BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

3. Metodologi Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

4. Hasil dan Pembahasan

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Bab III Metodologi Penelitian

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

3 Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Skala ph dan Penggunaan Indikator

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB III METODE PENELITIAN

Wassalamu alaikum Wr.Wb. Bandung, Februari Penulis. viii

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

Analisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F193

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ph DAN WAKTU KONTAK PADA ADSORPSI Cd(II) MENGGGUNAKAN ADSORBEN KITIN TERFOSFORILASI DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

BAB II LANDASAN TEORI. nilai 7 sementara bila nilai ph > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN CANGKANG UDANG SEBAGAI BIOADSORBEN ION LOGAM Cu DAN Zn PADA SAMPEL AIR PERMUKAAAN KOTA BENGKULU

Transkripsi:

53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan. Tabel 2 Hasil proksimat analisis kitosan No. Parameter Standar Mutu ( ) *) Hasil Penelitian () 1 Kadar Air 10 5,51 2 Kadar Abu < 2 0,35 3 Kadar Nitrogen 5 3,53 4 Derajat Deasetilasi 70 80 *) Sumber : Protan Laboratories Inc. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mutu kitosan yang diperoleh hasil penelitian telah memenuhi baku mutu standar kitosan yang dikeluarkan oleh Protan Laboratories Inc. Berdasarkan hasil tersebut, maka kitosan ini dapat digunakan untuk proses penjerapan ion logam Pb, Hg dan Cd dalam sampel larutan uji. 4.1.1. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan mutu kitosan, karena mempengaruhi ketahanan kitosan terhadap kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh et al. (1994) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air, maka semakin besar pula kemungkinan cepat rusaknya produk dari segi fisik berupa warna dan bau yang berubah. Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 diperoleh kadar air kitosan sebesar 5,51. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar air kitosan yang telah ditetapkan oleh protan laboratories Inc, yakni sebesar 10. Kadar air yang terkandung pada kitosan dipengaruhi oleh proses pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah

54 kitosan yang dikeringkan dan luas permukaan tempat kitosan yang dikeringkan (Saleh et al. 1994). 4.1.2. Kadar Abu Kadar abu merupakan parameter untuk mengetahui mineral yang terkandung dalam suatu bahan yang mencirikan keberhasilan proses demineralisasi yang dilakukan. Kadar abu yang rendah menunjukkan kandungan mineral yang rendah. Semakin rendah kadar abu yang dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian kitosan akan semakin tinggi (Hartati, 2002). Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 diperoleh kadar abu kitosan sebesar 0,35. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar abu kitosan yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories Inc, yakni sebesar < 2. Penghilangan mineral dipengaruhi oleh proses pengadukan selama proses, sehingga panas yang dihasilkan menjadi homogen. Proses pengadukan yang konstan akan menyebabkan panas dapat merata sehingga pelarut (HCl) dapat mengikat mineral secara sempurna. Jika pengadukan yang dilakukan tidak konstan maka panas yang dihasilkan tidak merata, sehingga reaksi pengikatan mineral oleh pelarut juga akan tidak sempurna (Hartati et al. 2002). Selain itu proses pencucian yang baik hingga di peroleh ph netral juga berpengaruh terhadap kadar abu. Mineral yang telah terlepas dari bahan dan berikatan dengan pelarut dapat terbuang dan larut bersama air (Suhartono, 2000). Pencucian yang kurang sempurna akan mengakibatkan mineral yang telah terlepas dapat melekat kembali pada permukaan molekul kitin. 4.1.3. Kadar Nitrogen Kadar nitrogen merupakan parameter untuk mengetahui kadar protein yang terkandung dalam suatu bahan yang mencirikan keberhasilan proses deproteinasi yang dilakukan. Kadar nitrogen yang rendah menunjukkan kandungan protein yang rendah. Semakin rendah kadar nitrogen yang dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian kitosan akan semakin tinggi.

