GAMBARAN KEPATUHAN PENGOBATAN MASAL DI DAERAH ENDEMIS KOTA PEKALONGAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN MASAL DI KELURAHAN NON ENDEMIS FILARIASIS KOTA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN.

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

Juli Desember Abstract

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DUKUNGAN KELUARGA DAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN MASYARAKAT MINUM OBAT ANTIFILARIASIS

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT PASCA PENGOBATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP ENDEMISITAS FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

STUDI DESKRIPTIF KEPATUHAN PENGOBATAN DENGAN DUKUNGAN KELUARGA, STATUS BEKERJA, DAN EFEK SAMPING PADA PASIEN KOINFEKSI TB-HIV DI SEMARANG

Naskah masuk: 4 Januari 2016, Review 1: 7 Januari 2016, Review 2: 8 Januari 2016, Naskah layak terbit: 29 Februari 2016

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

Gambaran Keterlambatan Mencari Pengobatan ke Pelayanan Kesehatan pada Penderita Leptospirosis dan Faktor-faktor Terkait di Kota Semarang

Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : AHMAD NASRULLOH J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

EFEKTIvITAS PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS TAHAP II MENGGUNAKAN KOMBINASI DEC DENGAN ALBENDAZOLE

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS MELALUI (POMP) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN FILARIASIS DI KECAMATAN BONANG, KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax... (M. Arie Wuryanto) M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PESERTA BPJS DI KELURAHAN ROWOSARI DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS ROWOSARI

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi Sumaningrum Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

Analisis Cakupan Obat Massal Pencegahan Filariasis di Kabupaten Bandung dengan Pendekatan Model Sistem Dinamik

Nizaar Ferdian *) *) mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Koresponden :

PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN KEPATUHAN IBU HAMIL MENGKONSUMSI TABLET BESI

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

DEMO : Purchase from to remove the watermark

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN MENELAN OBAT MASSAL PENCEGAH FILARIASIS

INTISARI HUBUNGAN PENGETAHUAN MASYARAKAT RT 06 DAN 07 DUSUN II TERHADAP KEPATUHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI DESA BUMI JAYA KECAMATAN PELAIHARI

Fajarina Lathu INTISARI

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc

Eskalila Suryati 1 ; Asfriyati 2 ; Maya Fitria 2 ABSTRACT

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Unnes Journal of Public Health

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

peningkatan dukungan anggota keluarga penderita kusta.

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS HALMAHERA SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG

Transkripsi:

GAMBARAN KEPATUHAN PENGOBATAN MASAL DI DAERAH ENDEMIS KOTA PEKALONGAN Marya Yenita Sitohang, Lintang Dian Saraswati, Praba Ginanjar Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email : marya_yenita@yahoo.com Abstract : According to WHO, filariasis is one of the tropical diseases that can be eliminated through mass drug administration (MDA). Pekalongan City has started MDA since 2011. Through an evaluation in 2016, it was known that microfilaria rate (Mf rate) remained 1%. The purpose of this study was to describe the mass drug administration compliance in filariasis endemic area of Pekalongan City. This study used a rapid survey method. A two-stages random sampling was used in this study. The first stage was selected 25 clusters randomly from 10 villages based on proportionate to population size (PPS) method using C-Survey application. The second stage was selected 10 subjects randomly from each cluster. The sample of this research was 250 people. The results showed that the compliance to MDA was 76%. The characteristics of respondents as age, sex, occupation, knowledge of filariasis POMP, perceived of severity, place of getting information and frequency of getting information significantly had no relation with compliance to MDA (p> 0,050). Recent education, knowledge of filariasis, perceived of susceptibility, perceived of benefits, perceived of barriers, internal cues to action, external cues to action, source of MDA information and TPE support were significantly related to MDA compliance (p <0.050). Therefore, socialization that reach all levels of society was needed. Increasing the role of TPE in doing follow-up after giving the drug also needed to increase the compliance to MDA. Keyword : Compliance, Filariasis, Health Belief Model, Mass Drug Administration Literature : 59, 1998-2017 1

