumpai dengan adanya peningkatan frekuensi pernafasan atau respiration rate. Dengan adanya peningkatan frekuensi pernafasan maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerja dari otot-otot pernafasan yang dapat menyebabkan timbulnya kelelahan pada otot-otot tersebut, yang ahirnya dapat menyebabkan terjadinya gangguan pola pernafasan (abnormal breathing pattern). Pada penderita asma, gangguan pola pernafasan ini dapat berupa adanya peningkatan frekuensi pernafasan dan perubahan irama pernafasan dimana ekspirasi lebih pendek dan perubahan pola gerak pernafasan. Akibat adanya abnormal breathing pattern maka dapat menyebabkan gangguan ventilasi dan akibat adanya gangguan ventilasi maka akan menyebabkan penurunan FEV1 dan PEF Modalitas fisioterapi sebagai bentuk intervensi yang dapat di berikan pada penderita asma bronkial telah memberikan kontribusi terhadap tercapainya kesembuhan pasien. Intervensi yang dapat diberikan pada penderita asma bronkial antara lain dengan inhalasi, MWD dan pursed lip breathing bertujuan untuk meningkatkan FEV1 dan PEF.

7 Dalam penelitian ini, peneliti ingin membuktikan pengaruh penambahan pursed lip breathing pada inhalasi dan MWD, terhadap FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial C. Perumusan Masalah Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu bagi penderitanya. Gangguan fungsi pernafasan menjadi komplikasi dan menimbulkan gangguan pada berbagai aktivitas sehari-hari sehingga menurunkan produktivitas kerja dan kualitas hidup. Berdasarkan topik dan judul yang telah dijelaskan diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah penambahanpursed lip breathingpada inhalasi dan MWD dapat meningkatkan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial? 2. Apakah inhalasi dan MWD dapat meningkatan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial? 3. Apakah ada perbedaan antarapenambahan pursed lip breathingpada inhalasi dan MWD dengan inhalasi dan MWD terhadap peningkatan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan antarapenambahan pursed lip breathingpadainhalasi dan MWD dengan inhalasi dan MWD terhadap peningkatan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial. 2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui penambahan pursed lip breathingpada inhalasi dan MWD dapat meningkatkan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial. b) Untuk mengetahui inhalasi dan MWD dapat meningkatkan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi institusi pendidikan a) Sebagai bahan kajian bagi peneliti selanjutnya

8 b) Memberikan sumbangan pemikiran dan studi perbandingan bagi pendidik dan mahasiswa. 2. Manfaat bagi fisioterapi a) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk membuka wawasan berfikir ilmiah dalam melihat permasalahan yang timbul dalam lingkup fisioterapi. b) Dari hasil penelitian ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh pemberian pursed lip breathing terhadap peningkatan FEV1 dan PEF pada penderita asma bronkial 3. Manfaat Bagi Penelitian. Peneliti dapat belajar dan mendalami proses penelitian serta dapat menerapkannya secara baik dan benar terhadap penderita yang mengalami gangguan paru, khususnya asma bronkial.