BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA TEGAL KEPUTUSAN WALIKOTA TEGAL NOMOR / 164 / 2011 TENTANG PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH KOTA TEGAL TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 )

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II KAJIAN TEORITIS. Menurut Mardiasmo (2002: 132), pendapatan asli daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah pada hakikatnya berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan, kebijakan, pengelolaan dana publik, dan pengaturan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat (Halim, 2001). Mardiasmo (2002) tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Dengan adanya otonomi daerah ini berarti pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri, terutama lebih mandiri dalam masalah financial. Dalam pelaksaan otonomi, pada dasarnya terkandung tiga misi yaitu: 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. 2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. 8

9 Otonomi yang diberikan kepada daerah Kabupaten dan Kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada Pemerintah secara proporsional, yang berarti bahwa pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan, dan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kewenangan yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal dengan Peraturan Pemerintah. Otonomi nyata adalah kelelusaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan Pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan, serta tumbuh dan berkembang di daerah. Otonomi yang bertanggungjawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepala daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bratakusumah dan Solihin, 2004). Menurut Halim (2012) menyebutkan bahwa tujuan otonomi daerah dibagi menjadi dua yaitu tujuan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari kepentingan pemerintah pusat tujuan utamanya adalah pendidikan, politik, pelatihan kepemimpinan menciptakan stabilitas politik, dan mewujudkan demokrasi sistem pemerintahan di daerah. Sedangkan dari sisi kepentingan pemerintah daerah mempunyai tiga tujuan yaitu (1) Mewujudkan apa yang disebut sebagai political equality, artinya melalui otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah (2) Menciptakan local accountability, artinya dengan

10 adanya otonomi daerah akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat (3) Mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah. Menurut Shah (dalam Mardiasmo, 2007) secara teoritis otonomi daerah diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu (1) Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. (2) Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap. 1.1.2 Anggaran Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dalam belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas dalam kebutuhan bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan sosial dengan mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggaran yang dapat disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu, Pemerintah dengan DPRD harus berupaya secara nyata guna untuk menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat secara riil sehingga tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan publik dapat terpenuhi. Menurut Mardiasmo (2004) Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu (1) Anggaran Operasional, digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam

11 menjalankan pemerintah. Pengeluaran permerintah yang dapat di kategorikan sebagai anggaran operasional adalah belanja rutin. Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun. (2) Anggaran Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya. Beberapa fungsi anggaran daerah menurut Mardiasmo (2004) adalah sebagai alat perencanaan, sebagai alat pengendalian, sebagai alat kebijakan fiskal, sebagai alat politik, sebagai alat koordinasi dan komunikasi, sebagai alat penilaian kinerja, sebagai alat pemotivasi, dan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik. Yang dimaksud dengan fungsi sebagai alat perencanaan adalah untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. Fungsi sebagai alat pengendalian yaitu, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepaba publik. Fungsi sebagai alat kebijakan fiskal yaitu untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Fungsi sebagai alat politik yaitu untuk memutuskan priortas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Sebagai alat koordinasi dan komunikasi adalah anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan, anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Sebagai alat penilaian kinerja yaitu di gunakan untuk menilai kinerja eksekutif dengan cara dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran, kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang telah berhasil dicapai dikaitkan dengan anggaran yang ditetapkan. Fungsi sebagai alat pemotivasi yaitu dugunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Fungsi sebagai

12 alat menciptakan ruang publik yaitu untuk digunakan sebagai anggaran yang tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, dan DPR/DPRD, masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan berbagai organisasi masa lain harus dapat terlihat dalam proses penganggaran publik. 2.1.3 Pendapatan Asli Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Pendapatan Asli adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli yang sah. Pendapatan Asli bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Besar kecilnya pendapatan menentukan kualitas pelaksanaan pemerintahan, tingkat kemampuan pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik, serta keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan (Mahmudi, 2010:14). Sesuai dengan konsep otonomi daerah, Pendapatan Asli seharusnya menjadi sumber utama pendapatan guna untuk membiayai seluruh belanja daerah di masa yang akan datang, tetapi dalam kenyataannya hal tersebut masih sangat sulit terwujud (Setiyono, 2011:9). Waluyo (dalam Setiyono, 2011:11) Permasalahan yang terjadi di daerah berkaitan dengan peningkatan Pendapatan Asli disebabkan oleh relatif rendahnya basis pajak dan retribusi daerah, perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah, kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Dengan adanya permasalahan yang terjadi pada Pendapatan Asli, maka pemerintah harus membuat strategi agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan. Menurut Darise (2008:22) strategi untuk meningkatkan

