BAB VI KESIMPULAN. pemerintah maupun TNS membatasi para pemburu di Pulau Siberut agar tidak

dokumen-dokumen yang mirip
UTE SIMAGERE (TENGKORAK BAGI ROH): HUBUNGAN MASYARAKAT DENGAN PRIMATA ENDEMIK DI MENTAWAI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Mentawai terletak km di lepas pantai barat Sumatera yang

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PEMERINTAH DESA KUCUR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BILOU DAN TANTANGAN MENGKONSERVASINYA DI MENTAWAI: Sebuah Tinjauan dari Perspektif Sosial Budaya

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

F.2. Dari Perdagangan Hasil Hutan ke Hasil Pertanian F.3. Babi banyak di Ulu F.4. Sagu Ditebang Tumbuh Kakao G. Rangkuman...

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bangunan induk pemukiman asli Suku Mentawai yang memiliki konsep ketahanan pangan dengan struktur bangunan tahan gempa

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam suku

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perburuan satwa liar merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati

Transkripsi:

298 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Semulanya beberapa sumber mengatakan orang Mentawai yang melakukan perburuan yang dapat mengancam kepunahan akan primata itu sendiri. Bahkan pemerintah maupun TNS membatasi para pemburu di Pulau Siberut agar tidak melakukan perburuan lagi. Nyatanya misi konservasi mala membatasi, bahkan pemberian zona-zona itu sendiri melahirkan para HPH di Pulau Siberut. Ketika masyarakat Siberut, dianggap terasing pada masa itu, sehinggga perlu pembangunan di Pulau Siberut. Pembangunan yang seperti apa yang harus dilakukan, beberapa perubahan yang mala mengancam keberadaan ekosistem keanekaragaman hayati di sana. Tidak hanya itu orang Mentawai dipromosikan seakan-akan menutupi bahwa orang Mentawai masih menjaga alamnya akibat tergerogoti kemajuan dan perubahan zaman. Zaman neolitikum sudah tergantikan dengan zaman kecangihan. Maka dari itu peneliti mencoba untuk menjelaskan ekosistem yang seperti apa dalam pengetahuan masyarakat Mentawai di Buttui dan Tepu menjaga keanekaragaman hayatinya terkhususnya keempat primata di Mentawai. Untuk menjelaskan itu peneliti melakuan penelitian pada beberapa suku. Suku ini masih hidup dalam subsisten dan tidak membaur dengan kehidupan modern. Walaupun sesekali mereka sudah mejadi bagian program modern dari pemerintah.

299 Peneliti menyimpulkan pada masyarakat Mentawai mengenal dunia mereka terbagi menjadi dua yaitu purimanuaijat yang terdiri dari porak, manua, baga, oinan, dan leleu; dan sabulungan yang terdiri dari Saikamanua, Si Bara Ka Baga, Saikoinan dan Saikaleleu. Adapun dunia nyata ini atau purimanuaijat nyatanya baik itu benda hidup dan benda mati memiliki jiwa (simagere) dan roh (ketcat). Sehingga orang Mentawai harus menjaga hubungan tersebut. Namun tidak hanya itu, dunia purimanuaijat yang hidup berdampingan dengan dunia sabulungan, dikarenakan kehidupan manusia yang selalu memanfaatkan alamnya, dapat memicu hubungan tersebut, sehingga orang Mentawai melakukan upacara punen dan puliaijat. Maka dari itu kepercayaan Arat Sabulungan dengan melakukan upacara dan berburu merupakan mekanisme orang Mentawai dalam menyeimbangkan lingkungan alam, sosial dan budaya. Dikarenakan keseimbangan tersebut tidak hanya menyangkut dunia purimanuaijat, tetapi dunia sabulungan. Terlihat dalam upacara dan berburu, penting bagi masyarakat Mentawai menjaga hubungan sosial sesama makhluk yang berjiwa dan memiliki roh dalam dunia purimanuaijat. Seperti tolong menolong dalam upacara, pembagian otchai kepada sesama suku mereka, kerabat pernikahan, dan suku lain. Namun di sisi lain hubungan sosial terhadap makhluk yang mati juga menjadi penting, seperti hubungan sesama roh-roh nenek moyang keluarga (saukkui), roh-roh penguasa alam (saikamanua, saikabaga, saikaoinan, dan saikaleleu) dan roh dari makhluk lainnya. Terlihat dengan babi dan makanan lainnya mereka akan sembahkan kepada penghuni dunia sabulungan. Begitu juga dengan hewan lainnya yang sudah mati seperti primata, wujud keseimbangan tersebut perlulah dijaga

