BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan strategi dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. berkwalitas, karena matematika merupakan sarana berfikir bagi siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan diperlukan suatu proses kegiatan belajar-mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian masalah bilangan pengertian tersebut terdapat pada Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas dan keberhasilan suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas pendidikannya. Hal mendasar yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika merupakan mata pelajaran yang sering. kali menjadi momok bagi siswa. Padahal materi pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat suatu bangsa. Pendidikan diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan dan

BAB I PENDAHULUAN. memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

p-issn : e-issn :

balik antara guru dan siswa dalam suatu situasi pendidikan. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan pembelajaran dituntut untuk mampu menciptakan

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membenahi, meningkatkan

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Miyandi Eko Anugrah Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kualitas pendidikan yang juga tidak terlepas dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa mendatang. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan

1. PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan suatu bangsa karena sasaran dari

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

NASKAH PUBLIKASI STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN STRATEGI NHT DENGAN STAD TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN MOJOLEGI TAHUN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penulis 1: Dwi Yanu Mardi S. Penulis 2: Sri Palupi, M.Pd

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. SD sampai dengan SMP. SD merupakan awal proses peningkatan mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses dimana induvidu dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan fungsi pendidikan nasional peran guru menjadi kunci

BAB I A. Latar belakang Masalah

Transkripsi:

1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Matematika adalah mata pelajaran yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. Matematika tidak hanya mampu melatih kemampuan berhitung, tetapi juga mampu melatih cara berpikir kritis, menganalisis masalah, mengevaluasi hingga akhirnya mampu memecahkan suatu masalah. Menurut Johnson dan Myklebuts (Abdurrahman, 2003:252) menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan kekurangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Sejalan dengan hal tersebut Cornelius (Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:(1) sarana berfikir yang jelas dan logis; (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari; (3) sarana mengenal pola-pola hubungan masalah kehidupan sehari-hari; (4) sarana mengembangkan kreatifitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap pekembangan budaya. Rochmani anggota DPR RI, Ferdian 2013 Menyatakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Hal ini terbukti dari riset yang dilakukan oleh Program for International Student Assesment(PISA) yang menyatakan bahwa kemampun anak indonesia pada matematika dan sains masih sangat rendah dan terpuruk di peringkat bawah. Ada penelitian yang menyatakan bahwa nilai matematika siswa kelas VIII indonesia masih kalah dengan negara yang sedang mengalami konflik seperti palestina. Bahkan indonesia menepati urutan 10 besar terendah di dunia. Cara pandang siswa terhadap mata pelelajaran matematika juga mempengaruhi proses belajar mengajar. Matematika masih dijadikan momok berat yang menakutkan dan beban tersendiri dalam melaluinya, ini sesuai dengan pernyataan Abdurrahman (2012:202) bahwab: Dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. 1

2 Adanya anggapan siswa terhadap mata pelajaran matematika yang sulit dan menakutkan tersebut menyebabkan rendahnya minat dan kemauan siswa dalam belajar matematika. Pada saat pembelajaran, siswa hanya sekedar datang dan duduk untuk menerima materi dari guru tanpa memahami dan menikmati proses pembelajaran yang berlangsung. TIMSS ( dalam Sari,dkk. 2014) juga mengungkapkan bahwa : Kemampuan representasi matematis siswa di Indonesia masih rendah. Hasil The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Rata rata skor hasil matematika indonesia adalah 386, masih jauh dibawah rata-rata internasional yaitu 500. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis lakukan pada guru matematika Madrasah Aliyah Yaspen Muslim dapat diperoleh keterangan bahwa hasil belajar matematika siswa di sekolah tersebut masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian akhir semester lalu, seluruh hasil belajar siswa masih dibawah Kriteria Ketuntasan Maksimal (KKM) yaitu dibawah nilai 75. Dari 59 siswa nilai tertinggi yang diperoleh siswa dengan rentang skor 0-100 adalah 40 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 5. Berdasarkan observasi tersebut bahwa hasil belajar matematika kelas X Madrasah Aliyah Yaspen Muslim masih belum sesuai apa yang diharapkan. Selain hasil belajarnya yang masih rendah, keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung juga masih rendah. Berdasarkan hasil pengamat saat observasi juga ditemukan siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran matematika siswa cenderung mengobrol dengan temannya tanpa memperdulikan pelajaran yang sedang berlangsung. Rendahnya minat siswa ini menjadi salah satu yang memberi dampak pada rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran matematika. Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut Sumiati (2013:25-26): Faktor internal adalah faktor yang ada pada diri sendiri meliputi kemampuan dasar, baik kemampuan dasar umum (kecerdasan), maupun kemampuan dasa khusus (bakat), kesiapan unuk melakukan kegiatan

