BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen dalam mengatur perekonomian negara, dapat dipengaruhi

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2008 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II BAHAN RUJUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar, semuanya dapat terwujud jika adanya bantuan dari sumber

BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sumber pendapatan pemerintah berasal dari pendapatan pajak dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENDAPATAN ASLI DAERAH, PAJAK DAERAH DAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIDOARJO

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II BAHAN RUJUKAN

DASAR HUKUM. ASAS PBB 1.Memberikan kemudahan dan kesederhanaan 2.Adanya kepastian hukum 3.Mudah dimengerti dan adil 4.Menghindari pajak berganda

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. 1. Perbandingan realisasi PBB-P2 Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Sebelum dan Sesudah Menjadi Pajak Daerah

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya melakukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

Perpajakan Elearning # 11

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terjadi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak pusat, akan tetapi PBB akan menjadi penerimaan daerah, karena sebagian besar dana bagi hasilnya (90%) diserahkan kembali kepada daerah yang memungutnya dan 10% diserahkan ke Pemerintah Pusat ( Kas Negara). Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 16/2000 yang menggantikan PP No. 47/1985 tentang pembagian hasil penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah terlihat bahwa persentase untuk Daerah Kabupaten/Kota lebih besar dibandingkan daerah provinsi. Hal ini dapat dipahami mengingat adanya kemauan politik dari Pemerintah untuk merealisasikan terwujudnya otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa sumber penerimaan daerah otonom, terdiri atas : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD).2) Dana Perimbangan. 3) Lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah Dana yang bersumber dari pendapatan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, dana perimbangan yang berperan dalam pembiayaan pembangunan

didaerahnya. Sebagai pelaksana pembangunan didaerah yang berdasar atas asas desentralisasi, pemerintah Kota Medan berkewajiban mengurus rumah tangganya sendiri. Sesuai pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri atas, sebagai berikut : 1) Dana bagi hasil (DBH) dari pajak, yakni ; Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, dan penerimaan dari sumber daya alam yakni; kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. 2) Dana Alokasi Umum (DAU). Besarnya DAU didasarkan atas formula. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. 3) Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (bottom-up). Berdasarkan ketentuan dalam pasal 12 UU Nomor 33 Tahun 2004, pengalokasian dana bagi hasil dari PBB adalah sebagai berikut : 1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut : a. 16,20% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi.

b. 64,80% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota dan c. 9% untuk biaya pemungutan. 2) Sebesar 10% bagian pemerintah pusat, dari penerimaan PBB tersebut dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota. b. 35% dibagikan secara insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. Menurut Mangkusubroto (1989) bahwa penerimaan PBB di Indonesia bersumber dari 5 (lima) klasifikasi, yaitu : 1) Sektor perdesaan, yang meliputi tanah untuk pekarangan, tanah untuk ladang, tanah untuk sawah, tanah tambak, tanah untuk ladang garam dan lain-lain yang ada di perdesaan. 2) Sektor perkotaan, yang meliputi tanah dan bangunan di kota-kota besar maupun kecil yang dapat dipandang sebagai kota, seperti ibukota negara, ibukota provinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan sebagainya. 3) Sektor perkebunan, yang meliputi tanah beserta bangunan yang dipergunakan untuk keperluan perkebunan, seperti tanah dan bangunan untuk pabrik serta untuk tanaman perkebunan. 4) Sektor perhutanan, yang meliputi tanah dan bangunan yang digunakan untuk usaha perhutanan, seperti tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk menimbun kayu, dan tanah hutan yang belum menghasilkan.