55 Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 di peroleh kadar nitrogen kitosan sebesar 3,53. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar nitrogen kitosan yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories Inc, yakni sebesar 5. Kadar nitrogen menentukan sifat kitosan yang berinteraksi dengan gugus lainnya. Keberadaan senyawa lain dalam kitosan antara lain bentuk gugus amina (NH 2 ) menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia yang cukup tinggi, sehingga kitosan mampu mengikat air dan larut dalam asam asetat. Kadar total nitrogen berupa protein yang dapat dihilangkan (pada pembuatan kitin) sangat dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH yang digunakan, waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi. Protein yang masih terikat setelah proses deproteinasi akan semakin sedikit jumlahnya apabila proses deasetilasi dilakukan dengan suhu yang semakin meningkat dan konsentrasi NaOH yang tinggi. Proses pengadukan yang konstan juga merupakan salah satu faktor yang mempermudah penghilangan protein dari kulit udang melalui reaksi antara larutan NaOH dengan bahan (Benjakula & Sophanodora 1993). 4.1.4. Derajat Deasetilasi Derajat deasetilasi menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari kitin sehingga dihasilkan kitosan. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukkan bahwa gugus asetil yang terkandung dalam kitosan adalah rendah. Makin berkurangnya gugus asetil pada kitosan maka interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Meriatna, 2008) Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 diperoleh derajat deasetilasi kitosan sebesar 80. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu derajat deasetilasi kitosan yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories Inc, yakni sebesar 70. Konsentrasi NaOH berpengaruh pada derajat deasetilasi yang didapatkan, dengan bertambahnya konsentrasi NaOH maka derajat deasetilasi juga semakin tinggi.

56 4.2. Hasil Proses Adsorpsi Logam Berat oleh Larutan Kitosan. Perhitungan kadar logam yang di serap oleh kitosan dapat di cari dengan cara mengukur konsentrasi logam setelah di. Hasil Pb, Hg dan Cd dengan perlakuan kecepatan alir dan konsentrasi kitosan yang ditambahkan dapat di lihat pada Tabel 3. Masing-masing data merupakan rata-rata dari dua kali ulangan. Tabel 3 Hasil logam Pb dengan kitosan Konsentrasi Kitosan () Pb Kecepatan Alir (Liter/Jam) 3 6 9 Pb Pb 0,00 27, 61 0,00 27,61 0,00 27,61 0,00 0,25 18,65 32,45 20,25 26,66 19,13 30,71 0,50 19,45 29,56 23,13 16,23 19,59 29,05 1,00 14,73 46,65 16,65 39,70 18,49 33,03 1,50 17,37 37,09 20,57 25,50 22,25 19,41 Pengaruh kitosan terhadap logam Pb tedapat pada Gambar 10 yang memperlihatkan kemampuan larutan kitosan terhadap logam Pb dengan variasi 3 kecepatan alir. a d s o r p s i 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 3 6 9 0,25 0,50 1,00 1,50 Kecepatan Alir ( Liter / Jam ) Gambar 10 Diagram kitosan terhadap ion logam Pb

57 Tabel 4 Hasil logam Hg dengan kitosan Konsentrasi Kitosan () Hg Kecepatan Alir (Liter/Jam) 3 6 9 Hg Hg 0,00 48,26 0,00 48,26 0,00 48,26 0,00 0,25 22,89 52,57 23,13 47,93 23,47 51,37 0,50 17,53 63,68 12,78 73,52 19,52 59,55 1,00 12,65 73,79 10,31 78,64 12,78 73,52 1,50 14,08 70,82 19,90 58,76 35,11 27,25 Pengaruh kitosan terhadap logam Hg tedapat pada Gambar 11 yang memperlihatkan kemampuan larutan kitosan terhadap logam Hg dengan variasi 3 kecepatan alir. Adsorpsi 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 3 6 9 0,25 0,50 1,00 1,50 Gambar 11 Diagram kitosan terhadap ion logam Hg. Tabel 5 adalah tabel yang menyajikan data hasil Cd dengan larutan kitosan yang di variasi dengan 3 kecepatan alir dan dari tabel dapat di lihat bahwa nilai terbaik adalah pada konsentrasi kitosan 1 dan kecepatan alir 3 liter/jam, namun untuk logam Cd mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda.