PENDAHULUAN Filariasis adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. 1,2 Filariasis jarang menimbulkan kematian, tetapi dapat menimbulkan kecacatan menetap. 2,3 Filariasis termasuk kelompok neglected tropical disease (NTD), yaitu sekelompok penyakit tropik bersifat kronik dan terutama endemis pada populasi berpenghasilan rendah di suatu negara miskin serta menyebabkan kecacatan, penderitaan dan efek sosial yang besar. 4 Di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki beberapa daerah endemis filariasis. Penyumbang kasus filariasis terbesar pada tahun 2015 adalah Kota Pekalongan yaitu 108 kasus dengan 37 kasus baru. 5 Hasil survei darah jari yang dilakukan terhadap 500 orang pada tahun 2016 menunjukkan 10 kelurahan dengan angka mikrofilaria tertinggi yaitu Kelurahan Padukuhan Kraton, Bandengan (Kecamatan Pekalongan Utara), Tirto, Pasirkratonkramat, Pringrejo (Kecamatan Pekalongan Barat), Jenggot, Banyurip, Kuripan Kertoharjo (Kecamatan Pekalongan Selatan), serta Klego dan Kali Baros (Kecamatan Pekalongan Timur). 6 World Health Organization (WHO) menyebutkan penyakit yang termasuk NTD sesungguhnya dapat dikendalikan secara efektif, beberapa dapat dieliminasi dan bahkan eradikasi. 7 Bentuk eliminasi pada penyakit filariasis adalah melalui kegiatan pengobatan masal. Strategi pengobatan masal yang dilaksanakan antara lain melakukan POMP Filariasis atau Mass Drug Administration (MDA) sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut di daerah endemis dan penatalaksanaan klinis bagi penderita filariasis kronis. POMP di Kota Pekalongan telah dilakukan sejak tahun 2011-2015 dan dinyatakan gagal karena melalui hasil evaluasi, mf rate yang dimiliki Kota Pekalongan >1%. (target WHO mf rate < 1%). Hasil ini menunjukkan masih terjadi penularan filariasis di Kota Pekalongan. Keberhasilan pengobatan masal sangat erat kaitannya dengan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap pengobatan. Tingkat kepatuhan pengobatan masal yang diharapkan pada masyarakat yaitu 85%. Dalam 5 tahun menjalankan POMP Filariasis (2011-2015), daerah endemis di Kota Pekalongan belum mencapai target tingkat kepatuhan pengobatan yaitu masih di bawah 65%. Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan antara lain persepsi masyarakat tentang efek samping dan manfaat pengobatan, tidak menerima obat serta keluarga yang tidak mengonsumsi obat. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas POMP filariasis, perlu diketahui gambaran kepatuhan pengobatan masal pada masyarakat di daerah endemis filariasis Kota Pekalongan Jawa Tengah. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan kepatuhan POMP filariasis berdasarkan karakteristik responden, lingkungan sosial ekonomi, pengetahuan, dimensi teori HBM, dukungan TPE dan praktik minum obat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey cepat sehingga pengambilan sampel dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama yaitu penentuan 25 klaster dari 10 kelurahan endemis. Selanjutnya dari masing-masing klaster diambil 10 subjek sehingga 101

