BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan karena kualitas sumber daya manusia mempunyai peranan yang strategis dalam menggerakkan dan melaksanankan pembangunan nasional dan sekaligus menentukan keberhasilan. Oleh karena itu dalam melaksanankan pembangunan unsur tenaga kerja yang merupakan bagian sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian terutama dalam perlindungan terhadap bahaya potensial yang dapat timbul karena proses pelaksanaan pembangunan tersebut (Depnaker RI, 1995). Dalam era keterbukaan sekarang ini masalah perlindungan tenaga kerja akan menghadapi tantangan yang semakin berat berupa derasnya arus tuntutan tentang penerapan hak dasar pekerja di tempat kerja. Pekerja sebagai sumber daya dalam lingkungan kerja perusahaan atau industri harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti memastikan bahwa pekerja dalam kondisi kerja aman. Untuk itu pemerintah telah mengantisipasi hal tersebut dengan meratifikasi 15 Konvensi International Labour Organization (ILO). Delapan dari konvensi tersebut mengatur tentang perlindungan terhadap pekerja yang dilakukan dengan mengarahkan pada pemenuhan hak-hak dasar meliputi perlindungan upah, jaminan sosial tenaga kerja, waktu kerja dan waktu istirahat, perlindungan tenaga kerja wanita, anak dan orang muda, dan terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja (Silalahi, 2011).
Menurut data PT Jamsostek tahun 2012 setiap hari ada 9 pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, sementara total kecelakaan kerja pada tahun yang sama 103.074 kasus karena di Indonesia hanya 2,1 persen dari 15.000 perusahaan berskala besar yang menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada suatu atau pada beberapa area. Suatu pekerjaan konstruksi merupakan gabungan atau rangkaian dari banyak pekerjaan. Pekerjaan konstruksi umumnya diatur oleh seorang manajer konstruksi (construction manager), serta dilaksanakan dan diawasi oleh manajer proyek, tenaga teknik perancangan (design engineer) atau arsitek lapangan (project architect) (Ervianto, 2005). Ada beberapa tahapan-tahapan dalam pelaksanaan perencanaan konstruksi atau proyek pembangunan gedung. Tahapan pelaksanaan proyek ini harus disusun sedemikian rupa mulai dari pengerjaan awal hingga finishing (jika pengerjaan proyek hingga finishing). Semuanya ini disusun didalam Time Schedule. Tahapan-tahapan dan berapa lama pengerjaan proyek tersebut disusun dahulu sebelum pelaksanaan, sehingga proyek tersebut dapat berjalan sesuai rencana dan tepat waktu (Husen, 2009). Pelaksanaan dalam pembangunan sebuah proyek gedung tidak terlepas dari sistem manajemen proyek. Pengelolaan sumber daya yang dibutuhkan dan digunakan selama menjalankan proses seperti material, machine, man, method dan money. Pekerja adalah salah satu sumber daya yang sangat sulit pengontrolanya, dalam pemberian tanggung jawab atau sistem penugasan bagi pekerja yang dibutuhkan dalam beberapa tahapan didalam proses proyek
pembangunan sebuah gedung, dimulai dari proses awal yaitu pekerjaan pembersihan, pekerjaan pondasi, pekerjaan struktur bangunan dan tahap akhir yaitu finishing (Ervianto, 2005). Dalam pelaksanaan proyek konstruksi dikenal tiga faktor yaitu waktu, biaya dan kualitas, ketiganya membentuk tata hubungan yang saling bergantung dan berpengaruh erat. Seperti diketahui, penyelenggaraan konstruksi selalu ditujukan untuk menghasilkan suatu bangunan yang bermutu dengan pembiayaan tidak boros, dan kesemuanya harus dapat diwujudkan dalam rentang waktu yang terbatas mengingat besarnya investasi biaya yang harus dikeluarkan (Ervianto, 2005). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 77 ayat 2, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud harus memenuhi syarat: 1. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan. 2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. 3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur. 4. Ketentuan waktu kerja lembur tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. 5. Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur dalam pasal 1, waktu lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari dan