58 Tabel 5 Hasil logam Cd dengan kitosan Konsentrasi Kitosan () Cd Kecepatan Alir (Liter/Jam) 3 6 9 Cd Pb 0,00 44,06 0,00 44,06 0,00 44,06 0,00 0,25 22,12 49,80 25,74 41, 58 23,32 47,07 0,50 22,44 49,07 25,37 42,42 23,47 46,73 1,00 20,48 53,52 21,20 51,88 20,66 53,11 1,50 21,33 51,59 21,14 52,02 22,25 49,50 Pengaruh kitosan terhadap logam Cd tedapat pada Gambar 12 yang memperlihatkan kemampuan larutan kitosan terhadap logam Cd dengan variasi 3 kecepatan alir. Adsorpsi 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 3 6 9 Kecepatan Alir ( liter / jam ) 0,25 0,50 1,00 1,50 Gambar 12 Diagram kitosan terhadap ion logam Cd 4.2.1. Pembahasan Hasil penelitian proses penjerapan logam baik logam Pb, Hg dan Cd diperoleh besar prosentase penjerapan yang cenderung konstan pada konsentrasi kitosan 0,25 dan 0,50. Pada umumnya, kenaikan jumlah adsorben bisa menyebabkan kenaikan jumlah adsorbat yang terserap. Hal ini disebabkan oleh

59 semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan, memberikan luas permukaan bidang kontak yang semakin besar juga sehingga molekul adsorbat yang ter semakin besar (Apsari & Fitriasti 2010). Pada konsentrasi 0,25 dan 0,50 gugus aktif kitosan tidak terlalu banyak jumlahnya dan ketika konsentrasi larutan kitosan dinaikkan menjadi 1 terjadi optimal yaitu 46,65 untuk logam Pb 73,79 untuk logam Hg dan 53,52 untuk logam Cd hal ini dikarenakan gugus aktif kitosan masih aktif dan belum jenuh oleh logam. Namun setelah konsentrasi larutan kitosan dinaikkan menjadi 1,5, kitosan telah jenuh dan kemampuan mengikat logam akan berkurang. Hal ini disebabkan aktivitas ion menurun dengan meningkatnya konsentrasi karena makin kuat ikatan antar ionnya di banding dengan kitosan, dalam hal ini mulai konsentrasi 1,5 sudah di anggap pekat dan terjadi kejenuhan sehingga terjadi penurunan nilai (Underwood, 2002). Uraian diatas dapat membuktikan bahwa konsentrasi kitosan 1 dan kecepatan alir 3 liter/jam adalah kondisi optimal dalam penyerapan logam dengan menggunakan kitosan. Semakin lambatnya kecepatan alir maka semakin banyak logam yang terjerap, hal ini disebabkan semakin lambat kecepatan alir, maka semakin bertambah waktu dan area kontak kedua fase. Dengan semakin bertambahnya waktu dan area kontak, maka kemungkinan terjerapnya ion logam semakin besar (Apsari & Fitriasti 2010). Konsentrasi pada konsentrasi larutan kitosan 1,5 penurunan kadar logam Pb, Hg dan Cd kecil sekali sehingga tidak efektif untuk dilakukan karena menjadi tidak ekonomis. Jenis logam juga berpengaruh terhadap daya, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat data pada logam Hg paling besar di oleh kitosan 1, lalu disusul oleh logam Pb dan selanjutnya adalah logam Cd. Penambahan konsentrasi larutan menjadi 1,5 justru menyebabkan terjadinya penurunan nilai. Hal ini berkaitan dengan interaksi antara ion logam dengan permukaan akan menurun dengan menurunnya permukaan aktif, pada konsentrasi ion rendah afinitas permukaan terhadap ion logam rendah dan afinitas makin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion logam (Mc.Cabe et al. 1999). Dengan melihat situs aktif permukaan kitosan, maka nampak bahwa kedua situs ikut berperan dalam pengikatan dengan ion logam. Hal ini menunjukkan

60 bahwa gugus aktif dalam kitosan ternyata tidak hanya NH2 melainkan juga OH. Lebih jauh reaksi yang mungkin terjadi adalah : i. R- NH + 3 + M 2+ R-NH 2 M 2+ + H + ii. RO - + M + ROM R adalah gugus lain dalam kitosan selain NH 2 dan OH, sedangkan M adalah ion logam (Apsari & Fitriasti 2010). 4.3. Penggunaan Biofilter untuk Penjerapan Logam Berat yang Masih Tersisa dalam Limbah Kemampuan biofilter dalam menjerap bahan-bahan pencemar seperti logam berat pada umumnya bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi, seperti jenis biofilter dan waktu kontak biofilter dengan logam berat, jenis logam berat, kondisi lingkungan dan penambahan zat kimia tertentu (chelating materials) dan lain-lain. Secara teknisnya adalah dengan menggunakan 3 bak limbah. Pada bak 1 dikolam limbah ditanami dengan 5 ekor kijing. Bak 2 ditanami 3 batang eceng gondok yang sehat yang sudah diaklimatisasi sebelumnya. Bak 3 ditanami kombinasi biofilter, yaitu 3 batang eceng gondok dan 5 ekor kijing taiwan. Kemampuan biofilter dalam menyerap logam Pb yang dipengaruhi oleh kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pada Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat bahwa logam yang tersisa dalam limbah menurun setelah di absorpsi oleh biofilter.