besar sampel penelitian ini yaitu Karakteristik sejumlah 250 responden. Responden dalam penelitian ini adalah orang yang pada saat pelaksanaan pengobatan Umur masal filariasis tahun 2015 menerima 1. 15-30 tahun obat masal filariasis, berusia diatas 15 2. 31-45 tahun 3. 46-60 tahun tahun, tidak sedang hamil, bukan 4. 61-75 tahun penderita kasus kronis filariasis yang Jenis Kelamin sedang dalam serangan akut, dan 1. Laki-laki tidak sedang sakit berat. Pemilihan 2. Perempuan usia diatas 15 tahun dilakukan karena Pendidikan Terakhir pertimbangan kemampuan komunikasi dan pengetahuan responden. Analisis data yang dilakukan analisis univariat dan bivariat deskriptif. Sumber data adalah data primer yaitu wawancara langsung dengan responden dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekalongan dan data puskesmas di Kota Pekalongan. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian gambaran kepatuhan pengobatan masal di daerah endemis filariasis Kota Pekalongan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 : Gambaran Kepatuhan Pengobatan Masal Praktik Minum Frekuensi % Obat (n:250) 1. Minum 2. Tidak minum 190 60 76,0 24,0 Tabel 2 : Gambaran Kepatuhan Pengobatan Masal Berdasarkan Karakteristik Responden 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat Akademi/PT Pekerjaan 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja Tempat Bekerja 1. Rumah 2. Menetap di Pekalongan 3. Keliling 4. Luar Kota Total (n:250) 26,4 39,2 30 4,4 24,4 75,6 6,4 28 26,4 32,4 6,8 57,6 42,4 46,5 41,0 11,8 0,7 Patuh (n:190) 66,7 80,6 77,3 81,8 70,5 77,8 75 90 71,2 71,6 58,8 72,9 80,2 73,1 69,5 88,2 0 Tidak Patuh (n:60) 33,3 19,4 22,7 18,2 29,5 22,2 25 10 28,8 28,4 41,2 27,1 19,8 26,9 30,5 11,8 100 Hasil penelitian memperlihatkan pada variabel umur proporsi responden yang patuh dalam meminum obat pencegahan filariasis paling banyak ditemukan pada umur 61-75 tahun. Selain itu pada variabel pekerjaan, sebagian besar responden yang bekerja patuh dalam meminum obat pencegahan filariasis. Dalam variabel jenis kelamin, kepatuhan POMP filariasis sebagian besar ditemukan pada perempuan. Selain itu pada variabel pendidikan terakhir, hampir seluruh responden yang tamat SD patuh dalam meminum obat pencegahan filariasis. Namun demikian, perbedaan signifikan kepatuhan minum obat hanya ditemukan dalam variabel pendidikan terakhir (p=0,018). Tabel 3 : Gambaran Kepatuhan Pengobatan Masal Berdasarkan Variabel Lain p- value 0,206 0,248 0,018 0,238 0, 167 102

Variabel Pengetahuan Filariasis 1. Baik 2. Buruk Pengetahuan POMP Filariasis 1. Baik 2. Buruk Dimensi Teori HBM 1. Persepsi Kerentanan 2. Persepsi Keparahan 3. Persepsi Manfaat 4. Persepsi Hambatan a. Negatif b. Positif 5. Isyarat Bertindak Internal 6. Isyarat Bertindak Eksternal Dukungan TPE 1. Mendukung 2. Tidak Mendukung Total (n:250) 74 26 72,4 27,6 73,2 26,8 80 20 86,8 13,2 77,6 22,4 72,8 27,2 96,8 3,2 56,8 43,2 Patuh (n:190) 86,5 46,2 77,9 71 94 26,9 77,5 70 83,9 24,2 93,3 16,1 97,8 17,6 77,7 25 83,8 65,7 Tidak Patuh (n:60) 13,5 53,8 22,1 29 6 73,1 22.5 30 16,1 75,8 6,7 83,9 2,2 82,4 22,3 75 16,2 34,3 Berdasarkan tabel-tabel tersebut terdapat perbedaan signifikan kepatuhan pengobatan masal pada variabel pendidikan terakhir, pengetahuan filariasis, persepsi kerentanan, persepsi manfaat POMP filariasis, persepsi hambatan POMP filariasis, isyarat bertindak internal dan eksternal, serta dukungan TPE. PEMBAHASAN p- value Umur merupakan karakteristik penduduk yang pokok karena struktur ini mempunyai pengaruh sangat penting baik terhadap tingkah laku 0,000 maupun sosial ekonomi. 8 Penduduk yang berada pada kelompok umur 15-60 tahun termasuk dalam angkatan kerja 0,330 yaitu orang yang sedang bekerja, memiliki pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja atau sedang aktif mencari pekerjaan. 9 Ketidakpatuhan pada kelompuk umur produktif dikarenakan kekhawatiran terhadap efek samping obat yang akan 0,000 mengganggu aktivitas responden terutama dalam bekerja. Kepatuhan pengobatan 0,355 masal paling banyak ditemukan pada responden kelompok usia lanjut yaitu 61-75 tahun. Selanjutnya proporsi kepatuhan 0,000 pengobatan masal lebih banyak ditemukan pada responden perempuan daripada responden lakilaki. Meskipun lebih dari 60% 0,000 responden laki-laki memiliki pengetahuan terkait filariasis maupun POMP filariasis yang baik, responden laki-laki cenderung memiliki persepsi manfaat 0,000 pengobatan masal serta isyarat bertindak internal yang negatif. Secara statistik, ditemukan perbedaan signifikan persepsi manfaat dan isyarat bertindak internal dalam variabel 0,003 jenis kelamin (p<0,050). Responden laki-laki cenderung berkeyakinan 0,002 bahwa obat yang diberikan petugas belum tentu dapat mencegah penyakit gajah sehingga ia merasa belum perlu meminum obat tersebut. Responden dengan tingkat pendidikan rendah cenderung berperan dalam tindakan pencegahan penyakit filariasis melalui kepatuhan meminum obat. 10 Ketidakpatuhan pengobatan masal filariasis lebih banyak ditemukan pada responden dengan pendidikan terakhir akademi/pt. Selain itu, dalam variabel 103

