KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA

dokumen-dokumen yang mirip
DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 458/MPP/Kep/7/2003 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Impor Barang. Modal. Ketentuan. Tata Cara. Penerbitan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

KETENTUAN DAN TATA CARA UJI PUBLIK KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM, MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 751/MPP/Kep/11/2002 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA CANAI LANTAIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. MESIN. Pelinting. Sigaret. Pengawasan. Penggunaan.

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 19 Tahun 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 58/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN BARU

DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI. b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 7/MPP/Kep/1/2000 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI. T ANGGAL : 11 Mei 2004 DAFTAR LAMPIRAN

Mengingat : Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kep/2/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 9/MPP/Kep/1/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR BERAS

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 711/MPP/Kep/12/2003

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 191/MPP/Kep/6/2001 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 191/MPP/Kep/6/2001 TENTANG

2016, No Peraturan Menteri Perindustrian tentang Kriteria Teknis Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 129/MPP/Kep/4/2000

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU

Sekretaris Jenderal, Ttd. MUCHTAR. LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR : 7/MPP/Kep/1/2000 TANGGAL : 11 Januari 2000

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan T

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/KMK.05/2000 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI : 61/MPP/Kep/2/2004 T ANGGAL :17 Februari 2004 DAFTAR LAMPIRAN

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN R.I. NOMOR 662/MPP/Kep/10/2003, TANGGAL 23 OKTOBER 2003

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012

Yang bertanda tangan di bawah ini, kami pimpinan dari : Nama Perusahaan : N P W P : Alamat Kantor : Telepon : Facsimile : Alamat Pabrik :

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

2 diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 15/M-DAG/PER/3/2007 TENTANG

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I NOMOR : 15/M-DAG/PER/3/2007 TANGGAL : 30 Maret 2007 DAFTAR LAMPIRAN

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /11/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG

2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagan

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 364/MPP/Kep/8/1999 TENTANG

"Copy Peraturan ini di buat untuk penayangan di website "

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 85 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN KEWAJIBAN MELENGKAPI DAN MENGGUNAKAN SABUK KESELAMATAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor.

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 550/MPP/Kep/10/1999 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M-DAG/PER/6/2005 TANGGAL 30 JUNI 2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 12/M-DAG/PER/6/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 360/MPP/Kep/5/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 199

2018, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 608/MPP/Kep/10/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/M-DAG/PER/1/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

2016, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

Yth. Kepala Kantor Wilayah DJP... Dengan ini kami selaku pengurus/kuasa *) dari: Nama Wajib Pajak :... NPWP :... Alamat :...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 54)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 551/MPP/Kep/10/1999 TENTANG BENGKEL UMUM KENDARAAN BERMOTOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-19/BC/2007

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 418/MPP/Kep/6/2003 TENTANG KETENTUAN IMPOR NITRO CELLULOSE (NC)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193/PMK.03/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

2017, No Importir (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1516); 3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tenta

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA NOMOR : 023/SK/DJ-ILMEA/XI/2002 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN KEMAMPUAN INDUSTRI REKONDISI KENDARAAN BERMOTOR PENGANGKUTAN BARANG BUKAN BARU DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 756/MPP/Kep/11/2002 dipandang perlu ditetapkan pedoman teknis penilaian kemampuan industri rekondisi kendaraan bermotor pengangkutan barang bukan baru; b. bahwa untuk itu perlu diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka. Mengingat : Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 756/MPP/Kep/11/2002 tentang Impor Mesin dan Peralatan Mesin Bukan Baru. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN KEMAMPUAN INDUSTRI REKONDISI KENDARAAN BERMOTOR PENGANGKUTAN BARANG BUKAN BARU. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Penilaian Kemampuan Industri Rekondisi adalah penilaian perusahaan rekondisi berdasarkan tingkat pemenuhan terhadap persyaratan sistem mutu, manajemen informasi, mekanik, lahan, fasilitas, peralatan dan stal. 2. Klasifikasi Industri Rekondisi adalah penggolongan perusahaan rekondisi kedalam kelas I atau kelas II atau kelas III, berdasarkan penilaian kemampuan teknis yang dituangkan dalam laporan hasil survey. 3. Survey adalah kegiatan pemeriksaan lapangan terhadap sistem mutu, manajemen informasi, mekanik, lahan, fasilitas, peralatan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Laporan Hasil Survey adalah dokumen tertulis yang diterbitkan oleh Surveyor sebagai pengakuan formal terhadap kemampuan teknis perusahaan rekondisi didalam pemenuhan atau pencapaian persyaratan yang ditetapkan. 5. Surveyor adalah surveyor milik Pemerintah Indonesia atau surveyor lain yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. 6. Perusahaan Rekondisi adalah perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa pemulihan, perbaikan dan pemeliharaan mesin dan peralatan mesin bukan baru.

