PERANCANGAN PENUKAR KALOR UNTUK PEMANASAN AIR PADA SISTEM PENGKONDISIAN UDARA JENIS SPLIT Septiman Rudi, Ir. Kaidir, M. Eng. IPM 1), Ir.Wenny Marthiana,M.T 2) Program Studi Teknik Mesin-Fakultas Teknologi Industri-Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No.19 Olo Nanggalo Padang 25143 Telp. 0751-7054257 Fax. 0751-7051341 Email : septimanrudi009@gmail.com irkaidir@gmail.com wenny_ma@yahoo.com ABSTRAK Dengan kondisi iklim tropis yang dimiliki Negara Indonesia,maka Pengkondisian udara AC (air conditioner) sudah menjadi kebutuhan setiap rumah tangga di perkotaan yang digunakan untuk mendapatkan kenyamanan udara.mengoperasikan Pengkondisian Udara akan terjadi siklus refrigerasi,siklus terjadi berulang-ulang dan melepaskan panas kelingkungan. Panas terbuang percuma dan belum optimal dimafaatkan. Pemamfaatan panas buang pengkondisian udara menggunakan penukar kalor tipe helik untuk memanaskan air. Perencanaan penukar kalor untuk pemanasan air pada sistem pengkondisian udara jenis split,dilakukan untuk merencanakan material pemanas, panjang pipa pemanas, luas penampang dan jumlah lilitan penukar kalor tipe helik. Dari Hasil perencanaan diperoleh material pemanas pipa tembaga diameter ¼ inc,panjang pipa 5,2 m serta jumlah lilitan sebanyak 13,26. Dengan suhu output 50 0 C sebanyak 80 liter air dengan waktu 1jam. Kata Kunci : Pengkondisian udara,pemanasan air. perpindahan kalor, penukar kalor tipe helic
1. Pendahuluan Sejak pertama kali ditemukan oleh Carrier pada tahun 1902 pengkondisian udara telah berkembang dengan pesat, dan mengalami perbaikan dari waktu ke waktu berdasarkan kebutuhan zaman. Pengkondisian udara telah dikembangkan dari direct ekspansion sampai water chiller dan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia pada saat ini. Pengkondisian udara menjadi kebutuhan utama tempattempat umum seperti gedung perkantoran,hotel,rumah sakit, mal, super market, restoran, bar dan bahkan rumah tangga. Pada masa sekarang, pengkondisian udara AC (air conditioner) sudah menjadi kebutuhan setiap rumah tangga di perkotaan. Pengkondisian udara digunakan untuk mendapatkan kenyamanan udara karena Indonesia merupakan Negara beriklim tropis dengan kondisi udara yang panas dan lembab. Apabila sedang mengoperasikan pengkondisian udara, terjadilah siklus refrigerasi, yakni udara didinginkan oleh refrigeran/pendingin (freon), lalu freon ditekan menggunakan kompresor sampai tekanan tertentu dan suhunya naik, kemudian didinginkan oleh udara lingkungan sehingga mencair. Proses tersebut diatas berjalan berulang-ulang sehingga menjadi suatu siklus yang disebut siklus pendinginan pada udara yang berfungsi mengerap kalor dari udara dan membebaskan kalor ini ke luar ruangan/atmosfir. Dari siklus yang terjadi berlang-ulang, panas yang terlepas kelingkungan terbuang begitu saja tanpa dimamfaatkan. usaha pemamfaatan panas yang terbuang
untuk memanaskan air dan dapat digunakan untuk kebutuhan seharihari. Udara yang nyaman dan ketersediaan air panas untuk mandi sangat dibutuhkan oleh orang di bangunan gedung bertingkat, hotel,perumahan, rumah sakit dan penukar panas (pada bagian refrigeran). 