INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANTAPAN MATERI PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

buku. Kalian dapat memfotokopi gambar tersebut sebelum menempelkannya. Setelah selesai, kumpulkan hasil kerja kalian kepada guru.

KEPPRES 62/1996, PEMBENTUKAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA UNTUK KONFERENSI TINGKAT MENTERI ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

DUKUNGAN DIPLOMASI POLITIK INDONESIA TERHADAP KEMERDEKAAN PALESTINA

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1976 TENTANG KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA

Latihan Ujian Akhir Sekolah A. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, atau d pada jawaban yang benar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SENGKETA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Assamu alaikumwr. Wb. Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONEESIA KE KOPERENSI KEPENDUDUKAN DUNIA DI BUKHAREST

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

K E P U T U S A N NOMOR : KEP-438/MEN/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN SERIKAT PEKERJA DI PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG LEMBAGA PERSAHABATAN ANTAR BANGSA DI INDONESIA

KEPPRES 64/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA

Macam-macam Organisasi Internasional

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR: 214 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN DEWAN KERJA PRAMUKA PENEGAK DAN PRAMUKA PANDEGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K19 PERLAKUKAN YANG SAMA BAGI PEKERJA NASIONAL DAN ASING DALAM HAL TUNJANGAN KECELAKAAN KERJA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

Presiden Republik Indonesia,

KEMENTERIAN LUAR NEGERI DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

Transkripsi:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke konperensi ke-v Kepalakepala Negara/Pemerintah Non-Blok di Colombo, Srilangka pada tanggal 9 sampai tanggal 19 Agustus 1976; Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945; MENGINSTRUKSIKAN Kepada : Menteri Luar Negeri/Ketua Delegasi Pemerintah Republik Indonesia Untuk : PERTAMA : Mempergunakan petunjuk-petunjuk pengarahan sebagaimana terlampir pada Instruksi Presiden ini sebagai landasan dan pedoman dalam menghadapi masalah-masalah yang dibahas pada Konperensi ke V Kepala-kepala Negara/Pemerintah Non-Blok di Colombo, Srilangka pada tanggal 9 sampai tanggal 19 Agustus 1976; KEDUA : Memberikan laporan kepada Presiden tentang perkembangan konperensi selama berlangsungnya konperensi tersebut; KETIGA : Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden KEEMPAT : Instruksi Presiden ini berlaku selama Delegasi Pemerintah Republik Indonesia menghadiri konperensi ke V Kepala-kepala Negara/Pemerintah Non-Blok di Colombo, Srilangka pada tanggal 9 sampai tanggal 19 Agustus 1976.; Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 9 Agustus 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd SOEHARTO

LAMPIRAN Instruksi Presiden RI Nomor 14 Tahun 1976. Tanggal 9 Agustus 1976. PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONPERENSI KE V KEPALA-KEPALA NEGARAPEMERINTAHAN NON-BLOK DI COLOMBO, SRILANGKA 9 SAMPAI 19 AGUSTUS 1976 I. UMUM 1. Pemerintah Republik Indonesia telah memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konperensi Tingkat Tinggi Negara-Negara Non-Blok yang diadakan di Colombo, Srilangka dari tanggal 9 sampai 19 Agustus 1976 berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : a. Sesual dengan politik luar negeri indonesia yang bebas dan aktif yang diabdikan kepada kepentingan nasional, lagi pula mengingat kenyataan bahwa Indonesia adalah salah satu pendiri gerakan tersebut, maka Indonesia perlu ikut serta aktif memperjoangkan agar gerakan tersebut tetap setia pada prinsip-prinsip dan tujuannya yang semula. b. Gerakan Non-Blok semulanya merupakan suatu forum politik bagi negara-negara berkembang untuk memperjoangkan kepertingan mereka terhadap negara-negara besar. Dalam Perkembangan selanjutnya gerakan ini telah menjelma rnenjadi forum yang mencakup semua persoalan di mana soal-soal ekonomi menjadi makin lama makin menonjol. Karena itu sikap Indonesia harus mempertimbangkan sepenuhnya kepentingan Indonesia di bidang ekonomi. c. dalam forum-forum Non-Blok sering diprakarsai pembicaraan masalahmasalah yang kemudian juga menngalami pembahasan di forum-forum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan forum-forum internasional lainnya. Karena ftu perlu usaha pengamanan kepentingan Indonesia juga dlakukan pada pertemuan-pertemuan Non-Blok tersebut. 2. Indonesia sebagai salah satu pendiri gerakan Non-Blok memainkan peranan yang aktif untuk memperkuat kelompok moderat di KTT Colombo mengingat adanya gejala-gejala radikalisme. 3. Keikut sertaan Indonesia juga penting mengingat KTT Colombo berlangsung bertepatan dengan pengesahan integrasi Timor Timur dalam wilayah Indonesia sesuai dengan kehendak rakyat Timor Timur, dan mengingat kemungkinan perlunya pengamanan di forum tersebut. 4. Mengingat bahwa Presiden tidak dapat meninggalkan Tanah Air berhubungan