61 Tabel 6 Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Pb pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sampel Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Sisa Logam yang terabsorpsi Rataan Ulangan 1 Ulangan 2 Kijing 0 14,17 15,29 14,73 3 14 3,41 3,29 3,35 0 16,57 16,73 16,65 6 14 6,28 6,29 6,29 0 18,65 18,33 18,49 9 14 4,53 4,49 4,51 Eceng Gondok 0 14,17 15,29 14,73 3 14 2,55 3,29 2,92 0 16,57 16,73 16,65 6 14 4,5 4,53 4,515 0 18,65 18,33 18,49 9 14 3,92 3,89 3,91 Kombinasi 0 14,17 15,29 14,73 3 14 0,3 0,33 0,315 0 16,57 16,73 16,65 6 14 0,44 0,49 0,47 0 18,65 18,33 18,49 9 14 0,29 0,29 0,29

62 Tabel 7 Daya absorpsi biofilter optimal dalam menyerap logam Pb dengan variasi 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Kec Alir Waktu Sisa Logam yang Terabsorpsi Eceng Kijing Kombinasi Gondok Konsentrasi Minimum Paling Efektif 0 3 0 14,73 14,73 14,73 14,73-3 14 3 14 3,35 2,92 0,315 0,315 Kombinasi 28 3 0,00-0 6 0 16,65 16,65 16,65 16,65-6 14 6 14 6,285 4,515 0,465 0,465 Kombinasi 28 6 0,00-0 9 0 18,49 18,49 18,49 18,49-9 14 9 14 4,51 3,905 0,29 0,29 Kombinasi 28 9 0,00 - Pengaruh jenis biofilter terhadap kemampuan menyerap logam Pb dengan variasi kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Gambar 13 di bawah ini. 20 Konsentrasi Logam dalam Limbah 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 3-0 3-14 3-28 6-0 6-14 6-28 9-0 9-14 9-28 Kecepatan Alir - Waktu Perlakuan Kijing Eceng Gondok Kombinasi Gambar 13 Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Pb dengan variasi adsorben dan lama waktu absorpsi. Pada Gambar 13 di atas terlihat bahwa pada logam Pb nilai optimal terdapat pada perlakuan absorpsi menggunakan biofilter kombinasi (eceng gondok

63 + kijing taiwan) dengan waktu absorpsi adalah 28 hari. Hal ini terlihat pada waktu 28 hari limbah yag di analisa menggunakan alat AAS tidak terdeteksi adanya logam Pb. Hal ini terjadi karena kandungan logam Pb setelah absorpsi konsentrasinya berada dibawah limit deteksi alat, yaitu limit deteksi untuk logam Pb adalah 0,003 ppm. Sehingga dapat di katakan logam Pb sudah diabsorpsi oleh kijing taiwan dan eceng gondok sehingga terjadi penurunan kosentrasi dari 14,73 ppm turun menjadi < 0,003 ppm. Tabel 8 Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Cd pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sampel Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Sisa Logam yang terabsorpsi Rataan Ulangan 1 Ulangan 2 Kijing 0 20,79 20,17 20,48 3 14 10,35 10,47 10,41 28 0,16 0,10 0,13 0 21,07 21,33 21,2 6 14 12,54 12,42 12,48 0 20,7 20,61 20,65 9 14 9,56 9,52 9,54 28 0,09 0,09 0,09 Eceng Gondok 0 20,79 20,17 20,48 3 14 5,63 5,52 5,575 28 0,90 0,85 0,87 0 21,07 21,33 21,2 6 14 7,28 7,36 7,32 28 0,04 0,04 0,04 0 20,7 20,61 20,66 9 14 5,86 6,09 5,975 Kombinasi 0 20,79 20,17 20,48 3 14 1,47 1,48 1,48 28 0,02 0,02 0,02 0 21,07 21,33 21,2 6 14 0,4 0,48 0,44 0 20,70 20,61 20,66 9 14 4,23 4,27 4,25

