BAB I PENDAHULUAN. dan menuntut masyarakat memperlengkapi diri untuk mampu bersaing, dalam hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. adalah warisan intelektual manusia yang telah sampai kepada kita (Ataha,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data hasil belajar di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu pelajaran IPA yang menarik untuk dipelajari karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUHMODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING TERHADAPHASILBELAJARSISWA PADAMATERI POKOK ELASTISITAS KELAS XI SEMESTER I DI MAN 1 MEDAN T.

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

I. PENDAHULUAN. sekolah seharusnya tidak melalui pemberian informasi pengetahuan. melainkan melalui proses pemahaman tentang bagaimana pengetahuan itu

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

I.PENDAHULUAN. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Siswa sulit untuk mengaplikasikan hasil pembelajaran fisika dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi ironisnya sampai sekarang pelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan perwujudan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Arus kemajuan zaman yang ditandai dengan semakin pesatnya ilmu

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia memperoleh

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dalam berbagai cabang ilmu dan teknologi yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan untuk membentuk manusia yang berkualitas, dan berguna untuk kemajuan hidup bangsa.

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa yang belajar dengan guru

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi pada semua guru yang memiliki tanggung jawab untuk. atas diantaranya adalah siswa harus memiliki kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Prof. Langeveld seorang ahli pedagogik dari negeri Belanda

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini adalah research and development atau penelitian

BAB I PENDAHULUAN. upaya pendidikan yaitu: siswa, pendidik, dan tujuan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam lingkungan masyarakat yang majemuk yang semakin berkembang dan menuntut masyarakat memperlengkapi diri untuk mampu bersaing, dalam hal ini pendidikan memiliki peran yang penting dalam segala bidang kehidupan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, demikian juga dalam bidang penguasaan teknologi harus didukung oleh penguasaan bidang ilmu IPA yang salah satunya adalah Fisika. Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mendasari teknologi dan konsep hidup harmonis dengan alam. Adapun hakikat IPA meliputi produk, proses, dan aplikasi fisika (teknologi). Dengan demikian proses pembelajaran fisika bukan hanya memahami konsep-konsep fisika melainkan juga mengajar siswa berpikir konstruktif melalui fisika sebagai keterampilan proses sains, sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat fisika menjadi utuh, baik sebagai proses maupun sebagai produk (Subagya, 2013). Salah satu kegiatan pembelajaran fisika yang efektif dan benar-benar mencerminkan hakekat fisika adalah kegiatan praktek. Menurut Yance (dalam Syukriah, 2013) bahwa kegiatan praktek merupakan unjuk kerja yang ditampilkan guru atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium melalui eksperimen dan proyek. Ini menyatakan bahwa kegiatan praktikum memegang peranan penting dalam pembelajaran fisika karena praktikum memberikan peluang kepada siswa untuk kreatif dalam 1

2 melakukan keterampilan proses sains. Kegiatan praktikum ini akan dapat terlaksana dengan baik jika didukung oleh penggunaan model pebelajaran yang tepat, sarana dan prasarana yang tepat serta ditambah dengan pemanfaatan sumber belajar dengan menggunakan media yang dapat menunjang praktikum itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara awal yang peneliti lakukan dengan salah satu guru Fisika di SMA Swasta Advent Medan, mengatakan pelaksanaan pembelajaran Fisika pada umumnya guru langsu ng menyampaikan konsep Fisika dengan metode ceramah sehingga siswa hanya ditekankan pada aspek menghapal konsep-konsep dan rumus Fisika tanpa melalui eksperimen terlebih dahulu sehingga membuat siswa memiliki rasa jenuh dan bosan saat mengikuti pelajaran. Dalam pembelajaran Fisika juga guru kurang mampu memanfaatkan media pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan pada saat melakukan pembelajaran, selain itu penggunaan LKS dalam melakukan eksperimen juga belum melatih keterampilan proses sains pada siswa sesuai indikator dari keterampilan proses sains sehingga keterampilan proses sains masih rendah dan siswa belum termotivasi secara optimal dalam proses belajar mengajar. Pada proses pembelajaran fisika guru juga kurang mengembangkan cara berpikir siswa secara logis dalam melakukan pengolahan data pada saat melakukan praktikum yang dapat menuntut siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. Hasil wawancara dengan beberapa siswa juga menyatakan bahwa siswa tidak pernah melakukan praktikum dan bereksperimen pada saat pembelajaran Fisika, sehingga indikator dalam keterampilan proses sains masih rendah karena belum tercapainya indikator pada keterampilan proses sains pada saat melakukan

