II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kedelai pertama kali dibudidayakan oleh orang China dan pertama kali

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja,

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. Kedelai termasuk salah satu komoditas yang dibutuhkan, karena protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman pangan yang. sedangkan produksi dalam negri belum mencukupi, untuk mengatasinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Rajabasa

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sub-famili : Papilionoidae. Sub-genus : Soja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Sifat Tanaman Kedelai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. Perakaran kedelai akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (2005) klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. krim, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak,dan bahan baku

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

KERAGAMAN FENOTIPE, GENOTIPE, DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F 7 HASIL PERSILANGAN WILIS x MLG 2521

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman kedelai adalah : Kingdom : Plantae, Divisio :

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

FK = σ 2 g= KK =6.25 σ 2 P= 0.16 KVG= 5.79 Keterangan: * : nyata KVP= 8.53 tn : tidak nyata h= Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1 Deskripsi sifat varietas pembanding (Deptan 2011)

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

LAMPIRAN. : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan wilis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F 2 Persilangan Wilis Dan Mlg 2521

Tanaman kedelai mempunyai akar yang terdiri dari akar lembaga, akar tunggang dan akar cabang berupa akar rambut yang dapat membentuk bintil akar dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Class : Dicotyledoneae, Ordo : Leguminales, Family : Poaceae, Genus : Glycine,

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Fabaceae : Rosales : Leguminoceae : Papilionaceae : Glycine : Glycine max [ L.] Merrill. 2.2 Morfologi Tanaman Kedelai 2.2.1 Akar Tanaman Kedelai Kedelai memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang dan akar serabut. Perkembangan akar kedelai dipengaruhi oleh lingkungan, sifat tanah, kesuburan tanah serta cara pengolahan tanah. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih, akar-akar sampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m pada kondisi yang optimal. Akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan olah tanah sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah 20-30 cm (Maesen dkk., 1993).

8 2.2.2 Batang Tanaman Kedelai Batang kedelai memiliki dua tipe pertumbuhan yaitu tipe determinate dan indeterminate. Pertumbuhan batang determinate ditunjukkan bahwa batang tidak akan tumbuh lagi pada saat bunga mulai muncul. Tipe pertumbuhan batang indeterminate yaitu walaupun tanaman mulai berbunga tetapi pucuk batang masih membentuk daun baru ( Adisarwanto, 2005). 2.2.3 Daun Tanaman Kedelai Menurut Adisarwanto (2005), tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkaitan dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu. 2.2.4 Bunga Tanaman Kedelai Bunga kedelai memiliki warna putih ataupun berwarna ungu tergantung pada varietasnya. Bunga kedelai terdiri dari kelopak bunga, tajuk, benang sari, dan putik. Benang sari atau bunga jantan membentuk tabung benang sari yang terdiri dari sembilan benang sari.

9 2.2.5 Biji Tanaman Kedelai Tanaman kedelai berbentuk bulat lonjong, bulat dan ada pula yang bulat agak pipih. Biji kedelai termasuk ke dalam biji berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji dan embrio yang berada di antara keping biji tersebut. Warna biji kedelai bervariasi tergantung pada varietasnya ada yang berwarna kuning, coklat, putih, hijau dan hitam ( Suprapto, 2001). 2.3 Syarat Tumbuh Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21 34 o C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai adalah 23 27 o C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 o C (Prihatman, 2000). Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan usaha produksi kedelai adalah faktor iklim (suhu, sinar matahari, curah hujan, distribusi hujan), dan kesuburan fisika-kimia tanah, biologi tanah (solum, tekstur, ph, ketersediaan hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase, aerasi tanah, serta mikroba tanah) (Juwita, 2012).

