BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang artinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Nama : ALEXANDER MARWATA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan, kebutuhan listrik dan lain sebagainya. Perilaku korupsi itu

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan lembaga Kejaksaan sebagai institusi yang mewakili publik

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur mengenai. tugas dan wewenang serta masing-masing lembaga yang harus

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

BAB I PENDAHULUAN. Namun, yang membedakan kasus korupsi di setiap negara adalah intensitas,

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

BAB II MEKANISME PENETAPAN STATUS TERSANGKA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

URGENSI PENERBITAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kesadaran untuk memberantas korupsi makin besar, tapi korupsi itu sendiri tetap berlangsung dan mengakar. Lembaga internasional The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) mencatat, bahwa angka tindakan korupsi di sejumlah negara kawasan Asia cenderung masih tinggi, meskipun ada beberapa negara yang mulai mendapatkan perkembangan hasil yang dipublikasikan tahun 2002 tetap sebagai negara yang tingkat korupsinya terkecil, disusul Hongkong yang memang telah dianggap berhasil mengatasi permasalahan korupsi dengan serangan tiga jurus nya, yaitu: a. The community relation department b. The operation department,

2 c. The corruption prevention department. Tingkat korupsi tersebut makin tampak besar ketika sejumlah pemerintahan dan perusahaan besar jatuh, serhingga tuntutan transparansi makin besar. Dalam literatur yang berjudul Dunia pun memerangi korupsi menyebutkan laporan tentang peringkat korupsi di asia yang dipublikasi bulan Maret 2002 menyatakan : Indonesia berada dalam urutan kesembilan untuk negara yang terburuk korupsinya, dengan skor 9,92 dibawah Cina, kedua dari India. Ini berarti rekor terburuk sejak survei yang dilakukan PERC tahun 1995. Laporan tersebut dibuat berdasarkan survei terhadap 1.000 pelaku bisnis espatriate yang bekerja di Asia, dimana dari catatan pengalaman dan opini mereka terhadap sistem birokrasi pemerintahan dan juga tatanan sosial 12 negara di Asia. (Singgih, 2002: 127). Korupsi di Indonesia terjadi secara sistematis dan meluas yang berarti bahwa korupsi dilakukan oleh beberapa orang yang membentuk suatu sistem yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang kemudian menimbulkan dampak terhadap kerugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. Munculnya sejumlah peraturan perundangang-undangan tentang pembertantasan tindak pidana korupsi didasari oleh pertimbangan-pertimbangan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa dan untuk

3 lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlaku secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga peraturan yang ada dapat memperkecil peluang terjadinya korupsi. Korupsi telah diandaikan dalam dunia medis telah menjadi virus ganas yang menyebar dengan kecepatan tinggi. Terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung dan dirasakan telah merobek rasa keadilan masyarakat adalah SP3 Sjamsul Nursalim. Dalam harian kompas menyebutkan : Banyak kalangan mengecam tindakan Kejaksaan Agung yang memberi "kado" bagi Sjamsul Nursalim pada peringatan HUT Adhyaksa ke-44 pertengahan Juli 2004, Namun, toh, Kejaksaan Agung tetap tak menggubris. Jaksa Agung MA Rachman berargumen Syamsul Nursalim telah mengantongi surat keterangan lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kebijakan yang dikeluarkan dengan dasar Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 (Kompas, 2004) Seminar di kampus perguruan tinggi ilmu kepolisian (PTIK) awal Maret 2004 (Kompas, 4/3) mencuat hasil penelitian 147 mahasiswa PTIK yang dilakukan di 19 wilayah Kepolisian Daerah se-indonesia yang dipaparkan dalam seminar itu tentang rangkuman hasil penelitian itu menyebutkan: Ada dua klasifikasi korupsi di lingkungan Polri, yakni korupsi internal dan eksternal. Korupsi internal terjadi ketika jual beli jabatan, korupsi pada penerimaan polisi, serta menyangkut pendistribusian dana kepolisian. Korupsi eksternal yang dilakukan instansi kepolisian mulai terlihat dari praktik polisi jalanan hingga praktik dalam penanganan perkara.(kompas,4 maret 2004)