3 praktikum. Oleh karena itu, data dokumentasi nilai Fisika yang ada di sekolah hanya nilai yang berdasarkan pemahaman konsep (kognitif) sementara hasil belajar siswa yang terkait dengan keterampilan proses tidak ditemukan. Untuk mengatasi masalah yang terungkap diatas, Salah satu model yang cocok untuk pembelajaran yang bertujuan agar siswa dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis maka diterapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa dapat membangun konsep-konsep fisika atas dasar nalarnya dalam berpikir adalah model pembelajaran Inquiry Training. Menurut Suchman (dalam Joyce, 2009) model pembelajaran Inquiry Training dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan latihan yang dapat memadatkan proses ilmiah tersebut kedalam periode waktu yang singkat. Tujuannya adalah membantu siswa mengembangkan displin dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawaban berdasarkan rasa ingin tahunya. Melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan aktif mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta memproses data secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan. Model pembelajaran Inquiry Training memiliki lima fase, dimulai dari menghadapakan siswa pada masalah, mengumpulkan data verifikasi, mengumpulkan data eksperimen, mengolah dan merumuskan penjelasan, dan menganalisis proses Inquiri. Model pembelajaran ini memiliki dampak

4 instruksional dan dampak pengiring yang menawarkan strategi-strategi penelitian, dan sikap yang penting dalam penelitian yang meliputi: keterampilan proses sains, dan beberapa komponen sikap ilmiah (Joyce, 2009). Hasil pembelajaran utama dari Inquiry Training adalah proses-proses yang melibatkan aktivitas observasi, mengumpulkan dan mengolah data, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, membuat dan menguji hipotesis, merumuskan penjelasan dan menggambarkan kesimpulan. Hal ini sesuai dengan pencapaian indikator pada keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis. Sinaga, Nelpi (2013), pada hasil penelitian diperoleh hasil bahwa model pembelajaran Inquiry Training dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok elastisitas dan getaran. Ini berarti hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Inquiry Training, formatif I dan formatif II menunjukkan hasil belajar siswa lebih tinggi dari KKM sehingga pelajaran Fisika yang ditetapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki siswa karena sebagai persiapan dan latihan mengahadapi suatu kenyataan hidup di dalam masyarakat sebab siswa dilatih untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan yang mendasar yang memiliki, dikuasai dan diaplikasi dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan pembelajaran dengan

5 pendekatan keterampilan proses sains (Subagyo dkk, 2009 ; Rahayu dkk, 2011). Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Widha, S dkk (2013) menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dan keterampilan proses sains siswa yang dilaksanakan dengan praktikum mengalami peningkatan hasil belajar siswa. Keterampilan proses sains adalah suatu keterampilan yang dapat dikembangkan dengan melakukan praktikum. Aspek keterampilan proses sains meliputi: 1) melakukan pengamatan (observasi), 2) inferensi, 3) mengajukan pertanyaan, 4) menafsirkan hasil pengamatan (interpretasi), 5) mengelompokkan (klasifikasi), 6) meramalkan (prediksi), 7) berkomunikasi, 8) membuat hipotesis, 9) merencanakan percobaan atau penyelidikan, 10) menerapkan konsep atau prinsip dan 11) keterampilan menyimpulkan (Sani, 2013). Agar terjadi pengkonstruksian secara bermakna, guru haruslah melatih siswa agar berpikir secara logis dalam menganalisis maupun dalam memecahkan suatu permasalahan. Berpikir logis adalah siswa yang memiliki kemampuan untuk menemukan suatu kebenaran berdasarkan aturan, pola atau logika tertentu (Usdiyana, Dian dkk, 2009). Dari sini dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir logis merupakan penalaran atau satu kemampuan fisika sehingga penalaran menjadi suatu hal yang sangat dimengerti dan dipahami melalui penalaran atau berpikir logis yang dilakukan dengan latihan memecahkan masalah fisika. Menurut Rohman, A., (2014 : 129) menyatakan bahwa berpikir logis adalah suatu proses menalar tentang suatu objek dengan cara menghubungkan serangkaian pendapat untuk sampai pada sebuah kesimpulan menurut aturanaturan logika. Berpikir logika sama dengan berpikir konsisten sesuai dengan