10 2.4 Pemuliaan Tanaman Kedelai Pemuliaan tanaman merupakan ilmu tentang perubahan perubahan susunan genetika sehingga diperoleh tanaman yang menguntungkan manusia. Menurut Hayes dkk. (1975) tujuan pemuliaan tanaman adalah untuk memperoleh varietas atau hibrida agar lebih efisien dalam penggunaan unsur hara sehingga memberikan hasil yang tertinggi per satuan luasnya serta tahan pada lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan serta serangan hama dan penyakit. Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri akibat terjadi silang dalam yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah individu-individu homozigot. Akibat silang dalam terjadi fiksasi sifat-sifat keturunan atau di lain pihak terjadi pula proses-proses penghanyutan genetik. Dalam beberapa generasi silang dalam, populasi semula akhirnya terbagi-bagi ke dalam galur-galur. Keragaman yang terbesar terlihat pada keragaman antargalur. Di antara galur-galur tersebut kini merupakan kelompok-kelompok populasi yang secara genetik berbeda (Kasno dkk., 1992). Menurut Mugiono (2010), tujuan pemulian tanaman adalah memperbaiki varietas yang sudah ada untuk mendapatkan varietas yang lebih unggul. Galur-galur mutan yang telah diciptakan oleh pemulia tanaman dikatakan berhasil apabila tanaman tersebut dapat dilepas sebagai varietas unggul dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani. Pada dasarnya pemuliaan tanaman adalah usaha menciptakan keragaman genetik. Dengan keragaman genetik yang luas maka pemulia tanaman dapat melakukan seleksi sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dilakukan.

11 Beberapa metode seleksi hibridiasi dalam pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri adalah sebagai berikut: a. Pemilihan secara Pedigri Pemilihan pedigri terhadap individu dilakukan pada generasi F 2. Proses seleksi secara pedigri adalah sebagai berikut: - Tahun pertama dilakukan persilangan tetua yang dikehendaki dan biji F 1 ditanam pada musim berikutnya (tahun kedua). - Biji hasil per tanaman F 1 dipanen bersama dan dicampur untuk pertanaman tahun ketiga. - Tahun ketiga, generasi F 2 ditanam satu biji/lubang. Dilakukan pemilihan individu tanaman kemudian individu terpilih tersebut dipanen secara terpisah dan diberi nomor sendiri-sendiri. - Tahun keempat, setiap nomor terpilih tersebut ditanam pada petak-petak terpisah individu tanaman terpillih dalam barisan pada F 5 untuk melihat keragaan seberapa jauh tingkat homozigositasnya. Sisa biji F 4 ditanam untuk uji pendahuluan. Dilakukan hal yang sama untuk generasi F 6 dan F 7, serta ditanam pula varietas pembanding. Berdasarkan hasil pengujiaan sesudah mendapatkan pengesahan untuk disebarluaskan, kemudian diproduksi benih nomor-nomor yang lolos pada per tanaman F 8 secara komersial (Mangoendidjojo, 2003). b. Pemilihan secara Bulk Pemilihan secara bulk dilakukan pada generasi F 6. Tanaman F 5 yang terpilih diberi nomor dan ditanam pada F 6 secara terpisah dalam barisan untuk setiap nomor. Nomor baris yang terpilih kemudian ditanam pada F 7 disertai tanaman pembanding. Nomor terpilih pada F 7 ditanam untuk F 8 dengan disertai tanaman

12 pembanding dengan percobaan yang baik dan dilakukan di berbagai lokasi. Hal yang sama dilakukan pada F 9, kemudian dilakukan perbanyakan benih nomor yang lolos secara komersial setelah mendapatkan pengesahan (Mangoendidjojo, 2003). c. Metode persilangan kembali Pada persilangan ini dilakukan persilangan antara F 1 dengan salah satu tetuanya. Metode persilangan ini digunakan dalam rangka usaha memperbaiki varietasvarietas unggul yang telah ada. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode persilangan kembali adalah harus tersedia atau mempunyai recurrent parent yang baik, dengan beberapa kali back cross sifat baik dari tetua donor dapat terakumulasi pada keturunannya, dan selama proses gen under transfer dengan beberapa kali back cross sifat-sifat baik yang dimiliki oleh recurrent parent tetap terakumulasi pada keturunannya (Mangoendidjojo, 2003). d. Metode Single Seed Descent Prinsip metode ini adalah individu tanaman terpilih dari hasil suatu persilangan pada F 2 dan selanjutnya ditanam cukup satu biji satu keturunan. Bila tingkat keseragaman sudah didapatkan, maka pada generasi selanjutnya ditanam menjadi satu baris satu populasi keturunan, kemudian meningkat lagi hingga satu plot satu populasi. Proses seleksi adalah sebagai berikut: a. Dilakukan persilangan antara dua tetua terpilih yang diinginkan. Dari hasil per tanaman F 1 kemudian ditanam 1 biji dari setiap tanaman untuk per tanaman F 2.

