BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH FARMASI SOSIAL

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu. pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm) di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

WORK PLAN PKP PUSKESMAS Kateg ori 7 LO Aspek Managerial Pengadaan Perbekalan Kefarmasian

Komponen Tujuan Aktivitas Learning Outcomes

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS BANYUANYAR KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PLANNING OF ACTION PELAYANAN KEFARMASIAN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbekalan kesehatan adalah pelayanan obat dan perbekalan kesehatan

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan daftar tilik pelayanan kefarmasian yang diteliti oleh Shinta, menunjukan bahwa kinerja pelayanan kefarmasian di Puskesmas baik Puskesmas yang memiliki apoteker dan Puskesmas yang tidak memiliki apoteker tidak memiliki pengaruh terhadap mutu pelayanan kefarmasian berdasarkan daftar tilik pelayanan kefarmasian. Metode yang digunakan sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan metode cross sectional. Namun untuk variabel terikat dalam penelitian ini berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shinta, variabel bebasnya yaitu keberadaan apoteker sedangkan variabel terikatnya yaitu mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan daftar tilik pelayanan kefarmasian. Pada penelitian yang akan saya lakukan untuk variabel bebasnya yaitu keberadaan apoteker sedangkan variabel terikatnya yaitu mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan prosedur tetap pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh Shinta di wilayah Kabupaten Banyumas sedangkan penelitian yang akan saya lakukan yaitu di Kabupaten Banjarnegara. B. Landasan Teori 1. Apoteker Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Karena pentingnya peran seorang apoteker pada pelayanan kefarmasian khususnya tingkat pertama dalam meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi tiap pasien, apoteker dituntut untuk mampu memberikan informasi tentang pengobatan kepada pasien secara baik dan benar. 5

Kompetensi apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang dikutip dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) sebagai berikut: a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu b. Mampu mengambil keputusan secara profesional c. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal d. Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date). 2. Puskesmas Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/ 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), antara lain disebutkan Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan (DINKES) Kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau dusun/ rukun warga (RW) (Supardi, 2012). Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku 6

sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. 3. Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas Standar pelayanan kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Depkes RI, 2014). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Depkes RI, 2014). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker atau asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar 7

dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Depkes RI, 2006). Tujuan dari Pharmaceutical Care adalah untuk mengoptimalkan mutu kesehatan yang berhubungan dengan hidup pasien dan mencapai terapi yang tepat (Sreeralitha, 2012). Pelayanan kefarmasian di Puskesmas saat ini mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Tujuan diterbitkannya surat keputusan ini adalah sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan melindungi profesi dalam praktik kefarmasian di Puskesmas sehingga diharapkan pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan dapat meningkatkan mutu hidup pasien (Depkes RI, 2014). 4. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety) (Depkes RI, 2014). Medication error dapat terjadi pada tahap prescribing (peresepan), dispensing (penyiapan), dan drug administration (pemberian obat). Kesalahan pada 8

salah satu tahap dapat terjadi secara berantai dan menimbulkan kesalahan pada tahap selanjutnya. Kejadian medication error terkait dengan praktisi, produk obat, prosedur, lingkungan atau sistem yang melibatkan prescribing, dispensing, dan administration (Rusmi S, 2012). Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan, antara lain: a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana, dan Standar Prosedur Operasional. b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama. c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat pendidikan masyarakat. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutupelayanan kefarmasian meliputi: a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai standar. b. Pelaksanaan, yaitu: 1) Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dengan rencana kerja). 2) Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian. c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu: 1) Melakukan perbaikan mutu pelayanan sesuai standar. 2) Meningkatkan mutu pelayanan jika capaian sudah memuaskan. (Depkes RI, 2006) 5. Monitoring dan evaluasi a. Monitoring Monitoring merupakan kegiatan pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian. b. Evaluasi Evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri. 9

c. Aspek yang di monitor dan dievaluasi Monitoring dan evaluasi berjalan beriringan sehingga di peroleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas selanjutnya. Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas,antara lain: 1) Sumber daya manusia (SDM) 2) Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan, penerimaan dan distribusi) 3) Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep, penyiapan sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang disertai informasinya serta pemantauan pemakaian obat bagi penderita penyakit tertentu seperti TB, malaria dan diare) 4) Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen). d. Indikator evaluasi Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kefarmasian di Puskesmas antara lain: 1) Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket melalui kotak saran atau wawancara langsung 2) Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan) 3) Prosedur tetap (Protap) Pelayanan Kefarmasian: untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan 4) Daftar tilik pelayanan kefarmasian di Puskesmas. (Depkes RI, 2006) 6. Prosedur tetap pelayanan kefarmasian a. Prosedur tetap penerimaan resep 1) Menerima resep pasien 10