6 rambu-rambu atau tata cara berpikir yang benar. Berpikir yang demikian diyakini dapat diperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan berpikir logis siswa dipengaruhi oleh struktur kognitif dan pengalaman belajar akan berasimilasi, berakomodasi dan bereksperimen dengan pengetahuan baru sehingga akan terjadi adaptasi dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai keterampilan proses sains siswa. Keterkaitan antara keterampilan proses sains dengan keterampilan berpikir logis adalah saat siswa melakukan suatu eksperimen dalam melakukan percobaan dan mengolah data dari hasil percobaan yang dilakukan oleh siswa tersebut. Jika peserta didik memiliki keterampilan proses sains maka peserta didik tersebut akan mampu berpikir secara logis. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Usdiyana, Dian dkk (2009) menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir logis siswa di kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh siswa di kelas kontrol. Siswa di kelas kontrol, terutama untuk kelompok sedang dan rendah kurang begitu memaknai pemahaman terhadap materi pembelajaran dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen. Selain keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis yang mendukung model pembelajaran Inquiry Training, penggunaan media simulasi juga dapat mendukung model pembelajaran Inquiry Training pada proses pembelajaran berlangsung yang dapat memudahkan siswa dalam membangkitkan semangat dan motivasi siswa dalam melakukan suatu praktikum. Salah satu teknologi yang dapat mendukung proses pembelajaran adalah media simulasi. Media simulasi harus sesuai dengan konsep dan teori yang ada. Salah satu media

7 simulasi yang sesuai digunakan pada pelajaran fisika adalah Physics Education Technology atau biasa disebut PhET. PhET yaitu media simulasi yang dikeluarkan oleh University of Colorado dan sudah teruji kebenarannya. Simulasi PhET ini tersedia resmi PhET (http://phet.colorado.edu) yang menampilkan suatu animasi fisika yang abstrak atau tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, seperti: atom, elektron, foton, dan medan magnet. Dengan menggunakan media simulasi ini siswa layaknya dapat melakukan kegiatan-kegiatn untuk mendapatkan data dan fakta seperti pada laboratorim real sehingga dapat meningkatkan hasil belajar Fisika siswa baik pada ranah kognitif dan keterampilan proses sains. Simulasi media PhET memiliki kekurangan dan kelebihan. Dimana kelebihan simulasi media PhET adalah simulasi ini sangat menarik sekali karena asyik, mudah dan menyenangkan. Selain online langsung, simulasi interaktif PhET juga dapat digunakan secara offline. Selain itu juga simulasi ini menekankan pada fenomena yang nyata dan mudah dimengerti oleh para siswa. Sementara simulasi PhET ini juga memiliki kekurangan yaitu aplikasi dan game yang dijalankan sangat terbatas yaitu untuk file berformat Jar. Dengan adanya teknologi maka proses mengajar yang inovatif dan tidak membosankan bagi siswa. Peneliti pun merasa tertarik untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET untuk membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa yang lebih baik lagi dalam bereksperimen. Penelitian yang terdahulu dilakukan oleh Afifah, Ratih dkk (2013) menyimpulkan bahwa adanya pengaruh terhadap hasil belajar apabila

8 menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry berbantuan PhET terhadap kemampuan berpikir tinggi dan tanggung jawab siswa yaitu data untuk pretest sebesar 42,91 untuk eksperimen dan 43,83 untuk kelas kontrol. Sementara hasil postes menunjukkan 81,44 untuk kelas eksperimen dan untuk kelas konvensional 71,99. Hasil pengamatan tanggung jawab siswa menunjukkan rata-rata tingkah tanggung jawab pada kelas eksperimen adalah 89,07 % dan pada kelas kontrol sebesar 82,8 %. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Komyadi (2013) menyimpulkan bahwa penerapan media simulasi PhET dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan psikomotorik siswa dengan menngunakan model pembelajaran Inquiry Training di SMA Negeri 5 Takengon. Pembelajaran Fisika terpadu melalui LKS sebagai penunjang media virtual PhET untuk melatih keterampilan proses pada materi hukum Archimedes diperoleh pencapaian hasil belajar kognitif dan respon siswa terhadap uji coba LKS sebagai penunjang media virtual PhET untuk melatih keterampilan proses adalah positif. Berkaitan dengan uraian di atas, perlu diteliti tentang efek penggunaan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media simulasi PhET dan keterampilan berpikir logis terhadap keterampilan proses sains siswa melalui penelitian berjudul : EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERBANTUAN MEDIA PhET TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA KELAS XI IPA T.A 2014/2015 MEDAN.