64 Tabel 9 Biofilter optimal dalam menyerap logam Cd pada variasi kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Kec Alir Waktu Sisa Logam yang Terabsorpsi Kijing Eceng Kombinasi Gondok Konsentrasi Minimum Paling Efektif 0 3 0 20,48 20,48 20,48 20,48-3 14 3 14 10,41 5,58 1,48 1,48 Kombinasi 28 3 28 0,13 0,87 0,02 0,02-0 6 0 21,2 21,2 21,2 21,2-6 14 6 14 12,48 7,32 0,44 0,44 Kombinasi 28 6 28 0 0,04 0,00 0,00-0 9 0 20,66 20,66 20,66 20,66-9 14 9 14 9,54 5,98 4,25 4,25 Kombinasi 28 9 28 0,09 0,00 0,00 0,0 - Pengaruh jenis biofilter terhadap kemampuan menyerap logam Cd dengan variasi kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Gambar 14 dibawah ini 25 Konsentrasi Logam dalam Limbah 20 15 10 5 0 3-0 3-14 3-28 6-0 6-14 6-28 9-0 9-14 9-28 Kecepatan Alir - Waktu Perlakuan Kijing Eceng Gondok Kombinasi Gambar 14 Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Cd dengan variasi kecepatan dan jenis adsorben.

65 Pada Tabel 10, Tabel 11 dan Gambar 14 menunjukan bahwa pada logam Cd nilai optimal terdapat pada perlakuan absorpsi logam Cd dengan biofilter kombinasi (eceng gondok + kijing taiwan) dengan waktu absorpsi adalah 28 hari, Hal ini dapat di lihat pada waktu 28 hari limbah yag di analisa menggunakan alat AAS, konsentrasi Cd hampir mendekati limit deteksi alat, yaitu 0,003 ppm, sehingga dapat dinyatakan logam Cd sudah diabsorpsi oleh eceng gondok dan kijing taiwan. Kemampuan biofilter dalam menyerap logam Cd yang dipengaruhi oleh kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10 dan 11 memperlihatkan bahwa logam yang tersisa dalam limbah menurun setelah diabsorpsi oleh biofilter pada kecepatan alir 3 liter/lam. Pada hari ke- 14 penurunan kadar logam Cd dari 20,48 ppm turun menjadi 10,41 ppm untuk absorpsi menggunakan kijing taiwan, sedangkan untuk absorpsi menggunakan eceng gondok penjerapan lebih baik lagi yaitu kandungan logam Cd turun menjadi 5,57 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Novita (2005) bahwa penurunan kadar logam berat makin baik setelah absorpsi selama 14 hari. Menurut Novita (2005) logam yang terbaik di serap oleh eceng gondok adalah Pb dan Cd. Absorpsi juga dilakukan dengan kombinasi biofilter dan hasilnya pada hari ke- 14 sisa logam Cd adalah sebesar 1,475 ppm. Absorpsi dilanjutkan sampai hari ke-28 dan setelah di analisa maka pada hari ke-28 untuk semua jenis biofilter maupun kombinasi logam Cd mengalami penurunan yaitu untuk absorpsi dengan kijing setelah hari ke-28 konsentrasi Cd adalah 0,13 ppm, absorpsi dengan eceng gondok konsetrasi Cd adalah 0,04 dan kombinasi eceng gondok + kijing taiwan adalah 0,02 ppm. Berarti logam Cd terus mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu absorpsi. Data tersebut diatas memperlihatkan bahwa pada hari ke-28 masih ada sisa logam Cd dalam limbah. Kemampuan biofilter dalam menyerap logam Hg yang dipengaruhi oleh kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Tabel 12 dan Tabel 13. Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukan bahwa logam yang tersisa dalam limbah menurun setelah diabsorpsi oleh biofilter dan nilai optimal pada kecepatan alir 3 liter/jam. Hari ke-14 penurunan kadar logam Hg dari 12,65 ppm menjadi 12,18

