PROPOSAL STUDI KEARIFAN LOKAL PULAU WANGI-WANGI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) UHO DENGAN KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN WAKATOBI TAHUN ANGGARAN 2017
1. PENDAHULUAN Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia. Kearifan lokal terbentuk sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Proses-proses terbentuknya kearifan lokal sangat bergantung kepada potensi sumberdaya alam dan lingkungan serta dipengaruhi oleh pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat setempat terhadap alam dan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Edmund Woga bahwa secara substantif, kearifan lokal berorientasi pada keseimbangan dan harmoni manusia, alam, dan budaya; kelestarian dan keragaman alam dan kultur; konservasi sumberdaya alam dan warisan budaya; penghematan sumberdaya yang bernilai ekonomi; moralitas dan spiritualitas. Di dalam UUD 1945 yaitu pada pasal 18 (2) secara eksplisit telah dinyatakan bahwa Indonesia mengakui eksistensi hukum adat dan hak hak tradisionalnya. Kearifan lokal yang masih bersifat tradisional itu sesungguhnya merupakan bagian dari etika dan morolitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus dilakukan, bagaimana harus bertindak dalam dibidang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam. Bahasan ini sangat membantu kita dalam hal mengembangkan perilaku, baik secara individu maupun secara kelompok dalam kaitan dengan lingkungan dan upaya pengelolaan sumberdaya alam khususnya pengelolaan wilaya sumber daya laut. Kebiasaan hidup yang baik dalam bentuk kearifan lokal ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lainnya (Keraf, 2002). Kebiasaan hidup yang baik ini kemudian dibakukan dalam bentuk kaidah, aturan, norma yang disebarluaskan, dikenal, dipahami dan diajarkan dalam masyarakat. Keraifan lokal menyangkut pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Pada sisi yang lain kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat,
dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap sesama manusia itu sendiri. Menurut Nababan (2003), mengatakan bahwa masyarakat adat umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan ditumbuhkembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian masyarakat adat disini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosiokultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya. Di era globalisasi saat ini, banyak ditemui berbagai krisis ekologi yang muncul akibat keseimbangan alam terganggu. Tanpa kita sadari berbagai tindakan dan sikap kita telah merusak ekologi terutama gangguan ekosistem laut selama poroses pemanfaatnnya. Penggunaan teknologi yang tidak tepat guna dalam pemanfaat sumber daya laut dapat mengganggu keseimbangan alam laut seperti perubahan iklim, musnahnya karang, hilangnya bibit ikan, pencemaran udara, dan berbagai krisis ekologi lainnya. Oleh sebab itu, kita perlu kembali memahami, mengembangkan dan melestarikan kearifan lokal yang berkembang ada di masyarakat. 2. LANDASAN HUKUM a) Convention No. 169 year 1989 Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries (Konvensi Organisasi Perburuhan Dunia No.169 tahun 1989 mengenai Masyarakat Adat dan Suku-suku di Negaranegara Merdeka). b) Resolution of World Conservation Strategy; Caring for the Eart (KeputusanStrategi Konservasi Dunia; Menjaga Bumi ) tahun 1991 Pada pertemuan ini secara eksplisit menyatakan dukungannya pada peran khusus dan penting dari masyarakat hukum adat sedunia dalam upaya-upaya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. c) Rio Declaration(Deklarasi Rio) tahun 1992. Deklarasi yang disahkan dalam Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan (UNCED), Juni 1992, di Rio de Janeiro, Brazilia, dikenal juga dengan nama Piagam Bumi ( Earth Charter) ini, secara eksplisit mengakui dan menjamin hak-hak
masyarakat hukum adat dalam semua program pelestarian lingkungan hidup di seluruh dunia, terutama dalam Pasal 22 (Principle 22). d) United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (Deklarasi PBB tentang Hak Hak Masyarakat Adat tahun) tahun 2007. Deklarasi ini menegaskan bahwa masyarakat adat memiliki hak-hak kolektif, yang terpenting diantaranya adalah hak untuk menentukan nasib sendiri; hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam; hak atas identitas budaya dan kekayaan intelektual; hak atas free, prior and informed consent (FPIC); serta hak untuk menentukan model dan bentuk-bentuk pembangunan yang sesuai bagi mereka. e) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang, juga ditegaskan pada Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan bahwa Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. f) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang ini, peran pemerintah sangat besar, dalam kegiatankegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem. Dengan besarnya peran pemerintah itu maka ruang bagi masyarakat hukum adat melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam hampir tidak ada. Undang- Undang ini tidak menyebutkan sedikit pun pengaturan tentang masyarakat hukum adat, meskipun mayarakat hukum adat di berbagai tempat mempunyai pranata, pengetahuan dan pengalaman konservasi sumberdaya alam. g) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Undang-Undang ini secara tegas menyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) bahwa: Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah.
h) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan Pasal 6 undang-undang ini menyatakan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. i) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 2 ayat (9) undang-undang ini menegaskankan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. j) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-undang ini dengan jelas mengakui eksistensi masyarakat adat dan melindungi hak-hak mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 61, bahkan kepada mereka diberikan hak pengusahaan perairan pesisir yang diatur dalam Pasal 18. k) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 63 ayat (1) huruf t, Pasal 63 ayat (2) huruf n, dan Pasal 63 ayat (3) huruf k undang-undang ini menentukan bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, bahwa salah satu PPLH adalah kearifan lokal. 3. MAKSUD DAN TUJUAN A. MAKSUD Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut Kearifan lokal merupakan menempati kedudukan yang sangat penting dalam masyarakat. Kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut dalam bentuk pemahaman, pengetahun,
pengalaman setiap aktivitas masyarakat dalam upaya memanfaatkan dan mengelola wilayah pesisir dan laut. Kearifan lokal merupakan sarana pembelajaran bagi masyarakat dengan berbasisis pada akar budaya tradisional dalam bertindak dengan mengedepankan asas kemanfaatan dan berkelanjutan bagi masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi. B. TUJUAN Tujuan dari studi kearifan lokal masyarakat pulau Wangi-Wangi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekaligus mampu menjadi pedoman hidup masyarakat Wangi-Wangi terkait pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Pada sisi yang lain studi ini diharapkan mampu menjadi sarana pemertahanan ekosistem biota laut berbasis budaya lokal berbasis kearifan lokal sehingga dapat meningkat produktifitas sektor perikanan dan kelautan melalui pengelolaan laut yang ramah lingkungan. 4. SASARANDANHASIL YANGDIHARAPKAN Sasaran dari studi kearifan lokal pulau Wangi-Wangi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut ini adalah menganalisis potensi kearifan lokal pada masyarakat pesisir Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi yang diuraikan sebagai berikut: 1. Menemukan kembali potensi kearifan lokal masyarakat Wangi-Wangi dalam mengelola wilayah pesisir dan laut. 2. Mengidentifikasi kearifan lokal pengelolaan wilayah pesisir dan laut. 3. Mendata dan mendokumentasikan kearifan lokal terkaitpengelolaan sumber daya laut Dengandilakukannyaketigahaldiatas, diharapkan kearifan lokal yang ada dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautbisa menjaga kelestarian ekosistem laut secara berkelanjutan.