13 b. Pertanaman F 2 dilakukan pemilihan terhadap individu tanaman yang pada tahun berikutnya ditanam lagi satu biji untuk satu individu tanaman terpilih, begitu seterusnya sampai generasi F 5 atau F 6. c. Pertanaman F 7 ditanam satu baris satu individu kemudiaan dilakukan pemilihan untuk baris-baris tanaman yang menunjukkan keunggulan. d. Pada F 8 dilakukan uji pendahuluan mengenai daya hasil. e. Setelah diperoleh baris-baris atau nomor-nomor terpilih dapat dilakukan perbanyakan biji (Mangoendidjojo, 2003). 2.5 Silsilah Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap soybean stunt virus (SSV) pada tahun 2000. Persilangan antara varietas Wilis dan galur B 3570 dilakukan oleh Barmawi dkk. pada tahun 2009. Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit SSV, sedangkan galur B 3570 memiliki daya hasil rendah, namun tahan terhadap penyakit SSV. Selanjutnya penanaman generasi F 1 hasil persilangan dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemuliaan Tanaman Lanjutan pada semester genap tahun 2011. Penelitian generasi F 2 yang dilakukan oleh Lindiana (2012) ditanam 226 benih yang terdiri atas 146 benih kedelai Wilis x B 3570, 40 benih Wilis, dan 40 benih B 3570. Jumlah benih F 2 yang tumbuh adalah 126 benih, sedangkan untuk tetua Wilis sebanyak 25 benih dan untuk tetua B 3570 sebanyak 28 benih. Hasil penelitian tersebut diperoleh 25 nomor harapan yaitu genotipe nomor 142, 145, 146, 134, 137, 144, 35, 121, 92, 81, 2, 8, 129, 62, 124, 127, 70, 79, 139, 93, 76, 125, 85, 140, dan 12. Dipilih genotipe nomor 142 yang memiliki bobot biji per tanaman paling berat

14 yaitu 120,83 g, kemudian dari nomor tersebut dipilih secara acak 300 benih untuk ditanam ke generasi selanjutnya. Generasi F 3 yang dilakukan oleh Wantini( 2013) diperoleh 25 nomor terbaik dari 300 tanaman F 3 yaitu nomor 5, 174, 48, 161, 140, 20, 32, 244, 17, 130, 111, 268, 10, 152, 66, 181, 263, 102, 235, 177, 159, 131, 151, 262, dan 99. Generasi F 4 diperoleh 15 genotipe harapan yang daya hasilnya melebihi rata-rata tetuanya. Genotipe tersebut adalah nomor 235.2, 140.1, 163.1, 130.2, 159.5, 159.1, 151.1, 102.3, 102.4, 152.4, 102.5, 181.5, 66.1, dan 151.3 ( Barmawi dkk., 2013). Generasi F 5 yang dilakukan oleh Meydina (2014) diperoleh 282 genotipe yang tumbuh kemudian dipilih sebanyak 26 genotipe yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya. Genotipe harapan tersebut adalah nomor 1.163-4 (1); 2.130-11 (1); 2.130-11 (2); 1.163-15 (1); 3.102-2 (1); 1.163-1 (1); 1.140-15 (1); 1.163-6 (1); 5.181-4(1); 1.140-2 (1); 4.102-1 (3); 5.181-1 (2); 4.102-6(3); 1.163-2(1); 3.102-11(1); 5.159-1(2); 1.163-16(3); 1.66-15(1); 1.159-14(2); 5.159-2(3); 1.163-1(3); 1.163-5(1); 5.181-1(1); 1.159-16(2); 1.140-5(3); 3.102-15(2). Selanjutnya pada generasi F 6 ditanam 10 genotipe nomor harapan yang diperoleh dari generasi F 5 yang nilai tengahnya lebih baik dibandingkan dengan tetuanya. Sepuluh genotipe tersebut yaitu 142-159-1-14, 142-159-5-1, 142-102-3-15, 142-102-4-6, 142-159-5-2, 142-159-1-16, 142-102-4-1, 142-163-1-1, 142-163-1-16, dan 142-140-1-5 (Gambar 1).