40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah. Menurut pasal 7 Peraturan Menteri No.102/MEN/VI/2004, perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban membayar upah kerja lembur, memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya, memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih (pemberian makan dan minum sebagaimana dimaksud tidak boleh diganti dengan uang). Kerja lembur merupakan salah satu rencana kerja proyek dimaksudkan untuk menyelesaikan operasi yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja normal. Dengan kerja lembur ini akan menggunakan tenaga kerja yang lebih ekstra, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Berat ringannya suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang pekerja akan dapat ditentukan oleh gejala-gejala perubahan yang tampak baik secara fisik maupun mental, salah satunya adalah terjadinya kelelahan pada pekerja. Menurut Nasution dalam Putra (2011), kelelahan kerja merupakan masalah yang sangat penting perlu ditanggulangi secara baik. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya penurunan kekuatan otot, rasa lelah yang merupakan gejala subjektif dan penurunan kesiagaan. Pada dasarnya semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri (Nurmianto, 1998). Kelelahan merupakan gejala yang wajar dialami oleh setiap orang yang diakibatkan oleh faktor psikis maupun fisik. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor individu dalam hal ini seperti umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan, dan status gizi mempunyai
hubungan terhadap terjadinya kelelahan kerja. Faktor individu seperti umur dan status seseorang mempunyai hubungan yang signifikan tehadap terjadinya kelelahan (Oentoro, 2004). Banyak faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja cepat terjadi yaitu faktor internal seperti : usia, jenis kelamin, kesehatan, pengetahuan, sikap, keterampilan,dan lain-lain dan faktor eksternal seperti : suhu, cahaya, ventilasi, kebisingan, sifat pekerjaan, postur kerja (Suma mur, 2009). Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja. Kelelahan kerja terbukti memeberikan kontribusi lebih dari 60% dalam kejadian kecelakaan kerja ditempat kerja (Gilmer dan Suma mur dalam Setyawati, 2010). Pembangunan Proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan yang beralamat di Jalan Putri Hijau No. 1 Medan saat ini umumnya membutuhkan waktu pelaksanaan yang cepat. Waktu pelaksanaan yang cepat ini antara lain mempunyai tujuan untuk mengejar target pelaksanaan sesuai kontrak kerja atau atas permintaan dari pemilik proyek atau karena suatu alasan tertentu. Untuk mengimbangi hal ini biasanya dilakukan kerja lembur. Kerja lembur pada proyek pembangunan gedung Telkomsel Kota Medan di Jalan Putri Hijau No. 1 Medan, merupakan atas permintaan pemilik terhadap pihak kontraktor. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, adapun waktu penyelesaiannya ditargetkan selama 210 hari dan jumlah seluruh pekerja yaitu sebanyak 230 orang. Sebagian besar pekerja melakukan kerja lembur untuk mengejar target penyelesaian proyek dan alasan upah yang diterima supaya lebih banyak.
Jam kerja untuk para pekerja di proyek pembangunan gedung Telkomsel Kota Medan di Jalan Putri Hijau No. 1 Medan ini rata-rata mulai dari jam 08.00 pagi sampai jam 17.00 sore dikurangi istirahat siang hari jam 11.30 s/d 13.00. jadi ketika pengerjaan diluar jam tersebut maka dihitung sebagai lembur. Pada pukul 20.00 malam hingga pukul 04.00 pagi merupakan waktu lembur yang dijalani para pekerja atau jam kerja lembur yang dijalani 2 hingga 3 jam dalam sehari bahkan ada yang melebihi dari 3 jam, sedangkan purna waktu yang ditentukan tergantung kemauan pekerja itu sendiri semakin banyak waktu lembur yang dapat dijalani maka semakin cepat proses pembangunan dan upah akan semakin bertambah. Sebagian besar pekerja bersemangat untuk mengejar jam kerja lembur dan upah lembur tanpa memperhatikan kemampuan fisiknya, hal ini terjadi sejak mulai awal pembangunan. Jenis pekerjaan yang dilakukan para pekerja proyek pembangunan gedung Telkomsel di Kota Medan