peringatan hari ulang tahun Indonesia dan KTT Colombo bertepatan dengan peringat tersebut, maka Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri selaku Wakil Pribadi Presiden II. PEDOMAN/PENGARAHAN POKOK A. Politik 1. KTT Non-Blok berlangsung dalam suasana keredaan ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berlangsung bersamaan dengan makin intensifnya pertentangan antara Uni Soviet dan RRC. 2. Perlu diperhatikan adanya kecenderungan radikalisme yang disebabkan oleb terbatasnya keredaan sehingga negara-negara besar melanjutkan persaingan untuk memperluas daerah pengaruh mereka dikalangan negara-negara berkembang. Dalam keadaan demikian peranan gerakan Non-Blok tetap perlu ditingkatkan. 3. Kepentingan politik Indonesia yang utama yang dapat merupakan hambatan dalam peranan yang ingin dimainkan oleh Indonesia dewasa ini dalam menghadapi KTT Colombo adalah masalah Timor Timur. Mengingat kemungkinan bahwa Timor Timur, OPM dan barangkali juga RMS akan ditimbulkan dalam KTT Colombo, maka kepada Delegasi Republik Indonesia diberi wewenang sepenuhnya untuk mengambil sikap dan tindakan guna mencegah setiap usaha yang merupakan intervensi dalam negeri Indonesia. Harus ditegaskan dimuka forum tersebut bahwa masalah Timor Timur sekarang sudah merupakan masalah dalam negeri Indonesia dan bahwa setiap campur tangan dalam soal-soal dalam negeri akan ditentang keras oleh Indonesia 4. Indonesia menganjurkan supaya diterapkan secara konsekwen prinsip bahwa penyelesaian masalah-masalah regional sebaiknya diserahkan kepada region masing-masing karena mereka lah yang memaham permasalahanya secara lebih mendalam. Prinsip ini dipegang teguh oleh negara-negara Afrika, tapi sebaliknya negara-negara itu harus juga menghormati berlakunya prinsip tersebut bagi region-region lainnya. Delegasi diharapkan dapat menghindarkan dibicarakanya rnasalah-masalah yang kontrovesiil demi terpeliharanya persatuan dan solidaritas antar negara-negara Non-Blok. 5. Dalam rnenghadapi masalah Korea, Indonesia menunjukkan sikap yang mengandung pengertian bagi aspirasi-aspirasi baik dari Korea Utara maupun Selatan. Indonesia mendukung gagasan penyatuan kembali Korea secara damai dan mengharapkan dimulainya kembali dialog antara Utara dan Selatan untuk menghilangkan perasaan permusuhan dan curiga mencurigai antara kedua belah pihak dan sebaliknya menimbulkan perasaan saling mempercayai, kerukunan dan perdamaian di Korea.