300 dengan pembuatan bagunan, ute saina, bakkat katasaila dan diakhiri dengan pembuatan ute simagere. Secara etno-ekologi orang Mentawai memiliki kategorisasi tentang lingkungan yaitu: (1) uma; (2) pumonean yang terdiri dari pumonenan saina dan pumonean leleu/siburuk; dan (3) leleu. Leleu ini lah menjadi tempat perburuan dan tempat kehidupan bagi 4 jenis primata endemik di Mentawai yaitu bilou, joja, simakobu dan bokkoi. Adapun dengan adanya pumonenan saina dan pumonean leleu, menjadi keuntungan bagi keempat primata ini pada waktu musim iba/laggok materang keempat jenis primata ini akan turun ke ladang buah-buahan, begitu juga dengan bokkoi yang dapat turun ke tanah untuk mengambil surappik di pumunean saina. Sehingga hal tersebut mendukung keberadaan kehidupan akan hubungan saling memberi dan menerima dalam prinsip ekosistem. Disatu sisi memberikan manfaat kehidupan bagi ke empat primata ini, namun disisi lain memberikan ancaman bagi kehidupan lainnya seperti ternak orang Mentawai dan ladang orang Mentawai. Dilain hal aktifitas masyarakat Mentawai yang memanfaatkan alamnya yang berlebihan, sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf pertama, maka upacara menjadi penting dalam menjaga hubungan alam, sosial dan budaya. Berkaitan dengan aktifitas perburuan primata jika pada upacara merupakan wujud keseimbangan pada hubungan sosial, alam, dan budaya terlihat dengan pembagian makanan sesama suku mereka saja, dan persembahan pada roh nenek moyang dan saikamanua. Namun karena keseimbangan juga menyangkut setiap unsur dalam dunia purimanuiajat dan sabulungan. Maka persembahan tidak hanya

301 cukup terhadap saikamanua, namun berburu dilakukan untuk persembahan hewan buruan dan menghormati roh-roh nenek moyang mereka dan Saikaleleu dengan pembuatan ute simagere. terlihat pembuatan ute simagere atau tengkorak primata tersebut diarahkan ke luar uma dan gunung yang memperlihatkan bahwa primata tersebut hewan dari nenek moyang mereka dan saikaleleu. Selain itu mereka juga mementingkan hubungan sesama antar suku, hasil hewan buruan juga akan dibagikan antar suku. Tidak hanya itu hubungan sosial dan budaya terhadap hewan yang disembahkan baik itu hewan peliharaan atau hewan buruan juga terlihat dalam upacara dengan menggantungkan tengkorak primata tersebut. dengan demikian mereka sadar bahwa jiwa yang sudah mati, melainkan tetap hidup dengan wujud pembuatan ute simagere (cultural core). Maka dari itu upacara dan berburu meurapakan mekanisme masyarakat Mentawai menyeimbangkan dunia purimanauaijat dan sabulungan. Untuk dari itu perburuan bukan semerta mengurangi populasi kempat primata ini. Hanya saja upacara merupakan mekanisme agar orang Mentawai dapat mengontrol kehidupan hutan mereka. Begitupun ketika upacara, hanya beberapa upacara saja yang melakukan perburuan dan pada kondisi tertentu. Kemudian upacara tersebut juga membutuhkan waktu yang lama, sehingga ekosistem dapat memperbaiki alamnya seperti semula. Begitupun beberapa pantangan yang menyelamatkan beberapa primata seperti halnya joja simabulau, simabulau dan bilou tidak boleh diburu ataupun hanya bokkoi dan simakobu laki-laki yang disembahkan kepada roh ketika punen eneget. Maka dari itu terwujudlah keseimbangan bagi orang Mentawai