yang beralamat di Jalan Putri Hijau No. 1 ini mulai dari pengerjaan pembersihan area yang akan dibangun gedung, pengerjaan pondasi, pengerjaan struktur bangunan dan finishing. Pada tahap pengerjaan struktur bangunan terdiri dari dua tahap yaitu struktur bawah dan struktur atas, pada pengerjaan struktur bawah yaitu pemancangan tiang pondasi dan hanya berlangsung relatif cepat, sedangkan pada tahap struktur atas terbagi menjadi beberapa elemen pekerjaan meliputi pembuatan kolom, balok dan plat. beberapa elemen tersebut juga dapat dibagi lagi menjadi pengerjaan tulangan (pembesian), pengerjaan bekisting dan pengecoran. Dari sekian banyak tahapan demi tahapan pekerjaan pada proses struktur maka seharusnya jumlah tenaga kerja yang melakukan haruslah sebanding dengan pekerjaan yang diberikan, hal ini terkait dengan target waktu penyelesaian dan biaya yang dibutuhkan untuk proses pengerjaan. Proses struktur bangunan pada proyek pembangunan gedung Telkomsel di Kota Medan ini memiliki banyak elemen atau tahapan pekerjaan seperti yang telah diuraikan diatas bahwa
dari masing-masing tahapan dapat dibagi lagi hingga pekerjaan tersebut berkelanjutan sampai selesai tahap struktur. Pada pelaksanaan proses kerja harus berkelanjutan sehingga para pekerja melakukan tahapan demi tahapan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh kepala proyek. Dalam hal ini pekerja juga harus melakukan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai standar. Jenis tugas yang dilakukan para pekerja proyek pembangunan gedung Telkomsel di Kota Medan pada proses struktur harus sesuai standar yang telah ditetapkan oleh kepala proyek. Standar kerja tersebut harus dilaksanankan sesuai urutan pekerjaan pada masing-masing tugas seperti proses pembesian, bekisting dan pengecoran. Pada tahap struktur ini pihak proyek mempekerjakan sebanyak 42 orang pekerja dengan masing-masing tugas yang berbeda diantaranya dibagi dalam tiga bagian proses struktur yaitu pembesian, bekisting dan pengecoran. Jumlah pekerja tersebut harus disesuaikan dengan banyaknya elemen pekerjaan yang akan dilaksanankan pada tahap struktur pembangunan gedung Telkomsel di Kota Medan mengingat akan mengejar waktu target penyelesaian secepat mungkin hingga selesainya tahap struktur. Adanya waktu yang terbatas dan sumber daya yang tersedia seperti jumlah tenaga kerja yang terbatas juga serta adanya pemendekan durasi aktivitas/ percepatan pekerjaan, maka dengan kondisi pembangunan yang seperti ini dampak dari waktu kerja lembur dan jenis tugas yang dibebankan kepada pekerja akan menimbulkan suatu masalah baik terhadap kemampuan fisik maupun mental pekerjanya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh waktu kerja lembur dan jenis tugas terhadap tingkat kelelahan pekerja pembangunan proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan yang beralamat di Jalan Putri Hijau No. 1 Medan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka perumusan masalah yang dapat dikembangkan adalah bagaimana pengaruh waktu kerja lembur dan jenis tugas terhadap tingkat kelelahan pekerja pembangunan proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh waktu kerja lembur dan jenis tugas terhadap tingkat kelelahan pekerja pembangunan proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran kerja lembur dan tingkat kelelahan pekerja pembangunan proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan. 2. Untuk mengetahui jenis tugas pekerja pembangunan proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan. 3. Untuk mengetahui pengaruh waktu kerja lembur dan jenis tugas terhadap kelelahan pekerja pembangunan proyek Gedung Telkomsel di Kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan sumbangsih pemikiran bagi pengelola proyek pembangunan gedung Telkomsel di Kota Medan tentang pengaruh waktu kerja lembur dan jenis tugas terhadap tingkat kelelahan pekerjanya.
2. Sebagai bahan wawasan pengetahuan dan masukan bagi para pekerja proyek pembangunan gedung Telkomsel di Kota Medan tentang pengaruh waktu kerja lembur bagi kesehatan dan terhadap tingkat kelelahan. 3. Sebagai referensi bagi peneliti peneliti selanjutnya.