6. Perkembangan di Timur Tengah merupakan masalah yang sangat pelik. Berhubung dengan itu Indonesia menekankan pulihnya persatuan dan kerukunan antar Arab dan mendukung sepenuhnya posisi yang mencerminkan kesatuan kehendak dari semua negara-negara Arab. 7. Dalam masalah dekolonisasi Indonesia mendukung prinsip bahwa nasib serta hari kemudian rakyat di wilayah-wilayah jajahan terletak pada kehendak rakyat itu masing-masin. Seperti yang ini dikemukan di PBB, Indonesia membantu negara-negara lain dalam usaha mencari penyelesaian atas masalah-masalah Rhodesia Selatan, Namibia dan masalah politik apartheid Afrika Selatan. B. Ekonomi 1. Perlu diusahakan agar forum Non-Blok lebih memperhatikan kepada masalah ekonomi dan Iebih dimanfaatkan sebagai wahana memupuk kesetiakawanan di antara anggotanya untuk bersama-sama dengan negara-negara berkembang lainnya memperjoangkan kepentingan bersama di forum-forum internasional. 2. Kelompok Non-Blok merupakan penggerak dari Kelompok 77 yang keanggotanya meliputi semua negara-negara berkembang. Gagasan Tim Ekonomi Dunia Baru yang diprakarsai oleh negara-negara Non-Blok telah berhasil diterima oleh Majelis Umum PBB berkat kekompakan persatuan negara-negara berkembang yang tergabung dalam Kelompok 77. Kedua kelompok ini selalu harus saling tunjang menunjang serta isi mengisi, dalam perjoangannya untuk mencapai tujuan-tujuan dalam kerangka pelaksanaan terbentuk Tata Ekonomi Dunia Baru. 3. Realisasi Tata Ekonomi Dunia Baru yang sangat diidam-idamkan bersama oleh negara-negara berkembang pertama-tama tergantung pada kerjasama antara negara-negara berkembang itu sendiri. Untuk itu konsep swa-sembada perlu disempurnakan dan ditingkatkan baik secara individuil maupun secara kolektif antara negara-negara berkembang seperti yang telah kita laksanakan dalam rangka ASEAN. Dalam menghadapi negara-negara maju hendaknya sejauh mungkin dielakkan konfrontasi melainkan ditempuh cara dialog dalam semangat kerjasama. 4. Indonesia perlu memainkan peranan yang lebih besar di waktu-waktu mendatang dalam forum-forum Non-Blok dan forum-forum lainnya, antara lain, Konperensi Islam, OPEC, Konperensi Paris, yang kesemuannya harus diarahkan untuk mensukseskan perjoangan kepentingan yang lebih luas dalam rangka Kelompok-77. 5. Dalam Hubungan ini perlu diusahakan agar KTT ke-5 Non-Blok ini dapat memberikan tekanan politis yang lebih besar lagi untuk melancarkan perundingan-perundingan lebih lanjut dalam rangka keputusan UNCTAD IV mengenai Program Komoditi Terpadu dengan Dana Bersama dan Cadangan

Penyangga sebagai unsur utamanya. Perlu dilakukan pengugahan komitment terhadap Dana Bersama baik oleh negara-negara berkembang sendiri maupun oleh negara-negara maju sehingga sasaran modal operasi dana tersebut dapat dicapai dan tidak terjadi kesimpang siuran. 6. Keputusan-keputusan Konperensi Dakar yang telah diterima baik oleh Konperensi Menteri Luar Negeri Negara-negara Non-Blok di Lima mengenai Dana dan Cadangan Penyangga hendaknya puia dilihat dan diperlukan sebagai usahausaha untuk mendorong kelancaran perundinga-perundingan dalam rangka UNCTAD tersebut. Dengan demikian Dana dan Cadangan Penyangga dalam rangka Non-Blok bukanlah merupakan tandingan melainkan sebagai tenaga pendorong menuju terbentuknya Dana Bersama dan Cadangan Penyangga UNCTAD. 7. Mengingat dalam sidang ke- IV UNCTAD tidak tercapai kesepakatan antara negara-negara berkembang dengan negara-negara maju menegenai masalah hutang, KTT ini perlu mencurahkan perhatian yang lebih besar untuk merumuskan strategi bersama agar dalam perjoangan di forum-forum internasional yang bersangkutan perumusan penyelesaian masalah hutang dimaksud dalam Dokumen Manila dapat diterima. 8. Perjuangan negara-negara berkembang untuk memperoleh sepenuhnya atas sumber-sumber alamnya yang dewasa ini sedang bergejolak perlu mendapat perhatian khusus pula. Sehubungan dengan itu KTT ini juga perlu menggaris bawahi lagi asas-asas kedaulatan penuh negara-negara berkembang atas sumber-sumber alamnya yang sampai sekarang ini belum diakui oleh negaranegara maju khususnya yang mempunyai banyak perusahaan-perusahaan raksasa transnasional. II. HAL-HAL LAIN 1. Terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul dan dihadapi delegasi selama sidang berlangsung, keputusan diserahakn kepada Ketua Delegasi 2. Dalam waktu sebulan tiba dari Colombo, Delegasi supaya memberi laporan lengkap tentang hasil-hasil Konperensi tersebut kepada Presiden. Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 9 Agustus 1976. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd S O E H A R T O