7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka. BAB II LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN Pasal 2 (1) Perusahaan rekondisi yang dapat mengimpor kendaraan bermotor pengangkutan barang bukan baru wajib memiliki Laporan Hasil Survey. (2) Untuk mendapatkan Laporan Hasil Survey sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perusahaan rekondisi mengajukan permohonan kepada Surveyor. (3) Surveyor wajib melakukan survey terhadap setiap perusahaan rekondisi yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 3 Setiap perusahaan rekondisi yang telah memenuhi persyaratan sistem mutu, manajemen informasi, mekanik, lahan, fasilitas, peralatan dan stal yang ditetapkan dalam keputusan ini diberikan Laporan Hasil Survey. Pasal 4 (1) Setiap permohonan Laporan Hasil Survey penilaian kemampuan industri rekondisi yang diajukan kepada Surveyor wajib dilengkapi dengan copy Ijin Usaha Tetap Industri Rekondisi, Angka Pengenal Importir (API), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang dimiliki dan masih berlaku. (2) Selain dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perusahaan rekondisi wajib menyerahkan dokumen pendukung lainnya yang ditentukan oleh Surveyor. (3) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari kerja terhitung sejak persyaratan permohonan diterima lengkap dan benar, surveyor wajib melakukan survey. (4) Surveyor wajib menerbitkan Laporan Hasil Survey selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak dilakukan survey. Pasal 5 (1) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari kerja terhitung sejak penerimaan dokumen, surveyor wajib memberitahukan penundaan survey apabila dokumen permohonan belum lengkap dan benar. (2) Dalam waktu 2 (dua) hari kerja, perusahaan rekondisi yang menerima pemberitahuan penundaan, wajib melengkapi kekurangan dokumen permohonan. (3) Apabila perusahaan rekondisi tersebut tidak melengkapi dokumen dalam waktu 2 (dua) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), permohonan penilaian dinyatakan batal dan dapat mengajukan permohonan kembali. (4) Pembatalan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), disampaikan kepada prusahaan rekondisi yang bersangkutan dan tembusannya kepada Direktur Jenderal. Pasal 6 (1) Apabila dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) Surveyor belum menerbitkan Laporan Hasil Survey, perusahaan rekondisi dapat menyampaikan keberatan kepada Direktur Jenderal. (2) Sesuai dengan keberatan sebagaimana dalam ayat (1), Direktur Jenderal memerintahkan secara tertulis kepada Surveyor untuk menerbitkan Laporan Hasil Survey, selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja sejak perintah tersebut diterima.

Pasal 7 (1) Laporan Hasil Survey sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, menerangkan kemampuan teknis industri dan kemampuan kapasitas produksi perusahaan rekondisi serta klasifikasi industri rekondisi. (2) Surveyor yang menerbitkan Laporan Hasil Survey sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal mengenai kemampuan kapasitas produksi perusahaan rekondisi untuk selama 1 (satu) tahun. Pasal 8 Laporan hasil survey sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku sejak diterbitkan sampai dengan 31 Desember 2003. Pasal 9 Apabila Laporan Hasil Survey yang telah diperoleh perusahaan rekondisi hilang atau rusak atau tidak terbaca, perusahaan rekondisi wajib mengajukan permintaan penggantian Laporan Hasil Survey secara tertulis kepada Surveyor, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. BAB III PENILAIAN KEMAMPUAN PERUSAHAAN REKONDISI Pasal 10 (1) Penilaian kemampuan perusahaan rekondisi didasarkan pada klasifikasi. (2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas : a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III (3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menunjukkan kemampuan teknis industri perusahaan rekondisi didalam melakukan kegiatan rekondisi. (4) Setiap perusahaan rekondisi yang akan mengimpor wajib memiliki salah satu kelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang penetapannya dilakukan melalui penilaian oleh Surveyor. (5) Penetapan kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan kedalam Laporan Hasil Survey. (6) Penetapan kelas perusahaan rekondisi meliputi persyaratan sistem mutu, manajemen informasi, mekanik, lahan, fasilitas, peralatan dan stal. Pasal 11 Surveyor wajib menetapkan klasifikasi perusahaan rekondisi dengan melakukan survey terhadap permohonan yang diajukan oleh perusahaan rekondisi. Pasal 12 (1) Perusahaan rekondisi dapat mengajukan keberatan atas hasil klasifikasi industri rekondisi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3). (2) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diajukan secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja kepada Direktur Jenderal, sejak diterimanya laporan hasil survey. Pasal 13