13 pendapatan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga program unggulan, yaitu (1) Pengembangan Sumber Daya Manusia (2) Pembangunan sektor pertanian (3) Pembangunan bidang perikanan dan kelautan. Di dalam penjelasan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6 disebutkan bahwa Pendapatan Asli bersumber dari empat jenis pendapatan, antara lain: 1. Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan secara langsung yang seimbang atau yang dapat dipaksakan. Di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, disebutkan terdapat dua jenis pajak yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi terdiri dari (1) Pajak kendaraan bermotor (2) Bea balik nama kendaraan bermotor (3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (5) Pajak rokok. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari (1) Pajak hotel dan restoran (2) Pajak hiburan (3) Pajak reklame (4) Pajak Penerangan jalan (5) Pajak mineral bukan logam dan bantuan (6) Pajak parkir (7) Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (8) Pajak sarang burung walet (9) Pajak air tanah (10) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. 2. Retribusi Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Terdapat beberapa jenis jasa yang menurut pertimbangan sosial ekonomi yang layak dijadikan sebagai obyek retribusi, jenis jasa tersebut antara lain: a. Jasa Umum Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 109 Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan

14 dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi Jasa Umum terdiri dari (1) Pelayanan kesehatan (2) Pelayanan kebersihan dan persampahan (3) Penggantian biaya cetak KTP dan akta catatan sipil (4) Pelayanan pemakaman (5) Pelayanan parkir ditepi jalan umum (6) Pelayanan pasar (7) Pelayanan air bersih (8) Pengujian kendaraan bermotor (9) Pengujian terhadap kapal perikanan. b. Retribusi Jasa Usaha Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan prinsip komersial yang terdiri dari (1) Pemakaian kekayaan daerah (2) Pasar grosir atau pertokoan (3) Pelayanan terminal (4) Pelayanan tempat khusus parkir (5) Penginapan atau villa (6) Rumah potong hewan (7) Tempat rekreasi dan olahraga (8) Pengelolaan air limbah. c. Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang bertujuan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi perizinan tertentu terdiri atas (1) Ijin penggunaan tanah (2) Ijin mendirikan bangunan (IMB) (3) Ijin tempat penjualan minuman beralkohol (4) Ijin trayek (5) Ijin pengambilan hasil hutan. 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik yang Dipisahkan Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan keuangan daerah termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (Setiyono, 2011:15). Objek pendapatan ini antara lain bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD), bagian penyertaan modal

15 pada perusahaan milik pemerintah (BUMN), dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 4. Lain-lain Pendapatan Asli yang Sah Jenis-jenis Pendapatan Asli yang sah dibuat untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berikut adalah beberapa contoh yang termasuk penerimaan lain-lain, seperti (1) Hasil penjualan aset milik pemerintah daerah dan jasa giro rekening pemerintah daerah kabupaten/kota (2) Penerimaan bunga deposito (3) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan (4) Penerimaan ganti rugi atas kehilangan atau kerugian kekayaan daerah (5) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (6) Pendapatan dari Badan Layanan Umum (BLUD) (7) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (8) Pendapatan eksekusi atas jaminan (9) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Namun, pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan terdapat tambahan beberapa jenis lain-lain pendapatan, antara lain: a. Pendapatan hibah, adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa,rupiah, ataupun barang dan/atau jasa. b. Pendapatan dana darurat, adalah dana yang berasal dari pemerintah pusat (APBN) yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa dan/atau krisis solvabilitas yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. c. Pendapatan lainnya. 2.1.4 Dana Alokasi Umum

16 Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kegiatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentalisasi. Dana Alokasi Umum bersifat block grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dari kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Darise (2009:91) untuk suatu daerah otonom baru dialokasikan setelah Undang-Undang pembentukan disahkan dan setelah tersedia data. Jika data tidak ada, maka perhitungan Dana Alokasi Umum dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah yang menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah belanja pegawai. Dana Alokasi Umum disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah yang dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per duabelas) dari alokasi Dana Alokasi Umum daerah yang bersangkutan. Berdasarkan PP No. 55 Tahun 2005 jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan neto. Nordiawan et al. (2007:56) penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, Dana Alokasi Umum antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% untuk daerah provinsi dari jumlah keseluruhan Dana Alokasi umum, dan 90% untuk daerah kabupaten/kota dari jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum. 2.1.5 Dana Alokasi Khusus Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan

17 sesuai dengan prioritas nasional. tertentu yang dimaksudkan adalah daerah yang dapat memperoleh Dana Alokasi Khusus berdasarkan kriteria umum, khusus, dan teknis. Menurut Norwadian et al. (2012:59) penggunaan alokasi Dana Alokasi Khusus per daerah yang ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan harus dilakukan sesuai pentunjuk teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus dan tidak digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas, tetapi Dana Alokasi Khusus digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain pembangunan rumah sakit, pendidikan, jalan, pasar, irigasi, dan air bersih. Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian Dana Alokasi Khusus diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena Dana Alokasi Khusus cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemeritah guna untuk meningkatkan pelayanan publik. 2.1.6 Dana Bagi Hasil Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebutkan bahwa Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Terdapat dua jenis Dana Bagi Hasil yang ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH pajak terdiri dari pajak penghasilan, yaitu PPh pasal 21 dan PPh pasal 25/29 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri, Pajak bumi bangunan, bea atas perolehan tanah dan bangunan, sedangkan BDH Sumber Daya