1.1 Tujuan penelitian ini ini dilakukan dengan tujuan mengatasi permasalahan yang ada guna mendapatkan input yang diharapkan, sebagainya. ketersediaan keduanya Dengan memamfaatkan panas buang tentu akan menambah biaya dan menghabiskan banyak energy. Pada pemanas air, penukar panas ditempatkan diantara kondensor dan kompresor. Freon yang berada di dalam penukar Kalor disirkulasikan kedalam tangki air dan terjadi perpindahan kalor ke air dakam tangki. Panas buangan dari mesin refrigerasi dimanfaatkan untuk memanaskan air yang disirkulasikan, menggunakan perangkat penukar panas tersebut. Perpindahan panas di dalam pipa-pipa pada perangkat pengkondisian (air condition/ac) jenis split.dalam hal ini diperlukan suatu konsep yang dituangkan dalam perencanaan penelitian ini. Adapun tujuan penelitian adalah: 1. Perencanaan pemanas air dengan pemamfaatan panas buang pengkondisian udara jenis split 1½ PK 2. Perencanaan komponen pemanasan air (tangki,pemanas,katup) 3. Perencanaan konstruksi mesin
pendingin udara sebagai pemanasa air rendah. Seluruh proses lainnya siklus tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga enegi bersuhu rendah dapat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 sistem Kompresi Uap A. Siklus Kompresi Carnot Siklus Carnot secara thermodinamika bersifat reversible secara siklus Carnot. Mesin carnot menerima energy kalor pada suhu tinggi merubah sebagian menjadi kerja dan kemudian mengeluarkan sisanya sebagai kalor pada suhu yang lebih rendah. Siklus refrigerasi carnot merupakan kebalikan dari siklus mesin carnot. Karena siklus refrigerasi menyalurkan energy dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi siklus refrigerasi membutuhkan kerja luar untuk mendapatkan kerja. Tujuan utama sistem refrigerasi Carnot adalah proses dikeluarkan kelingkungan yang bersuhu lebih tinggi. B. Siklus Kompresi Uap Teoritis Siklus kompresi uap merupakan sikuls yang terbanyak digunakan dalam sistem refrigerasi. Didalam siklus ini, uap dikompresikan dan mengalami kondensasi menjadi wujud cair. Selanjutnya cairan tersebut di uapkan kembali pada temperatur rendah. Uap yang dikompresikan dapat berada dalam fase uap kering atau sering disebut kompresi kering dan dalam fase campuran uap-cair atau disebut kompresi basah. Kompresi basah umumnya dihindari karena bersifat penyerapan dari sumber bersuhu
merugikan (dapat merusak katup- daripada temperatur lingkungan. katup pada kompresor). Dengan demikian perpindahan panas dapat terjadi dari lingkungan. Proses secara isentropik ( refrigerant Ke ini berlangsung adiabatik dan reversible ). 2. Proses Kondensasi (2-3) Setelah proses kompresi, refrigeran berada dalam fase panas Gambar 1 Daur Refrigerasi dan diagram suhu entropi, enthalpi daur refrigerasi 1. Proses kompresi (1-2) Refrigeran meninggalkan evaporator dalam wujud uap jenuh dengan temperatur dan tekanan rendah, kemudian oleh kompresor. uap tersebut dinaikkan tekanannya menjadi uap dengann tekanan lebih tinggi ( tekanan kondensor ). Kompresor ini diperlukan untuk menaikan tekanann refrigeran, sehingga temperaturr refrigeran di dalam kondensor lebih tinggi lanjut dengan tekanan dan temperatur tinggi. Untuk mengubah wujudnya menjadi cair, kalor harus dilepaskan ke lungkungan. Hal ini dilakukan pada penukar kalor yang disebut kondensor. Refrigeran mengalir melalui kondensor dan pada sisi lain dialirkan fuida pendinging ( udara atau air ) dengan temperatur lebih rendah dari pada temperatur refrigeran. Oleh karena itu kalor akan berpindah dari refrigeran ke fuida pendingin dan sebagai akibatnya refrigeran