66 ppm terjadi pada absorpsi dengan menggunakan kijing taiwan. Absorpsi dengan eceng gondok penjerapan lebih baik lagi yaitu kandungan logam Hg turun menjadi 0,94 ppm. Absorpsi juga dilakukan dengan kombinasi biofilter dan hasilnya pada hari ke- 14 sisa logam Hg adalah sebesar 0,51 ppm. Absorpsi dilanjutkan sampai hari ke-28 dan setelah di analisa maka pada hari ke-28 untuk semua jenis biofilter maupun kombinasi logam Hg mengalami penurunan yaitu untuk absorpsi dengan kijing setelah hari ke-28 adalah konsentrasi Hg dibawah limit deteksi, sehingga dapat dinyatakan untuk logam Hg pada hari ke-28 penjerapan sudah optimal. Tabel 10 Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Hg pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sampel Kec Alir (Liter/jam) Waktu (Hari) Sisa Logam yang Terabsorpsi Rataan Ulangan 1 Ulangan 2 Kijing 0 12,53 12,78 12,65 3 14 12,45 11,91 12,18 0 10,00 10,63 10,31 6 14 12,08 11,78 11,93 0 12,69 12,87 12,78 9 14 11,44 11,59 11,52 Eceng Gondok 0 12,53 12,78 12,65 3 14 0,94 0,94 0,94 0 10,00 10,63 10,31 6 14 3,03 2,82 2,93 0 12,69 12,87 12,78 9 14 10,42 11,02 10,72 Kombinasi 0 12,53 12,78 12,65 3 14 0,52 0,5 0,51 0 10,00 10,63 10,31 6 14 1,61 1,62 1,62 0 12,69 12,87 12,78 9 14 0,07 0,27 0,17

67 Tabel 11 Biofilter optimal dalam menyerap logam Hg pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sisa Logam yang Terabsorpsi Konsentrasi Kec Alir Waktu Kec Alir Paling Minimum (Liter/Jam) (Hari) Waktu Kijing Eceng Kombinasi Efektif Gondok 0 3-0 12,65 12,65 12,65 12,65-3 14 3-14 12,18 0,94 0,51 0,51 Kombinasi 28 3-28 0,00 TD TD TD - 0 6-0 10,31 10,31 10,31 10,31-6 14 6-14 11,93 2,925 1,615 1,615 Kombinasi 28 6-28 TD TD TD TD - 0 9-0 12,78 12,78 12,78 12,78-9 14 9-14 11,515 10,72 0,17 0,17 Kombinasi 28 9-28 TD TD TD TD - Pengaruh jenis biofilter terhadap kemampuan menyerap logam Hg dengan variasi kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Gambar 15 dibawah ini. 14 12 Konsentrasi Logam dalam Limbah 10 8 6 4 2 0 3-0 3-14 3-28 6-0 6-14 6-28 9-0 9-14 9-28 Kecepatan Alir - Waktu Perlakuan Kijing Eceng Gondok Kombinasi Gambar 15 Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Hg dengan variasi kecepatan dan lama waktu absorpsi. Pada Gambar 15 dapat di lihat bahwa untuk logam Hg nilai optimal terdapat pada perlakuan absorpsi logam Hg dengan biofilter kombinasi (eceng gondok + kijing taiwan) dengan waktu absorpsi adalah 28 hari, hal ini dapat

68 terlihat pada waktu 28 hari limbah yag di analisa menggunakan alat AAS nilai Hg masih ada tetapi dengan konsentrasi yang kecil yaitu mendekati limit deteksi alat yaitu 1 ppb sehingga dapat dinyatakan konsentrasi logam Hg berada dibawah 1 ppb, hal ini menunjukkan logam Hg sudah di absorpsi dengan maksimal oleh kijing taiwan dan eceng gondok yang ditempatkan dalam 1 bak penampungan limbah. Jenis logam Pb, Cd dan Hg dapat diserap dengan baik untuk waktu absorpsi adalah 28 hari. Logam Pb dan Hg dapat diserap dengan baik pada ketiga jenis adsorben tersebut, namun untuk logam Cd penyerapan lebih rendah dibandingkan dengan logam Pb dan Hg terserap. Hal ini disebabkan karena jarijari atom Cd lebih kecil daripada Hg dan Pb. Daya kitosan lebih besar pada logam yang memiliki jari-jari ion lebih kecil. Semakin besar jari-jari atomnya maka semakin kecil harga energi ionisasinya sehingga semakin mudah suatu unsur untuk melepaskan elektron. Jika suatu unsur mudah melepaskan elektron maka kekuatan ikatan logamnya semakin kuat (Apsari & Fitriasti 2010).