15 Wilis X B 3570 Persilangan Wilis x B 3570 dilakukan pada kegiatan Praktikum Pemuliaan Tanaman tahun 2009. Benih F 1 Didapatkan 4 benih hasil persilangan. Tanaman F 1 Dari 4 benih berhasil ditanam 2 tanaman F 1 tahun 2011. Benih F 2 Didapatkan 146 benih Tanaman F 2 Ditanam 146 tanaman, dengan nomor urut 1 146 (Lindiana, 2012). Benih F 3 Dipilih secara acak 300 benih dari tanaman No. 142 (peringkat 1) dari tanaman F 2 Tanaman F 3 Ditanam 300 tanaman dengan nomor urut 1 300 (Wantini, 2013). Benih F 4 Dipilih 25 nomor terbaik yaitu, 5, 174, 48, 161, 140, 20, 32, 244, 17, 130, 111, 268, 10, 152, 66, 181, 263, 102, 235, 177, 159, 131, 151, 262, 99. Tanaman F 4 Ditanam 20 tanaman per nomor dari benih F 4 tahun 2013 (Barmawi dkk., 2013) Benih F 5 Dipilih 15 nomor terbaik yaitu, 235-2, 140-1, 163-1, 130-2, 159-5, 159-1, 151-1, 102-3, 102-4, 152-4, 102-5, 181-5,66-1, 151-3. Tanaman F 5 Ditanam 20 tanaman per nomor tanaman (Meydina, 2014). Benih F 6 Dipilih 10 nomor terbaik yaitu, 159-1-14, 159-5-1, 102-3-15, 102-4-6, 159-5-2, 159-1- 16, 102-4-1, 163-1-1, 163-1-16, dan 140-1- 5. Tanaman F 6 Ditanam 20 tanaman per nomor harapan dengan penulisan nomor memuat semua nomor harapan dari generasi F 2, F 3, F 4, dan F 5 secara berurutan yaitu, 142-159-1-14, 142-159-5-1, 142-102-3-15, 142-102-4-6, 142-159-5-2, 142-159-1-16, 142-102-4-1, 142-163-1-1, 142-163-1-16, dan 142-140-1-5 (Yusnita, 2014). Gambar 1. Silsilah generasi persilangan Wilis X B 3570 berdasarkan bobot biji per tanaman. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang telah dimulai sejak F 2 -F 5. Hasil penelitian generasi F 2 diperoleh bahwa nilai

16 heritabilitas tinggi untuk semua karakter agronomi (Lindiana, 2012). Generasi F 3 diperoleh hasil heritabilitas tinggi untuk semua karakter agronomi (Wantini, 2013). Hasil penelitian F 4 nilai heritabilitas termasuk ke dalam kriteria rendah pada karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir biji kering, sedangkan untuk karakter tinggi tanaman, jumlah polong bernas dan bobot biji kering per tanaman termasuk ke dalam kriteria sedang (Barmawi dkk., 2013). Hasil penelitian F 5 diperoleh nilai heritabilitas termasuk ke dalam kriteria rendah pada karakter umur berbunga, umur panen, dan bobot kering per tanaman, sedangkan untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif dan jumlah polong bernas termasuk ke dalam kriteria sedang, dan karakter bobot 100 butir biji kering termasuk ke dalam kriteria tinggi (Meydina, 2014). 2.6 Varietas Kedelai Penelitian ini menggunakan varietas Wilis dan galur B 3570. Kedelai varietas Wilis dilepas tanggal 21 Juli 1983 berdasarkan SK Mentan TP240/519/Kpts/7/1983, nomor induk B 3034. Varietas ini merupakan hasil seleksi keturunan persilangan Orba x No. 1682, hasil rata-rata sebesar 1,6 t/ha, warna hipokotil ungu, warna batang hijau, warna daun hijau - hijau tua, warna bulu coklat tua, warna bunga ungu, warna kulit biji kuning, warna polong tua coklat tua, warna hylum coklat tua, tipe tumbuh determinate, umur berbunga ± 39 hari, umur matang 85 90 hari, tinggi tanaman ± 50 cm, bentuk biji oval dan agak pipih, bobot 100 biji ± 10 g, kandungan protein sebesar 37,0%, kandungan minyak 18%. Varietas ini tahan