mengalami penurunan temperatur dari kondisi uap panas lanjut menjadi kondisi uap jenuh. Selanjutnya mengembun menjadi wujudcair, kemudian keluar dari kondensor dalam wujud cair jenuh ( berlangsung secara reversible dan pada tekanan konstan). 3. Ekspansi (3-4) Refrigeran dalam wujud cair jenuh mengalir melalui alat ekspansi. Refrigeran mengalami ekspansi pada entalpi konstan dan berlangsung secara ireversible. Selanjutnya disebut evaporator. Pada tekanan evaporator, titik didih refrigeran harus lebih rendah daripada temperatur lingkungan (media kerja atau media yang didinginkan) sehingga dapat terjadi perpindahan panas dari media kerja ke refrigeran. Kemudian refrigeran yang masih berwujud cair Menguap di dalam evaporator dan selanjutnya refrigerant meninggalkan evaporator dalam fase uap jenuh.proses ini berlangsung secara reversible dan pada tekanan yang konstan. refrigeran keluar dari alat ekspansi berwujud campuran uap-cair pada tekanan dan temperatur yang sama dengan temperatur dan tekanan evaporator. 4.Proses Evaporasi(4-1) Refrigeran dalam fase campuran ( uap-cair) mengalir melalui sebuah penukar kalor yang C. Siklus Kompresi Uap Nyata Walaupun siklus aktual tidak sama dengan siklus sistem, tetapi proses ideal dalam siklus standar sangat bermanfaat dan diperlukan untuk mempermudah analisis siklus secara teoritik. Pengaruh penyimpangan siklus aktual dari
siklus standar pada saat refrigerasi dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Penurunan tekanan pada evaporator dan kondensor. Refrigeran ketika melalui pipa evaporator dan kondensor akan mengalami penurunan tekanan, hal ini disebabkan oleh adanya gesekan yang terjadi antara refrigeran dan dinding pipa. Sebagai akibatnya maka kerja kompresi akan mengalami peningkatan. Hal tersebut karena untuk dapat mengalirkan refrigeran dalam jumlah yang cukup, kondensor harus mampu menghasilkan tekanan yang lebih tinggi karena adanya rugi-rugi tekan. b. Sub-cooled Kondisi ini lebih menjamin bahwa refrigeran yang memasuki alat ekspansi, seluruhnya dalam fase cair sehingga dapat mencegah penurunan laju massa sebagai akibat adanya fase uap (dengan massa jenis uang lebih kecil daripada fase cair), yang mengalir melalui katup ekspansi. Disamping itu kondisi subcooled akan dapat menambah kalor yang lepas dari kondensor dan kalor yang diserap di evaporator. c. Super Heated Kondisi ini mengakibatkan efek refrigerasi siklus akan bertambah besar dan jumlah kalor yang dibuang oleh kondensor juga bertambah besar. Tetapi ditinjau dari segi daya kompresor, hal ini kurang menguntungkan karena makin besar kondisi super heated maka daya kompresor menjadi lebih besar. d. Proses kompresi non-isentropik Gesekan yang terjadi pada bagian-bagian kompresor yang saling bergerak relatif dan juga gesekan yang terjadi antara refrigeran dengan bagian-bagian
kompresor, akan menyebabkan kenaikan entropi. Sebagai akibatnya proses berlangsung secara nonisentropik dan daya kompresor menjadi lebih besar. 2.2 Sistem Pemanasan ACWH (Air Conditioner Water Heater). Pada sistem Air Conditoner Water Heater terdapat dua buah hal penting yang sangat berkaitan, yaitu unit AC dan penukar kalor. Pada Proses 1-2: Uap refrigeran dihisap kompresor kemudian ditekan sehingga tekanan dan temperatur refrigeran naik. Proses 2-2 :Panas refrigeran ditransfer kepada air di dalam penukar kalor sehingga air mengalami kenaikan temperatur sedangkan refrigeran mengalami penurunan dan sebagian telah berubah fasa menjadi cairan. sistem ACWH, alat penukar kalor Proses 2-3:Refrigeran yang dipasang sebelum kondenser sehingga sebagian panas tersebut dimanfaatkan untuk memanaskan air. (heat recovery) Dapat dilihat siklus sistem ACWH (Air Conditioner Water Heat). Proses-proses pada tiap bagain dapat dijelaskan sebagai berikut : didinginkan lagi menggunakan udara luar sehingga mencapai titik jenuh. Proses 3-4:Cairan refrigeran dengan tekanan dan temperatur tinggi diekspansikan sehingga mengalami penurunan tekanan dan temperatur. Proses 4-1:Refrigeran di evaporator dalam keadaan