5) Sektor pertambangan, yang meliputi tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk pertambangan, misalnya tanah yang dibor untuk mendapatkan minyak, gas bumi, biji besi serta bangunan yang dibangun di sekitar tempat pemboran yang dipergunakan untuk keperluan usaha pertambangan tersebut. Kemudian adanya perubahan tarif PBB tahun 2012 dengan NJOPTKP terbaru tahun 2012 (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) PMK no. 67/PMK.03/2011 tentang penyesuaian besarnya NJOPTKP Bumi dan Bangunan Adalah batasan Nilai Jual Objek Pajak atas Bumi atau/dan Bangunan yang berdasarkan PMK no. 67/PMK.03/2011 pasal 2 (2) adalah Rp. 24.000.000,- untuk tahun 2012. Berdasarkan Perda No.3 Tahun 2011 tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak disesuaikan sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. NJOP sampai dengan Rp 1 milyar dikenakan 0,2 persen, sedangkan di atas Rp 1 milyar dikenakan 0,3%. Berdasarkan revisi Perda No. 3 Tahun 2011 tentang PBB pada tahun 2012 maka NJOP diberlakukan tarif yaitu untuk NJOP Rp0-500 sebesar 0,115 persen, untuk Rp 500 juta Rp 1 milyar sebesar 0,125 persen. Untuk NJOP Rp 1-2 milyar besarnya 0,215 persen. NJOP Rp 2 milyar Rp 4 milyar 0,225 persendan untuk di atas Rp 4 milyar dikenakan sebesar 0,275 persen. Upaya pengamanan penerimaan kas daerah khususnya dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kota Medan, maka KPP Pratama se Kota Medan dan Pemerintrah Kota Medan memberikan berbagai tingkat pelayanan, yaitu ;

1) Layanan cetak salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB). 2) Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan seluruhnya. 3) Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan sebagian, meliputi : a. Balik Nama SPPT PBB. b. Pemecahan SPPT PBB c. Penimbulan/data baru SPPT PBB. d. Pembetulan SPPT PBB ( Nama dan Alamat Wajib Pajak ) 4) Layanan pengurangan besarnya PBB terhutang. 5) Layanan pengajuan keberatan atas PBB terhutang. Berdasarkan data perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, menunjukkan kecenderungaan mengalami peningkatan. Namun dilihat dari realisasi penerimaan PBB P2 masih ada yang dibawah target yaitu tahun 2001 dan tahun 2007. Sedangkan penerimaan PBB P2 yang paling besar terjadi pada tahun 2004, yaitu realisasi penerimaan sebesar 123% atau 23% melebihi target yang telah ditetapkan Pemerintah Kota Medan. Untuk perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tersebut dapat dilihat dari data Dipenda Kota Medan, tahun 2012. Akan tetapi besarnya penerimaan pajak masih belum diimbangi dengan peningkatan kepatuhan pajak masyarakat Indonesia. Fakta di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan pajak masih rendah, ditandai dengan belum optimalnya angka tax ratio (Jatmiko, 2006). Tax ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto

(PDB) suatu negara. Rasio ini dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu Negara. Penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak sudah sering dilakukan. Beberapa peneliti juga menggunakan kerangka model Theory of Planned Behavior (TPB) yang menjelaskan tentang perilaku. Model TPB yang digunakan dalam penelitian memberikan penjelasan yang signifikan, bahwa perilaku tidak patuh (noncompliance) Wajib Pajak sangat dipengaruhi oleh Variabel sikap, norma subjektif dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan. Perkembangan menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan masih rendahnya kepatuhan membayar pajak diantaranya adalah tidak sesuainya tarif pajak yang dikenakan, masih kurang maksimalnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh kantor-kantor pelayanan pajak kepada wajib pajak, belum diterapkannya sanksi pajak dengan maksimal, sistem perpajakan yang belum efektif dan efisien, masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pajak dan tingkat pendidikan yang bervariasi di tengah masyarakat. Guna meningkatkan penerimaan PBB P2 tersebut perlu menganalisa faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, sehingga dengan mengetahui hal tersebut dapat disusun stategi yang tepat agar peningkatan penerimaan PBB P2 dapat dicapai dengan efektif. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa penerimaan PBB P2 di Pemerintah Kota Medan sangat fluktuatif. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan membayar PBB P2, yaitu tarif pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak, efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan wajib pajak dan tingkat pendidikan wajib pajak.

Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data diperoleh dari masyarakat di kota Medan di dukung oleh data dari Direktorat Jenderal Pajak dan Dinas Pendapatan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara/Kota Medan, Badan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Utara/Kota Medan, Websites Bank Indonesia dan websites-websites lainnya mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Deskriptif data bertujuan untuk menggambarkan data dari keseluruhan variabel-variabel yang diteliti, dilakukan tanpa didahului hipotesis. Berikut data perkembangan penerimaan PBB P2 kota Medan : Sumber : Kanwil DJP Sumut I, tahun 2012. Gambar 1.1. Grafik Perkembangan Penerimaan PBB P2 Kota Medan Tahun 2000-2011 (Dalam Rp. 000.000.) Berdasarkan gambar 1.1 grafik diatas dapat dijelaskan perkembangan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan P2 Kota Medan tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, yang semua ini akan dapat mengkonstribusi kepada penerimaan asli daerah.

