BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah sebuah institusi kesehatan yang ditugasi khusus untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Depkes, 2009 a ). Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang prima dan profesional pada masyarakat luas, setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas peralatan serta fasilitas yang memadai dan didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang handal, berkualitas, dan berwawasan luas. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-bau (RSUD Kota Bau-Bau) adalah rumah sakit milik pemerintah Kota Bau-bau. Sebelum Kota Bau-Bau memisahkan diri dari Kabupaten Buton, rumah sakit ini bernama Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton (RSUD Kabupaten Buton) dengan status tipe D. Ketika kabupaten Buton dimekarkan menjadi empat kabupaten/kota yang meliputi Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton, Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Wakatobi, maka dengan mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2000, RSUD Kota Bau-Bau ditingkatkan statusnya menjadi rumah sakit tipe C. Rumah sakit ini berdiri di atas tanah seluas 60.000 m 2 dengan luas bangunan 20.071,10 m 2. Lokasi RSUD Kota Bau-Bau amat strategis, karena di samping dikelilingi oleh 1
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, juga diapit oleh tiga kabupaten lainnya (Buton, Wakatobi, dan Bombana) sehingga RSUD Kota Bau- Bau ini menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan bagi empat daerah pemekaran tersebut. Visi RSUD Kota Bau- bau adalah menjadikan RSUD Kota Bau-Bau sebagai rumah sakit yang berkualitas dengan mewujudkan pelayanan prima yang profesional sesuai kemampuan sumber daya manusia serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Adapun misi yang berbunyi (a) menyelenggarakan relokasi Rumah Sakit yang representatif untuk mewujudkan pelayanan prima, (b) menyempurnakan pengorganisasian yang lebih terarah dan spesifik, (c) meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM yang handal sebagai ujung tombak pelayanan yang lebih profesional, (d) melengkapi sarana dan prasarana pelayanan secara bertahap hingga tercapai standar pelayanan minimal pada tahun 2013, dan (e) mempersiapkan Rumah Sakit sebagai badan layanan umum dan sebagai pusat rujukan kedua di Sulawesi Tenggara dengan meningkatkan statusnya dari tipe C ke tipe B non pendidikan (Profil RSUD Kota Bau-Bau, 5:2012). Terkait dengan visi dan misi RSUD Kota Bau-Bau tersebut maka Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau-Bau harus dipersiapkan secara matang dan terencana agar nantinya instalasi farmasi tersebut mampu melayani pasien rawat inap dan pasien rawat jalan secara optimal. Tingginya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang bermutu dan terjangkau menjadi tantangan yang tidak ringan. Oleh karena itu, setiap rumah sakit harus memiliki oganisasi yang jelas dan berdaya guna. Organisasi tersebut harus dikelola dengan baik agar dapat mencapai 2
efisiensi dalam pelayanan yang bermutu, khususnya penyedia obat (distributor) dan penggunaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit guna memberikan pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan di mana salah satu diktumnya berbunyi mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui mutu pelayanan. (Profil RSUD Kota Bau-Bau, 2:2012). WHO pun mengeluarkan imbauan yang menyatakan bahwa negara harus memiliki skema jaminan kesehatan yang sifatnya menyeluruh bagi warga negaranya. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Indonesia mencanangkan sebuah program jaminan kesehatan nasional yang bernama Universal Coverage 2014 atau disebut juga Cakupan Semesta 2014. Program ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah yang tertuang di dalam UU SJSN No.40/2004. (Vania, dkk., 2012). Terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan bahwa setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Salah satu jaminan yang tercakup dalam SJSN adalah jaminan kesehatan, SJSN akan mempercepat pertambahan jumlah penduduk yang mempunyai asuransi kesehatan karena SJSN kepesertaannya adalah wajib dan akan diterapkan secara bertahap. Ketika setiap warga negara sudah memiliki daya beli atas pelayanan kesehatan, secara otomatis permintaan dari pelayanan kesehatan pun akan 3
meningkat. Untuk itu, bukan hanya pemberi jaminan kesehatan yang harus meningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme untuk mempersiapkan BPJS, melainkan juga setiap pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia, dari tingkat primer sampai tingkat tersier. Keduanya harus bersama-sama meningkatkan kualitas pelayanan tersebut. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanannya, pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit harus didukung oleh sistem pengelolaan obat yang cermat, efektif, efisien serta adanya jaminan mutu sehingga obat yang didistribusikan terjamin khasiat, keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan konsumen. Pengelolaan obat di setiap IFRS meliputi tahap-tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian serta penggunaan. Namun dalam pengaplikasiannya sering kali mengalami kendala pada tahapan siklus pengelolaan obat. Untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal dan dapat dirasakan oleh semua pihak baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien, maka dalam proses penyimpanan dan pendistribusian obat harus dilakukan secara terencana, sistematis dan bertanggung jawab. Terkait dengan hal tersebut maka sejak pelaksanaan otonomi daerah RSUD Kota Bau-Bau mulai berbenah diri dengan melakukan perubahan struktur organisasi dan tata kerja RSUD Kota Bau- Bau dan perubahan itu mengacu pada peraturan daerah (Perda) No. 3 Tahun 2003 yang salah satu tujuannya melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Mengingat relokasi RSUD Kota Bau-Bau ke tempat yang lebih layak prosesnya belum begitu lama atau relatif masih dalam pembenahan, maka 4