18 Alam terdiri dari kehutanan, perikanan, minyak bumi, gas alam, dan pertambangan umum. Tujuan utama Dana Bagi Hasil adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Utama, 2011). 2.1.7 Belanja Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 14, Belanja adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah dibagi menjadi dua jenis yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai (honorarium atau upah), belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Sedangkan belanja tidak langsung terdiri atas belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga (Nordiawan et al. 2012:40). Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah, Belanja dilaksanakan untuk mendanai urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah, sedangkan kewenangan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah tercantum pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Darise (2008:138) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemeritah daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya pemenuhan kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem sosial. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, penataan ruang, perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan hidup, pertahanan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan,

19 keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi dan usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kebudayaan, pemuda dan olahraga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, kepegawaian dan pengamanan, ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, kearsipan, komunikasi dan informatika, serta perpustakaan. Menurut Darise (2008:138) yang dimaksud dengan Belanja menurut urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Klasifikasi menurut urusan pilihan mencakup: pertanian, kehutanan, energi, dan sumber daya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, dan transmigrasi. 1.2 Rerangka Pemikiran Otonomi Prinsip Otonomi Tujuan Otonomi Pembangunan Landasan Hukum Pendapatan Dana Transfer dari Pemerintah Pusat Pendapatan Asli UU No. 22 Tahun 1999 Jo UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah UU No. 25 Tahun 1999 Jo UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan

20 DAU DAK DBH Belanja Gambar 1 Rerangka Pemikiran 1.3 Perumusan Hipotesis 1.3.1 Pengaruh Pendapatan Asli terhadap Belanja Pendapatan Asli (PAD) merupakan pendapatan daerah yang digunakan untuk menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan sehari-hari. Semakin tinggi penerimaan daerah yang bersumber dari PAD, maka dapat dikatakan daerah tersebut memiliki pertumbuhan daerah yang baik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdjojo dan Sukartono (2009), Apriliawati (2016), dan Aqnisa (2016) yang menyatakan bahwa PAD mempengaruhi Belanja. Jika ada peningkatan jumlah PAD, maka terjadi peningkatan pula pada jumlah Belanja yang dikeluarkan. Dengan kata lain jumlah PAD mempengaruhi nilai belanja yang dikeluarkan oleh suatu daerah. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H 1 : Pendapatan Asli berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja 1.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja

21 Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pemerintah pusat. DAU bisa disebut dengan bantuan transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan yang diprioritaskan untuk mendanai gaji dan tunjangan pegawai, untuk membiayai kegiatan operasi dan pemeliharaan serta untuk pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan publik, baik pelayanan dasar maupun pelayanan umum yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga DAU menjadi sumber pendanaan yang penting bagi pemerintah daerah untuk mencukupi kebutuhan belanja. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Masdjojo dan Sukartono (2009), Apriliawati (2016), Aqnisa (2016), Ikasari (2015) yang menyatakan bahwa peningkatan DAU diikuti dengan peningkatan yang lebih besar pada Belanja. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H 2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja 1.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Hermawan, 2016). Menurut Kuncoro (2011:343) salah satu persyaratan untuk menerima DAK adalah daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kebutuhan tersebut dari PAD, bagi hasil pajak dan sumber daya alam, DAU, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Artinya, DAK sebagai salah satu komponen pendapatan daerah juga diperlukan daerah untuk mencukupi kebutuhan pengeluaran belanja, namun untuk kebutuhan yang bersifat lebih spesifik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Masdjojo dan Sukartono (2009) yang menyimpulkan DAK berpengaruh positif terhadap belanja daerah namun tidak signifikan. Ketika terjadi peningkatan DAK, maka belanja daerah

22 juga meningkat namun tidak signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muliana (2009) dan Aqnisa (2016) menyimpulkan bahwa DAK berpengaruh negatif terhadap belanja daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H 3 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja 1.3.4 Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebutkan bahwa Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Terdapat dua jenis Dana Bagi Hasil yang ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH pajak terdiri dari pajak penghasilan, Pajak bumi bangunan, bea atas perolehan tanah dan bangunan, sedangkan BDH Sumber Daya Alam terdiri dari kehutanan, perikanan, minyak bumi, gas alam, dan pertambangan umum. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Masdjojo dan Sukartono (2009) menyatakan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Sedangkan penelitian yang dilakukan Mentayani (2015) dan Aqnisa (2016) menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil berpengaruh negatif terhadap belanja daerah, maka hipotesis yang diajukan adalah: H 4 : Dana Bagi Hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja