PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH Syifa Saputra 1, Sugianto 2, Djufri 3 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH Syifa Saputra1, Sugianto2, Djufri3 1 ABSTRAK

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH Syifa Saputra1, Sugianto2, Djufri3 1 ABSTRAK

SEBARAN MANGROVE SEBELUM TSUNAMI DAN SESUDAH TSUNAMI DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PEMETAAN DAN SISTEM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

VI. SIMPULAN DAN SARAN

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

Transkripsi:

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH Syifa Saputra 1, Sugianto 2, Djufri 3 1 Program Studi Magister Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2 Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 3 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Pengelolaan ekosistem mangrove di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh belum efektif dikarenakan jarang mendapat perhatian dari semua pihak. Pengelolaan ekosistem hutan mangrove melalui model empang parit dan model komplangan (silvofishery). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pengelolaan ekosisten mangrove untuk ekowisata di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif.teknik pengelolaan data dilakukan dengan survei dan observasi daerah penanaman, pemeliharaan dan pengawasan. Analisis data dijelaskan secara deskriptif. Hasil penelitian melalui pengelolaan ekosistem mangrove untuk ekowisata di kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh selain tertata dengan baik juga menjadi sangat unik karena di area ekosistem mangrove juga terdapat makam raja-raja Kesultanan Aceh, sehingga menjadi nilai lebih baik dari segi pendidikan dan segi historis. Simpulan untuk menjadi kawasan ekowisata perlu keterlibatan partisipasi aktif semua pihak terutama masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove untuk ekowisata mencakup dari aspek penanaman, pemeliharaan dan pengawasan Kata Kunci: Sistem Pengelolaan, Ekosistem Mangrove dan Ekowisata. PENDAHULUAN Ekowisata secara konseptual merupakan konsep pengelolaan dan pengembangan serta penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang berbasis pemanfaatan lingkungan, upaya perlindungan berupa partisipasi aktif masyarakat dalam penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran yang berdampak terhadap lingkungan, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan daerah dengan diberlakukan kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan binaan serta kawasan budaya. Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk ekowisata sejalan dengan pergeseran minat wisatawan melakukan wisata tanpa ada unsur pendidikan dan konservasi (old tourism) untuk menjadi wisatawan yang datang untuk melakukan wisata yang ada unsur pendidikan dan konservasi didalamnya (new tourism), untuk mengelola dan mencari daerah tujuan ekowisata yang spesifik alami dan kaya akan keanekaragaman hayati. Kota Banda Aceh merupakan kawasan ujung barat pulau sumatera yang lansung berhadapan dengan Selat Malaka dan Samudera Hindia dan juga merupakan salah satu kota yang paling parah diterjang gelombang tsunami tahun 2004. Sebagai objek penelitian di Kota Banda Aceh adalah Kecamatan Kuta Raja dimana pada kawasan ini terdapat ekosistem mangrove yang masih alami yaitu di Gampong Jawa serta sebagian Gampong Pande, sedangkan yang lainnya penanaman kembali yang melibatkan masyarakat. Luas ekosistem mangrove di Kecamatan Kuta Raja tahun 2004 sebelum tsunami 66,25 ha dan tahun 2015 setelah tsunami 47,9 ha. Hutan mangrove di Kecamatan Kuta Raja selama ini pengelolaannya belum maksimal, hal ini dilihat belum meratanya penanaman mangrove. Masyarakat setempat menganggap keberadaan hutan mangrove hanya sebagai tiang penyangga dari abrasi air laut dan sebagai penahan angin laut, hanya beberapa orang dari masyarakat setempat yang paham akan manfaat mangrove. Untuk itu perlu di beri pemahaman bahwa keberadaan hutan sangat Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 17

berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri seperti bentuk akarnya serta berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti burung, reptil, ikan, crustacea, serangga dan berbagai jenis flora dan fauna lainnya, sehingga potensi ekosistem mangrove di Kecamatan Kuta Raja sangat baik, untuk pengelolaan sebagai daerah tujuan ekowisata alternative, apalagi di kawasan ekosistem mangrove tersebut terdapat situs makam raja-raja kesultanan Aceh dan juga menarik dikelola sebagai daerah ekowisata berbasis historis.oleh karena itu perlu dilakukan sistem pengelolaan ekosistem mangrove untuk ekowisata di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. HAS IL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ekosistem Mangrove Wilayah Penelitian Hutan mangrove di Kecamatan Kuta Raja pada tahun 2004 sebelum tsunami memiliki luas 66,25 Ha sedangkan luas hutan mangrove pada tahun 2015 setelah tsunami adalah 47,9 Ha. Hal ini disebabkan oleh gelombang tsunami pada tahun 2004, terutama yang berada di bagian pesisir, mengalami kerusakan yang cukup parah dengan banyaknya jumlah korban jiwa, hancurnya sarana dan prasarana serta ekosistem mangrove. Hutan mangrove sebelum tsunami pada umumnya tumbuh secara alami yang tersebar di sepanjang garis pantai sehingga masih terjaga kelestarian ekosistemnya. Mangrove sebelum tsunami ada 6 (enam) Jenis yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Avicenia sp, Sonneratia alba, Nypa frutycan dan tersebar di Gampong Pande, Gampong Peulanggahan dan Gampong Jawa. Ekosistem mangrove yang terdapat di lokasi penelitian sangat spesifik dan khas karena tidak terletak pada pinggir pantai tetapi berada sekitar 300 meter dari garis pantai. Pasca tsunami yang melanda pesisir Aceh ekosistem mangrove mendapat perhatian serius dari pemerhati lingkungan, sehingga upaya-upaya penanaman kembalipun dilakukan. Dalam menjaga ekosistem mangrove dari kerusakan akibat gelombang tsunami maka diperlukan suatu sistem pengelolaan yang baik sehingga memberikan dampak secara lansung bagi masyarakat dan keberlangsungan ekosistem mangrove. yang terdapat di lokasi penelitian Sebaran Mangrove di Lokasi Penelitian Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian terdapat ekosistem mangrove, baik yang tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam (silvofishery). Ekosistem mangrove alami mempunyai keragaman jenis dan terdapat di Gampong Jawa, Gambar 1. Salah satu ekosistem mangrove sedangkan silvofishery terdapat di Gampong Pande dan Gampong Peulanggahan serta sebagian juga ada di Gampong Jawa, pada mangrove ini kurang memiliki keragaman jenis hanya terdapat 3 jenis mangrove yaitu Rizhopora mucronata, Rizhopora apiculata dan Ceriops decandra. Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 18

Sebaran mangrove yang terdapat di Kecamatan Kuta Raja tahun 2004 sebelum tsunami tumbuh secara alami, luas mangrove di wilayah tersebut adalah 66,25 ha, yang terbagi kepada 3 (tiga) gampong yaitu Gampong Pande dengan luas mangrove 22,58 ha, Gampong Jawa 39,77 dan Gampong Peulanggahan 3,9 ha, dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Peta sebaran mangrove Tahun 2004 sebelum tsunami. Sedangkan sebaran mangrove pada Dengan melihat penyebaran jenis tahun 2015 setelah tsunami di Kecamatan Kuta Raja adalah 47,9 ha, luas penyebaran masing-masing gampong di Kecamatan Kuta Raja adalah Gampong Pande dengan luas mangrove 15,16 ha, Gampong Jawa memiliki luas sebaran mangrove 30,36 ha dan Gampong Peulanggahan 2,38 ha. Dapat dilihat pada gambar 3. mangrove pada tahun 2004 hanya terdapat 6 (enam) jenis mangrove yang tumbuh secara alami, sedangkan pada tahun 2015 terdapat 18 (delapan belas) jenis mangrove yang sengaja di tanam untuk menjaga kawasan ekosistem mangrove yang sudah rusak di terjang oleh gelombang tsunami tahun 2004 yang lalu. Gambar 3. Peta Sebaran Mangrove pada tahun 2015 setelah tsunami. Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 19

Aspek Ekologi Ekosistem Mangrove Wilayah Penelitian Secara umum Kecamatan Kuta Raja berada pada ketinggian 0,5-5 meter di atas permukaan laut, dengan demikian dari segi geografis Kecamatan Kuta Raja termasuk dalam zona dataran rendah (kurang dari 100 meter di bawah permukaan air laut). Kemiringan lahan di Kecamatan Kuta Raja berada pada kemiringan 0-8% atau dapat dikatakan bahwa lahan di wilayah ini relatif datar (gambar 4). Gambar 4. Salah satu subtrat tanah yang terdapat di ekosistem mangrove Berdasarkan pengamatan lapangan, jenis subtratnya berlumpur berpasir, pasokan air berasal dari pasang surut yang terjadi, daerah ini subtratnya selalu di basahi air karena ada pasokan air dari saluran pembuangan limbah warga yang mengalir ke area mangrove dan lebih cepat menerima pasokan air laut, karena memang sudah dibentuk saluran untuk air masuk, air pasang setinggi 70 cm dan daerah ini sering tergenang sisa dari air hujan. Berdasarkan hasil penelitian Kam (2005), kawasan ini termasuk dalam kategori kandungan salinitas baik sehingga secara keseluruhan tanah di daerah ini cocok untuk pertumbuhan mangrove, sehingga pada muara sungai terjadi proses sendimentasi membentuk tanah yang berlumpur (Sidabutar dan Nurisjah, 2010). Watansen (2002) menyatakan bahwa pantai yang datar memiliki tingkat keanekaragaman ekosistem mangrove yang tinggi dibandingkan dengan pantai yang terjal, karena pada daerah yang datar memiliki ruang yang luas untuk ditumbuhi oleh mangrove sehingga distribusi jenis mangrove meluas dan melebar. Zonasi Hutan Mangrove Wilayah Penelitian Ekosistem mangrove umumnya tumbuh pada 4 (empat) zonasi yaitu zona terbuka, zona tengah, zona berair payau dan zona daratan, zonasi sering ditemui dari arah laut ke darat. Zona pertama adalah jalur Avicennia spp yang sering berkelompok dengan Sonneratia sp, kemudian jalur Rhizophora spp, Bruguiera sp dan terakhir Nypa sp. Zonasi dari hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan, zonasi yang terbentuk berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi ekosistem mangrove (gambar 5). Berdasarkan pengamatan, zona yang terdapat di lokasi penelitian hampir sama dengan zona pada umumnya yaitu zona terbuka, zona tengah, zona berair payau dan zona daratan. Zona terbuka di lokasi penelitian yaitu zona yang langsung berhadapan dengan laut adalah gampong Jawa. Zona tengah yaitu gampong Pande dan sebagian gampong Peulanggahan yang lansung berhadapan dengan bantaran sungai dan masih terjadinya pasang surut. Zona tengah terdapat di Gampong Peulanggahan, sebagian wilayah Gampong Peulanggahan Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 20

masih adanya tambak-tambak warga dan sepanjang tambak tersebut terdapat mangrove yang ditanam (silvofishery). Sedangkan zona berair payau terdapat disebagian Gampong Jawa. Mangrove yang terdapat di zona berair payau ekosistem mangrove tumbuh secara alami dibuktikan dengan tumbuhnya Nypa sp, Avicennia spp. Gambar 5. Salah satu zonasi hutan mangrove di lokasi penelitian Pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove, Teknik Silvofishery terdapat tiga aspek yang sangat penting yaitu: 1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi keberlangsungan hidup biota dan keberadaan ekosistemnya. 2. Pengawetan sumber plasma nutfah yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistem yang sesuai bagi kehidupan umat manusia. 3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan baik berupa produksi dan jasa. Silvofishery merupakan gabungan dari dua kata yaitu silvi atau silvo yang berarti hutan dan fishery yang berarti perikanan. Silvofishery adalah salah satu konsep kuno dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang mengintegrasikan konservasi hutan mangrove dengan budidaya air payau (gambar 6). Sehingga silvofishery dapat diterjemahkan sebagai perpaduan antara tanaman mangrove dengan budidaya perikanan. Gambar 6. Salah satu teknik silvofishery di lokasi penelitian Tambak tradisional yang telah dari segi lingkungan karena menggunakan dikembangkan selama berabad-abad silam tidak terlalu menjadi hal yang merisaukan vegetasi mangrove sebagai bagian dari sistem. Hal ini merupakan suatu bentuk Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 21

kearifan lokal yang patut dijadikan orientasi dalam pelestarian hutan mangrove. Upaya dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove dapat dilakukan melalui teknik silvofishery. Silvofishery merupakan teknik pertambakan ikan dan udang yang dikombinasikan dengan vegetasi hutan mangrove. Usaha ini dilakukan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove sehngga terjaga kelangsungan hidupnya. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian (gambar 7) ada dua model teknik a. b. silvofishery yaitu model empang parit dan model komplangan (mangrove yang berselang seling dengan tambak). Model empang parit menyajikan tingkatan yang lebih besar dalam penanaman mangrove atau mempertahankan keberadaan mangrove dalam area tambak. Sedangkan model komplangan/berselang seling adalah merekomendasikan untuk mempertahankan mangrove dengan rasio maksimum yang sama yaitu, tiap 2 Ha tambak harus dipertahankan 8 Ha mangrove disekeliling tambak tersebut. Gambar 7 Model teknik silvofishery di lokasi penelitian (a) Model Empang Parit, (b) Model Komplangan. Budidaya sistem silvofishery di dalam Ek owisata Mangrove area mangrove memungkinkan adanya Berdasarkan wawancara dengan budidaya perikanan tanpa perlu masyarakat kawasan mangrove Kuta Raja, mengkonversi di dalam area mangrove. Ekowisata mangrove yang berada di Alternatif pengelolaan demikian diharapkan kawasan tersebut belum dilakukan upaya dapat meningkatkan nilai ekonomi hutan pengelolaan dengan baik, selama ini mangrove tanpa mengancam fungsi ekologi ekosistem mangrove hanya ditanam sebagai mangrove. Ekosistem mangrove harus wujud peduli terhadap lingkungan sekitar. dikelola berdasarkan pada paradigma Akan tetapi belum ada upaya penataan ekologi yang meliputi prinsip-prinsip mangrove secara khusus, baik oleh interdepedensi antar unsur ekosistem, sifat pemerintah daerah maupun stakeholders siklus dari proses ekologis, fleksibilitas, lainnya. Menurut informasi dari masyarakat diversitas dan koevolusi dari organisme setempat, kawasan hutan mangrove sering beserta lingkungannya dalam suatu unit dilakukan upaya penanaman kembali oleh fisik Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mahasiswa dan atau aktivis lingkungan. merupakan bagian integral dari program Berdasarkan pengamatan lapangan banyak Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan bibit-bibit mangrove yang ditanam dekat Terpadu. dengan tambak warga (gambar 8). Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 22

Gambar 8 Bibit mangrove yang di tanam di sekitar tambak warga dengan cara ditancapkan ke tanah yang berlumpur dan tumbuh menjadi mangrove dewasa. Hutan mangrove tersebar di beberapa daerah di Indonesia, contoh salah satunya ada di kota Surabaya, yang dikenal dengan mangrove ini pun menjadi habitat bagi berbagai jenis burung termasuk burung migran dan burung yang dilindungi seperti nama Ekowisata Mangrove Wonorejo Bubut Jawa, Raja Udang, Kuntul, dan lain (gambar 9). Hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Surabaya sebab kota Pahlawan ini mampu menyimpan potensi wisata penyelamat lingkungan. Kawasan wisata ini dikembangkan sedemikian rupa untuk memanfaatkan waduk sehingga bisa sebagainya. Pengunjung juga dimanjakan dengan keindahan pemandangan pantai serta eksotisnya flora dan fauna di kawasan itu. Panorama tersebut dapat dilihat secara langsung di joglo yang berada di tengah pantai. mengendalikan banjir. Keberadaan hutan Gambar 9. Ekowisata mangrove Wonorejo di Surabaya Ekosistem mangrove di Kuta Raja memiliki potensi yang sangat unik yaitu terdapat makam kerajaan sultan-sultan Aceh mangrove dan biologi pesisir dan laut, sedangkan dari nilai historis pengunjung dapat mempelajari letak kejayaan islam di kawasan mangrove (gambar 10). melalui situs makam raja-raja Kesultanan Keberadaan makam-makam ini mempunyai nilai lebih, baik dari segi pendidikan, Aceh, sehingga ekonomi masyarakat dapat bertambah. oleh sebab itu, pemerintah historis maupun dari segi ekono mi. Nilai bersama masyarakat harus mengelola pendidikan yang dimaksud pengunjung mangrove dengan baik, sebagai bentuk dapat mempelajari lebih lanjut tentang respon dalam melestarikan alam dan ekosistem mangrove, Ekologi hutan lingkungan sekitar. Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 23

Gambar 10. Makam raja-raja kesultanan aceh yang terdapat di kawasan mangrove SIMPULAN Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Khazali, M. 2005. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Simpulan bahwa pengelolaan ekosistem mangrove dengan baik diperlukan keterlibatan seluruh pihak sehingga mempunyai nilai lebih, baik segi pendidikan maupun dari segi historis untuk tercapai tata kelola yang baik. DAFTAR PUS TAKA Ardhana, A. 2015. Silvofishery Sebagai Pilihan strategi Rehabilitasi Mangrove. (Online), (http://foreibanjarbaru.or.id, diakses 09 Juli 2015) Arief, A.M.P. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius. Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor, Indonesia: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Eddy, S dan Rahim, E.S. 2013. Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berbasis Lingkungan. (Online), (http://syaifuleddy13.b logspot.co m, diakses 05 November 2014). Harsoyo. 1997. Pembinaan Masyarakat Desa Hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. Hutabarat, S dan Evans, S.M. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Kam, R. 2005. Evaluasi Kualitas Lahan dan arahan Konservasi Pada Kawasan Pantai Banda Aceh Pasca Tsunami. Unpublished Tesis. Masyarakat. Westlands International-Indonesia Programme. Bogor. Kusmana, C. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. Workshop Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jawa Barat. (Online), (diakses 21 Oktober 2014). Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia Romimohtarto, K dan Juwana, S. 1999. Biologi Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta: LIPI Santoso, N. dan Arifin, H.W. 1998. Rehabilitasi Ekosistem Mangrove pada Jalur Hijau di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove). Jakarta: Indonesia. Sekartjakrarini, S. 2004. Ekowisata Batasan dan Pengertian : Dalam Seri Ekowisata. Jakarta: IdeA. Sidabutar, N.V dan Nurisjah. 2010. Prencanaan Hutan Kota Rekreasi Mangrove Di Wilayah Pesisir Kecamatan Kuta Raja, Kota Banda Aceh, Propinsi NAD. Jurnal Lanskap Indonesia, 2(2): 93-99 Triyanto., Wijaya, N. I., W idiyanto, T., Yuniarti, I., Setiawan, F dan Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 24

Lestari, F.S. 2012. Pengembangan Silvofishery Kepiting Bakau (Scylla serrata) dalam Pemanfaatan Kawasan Magrove Di kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI. (Online), (diakses 16 Januari 2015). Watansen, A. 2002. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Talise Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. (Online), (http://library.usu.ac.id, diakses tanggal 29 Januari 2015). Lentera Vol. 16. No. 19. Juli 2016 25