(1) Apabila perusahaan rekondisi bermaksud melakukan peningkatan kelas, wajib mengajukan permohonan kepada surveyor. (2) Permohonan peningkatan kelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung, sesuai dengan tata cara yang berlaku. Pasal 14 Biaya yang timbul atas pelaksanaan survey untuk penilaian kemampuan teknis dan atau untuk peningkatan kelas perusahaan rekondisi yang harus dibayarkan kepada Surveyor menjadi beban perusahaan rekondisi yang bersangkutan. BAB IV SISTEM MUTU Pasal 15 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan sistem mutu sesuai kelasnya. Persyaratan Sistem Mutu Pasal 16 (1) Persyaratan sistem mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 mencakup tanggung jawab manajemen, perencanaan sistem mutu dan pedoman mutu. (2) Nilai persyaratan sistem mutu untuk tiap-tiap kelas perusahaan rekondisi harus mencapai nilai sebagai berikut : Penilaian Persyaratan Sistem Mutu Pasal 17 (1) Setiap persyaratan sistem mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian setiap proses atau kegiatan yang dipersyaratkan dalam sistem mutu didasarkan pada parameter kegiatan, prosedur, petugas/pelaksana dan catatan yang dilakukan oleh perusahaan rekondisi. Persyaratan dan Perhitungan Sistem Mutu Pasal 18 Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), bobot dan parameter penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. Pasal 19 (1) Nilai aktual dihitung berdasarkan perkalian antara nilai bobot dengan nilai masing-masing pemenuhan (2) Nilai sistem mutu, dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB V MANAJEMEN INFORMASI

Pasal 20 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan manajemen informasi sesuai kelasnya. Persyaratan Manajemen Informasi Pasal 21 (1) Kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 didasarkan pada persyaratan yang meliputi prosedur penyimpanan dan pengendalian; dokumen dan data yang harus disimpan; aplikasi komputer. (2) Persyaratan manajemen informasi untuk tiap-tiap kelas perusahaan rekondisi harus mencapai nilai sebagai berikut : Penilaian Manajemen Informasi Pasal 22 (1) Setiap persyaratan manajemen informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian setiap proses atau kegiatan yang dipersyaratkan dalam manajemen informasi didasarkan pada parameter kegiatan, prosedur, petugas/pelaksana dan catatan yang dilakukan oleh perusahaan rekondisi. Persyaratan dan Perhitungan Manajemen Informasi Pasal 23 Persyaratan dan bobotnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dan parameter penilaian manajemen informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini. Pasal 24 (2) Nilai manajemen informasi dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB VI MEKANIK Pasal 25 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memiliki persyaratan mekanik sesuai kelasnya. Persyaratan Mekanik Pasal 26 (1) Kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 didasarkan pada persyaratan mekanik yang mencakup mekanik umum/pembantu mekanik, mekanik mesin dan mekanik las/cat/karoseri.

(2) Nilai persyaratan mekanik tiap-tiap kelas perusahaan rekondisi harus mencapai nilai sebagai berikut : Penilaian Mekanik Pasal 27 (1) Setiap persyaratan mekanik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian mekanik yang dipersyaratkan didasarkan pada parameter jumlah, pendidikan dan pengalaman mekanik. Persyaratan dan Perhitungan Mekanik Pasal 28 Persyaratan mekanik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini. Pasal 29 (2) Nilai mekanik dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB VII LAHAN Pasal 30 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memiliki persyaratan lahan sesuai kelasnya. Persyaratan Lahan Pasal 31 (1) Kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 didasarkan pada persyaratan lahan yang meliputi lahan penampungan barang datang dan lahan penampungan barang jadi. (2) Nilai persyaratan lahan untuk tiap-tiap kelas harus mencapai nilai sebagai berikut : Penilaian Lahan Pasal 32 (1) Setiap persyaratan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian setiap lahan yang dipersyaratkan didasarkan pada parameter luas, kondisi dan status kepemilikan. Persyaratan dan Perhitungan Lahan