2) Memeriksa kelengkapan resep, yaitu: nama, nomor surat ijin praktek, alamat dan tanda tangan/ paraf dokter penulis resep, tanggal resep, nama obat, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian, nama pasien, umur pasien dan jenis kelamin 3) Memeriksa kesesuaian farmasetik, yaitu: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian 4) Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu meminta persetujuan setelah pemberitahuan. b. Prosedur tetap peracikan obat 1) Membersihkan tempat dan peralatan kerja 2) Mengambil wadah obat dari rak sesuai dengan nama dan jumlah obat yang diminta dan memeriksa mutu dan tanggal kadaluwarsa obat yang akan diserahkan pada pasien 3) Mengambil obat/bahan obat dari wadahnya dengan menggunakan alat yang sesuai misalnya sendok atau spatula 4) Memberikan sediaan sirup kering harus dalam keadaan sudah dicampur air matang sesuai dengan takarannya pada saat akan diserahkan kepada pasien 5) Untuk sediaan obat racikan, langkah-langkah sebagai berikut: a) Menghitung kesesuaian dosis b) Menyiapkan pembungkus dan wadah obat racikan sesuai dengan kebutuhan c) Menggerus obat yang jumlahnya sedikit terlebih dahulu, lalu digabungkan dengan obat yang jumlahnya lebih besar, digerus sampai homogen d) Membagi dan membungkus obat dengan merata e) Tidak mencampur antibiotika di dalam sediaan puyer f) Sebaiknya puyer tidak disediakan dalam jumlah besar sekaligus. g) Menuliskan nama pasien dan cara penggunaan obat pada etiket yang sesuai dengan permintaan dalam resep dengan jelas dan dapat dibaca 11

h) Memeriksa kembali jenis dan jumlah obat sesuai permintaan pada resep, lalu memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai agar terjaga mutunya. c. Prosedur tetap penyerahan obat 1) Memeriksa kembali kesesuaian antara jenis, jumlah dan cara penggunaan obat dengan permintaan pada resep 2) Memanggil dan memastikan nomor urut/ nama pasien 3) Menyerahkan obat disertai pemberian informasi obat 4) Memastikan bahwa pasien telah memahami cara penggunaan obat 5) Meminta pasien untuk menyimpan obat di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak. d. Prosedur tetap pelayanan informasi obat 1) Menyediakan dan memasang spanduk, poster, booklet, leaflet yang berisi informasi obat pada tempat yang mudah dilihat oleh pasien 2) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tertulis, langsung atau tidak langsung, dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana melalui penelusuran literatur secara sistematis untuk memberikan informasi yang dibutuhkan 3) Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat secara sistematis. e. Prosedur tetap penanganan obat rusak atau kadaluwarsa 1) Identifikasi obat yang sudah rusak atau kadaluwarsa 2) Memisahkan obat rusak atau kadaluwarsa dari penyimpanan obat lainnya 3) Membuat catatan jenis dan jumlah obat yang rusak atau kadaluwarsa untuk dikirim kembali ke instalasi farmasi Kabupaten atau kota. f. Prosedur tetap pencatatan dan penyimpanan resep 1) Pencatatan jumlah resep harian berdasarkan jenis pelayanan (umum, gakin atau gratis, asuransi) 12

2) Membendel resep yang mempunyai tanggal yang sama berdasarkan urutan nomor resep dan kelompok pembiayaan pasien 3) Membendel secara terpisah resep yang ada narkotiknya 4) Menyimpan bendel resep pada tempat yang ditentukan secara berurutan berdasarkan tanggal agar memudahkan dalam penelusuran resep 5) Memusnahkan resep yang telah tersimpan selama 3 (tiga) tahun dengan cara dibakar 6) Membuat berita acara pemusnahan resep dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. g. Prosedur tetap pemusnahan resep 1) Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih 2) Tata cara pemusnahan: a) Resep narkotika dihitung lembarannya b) Resep lain ditimbang c) Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar 3) Membuat berita acara pemusnahan (Depkes RI, 2006). 13

C. Kerangka Konsep Variabel bebas Pengaruh keberadaan apoteker Variabel terikat Mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan Prosedur tetap : 1. Prosedur tetap penerimaan resep 2. Prosedur tetap peracikan obat 3. Prosedur tetap penyerahan obat 4. Prosedur tetap pelayanan informasi obat 5. Prosedur tetap penanganan obat rusak atau kadaluwarsa 6. Prosedur tetap pencatatan dan penyimpanan resep 7. Prosedur tetap pemusnahan obat Mutu baik Mutu kurang Baik Gambar 3.1 Kerangka konsep D. Hipotesis Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) tentang Pengaruh Keberadaan Apoteker terhadap Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara, dengan hasil analisis data menggunakan uji Chi Square menunjukan nilai Chi Square hitung diperoleh hasil 5,794 artinya nilai Chi Square hitung lebih besar dari nilai Chi Square tabel dan nilai p 0,016 (<0,05) yang artinya bahwa terdapat 14

perbedaan tingkat kepuasan pasien antara Puskesmas yang terdapat apoteker dengan Puskesmas yang tidak terdapat apoteker. Tingkat kepuasan konsumen merupakan salah satu indikator untuk mengukur mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas, jadi dapat dijadikan sebagai hipotesis dalam menentukan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan prosedur tetap pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Sehingga hipotesis operasionalnya: H a : Berarti ada pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara berdasarkan prosedur tetap pelayanan kefarmasian di Puskesmas. H 0 : Berarti tidak ada pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara berdasarkan prosedur tetap pelayanan kefarmasian di Puskesmas. 15