9 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka ada beberapa masalah yang diidentifikasi sebagai berikut : 1. Dalam proses pembelajaran fisika, siswa hanya ditekankan pada aspek menghapal konsep konsep dan prinsip prinsip atau rumus. 2. Keterampilan proses sains siswa masih rendah karena belum tercapainya indikator pada keterampilan proses sains pada saat melakukan praktikum. 3. Dalam pembelajaran Fisika guru kurang mampu memanfaatkan media pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan pada saat melakukan pembelajaran. 4. Penggunaan model pembelajaran kurang tepat dengan karakteristik materi pelajaran sehingga siswa memiliki rasa jenuh dan membosankan. 5. Pada umunya guru juga kurang mengembangkan cara berpikir siswa secara logis terhadap materi yang disampaikan yang akan mempengaruhi keterampilan proses sains siswa dalam melakukan pengolahan data pada saat melakukan eksperimen yang dapat menuntut siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. 1.3 BATASAN MASALAH Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah maka dibuatlah suatu batasan masalah yaitu : 1. Model pembelajaran yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah Model Pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

10 2. Hasil Belajar yang diteliti adalah kemampuan berpikir logis dan keterampilan proses sains. 3. Materi pelajaran yang diajarkan adalah Teori kinetik gas 1.4 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, permasalahan yang dapat diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis siswa SMA Swasta Advent Medan yang menggunakan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET? 2. Bagaimanakah keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis siswa SMA Swasta Advent Medan yang menggunakan model pembelajaran konvensional? 3. Bagaimanakah perbedaan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis siswa SMA Swasta Advent Medan yang menggunakan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET dan model pembelajaran konvensional? 1.5 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Menganalisis keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis siswa SMA Swasta Advent Medan yang menggunakan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET.

11 2. Menganalisis keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis siswa SMA Swasta Advent Medan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 3. Menganalisis perbedaan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir logis siswa SMA Swasta Advent Medan yang menggunakan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET dan model pembelajaran konvensional. 1.6 MANFAAT PENELITIAN Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data dan informasi yang dapat dipergunakan untuk menguji kebenaran pengaruh model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET dan kemampuan berpikir logis terhadap hasil belajar, sehingga penelitian ini akan memberi manfaat sebagai berikut : 1.Guru, dapat memperbaiki kualitas pembelajaran guna meningkatkan keterampilan proses sains dan meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Siswa, dapat meningkatkan keterampilan proses sains yang berdampak pada peningkatan hasil belajar fisika melalui kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran Inquiry Training berbantuan media PhET. 3. Sekolah, dapat memberikan sumbangan dalam hal peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada materi pelajaran fisika. 1.7 DEFINISI OPERASIONAL Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka dibuat suatu defenisi operasional sebagai berikut :

12 a. Model Pembelajaran Inquiry Training Model pembelajaran Inquiry Training adalah model upaya pengembangan para pembelajar yang mandiri, metodenya mensyaratkan partisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah. Fase-fase dalam model ini adalah (1) menghadapkan pada masalah, (2) pengumpulan data-verifikasi, (3) pengumpulan dataeksperimental, (4) mengolah, memformulasikan suatu penjelasan, (5) analisis proses penelitian (Joyce, 2009). b. Media simusai PhET Media simulasi PhET adalah media interaktif yang tersedia di situs web PhET (http://phet.colorado.edu) yang menampilkan suatu animasi fisika yang abstrak atau tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, seperti: atom, electron, foton, dan medan magnet. Dengan menggunakan simulasi ini siswa layaknya dapat melakukan kegiatan-kegiatn untuk mendapatkan data dan fakta seperti pada laboratorim real. c. Kemampuan Berpikir Logis Kemampuan berpikir logis (penalaran), yaitu kemampuan menemukan suatu kebenaran berdasarkan aturan, pola atau logika tertentu. Ada pun bentukbentuk pemikiran yang lain, mulai dari yang paling sederhana ialah: Logika analitik, logika number, penalaran logis dan logika spasial (Yuni dkk,2012:123). d. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan suatu keterampilan yang dapat dikembangkan dengan melakukan praktikum. Aspek keterampilan proses sains dalam Joyce meliputi: melakukan pengamatan (observasi), membuat kesimpulan,

13 mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel, mengumpulkan informasi, merumuskan dan menguji hipotesis dan penjelasan, menarik kesimpulan, mengolah data, mengobservasi.