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan mutu pelayanan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, diduga belum berjalan secara maksimal. Terkait dengan hal tersebut, secara umum ditemukan ada beberapa masalah yang berkaitan dengan pengelolaan obat di RSUD Kota Bau-bau yaitu pada tahap penyimpanan, penataan obat digudang belum tertata rapi sehingga berdampak pada adanya ketidaksesuaian kartu stok, banyaknya obat kadaluarsa/ rusak serta adanya stok barang berlebih atau kurang. Pada tahap pendistribusian, masalah yang dihadapi adalah terjadinya pelayanan yang terlalu lama (tidak lancar) dan komunikasi yang kurang baik. Selain itu pada tahap penggunaan obat masalah yang sering terjadi yaitu etiket tidak terbaca oleh pasien serta pemberian informasi yang masih kurang memadai sehingga menyebabkan pasien kurang paham akan cara penggunaan obat. Masalah- masalah tersebut menimbulkan keluhan yang menyebabkan ketidakpuasan bagi pasien terutama pasien yang memiliki asuransi kesehatan. Untuk itu diperlukan pendekatan pelayanan yang mengikuti alur kebutuhan pasien dengan menerapkan sistem manajemen pengelolaan obat yang tepat. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dievaluasi pengelolaan obat pada tahap distribusi yaitu penyimpanan dan pendistribusian dan tahap penggunaan dari siklus pengelolaan obat yang ada khususnya pelayanan obat Askes dalam hal mempersiapkan rumah sakit untuk menghadapi akan diterapkannya SJSN 2014. Pelaksanaan SJSN dilakukan oleh BPJS. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang- undang Nomor 40 tahun 2004 dan 5
Undang- undang Nomor 24 Tahun 2011. Berdasarkan Undang- undang Nomor 24 tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan social yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT.Askes Indonesia menjadi BPJS kesehatan sejak awal 2014. Yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini adalah pengelolaan obatobatan yang dikeluarkan PT Askes dengan alasan cakupannya terbatas dan memiliki rujukan atau standar yang jelas. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran tahap distribusi obat Askes yaitu penyimpanan dan pendistribusian di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau-bau? 2. Bagaimana gambaran tahap penggunaan obat Askes di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau- bau? 3. Bagaimana kinerja pengelolaan obat Askes pada tahap distribusi yaitu penyimpanan dan pendistribusian dan tahap penggunaan di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau- bau? 6
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian Evaluasi Distribusi dan Penggunaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau-bau Sulawesi Tenggara terdiri dari : 1. Mengetahui gambaran tahap distribusi obat Askes yaitu penyimpanan dan pendistribusian di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau-bau Sulawesi Tenggara. 2. Mengetahui gambaran tahap penggunaan obat Askes di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau- bau Sulawesi Tenggara. 3. Mengetahui kinerja pengelolaan obat Askes pada tahap distribusi yaitu penyimpanan dan pendistribusian dan tahap penggunaan di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau- bau Sulawesi Teggara. D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang dapat dirumuskan terkait dengan hasil penelitian ini. Manfaat itu baik untuk peneliti maupun untuk lembaga atau institusi yang bersangkutan, serta untuk pengembangan teori. Manfaat tersebut dapat dipaparkan dalam uraian berikut ini. 1. Bagi peneliti dapat memberikan pemahaman dan pengalaman yang lebih mendalam tentang tahap distribusi yaitu penyimpanan dan pendistribusian dan tahap penggunaan obat Askes di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau- bau sehingga dapat menentukan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk memperbaikinya. 2. Bagi Kepala Instalasi Farmasi, memberikan masukan kinerja mana yang sesuai standar dan yang belum memenuhi standar selanjutnya dijadikan dasar dalam 7
pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan obat pada tahap distribusi yaitu penyimpanan dan pendistribusian dan tahap penggunaan obat Askes untuk peningkatan kinerja. 3. Bagi manajemen rumah sakit, memberikan masukan mengenai kualitas pengelolaan obat Askes pada tahap distribusi yaitu penyimpanan dan pendistribusian dan tahap penggunaan obat sehingga dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan obat di rumah sakit sebagai persiapan melaksanakan sistem SJSN. 4. Bagi pengembangan teori, dapat dijadikan kajian, perbandingan atau rujukan bagi penelitian lain yang relevan E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Evaluasi distribusi dan penggunaan obat Askes di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bau-Bau menurut pengetahuan peneliti hingga saat ini belum pernah dilakukan. Penelitian yang mirip dan berkaitan dengan evaluasi dan penggunaan obat Askes di rumah sakit, pernah dilakukan oleh peneliti lain di antaranya adalah : 1. Supriani, 2010, tentang Evaluasi Distribusi dan penggunaan obat Askes di IFRS RSUD Ajibarang Banyumas. Penelitian ini tidak melakukan wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan obat tahap distribusi dan penggunaan obat Askes. 2. Madania.,2009, tentang Analisis Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik Tahun 2008. Penelitian ini tidak spesifik untuk pengelolaan obat Askes terutama pada tahap distribusi dan penggunaan. 8
3. Indriani, 2010, tentang Analisis pengelolaan obat di instalasi farmasi pelayanan Askes RUMKIT TK.II 04.05.01 Dr. Soedjono Magelang tahun 2008. Penelitian ini dilakukan pada semua tahap pengelolaan obat tidak spesifik pada tahap distibusi dan penggunaan obat Askes. Judu-judul penelitian di atas baik isi atau hasil temuannya maupun metodologinya, mempunyai kemiripan dengan data yang ingin digali dalam penelitian ini. Oleh karena itu temuan yang dikemukakan dalam penelitian tersebut di atas, amat berguna bagi penulis sebagai bahan rujukan teoretis, maupun metodologi sekaligus menjadi bahan perbandingan terhadap hasil yang dicapai oleh masing-masing penelitian tersebut. 9