4 Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang sebelumnya dilakukan secara konvensional, yang berarti bahwa KUHP tidak dapat lagi berfungsi secara maksimal untuk memberantas korupsi sehingga memerlukan ketentuan yang lebih khusus lagi untuk dapat lebih mengakomodasi dan memberantas korupsi, yang mengedepankan bukti kejahatannya dahulu kemudian dapat dilakukan penyelidikan, selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan, karena korupsi merupakan kejahatan yang dikategorikan sebagai extraordinari crime. Untuk itu diperlukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara efektif, profesional serta berkesinambungan. Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5 Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggungjawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan undang-undang. Kelahiran KPK diharapkan menjadi lembaga pendorong / pemicu (trigger institution) bagi kejaksaan dan kepolisian untuk serius memberantas korupsi. Skandal korupsi Abdullah Puteh, harian jawa pos menyebutkan bahwa KPK menengarai adanya kerugian negara Rp 12,5 miliar di balik pembelian helikopter Rusia oleh Pemprov NAD. Padahal, TNI AL, yang juga membeli helikopter sejenis, hanya membayar Rp 6 miliar. (jawa pos 6 juli 2004) Pemberantasan korupsi menyiratkan sinyal positif setelah 26 Juli lalu, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Keppres Nomor 59 Tahun 2004 tentang Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang disusul dengan penandatangan Keppres No. 111 Tahun 2004 mengenai penetapan sembilan orang hakim ad hoc pengadilan khusus korupsi. Sesuai amanat UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pemeriksan di sidang pengadilan khusus korupsi dilakukan berdasarkan KUHAP dan UU No. 31 Tahun 1999, yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6 UU No 30 Tahun 2002 juga mengatur beberapa hal yang spesifik berkenaan dengan pengadilan khusus korupsi. Kompas - Pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi yang diharapkan independen dan demokratis yang disertai hukum acara yang khusus untuk perkara korupsi-dapat merupakan jawaban terhadap sentimen publik mengenai penanganan korupsi di Indonesia-yang selama ini dinilai negatif.(kompas, 24 Februari 2004). Bertolak dari uraian diatas mengenai korupsi yang terjadi secara sistematis dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas dan disahkannya pengadilan korupsi ad hoc sebagai salah satu solusi yang muncul untuk menekan tindak pidana korupsi, maka penulis untuk melakukan penelitian hukum yang berjudul : Kajian Sejarah Hukum Terhadap Pengertian Korupsi 1. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah sejarah hukum terhadap pengertian dan unsur-unsur korupsi di indonesia? 2. Bagaimanakah implementasi peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi di indonesia? 2. Batasan masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai sejarah perundangundangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi di

7 Indonesia dan implementasinya sampai pemerintahan Presiden Megawati SoekarnoPutri. 3. Keaslian penelitian Penulis telah mengetahui bahwa banyak artikel, karya ilmiah dan tulisan dalam bentuk-bentuk lain yang membahas tentang kajian tentang peraturan perundang-undangan tentang korupsi di Indonesia, antara lain : a). Frans Hendra Winarta, Peradilan Korupsi, Kepribadian Bangsa, dan Masa Depan Indonesia. September 2004. b). M Hadi Shubhan, Dissenting Opinion Putusan Akbar, 2004 c). AM Asrun, Vonis Bebas Akbar Tandjung Antitesis Pemberantasan Korupsi. 2004, serta masih banyak lagi, tetapi dalam hal ini yang membedakan dengan adalah kajian dalam tesis ini yaitu mengenai kajian sejarah hukum peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 4. Manfaat penelitian a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi proses pemberantasan tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia melalui kajian sejarah hukum perundang-undangan tentang korupsi. b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi di masyarakat.

8 B. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi perkembangan sejarah hukum terhadap unsur, pengertian, dan perundang-undangan tentang korupsi yang terjadi di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan mengevaluasi implementasi peraturan perundangundangan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. C. Kerangka penulisan Bab I Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sitematika penulisan Bab II Tinjauan Pustaka Menguraikan tentang pengertian korupsi dilihat dari unsur-unsurnya yang mengalami perkembangan yang semakin kompleks, kemudian dilihat dan dianalisis secara singkat perkembangan-perkembangan tersebut. Bab III Metodologi Penelitian Hukum Menguraikan tentang penelitian normatif yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sejarah hukum, kemudian bahan hukum hukum yang dipergunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Proses analisis bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu dengan melakukan

9 deskripsi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pertama menguraikan tentang dasar hukum pemberantasan korupsi di Indonesia, kemudian dilakukan sistematisasi dan sinkronisasi. Kedua, menguraikan tentang sejarah peraturan perundang-undangan tentang korupsi di Indonesia dilihat dari masa pemerintahan yang diawali oleh masa pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1966) sampai dengan masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri (2001-2004) Ketiga, menguraikan kemudian menganalisis perubahan-perubahan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan tentang korupsi Keempat, Implementasi peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Menguraikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap rumusan permasalahan yang ada dan saran-saran yang diajukan oleh penulis terhadap hasil penulisan.