pendidikan terakhir terdapat perbedaan signifikan persepsi kerentanan (p=0,009) dan isyarat bertindak internal (p=0,047). Kepatuhan pengobatan masal lebih banyak ditemukan pada responden yang tidak bekerja. Ketidakpatuhan pengobatan masal pada responden yang bekerja dapat disebabkan oleh kekhawatiran terhadap efek samping obat. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa proporsi responden yang memiliki persepsi hambatan positif lebih banyak pada responden yang bekerja dari pada yang tidak bekerja. Namun demikian, tempat bekerja responden umumnya berada di rumah sehingga masyarakat yang bekerja tetap mendapatkan paparan informasi terkait filariasis maupun POMP filariasis. Secara statistik, tidak terdapat perbedaan signifikan kepatuhan meminum obat pencegahan filariasis dalam variabel pekerjaan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan dan kesadaran. 10 Oleh karena itu, kepatuhan pengobatan masal lebih banyak ditemukan pada responden yang memiliki pengetahuan tentang filariasis dan POMP filariasis yang baik. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan tentang filariasis dan POMP filariasis dengan kategori buruk cenderung tidak patuh dalam meminum obat. Kepatuhan pengobatan masal sebagian besar terdapat pada responden yang mendapatkan dukungan dari TPE. Secara statistik, terdapat perbedaan signifikan kepatuhan meminum obat pencegahan filariasis dalam variabel dukungan TPE. Penelitian tentang POMP filariasis di Sri Lanka menunjukkan hubungan bermakna antara pemberian obat secara langsung ke rumah masyarakat terhadap cakupan pengobatan (p<0,050). Cakupan pengobatan selanjutnya berhubungan dengan kesadaran terhadap pengobatan masal (p<0,050). 11 Hasil studi analisa perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat filariasis di tiga desa Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2013 menunjukkan bahwa perilaku kepatuhan minum obat sangat terkait erat dengan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu petugas kesehatan dan kader. Berdasarkan penelitian tersebut, pendistribusian obat POMP oleh petugas kesehatan sebagian besar di ambil sendiri oleh responden di posko yang telah ditentukan sebelumnya dan hanya 8% responden yang memperoleh obat diberikan langsung oleh petugas kesehatan ke rumahnya. 12 Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dukungan TPE yang diberikan masih memiliki kekurangan yaitu sebesar 95,2% masyarakat mengaku TPE tidak menyaksikan secara langsung konsumsi obat masal oleh masyarakat. Selanjutnya, 89,2% masyarakat mengaku bahwa TPE tidak menanyakan efek samping yang dialami masyarakat setelah meminum obat. Berdasarkan fakta di lapangan, efek samping menjadi alasan sebagian besar responden tidak patuh terhadap pengobatan masal. Oleh karena itu, follow-up atau pengecekan oleh TPE perlu diterapkan dengan lebih baik. Pengecekan yang dilakukan TPE selain terhadap efek samping seharusnya juga pada kepatuhan pengobatan masal. TPE perlu benarbenar memastikan bahwa masyarakat yang telah diberikan obat meminum obat tersebut. Ketidakpatuhan pengobatan masal kadang terjadi pada masyarakat yang lupa menaruh obat. Selain untuk memastikan, TPE 104