temperatur rendah sehingga dapat menyerap kalor ruangan. Cairan refrigeran menguap secara berangsur-angsur karena menerima kalor sebanyak kalor laten penguapan. Selama proses penguapan di dalam pipa terdapat campuran refrigeran fase cair dan uap. Proses ini berlangsung pada tekanan tetap sampai mencapai derajat super heat. air,dan pipa keluar kompresor. Pemasangan demikian dapat mengetahui distribusi temperatur air panas didalam tangki penyimpanan air. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya digunakan dua bentuk alat penukar kalor yakni tipe coil dan helical. Faktor penyebab tingginya temperatur air ACWH alat penukar kalor model helical antara lain temperatur refrijeran yang lebih tinggi dibandingkan ACWH alat penukar kalor model coil. Selisih temperatur yang besar antara Gambar 2 Skema ACWH Air di dalam tangki yang menerima kalor dari refrijeran, diukur temperaturnya dengan menggunakan termokopel. Termokopel dipadang pada pipa keluar kompresor, di dalam tangki refrijeran yang mengalir masuk dan keluar menyebabkan jumlah kalor yang diberikan ke air lebih besar. Faktor lain yang mempengaruhi adalah bentuk geometri dari alat penukar kalor itu sendiri. Bentuk helical memiliki hambatan yang lebih besar sehingga menyebabkan
kerja kompresor yang lebih besar. Akibatnya tekanan lebih tinggi diikuti oleh temperatur refrijeran yang tinggi. Pada model ini untuk mendapatkan air panas dengan tempertur maksimal 50 o C memelurkan waktu yang cukup lama. Perancangan alat penukar kalor menggunakan metode yang umum digunakan dengan persamaan dasar sebagai berikut : Untuk menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh digunakan persamaan berikut: 1 1 = (. h. ) + ( ) + h + (. )h 1 + (. h. )h Dari perhitungan diperoleh dimensi alat penukar kalor untuk system ACWH sebagai berikut : Luas total perpindahan kalor, diameter pipa yang digunakan,jumlah lilitan per koil, diameter dimana : Q : beban kalor. [W] U : koefisien perpindahan kalor menyeluruh [W/m 2 K] A : luas permukaan perpindahan kalor [m 2 ] lilitan. Alat Penukar kalor Pengoperasian alat penukar kalor ini melibatkan dua fluida. [K] : beda suhu rata rata Pertukaran kalor antara dua fluida tersebut dilakukan tanpa kontak langsung, dan panas berpindah diantaranya melalui dinding-dinding
diantara refrigeran dan air secara terus menerus. 3. Metodologi Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Pipa yang digunakan merupakan komponen yang terbuat dari material tembaga didalamnya selubung dibungkus dengan material pengisolasi berupa busa dan dan dilapisi lagi dengan aluminium foil. Hal ini dilakukan dengan untuk mencegah kehilangan kalor pada penukar kalor kelingkungan sekitarnya. 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3. Alat Penukar Kalor Tipe 2.1 Alat Dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengujian yaitu : Helical