3 dalam proses pembelajara, minat untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, pengalama belarjar yang telah dimiliki sebelumnya, dan kemampuan atau motivasi untuk belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri meliputi semua upaya yang dilakukan oleh guru, baik dalam memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan dan dorongan untuk terjadinya proses belajar. Secara umum faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa dalah kurang kreatifnya guru sebagai pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran, seperti penggunaan model pembelajaran ataupun metode pembelajaran. Hal tersebut membuat siswa merasa bosan dan kurang menarik sehingga merasa malas untuk mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran juga dilakukan secara monoton, sehingga yang terjadi hanyalah penyampaian materi secara satu arah. Hal tersebut menjadikan suasana menjadi vakum (pasif) dan tidak adanya interaksi sesama siswa, bahkan siswa kepada guru. Pernyataan ini sejalan dengan Trianto (2011:5) : Di pihak lain secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik yang disebabkan domainnya proses pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher centered sehingga siswa menjadi pasif. Sejalan dengan Sumiati (2013:31) yang menyatakan bahwa siswa melakukan proses belajar secara aktif, berarti melakukan upaya sendiri dalam memperoleh pengalaman belajar. Kenyatan yang sering dijumpai dalam proses pembelajaran, siswa hanya menerima apa yang diberikan oleh guru. Proses belajar dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan tertentu yakni mencapai perubahan khususnya penambahan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan Sardiman (2007:21) yang mengatakan bahwa: Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak serta penysuaian diri. Tetapi dalam mencapai perubahan itu siswa selalu mengalami hambatan yaitu dalam hal bahan ajar. Untuk membantu anak didik mengatasi hambatan tersebut, maka guru selaku pendidik harus mendesain model pembelajaran yang

4 digunakan agar pembelajaran bisa membuat siswa lebih aktif dan tidak lagi berpusat pada guru. Dengan begitu siswa akan mengabaikan aktivitas lain yang menggangu proses pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar dipengaruhi oleh model dan metode pembelajaran yang digunakan. Penggunaan model dan metode pembelajaran yang kurang tepat dan bervariasi sehingga menyajikan aturan-aturan yang kurang jelas, atau cara guru saat mengajar kurang melibatkan siswa dapat menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas karena pembelajaran hanya didominasi oleh guru saja. Hal tersebut juga dapat membawa suasana yaang tidak menarik perhatian, membuat siswa merasa bosan dalam proses pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap pencapaian kemampuan dan hasil belajar yang tidak optimal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep siswa serta prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Para guru terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model dan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa tertarik dan lebih aktif dalam belajar matematika. Model pembelajaran yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam belajar adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Milfayetty dkk (2015:97-101): Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Sedangkan model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan keatktifan belajar siswa lewat diskusi. Sehingga pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan hasil belajar siswa. bahwa: Sejalan dengan apa yang dikatakan Trianto (2011:59) yang menyatakan Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsepkonsep yang sulit dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang saling berkerja sama.