302 mengenai hubungan antara dunia purimanuaijat dan dunia sabulungan. Keseimbangan itu terwujud ketika mereka dapat memanfaatakan hutan dan segala isinya dengan kapasistas tertentu dan waktu tertentu. Hubungan sosial antara sesama mereka juga terbentuk ketika upacara dan berburu, dalam upacara terlihat pertukaran sosial, pembagian babi, ayam dan makanan lainnya menjadi hal penting di Mentawai (otchai) dan hal yang terpenting juga hubungan sosial dan budaya sesama makhluk mati ataupun hidup yang sudah meninggal agar hubugan mereka tetap dalam keadaan seimbang. B. Saran Kejayaan suatu bangsa dapat dilihat dari kehebatan kebudayaannya dimasa lalu. Maka dari itu dari kebudayaan menjadi suatu indentitas suatu bangsa. Mentawai dengan kehidupan Arat Sabulungan-nya semestinya di bangun sesuai dengan adat istiadat setempat. Bukan menutup kemungkinan bagi kebudayaan untuk diubah, karena sejatinya kebudayaan lebih bersifat dinamis. Untuk penelitian ini peneliti menyarankan agar masyarakat tetap mempertahankan adat istiadat, namun dibalik itu tidak lupa mengikuti pembangunan dan mesti dibangun. Seperti menyarankan dalam tulisan ini bahwa jangan jual arat mu. Jika itu terjadi maka seperti apa jadinya masyarakat Mentawai nantinya, kemajuan tanpa pedoman. Seperti halnya masyarakat Indonesia lainnya, yang masih mempertahankan kebudayaan mereka seperti bertani, berladang, dan memiliki rumah tradisional atau mencontoh dari negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, China, dan India. Namun tetap menjadi bangsa yang besar, menghargai kebudayaan bangsanya. Begitu juga di Mentawai, masyarakat perlu

303 mempetahankan cara hidup mereka yang berladang, berternak babi bagi yang memeluk agama kristen, jika muslim dapat berternak kambing, dan sapi, adanya uma, dan lain-lain. Karena dapat membantu dalam berbagai aspek pembangunan baik itu sosial, budaya, ekonomi, maupun lingkungan alam itu sendiri. Saran peneliti untuk pemerintah bahwa pembangunan perlulah dilihat dari kebudayaan masyarakat setempat, yang nantinya pembangunan tersebut dapat berkelanjutan. Sepertinya dikenalkan dengan tanaman komersial seperti coklat dan padi dan terkadang program tersebut mengalami kegagalan, yang nyatanya di Mentawai sangat cocok dengan tanaman buah-buahan mungkin dapat dikembangkan lebih lanjut mengenai tanaman setempat. Begitu juga dengan makanan pokok mereka, berkaitan dengan pemukiman terpusat dan jalan yang akan meghubungkan, sejatinya perlulah pembagunan yang tidak merusak hutan di Mentawai, jika memang ingin memusatkan kehidupan masyarakat Mentawai perlulah ditinjau TGHK Kabupaten Kepulauan Mentawai. Begitu juga dengan beberapa HPH yang masih bertahan hingga sekarang, yang mala membatasi masyarakat setempat, bahkan keanekaragaman di Pulau Siberut dapat lebih terancam akibat pembalakan hutan yang berlebihan. Apalagi beberapa penelitian seperti LIPI (1995), UNESCO (1980) dan TNS (2009), hutan di Mentawai tidak lah cocok untuk pengembangan lebih lanjut dalam pemanfaatan sekalan besar. Maka perlulah pengembangan sesuai dengan komoditi setempat guna membangun kehidupan masyarkat setempat baik dibidang perkebunan yang dikenal dengan ladang sagu, ladang keladi, kelapa, pisang ataupun pumoenan saina dan pumonean leleu. Begitu juga dengan pariwisata alam dan budaya menjadi

304 salah satu cara dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun yang terpenting, masyarakat dibimbing agar dapat memanfaatkan sumber daya alam mereka yang berkelanjutan. Untuk pihak yang berwenang dalam koservasi baik itu LSM lokal, nasional, internasional dan TNS, perlulah dikaji ulang mengenai jumlah populasi primata tersebut. Adapun untuk pihak TNS, peneliti menyarankan agar keberlangsungan perlindungan primata ini tetap terjaga, bukan berarti peneliti merekomendasikan masyarakat agar tetap berburu. Namun perlulah pelarangan yang tegas akan penggunaan senjata api dan perburuan liar yang nyatanya itu membuat jumlah primata berkurang bahkan satwa endemik lainnya. Maka perlulah membangun dan memberikan pengetahuan masyarakat sesuai dengan pengatuhan masyarakat setempat. Agar perburuan untuk upacara sesuai dengan mekanisme Arat Sabulungan, yang mana dapat menjaga keseimbangan lingkugan alam, sosial dan budaya. Sedangkan untuk para teknorat yang mengambil kebijakan, perlulah pembangunan tersebut dilihat dan ditinjau, bukan dilihat dari jarak jauh mata memandang dimana para teknorat melihat dari pulaggajat mereka, yang terpenting lihatlah, terjunlah ke masyarakat itu sendiri dan merasakan atau menjadi sejenak bagaimana cara hidup masyarakat tersebut. Namun disni perlulah pembangunan tersebut dibangun dengan menilai-nilai aspek negatif dan positifnya. Sehingga pembanguan tersebut dapat berkelanjutan dan melindungi hak-hak masyarakat dan hutan terkhususnya perlindungan primata.