4. Perencanaann penukar kalor I. Perencaaan Penukar Kalor Tipe Helik Perencanaan ini i mengunakan Pengkondisian udara berdaya 1.5 PK dengan spesifikasi produk: Bahan yang digunakan: Merk AC : xxxx. Power sourc : 220 V ; 50 Hz. Cooling capacity: 12000 Btu/ Input : 1550 W. Running Ampere : 7,3 A. Refrigerant : R22 ; 1,15 Kg. 3.2 Waktu Dan Tempat Penlitian Waktu : Bulan Mai Juli 2014 Tempat : Penelitian dilakukan pada laboratoruim Teknik Pendingin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Kampus III Universitas Bung Hatta. Gambar 4. Skema perindahan kalor sistem Koofisien perpindahan kalor total yang terjadi didalam pemanas adalah
Adapun data yang digunakan dalam perencanaan penukar kalor ini adalah: Pemilihan material pemanas Dalam pemilihan bahan material pemanas,karena pengkondisian udara sudah mengunakan pipa tembaga sebagai pipa penyalur refrigeran, maka pipa tembaga ini digunakan sebagai material alat perpindahan panas. Pipa tembaga dengan spesifikasi sebagai berikut: Volume Air (V a ) Massa Air (m air ) Temperatur awal Air (T 1 ) Temperatur yang diinginkan(t 0 ) Waktu Yang Gunakan (s) Panas Jenis Air (C air ) Temperatur Inlet (T cin) 80 liter 80 kg 28 o C 50 o C 3600 detik (1jam) 4,2 kj/kg o C 72 o C Diameter luar (d0) Diameter dalam 6.35 mm 5.91 mm (d1) Konduktifitas 385 W/m 0 C Thermal bahan Temperatur Outlet 48 o C (T out)
Temperatur Rata- Rata (Ta) 24 o C tahanan Thermal,Rth Dihitung berdasarkan rumus: Laju aliran 0,0057 kg/s refrigeran (ṁ) Rth =, Panas Jenis uap 1.583 J/kg o C freon (Cp) =,.. Panas yang dihasilkan =,., refrigerant (Q1) Q1 = ṁ * Cp * ΔT Rth =,, = 0,017 o C /W = 0,0057 kg/s * 1.583 j/kg 0 C * (72 0 C-48 0 C) = 216,55 j/s (Watt) Untuk menghitung bilangan reynolds,digunakan parameter refrigeran sebagai berikut : Maka laju perpindahan panas pada refrigerant adalah 216,55watt Rapat Massa (ρ) 146 kg/m 3 Viskositas (µ) 15,9 *10-5 Ns/m 2 Maka Laju refrigeran dapat dihitung dengan persamaan: V=.(,. ) = 0,64 m/s
Bilangan Reynolds,Re.h1 =. = 171 * 0,02 Re =.. = 5,18 *10 4 W/ m o C / 5,91 mm Bilangan Prandtl untuk Refrigeran R-22 yaitu Pr= 0,839. Maka bilangan Nusselt bisa dihitung, dengan terlebih dahulu menetapkan nilai diameter helik D=0,125 m. Maka Nu = 0,023.Re 0,85. Pr 0.4 (d1/d) 0,1 = 0,023. 5,18*10 4. 0,85.0,839 0,4 ( 5,91 mm/ 0.125 m) 0,125.h1= 3,42 W/m o C / 0,0059 m.h1 = 579,6 W/ m 2 o C (koefisien perpindahan panas dalam pipa) Panas yang diterima pipa (Q2) Q2 = -K * A * dt/dx = - 385 W/m 0 C * π d 2 /4 * dt/dx = 171 Sementara untuk h1 (koefisien Perpindahan panas pada sisi dalam pipa) dihitung dengan mengunakan nilai konduktifitas = -385 W/m 0 C * 3,14 (0,006)m 2 /4 * (24) 0 C/0,001m = 261.12 Watt Maka laju perpindahan panas pada pipa adalah 261.12 W thermal refrigeran dengan nilainya (kf) = 0,02 W/m o C. maka koefisien perpindahan panas pada sisi dalam Koofisien perpindahan panas yang dibutuhkan air pipa adalah:
pemanasan memerlukan Energi (W) sebesar: W = m air * C air * t W = 80 kg *4,2 kj/kg o C * 22 0 C W = 7392 kj Nilai panjang pipa tembaga yang diperlukan, L, dihitung dengan menyelesaikan persamaan,h0, dan h1, dengan nilai konduktifitas bahan (k) = 0,55 W/ m o C.maka digunakanlah persamaan : Sementara itu luas Rth = + + / penampang luar pipa, A 0 =π *do 2 /4 maka nilai ho (koefisien perpindahan panas pada sisi luar pipa) yang 0,017 o C / W =, (, ), / + diperlukan adalah:, (, ), Ho=.. = W/ π do 2 /4* T *s Ho = 7392 / 3.14 *0,006 2 /4 * 22 +, /,,. *3600 kj /m o C s 0,017 o C/W =, / Ho =552,33 J/ s m 0 C = 552,33 W/ m 0 C Panjang pipa tembaga yang +, + O,017 o C/W =,, /,, / dibutuhkan 0,39 L = 2,05 L = 2,05/0,39 L= 5,2 m