5 Metode yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah metode diskusi. Metode diskusi adalah penyajian bahan ajar dalam bentuk kelompok. Menurut Taula,dkk (2013:189): Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian materi pembelajaran dengan jalan bertukar pikiran baik antara guru dengan siswa, atau siswa dengan siswa. Alasan yang mendasari peneliti membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dan Make A Match adalah karena ditemukan beberapa peneliti yang relavan mengenai peningkatan hasil belajar dari model pembelajaran tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Luftia Hanik (2016) menyimpulkan bahwa pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together ( NHT ) dengan bantuan Alat Peraga pada materi peluang lebih baik dari pada metode pemahaman konsep di kelas X TKR SMK negeri 1 semarang. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarfuni dan Suryati (2013) yang menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan Hasil Belajar Matematika siswa pada materi Keliling Dan Luas Jajar Genjang di kelas IV SDN 32 Banda Aceh. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. La Suha Is habu (2013) dalam skripsi yang berjudul The Improve Learning Results and Creativity Student to Lesson Operation Count Numbers Through Cooperative Learning Type Numbered Heads Together (NHT) in Class IV SD District 6 3 Ambon-Indonesia menyatakan bahwa : It can be preserved collected that using cooperative learning model Numbered Heads Together (NHT) to improve student learning outcomes as seen in the results of the test cycle I gained mastery Minimum Criteria (KKM) as much as62.2% and the cycle of III increased to 78.4%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Imam Hanafi, dkk (2012) yang menerapkan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil

6 belajar matematika pada materi menjumlahkan pecahan biasa di kelas V SDN 2 dataran bulan. Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan model kooperatif tipe Make A Match merupakan model pembelajaran yang kedunya tepat dan cocok digunakan pada pelajaran matematika sehingga peneliti inggin melihat perbedaan hasil belajar dari keduanya mana yang lebih tepat dan lebih tinggi untuk digunakan pada pembelajaran matematika khususnya pada materi bentuk pangkat dan akar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Perbedaan Hasil Belajar Siswa Model Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dengan Model Kooperatif Tipe Make-A Match pada Materi Bentuk Pangkat dan Akar di Kelas X Madrasah Aliyah Yaspen Muslim. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat di identifikasikan beberapa masalah yaitu: 1. Minat dan kemampuan siswa dalam belajar matematika masih rendah. 2. Hasil belajar matematika siswa masih rendah. 3. Proses pembelajaran cenderung teacher centered sehingga siswa menjadi pasif. 4. Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. 5. Penggunaan model pembelajaran yang kurang efektif dan kurang bervariasi. 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan indentifikasi masalah diatas, maka yang menjadi batasan masalah dalam peneliti adalah Hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan Model Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dengaan Model Kooperatif tipe Make-A Match di Kelas X Madrasah Aliyah Yaspen Muslim. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah:

7 1. Bagaimana hasil belajar siswa pada materi pangkat dan akar dengan menggunakan model kooperatif tipe Number Head Together (NHT)? 2. Bagaimana hasil belajar siswa pada materi pangkat dan akar dengan menggunakan model kooperatif tipe Make-A Match? 3. Manakah hasil belajar yang lebih tinggi antara model kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dengan Model Kooperatif Make-A Match pada materi pangkat dan akar? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa antara penggunaan model kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dengan Model Kooperatif Make-A Match pada materi pangkat dan akar. 2. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa pada materi bentuk pangkat dan akar dengan menggunakan model kooperatif tipe Number Head Together (NHT). 3. Untuk mengetahui manakah hasil belajar yang lebih tinggi pada materi bentuk pangkat dan akar dengan menggunkan model kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dengan Model Kooperatif Make-A Match. 1.6 Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Bagi peneliti, sebagai bahan acuan untukan meningkatkan kegiatan belajar mengajar sebagai calon guru dan sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut. 2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. 3. Bagi siswa, untuk meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada materi bentuk pangkat dan akar. 4. Bagi kepala sekolah, sebagai masukan dan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan sebagai informasi tentang model pembelajaran kooperatif terutama model pembelajaran

8 kooperatif tipe Number Head Together dan Model Kooperatif Make-A Match. 1.7 Defenisi Operasional 1. Hasil belajar matematika adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar matematika. Kemampuan kemampuan tersebut terlihat dari adanya perubahan tingkah laku dibidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada penelitian ini yang diukur adalah ranah kognitif saja karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran matematika. Adapun aspek kognitif yang diukur adalah mengenai pengetahuan, pemahaman dan aplikasi materi matematika. 2. Pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) adalah rangkaian penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah dalam menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang dilotarkan atau diajukan oleh guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkaan oleh siswa sesuai dengan nomor permintaan guru dari masing-masing kelompok. 3. Pembelajaran Make A match adalah pembelajaran yang dikembangkan dengan kartu-kartu, dimana siswa mencari pasangannya berdasarkan kartu yang telah ditentukan.