17 rebah, agak tahan karat daun dan virus, benih penjenisnya dipertahankan di Balittan Bogor dan Balittan Malang (Balitkabi, 2011). Varietas Wilis merupakan varietas yang memiliki daya hasil tinggi namun rentan terhadap SSV. Galur B 3570 merupakan varietas yang memiliki daya produksi rendah namun tahan terhadap SSV (Barmawi, 2007). 2.7 Heritabilitas Heritabilitas merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe populasi tanaman dalam mewariskan karakteristik yang dimiliki. Pendugaan nilai heritabilitas suatu karakter dapat bernilai tinggi ataupun rendah. Heritabilitas bernilai tinggi berarti pewarisan sifat dipengaruhi oleh faktor genetik, sedangkan heritabilitas bernilai rendah dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter tanaman (Fehr, 1987). Apabila nilai heritabilitas sama dengan satu berarti keturunan memilikii nilai fenotipik yang sama dengan rata-rata tetua, nilai heritabilitas 0,5 berarti untuk setiap penambahan satu unit fenotipik dari nilai tengah tetua hanya dapat diharapkan terjadi penambahan 0,5 unit pada keturunannya (Standfield, 1991). Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, sebesar apapun manipulasi

18 faktor lingkungan tidak akan mampu mewariskan suatu karakter yang diinginkan apabila gen pengendali karakter tersebut tidak ada (Rachmadi, 2000). Faktor yang mempengaruhi heritabilitas menurut Rachmadi (2000) adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik populasi Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya varians genetik yang ada di dalam populasi. Suatu populasi yang berasal dari turunan tetua yang berkerabat jauh akan memberikan ragam genetik yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tetua yang berkerabat dekat. 2. Sampel genotipe yang dievaluasi Jumlah segeregasi yang mungkin timbul dalam populasi sangat tergantung kepada gen yang mengendalikannya. Apabila jumlah sampel yang dievaluasi terbatas maka dapat menyebabkan hilangnya beberapa komponen segregasi gen yang terlibat dalam analisis ini. Hilangnya peluang keterlibatan komponen segeregasi gen juga diakibatkan oleh pengambilan yang tidak acak sehingga tidak mampu mewakili komponen segregasi gen yang ada dalam populasi. 3. Metode perhitungan Pendugaan nilai heritabilitas suatu karakter dapat diperoleh melalui beberapa metode perhitungan yang memberikan nilai pendugaan yang berbeda. Penggunaan metode disesuaikan dengan karakteristik populasi, ketersediaan materi genetiknya dan tujuan pendugaannya 4. Keluasan evaluasi genotipe Seleksi di antara genotipe-genotipe tanaman pada suatu spesies didasarkan pada penampilan masing-masing individu tanaman atau terhadap penampilan rata-rata

19 keturunan dari genotipe-genotipe yang dievaluasi dalam satu atau lebih ulangan, lokasi, dan musim. 5. Ketidakseimbangan pautan Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (Linked) secara coupling (AB/ab) atau secara repulsion (Ab/aB). Suatu populasi dikatakan berada dalam ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion tidak seimbang. 6. Pelaksanaan percobaan Suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan menurunnya pendugaan varians genetik suatu karakter. Oleh karena itu, pengaruh faktor lingkungan yang besar, secara tidak langsung akan mempengaruhi besarnya nilai duga heritabilitas suatu karakter. Heritabilitas didasarkan pada jumlah variasi fenotipik dalam sekelompok individu yang disebabkan oleh variasi genetik. Gen memainkan peran dalam pengembangan dasar semua sifat organisme. Meskipun demikian, variasi dari suatu sifat dalam populasi sepenuhnya disebabkan oleh variasi lingkungan atau variasi genetik atau kombinasi dari keduanya (Brooker, 2009). Seleksi akan lebih efektif jika karakter yang menjadi target seleksi memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan pada generasi ke berapa sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi (Herawati, 2009).