Maka didapatlah panjang pipa tersebut yaitu: 5,2 m Tlmtd = 1,9 = 12,1 0 c / / = / / = -2,3/- Jumlah lilitan (N) Jumlah lilitan pipa tembaga yang membentuk helik dapat dihitung dengan mengunakan persamaan: N = L/ π Di N = 5,2 m / 3,14 * 0,125 m Dengan asumsi fluida dingin dan panas konstan maka koofisien perpindahan panas kesluruhannya adalah: Q = U *A * Tlmtd 1636,8 W = U * 3,14 (4,8) 2 m/4 * 12,1 0 C N = 5,2 m / 0,392 m U =1636,8 w / 218,84 m 2 0 C N = 13,26 lilitan = 7.48w / m 2 0 C Laju perpindahan panas pada air Q= m *cp * ΔT Q= 80 kg. 0,93 kj/kg.22 0 C Q= 1636,8 Watt 5. Kesimpulan dan saran. 5.1 Kesimpulan. Setelah melakukan pengolahan data, perencanaan penukar kalor untuk pemanasan air pemamfaatan panas buang pengkondisian udara jenis split. dengan hasilnya sebagai berikut:
1. Penukar Kalor yang direncanakan pemamfaatan 2. System pemipaan panas buang pengkondisian udara jenis split 1.5 PK sebagai berikut: - Cooling Capasity : 12000 Btu - Material Pemanas : Tembaga - Jenis penukar kalor : tipe Helik - Koefisien perpindaha kalor(h1) : 579,6 W/m 2 0 C - Koefisien perpindaha kalor(h2) : 552,33 W/m 2 0 C - Refrigerant - Diameter luar (do) : 0,24 inc - Diameter dalam (di) : 0,23 inc - Temperature masuk (to) : 72 0 C - Temperature keluar (ti) : 48 0 C - Tebal minimum pipa (t) : 0,011 inc - Tekanan kerja yang diizinkan (AWP): 286 psi - Diameter dalam nominal : 0,0055 inc : R-22 - Panjang Pemanas (L) : 5,2 m - Jumlah lilitan : 13,26 lilitan - Diameter lilitan 3. Tangki air panas - Volume tangki (V) : 130 ltr - Tekanan : 0,569 psi : 0.125 m
- Tahanan thermal masingmasing isolasi R1 =0,0096 0 C/W R2 = 0,39 0 C/W R3 = 0,308 0 C/W Tahana thermal total R : 33.91 0 C dengan panjang 5.2 m dengan diameter lilitan 0,125m sebanyak 13.26 lilitan. penukar kalor mengunakan material tembaga yang mempunyai konduktifitas thermal yang baik dengan diameter 0,25 inc. 4. Konstruksi Mesin - Panjang (x) : 47,24 inc 5.2 Saran Dari hasil penghitungan desain, perencanaan penukar kalor - Tinggi (t) untuk pemanasan air pada system : 59.05 inc - Beban yg diberikan pengkondisisn udara jenis split, sebaiknya dalam pemilihan jenis : 40 kg pemanas dan material pemanas - Kelengkungan : 0,81 mm sesuai dengan hasil perencanaan. Untuk perencanaan tangki - Tegangan geser : 60 kg cm 2 pemanas,system pemipaan,serta Dari hasil perencanaan penukar kalor untuk pemanasan air pada system pengkondisian udara jenis split, dapat diuraikan dengan menentukan jeni penukar kalor yang konstruksi mesin dilakukan secara bertahap-tahap. Dari hasil perencanaan penukar kalor pemamfaatan panas buang pengkondisian udara jenis akan digunakan yaitu tipe helik split 1.5 PK perlu dilakukan
perencanaan yang cukup matang dan lebih spesifik lagi mengingat sudah banyaknya pemakaian pengkondisian udara ditengah-tengah masyarakat, Wilbert F.Stoecker,Jerold W.Jones,. Refrigerasi dan pengkondisian udara edisi kedua (terjemahan Supratman Hara) penerbit Erlangga Jakarta. 1995 DAFTAR PUSTAKA Dr. Ir.Prihadi Setyo Darmanto. J.P.Holman. Perpindahan Bahan kursus singkat perencanaan penukar kalor. Kalor,Edisi ke enam (terjemahan oleh Ir.E.Jasjfi Laboratorium termodinamika. ITB.1993. M.Sc,. Penerbit Erlangga Ir.Khaidir,IPM. Thermodinamika Jakarta.1991 Frank P.Incropera,. David P.De Witt.Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Fourth edition. Printed in the United States of American. 1996 Teknik Jilid 1. Penerbit Bung Hatta University Pess. Padang.2008 B2 Thermodinamika_dan_Perpan_2 Departemen Pengerjaan Umum. Pedoman Plambing Indonesia DPU Jakarta,1979