Untuk lebih memaksimalkan penerimaan PBB P2 agar lebih intensif dalam proses penagihan PBB P2 dengan mekanisme melalui tata cara penagihan yang diatur dalam UU No.12 tahun 1994, melalui ; 1) Sarana yang dipergunakan untuk menagih adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT PBB), yang setiap tahun diterbitkan oleh Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan. 2) Setelah SPPT PBB diterbitkan, selanjutnya diserahkan kepada Dinas Pendapatan Daerah untuk disampaikan kepada wajib pajak melalui petugas PBB di Kelurahan. 3) Wajib pajak harus melunasi PBB yang terhutang dalam tempo 6 (enam) bulan sejak SPPT PBB diterima. 4) Apabila setelah jatuh tempo pembayaran PBB yang terhutang tidak/belum dilunasi, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari pajak yang tidak/belum dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Atas denda administrasi beserta pokok PBB yang belum/tidak dibayar tersebut, dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP). 5) Apabila dalam tempo 30 (tiga puluh) hari setelah Surat Tagihan Pajak (STP) diterima, PBB nya masih tidak dibayar akan dikeluarkan dengan Surat Paksa (SP) untuk selanjutnya dilakukan Penyitaan dan Pelelangan. Namun meningkatnya penerimaan PBB P2 kota Medan hanya sampai dengan tahun 2011 (kecuali tahun 2001 dan 2007), memasuki tahun 2012 dimana masa transisi karena mulai tanggal 1 Januari 2012 pengelolaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan (P2) Kota Medan diserahkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pemerintah Kota Medan. Dari target yang ditetapkan oleh DPRD

sebesar Rp.370.227.304.880,- hanya tercapai Rp.257.138.356.000,- atau 74,32% dari target. Disamping itu walaupun jumlah wajib pajak terus bertambah ternyata masyarakat yang menunggak membayar PBB di kota Medan dari tahun ke tahun semakin meningkat juga. Kondisi ini dapat dilihat pada table berikut: Tabel 1.1. Daftar Tunggakan PBB di Kota Medan Tahun Penerimaan Pertumbuhan (Jutaan Rupiah) (%) 2008 37.281.102.509 136.301 2009 41.594.890.253 138.761 2010 56.760.736.163 144.797 2011 49.142.124.215 151.798 2012 71.321.562.945 185.280 Sumber: Kanwil DJP Sumatera Utara I, Tahun 2012 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ternyata sangat banyak masyarakat kota Medan yang menunggak PBB dan jumlah tunggakan PBB juga sangat besar. Hal ini berarti walaupun jumlah masyarakat yang patuh membayar PBB semakin meningkat, namun masih banyak juga masyarakat yang tidak patuh dan menunggak dalam membayar PBB di kota Medan. Patuh atau tidaknya orang dalam membayar PBB tentunya mempunyai alasan yang beragam dan berbedabeda. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan masyarakat kota Medan dalam membayar PBB.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh tarif PBB terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan? 2. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan? 3. Bagaimana pengaruh sanksi PBB terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan? 4. Bagaimana pengaruh efektivitas sistem perpajakan terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan? 5. Bagaimana pengaruh pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan? 6. Bagaimana pengaruh Tingkat pendidikan wajib pajak terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh tarif PBB terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan 2. Untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan 3. Untuk menganalisis pengaruh sanksi PBB terhadap masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan

4. Untuk menganalisis pengaruh efektivitas Sistem Perpajakan PBB terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan 5. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan 6. Untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan wajib pajak terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB di Kota Medan 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Medan dalam pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang untuk peningkatan penerimaan PBB sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah di Kota Medan. 2. Dapat meningkatkan wawasan keilmuan tentang PBB di Kota Medan. 3. Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan kepustakaan dan menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin meneliti kembali atas masalahmasalah yang releven dengan penelitian ini. 4. Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti-peneliti yang akan datang.