juga perlu melakukan sosialisasi berupa komunikasi interpersonal apabila ditemukan masyarakat yang tidak meminum obat. Hal ini dapat terwujud apabila TPE diberikan penyegaran dengan melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan TPE dalam melaksanakan kegiatan pengobatan masal. KESIMPULAN 1. Rata-rata umur responden adalah 40 tahun, responden paling muda berumur 15 tahun dan responden paling tua berumur 71 tahun. Sedangkan menurut jenis kelamin, sebagian besar responden merupakan perempuan. 2. Proporsi responden menurut lingkungan sosial ekonomi yaitu hampir sebagian responden memiliki pendidikan terakhir tamat SMA dan lebih dari sebagian responden bekerja baik itu di rumah (46,5%), menetap di Pekalongan (41%), maupun berpindah-pindah atau keliling (11,8%).Proporsi karakteristik responden mayoritas mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta (30,3%). 3. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan filariasis baik (74%). 4. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan POMP filariasis baik (72,4%). 5. Berdasarkan dimensi teori HBM, sebagian besar responden memiliki persepsi bersifat positif kecuali pada persepsi hambatan (22,4%). Sebagian besar responden juga memiliki isyarat bertindak internal yang bersifat positif bahkan hampir seluruh responden memiliki isyarat bertindak eksternal bersifat positif. 6. Berdasarkan praktik kepatuhan minum obat, tingkat kepatuhan responden terhadap POMP filariasis adalah sebesar 76%. 7. Lebih dari sebagian responden menganggap bahwa terdapat dukungan dari TPE dalam kegiatan POMP filariasis meskipun dukungan berupa menanyakan efek samping obat dan menyaksikan responden meminum obat belum didapatkan sebagian besar responden. SARAN Perlu diberikan sosialisasi lebih menyeluruh terkait filariasis dan POMP filariasis pada masyarakat serta peningkatan dukungan TPE dalam melakukan follow up setelah pemberian obat masal filariasis. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Lymphatic Filariasis: A Handbook of Practical Entomology for National Lymphatic Filariasis Elimination Programmes. Switzerland; 2013. 2. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes. Filariasis di Indonesia. Bul Jendela Epidemiol. 2010;1. 3. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis. Jakarta; 2010. 4. Holmes P. Neglected tropical diseases in the Catholic world. PLoS Neglected Tropical Diseases [Internet]. 2014 May;383(4):1803. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/s0140-6736(14)60875-8 5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2015. Vol. 3511351. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2015. 6. Pekalongan DK. 20 KELURAHAN ENDEMIS FILARIASIS [Internet]. Suara Merdeka. 2015 [cited 2016 Dec 12]. Available from: 105

http://www.dprd- pekalongankota.go.id/berita/20- kelurahan-endemis-filariasis.html 7. WHO. Accelerating Work to Overcome the Global Impact of Neglected Tropical Diseases: A Roadmap for Implementation. 2012;1 42. 8. Munawaroh S, Murtolo SA, Budi NS, Triwahyono T, Adrianto A. Peranan Kebudayaan Daerah dalam Perwujudan Masyarakat Industri Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan; 2010. 9. Kemennakertrans. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Peraturan Menteri, 1 Indonesia; 2014 p. 1 69. 10. Noerjoedianto D, Ekawaty F, Herwansyah. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking dalam Kabupaten Muaro Jambi Propinsi Jambi Tahun 2012. 2013;15. 11. Weerasooriya M V, Yahathugoda CT, Wickramasinghe D, Gunawardena KN, Dharmadasa R a, Vidanapathirana KK, et al. Social mobilisation, drug coverage and compliance and adverse reactions in a Mass Drug Administration (MDA) Programme for the Elimination of Lymphatic Filariasis in Sri Lanka. Filaria J [Internet]. 2007;6:11. 12. Astuti EP, Ipa M, Wahono T, Ruliansyah A. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Kepatuhan Minum Obat Filariasis di Tiga Desa Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2013. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2014;24:199 208. 106

101