Pasal 33 Persyaratan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan ini. Pasal 34 (2) Nilai lahan dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB VIII FASILITAS Pasal 35 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memiliki persyaratan fasilitas sesuai kelasnya. Persyaratan Fasilitas Pasal 36 (1) Kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 didasarkan pada persyaratan fasilitas yang meliputi fasilitas umum, fasilitas penyimpanan, fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja dan fasilitas penampungan limbah. (2) Nilai persyaratan fasilitas untuk tiap-tiap kelas harus mencapai nilai sebagai berikut : Penilaian Fasilitas Pasal 37 (1) Setiap persyaratan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian setiap fasilitas yang dipersyaratkan dalam fasilitas rekondisi didasarkan pada parameter keberadaan, fungsi dan kondisi fasilitas yang dimiliki. Persyaratan dan Perhitungan Fasilitas Pasal 38 Persyaratan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan ini. Pasal 39 (2) Nilai fasilitas dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB IX PERALATAN

Pasal 40 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memiliki persyaratan peralatan sesuai kelasnya. Persyaratan Peralatan Pasal 41 (1) Kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 didasarkan pada persyaratan peralatan yang meliputi peralatan perbaikan kecil, peralatan perbaikan besar dan peralatan perbaikan chassis body/karoseri. (2) Nilai persyaratan peralatan untuk tiap-tiap kelas harus mencapai nilai sebagai berikut : Penilaian Peralatan Pasal 42 (1) Setiap persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian setiap peralatan yang dipersyaratkan didasarkan pada parameter jumlah minimum dan fungsi peralatan. Persyaratan dan Perhitungan Peralatan Pasal 43 Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Keputusan ini. Pasal 44 (2) Nilai peralatan dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB X S T A L Pasal 45 Setiap perusahaan rekondisi sekurang-kurangnya harus memiliki persyaratan stal sesuai kelasnya. Persyaratan Stal Pasal 46 (1) Kelas perusahaan rekondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 didasarkan pada persyaratan stal yang meliputi stal perbaikan kecil, stal perbaikan besar dan stal perbaikan chassis body/karoseri. (2) Nilai persyaratan stal untuk tiap-tiap kelas harus mencapai nilai sebagai berikut :

Penilaian Stal Pasal 47 (1) Setiap persyaratan stal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) diberi nilai bobot. (2) Penilaian setiap stal yang dipersyaratkan didasarkan pada parameter luas, kondisi atap dan lantai dari stal. Persyaratan dan Perhitungan Stal Pasal 48 Persyaratan stal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Keputusan ini. Pasal 49 (2) Nilai stal dihitung berdasarkan pencapaian jumlah nilai aktual. BAB XI PENETAPAN KELAS PERUSAHAAN REKONDISI Pasal 50 (1) Penetapan kelas perusahaan rekondisi berdasarkan hasil penilaian terhadap persyaratan sistem mutu, manajemen informasi, mekanik, lahan, fasilitas, peralatan dan stal. (2) Penetapan kelas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan hasil penjumlahan nilai masingmasing persyaratan yaitu : sistem mutu, manajemen informasi, mekanik, lahan, fasilitas, peralatan dan stal. BAB XII PELAPORAN KEGIATAN SURVEY Pasal 51 Surveyor harus melaporkan seluruh hasil kegiatan survey kepada Direktur Jenderal. BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 52 (1) Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan penilaian kemampuan industri rekondisi dilakukan oleh Direktur Jenderal. (2) Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka akan melakukan monitoring setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap industri rekondisi yang telah mendapatkan Laporan Hasil Survey. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. BAB XIV PENUTUP Pasal 53

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Nopember 2002 DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA ACHDIAT ATMAWINATA Salinan Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Menteri Perindustrian dan Perdagangan; 2. Para Eselon I dilingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 3. Kepala Biro Hukum dan Organsiasi, Depperindag; 4. Para Eselon II dilingkungan Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka 5. Pertinggal