5. LINGKUPKEGIATAN Untuk kelancaran pekerjaan /kegiatan Penelitianstudi kearifanlokalmasyarakatpulauwangi-wangidalampengelolaanwilayahpesisir dan lautdikabupatenwakatobi Tahun 2017. 5.1. HasildanProsesnya HasilpenelitiankearifanlokalmasyarakatpulauWangi- Wangidalampengelolaanwilayahpesisirdanlautinidapatdigunakan : 1. Pembangunan kehidupan sosialdan keagamaan dan peningkatan aspek pemberdayaan masyarakat. 2. Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutandikabupaten Wakatobi. 3. Sebagai pedoman acuan kerangka kegiatan Perencanaan Pembagunan Daerah yang berkaitandenganvisi,misidanstrategi Pembagunan. 4. SebagaibahanKajian/AnalisadanEvaluasibagikegiatandanpedomanpeng ambilan kebijakan di Kabupaten Wakatobi. 6. PELAKSANAANPEKERJAANDENGANSISTEMSWAKELOLA. Didalammelaksanakanpekerjaan melaluiswakekola,agardiperoleh hasil yang optimal dan tepat sasaran, maka Penanggung Jawab Kegiatan dan atau Pejabat PelaksanaTeknisKegiatan(PPTK)berkewajibanuntukmenggunakantenagatenagaahli/ Instruktur/Narasumberyangsesuaidenganbidang pekerjaanyang dimaksudadalahsebagai berikut : 6.1 KewajibanTenagaAhli 1. TenagaAhli/Instruktur/NarasumberadalahPelaksanaanpekerjaanPenelitian KearifanLokalMasyarakatPulauWangi-Wangi dalampengelolaan wilayah pesisir dan lautdikabupatenwakatobiberkewajiban dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pekerjan tersebutdiatas, sesuaidenganketentuanperjanjian kerjasama(pihak TenagaAhli Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Halu Oleo)yang telah ditetapkan. 2.Tenagapelaksanapekerjaanwajibmengikutiteknisyang telahditentukansesuai dengan kerangka acuan ( TOR ). 3.Tenaga pelaksana pekerjaan wajib menerima masukan-masukan dari Instansi pemberipekerjaanterkaitdalammemperbaikihasilpekerjaannya. 4.Tenagapelaksanapekerjaanwajibmenyerahkan hasilpekerjaannyapadainstansi pemberi Pekerjaan (sesuaijadwalyangtelah disepakati). 5.Penanggung jawab Penelitan wajib menyerahkan laporan akhir (Final Report) berupahasilpenelitiankearifanlokalmasyarakatpulauwangi- WangidalampengelolaanwilayahpesisirdanlautdiKabupatenWakatobi yangtelah ditentukan sesuaidengan kerangka acuan. 6.2 Narasumber Di dalammelaksanakan penelitiankearifanlokalmasyarakatpulauwangi- Wangidalampengelolaanwilayahpesisirdanlaut dikabupatenwakatobi, agar tim penelitiharus professionaldalammencermati,mengidentifikasi, menelaah, menganalisa,mengevaluasidan memberi masukan serta melakukan koordinasi dengan SKPD terkait,agar diperoleh hasilyangmaksimal. SKPD yang dimaksud antara lain yaitu: 1. BappedaKabupaten Wakatobi, 3. DispendaKabupatenWakatobi 4. Bagian Perekonomian SetdaKabupaten Wakatobi 5. Bagian HukumSetdaKabupaten Wakatobi 6. Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi
7. BIAYA PelaksanaanKegiatanPenelitiandalam StudiKearifanLokalMasyarakatPulauWangi-Wangi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut. DenganAnggaransebesarRp100.000.000 atau terbilang seratus juta rupiahyangbersumberdarianggaranpendapatandanbelanjadaerah (APBD). 8. RENCANAKEGIATAN DANJADWAL KEGIATAN DalamrangkakegiatanPenelitianAnalisis yang di Siapkan Sebagai Berikut : 1. MembuatLaporanPendahuluanPenelitian KearifanLokalMasyarakatPulauWangi- Wangidalampengelolaanwilayahpesisirdan laut dikabupatenwakatobi. 2. MembuatLaporanKemajuanPekerjaanyangberisitentanginstrumnendanme todologisertahasilpengumpulandatabaiksekundermaupunprimer. 3. MembuatLaporan AkhirPenelitian KearifanLokalMasyarakatPulauWangi- Wangidalampengelolaanwilayahpesisirdanlaut dikabupatenwakatobi 4. Menyusun/ membuat hasil Penelitian KearifanLokalMasyarakatPulauWangi- Wangidalampengelolaanwilayahpesisirdanlaut. 5. Jadwal Kegiatan yang di rencanakanmengunakan waktu 90 (Sembilan puluh) hari kerja atau selama tiga bulan, terhitung pada saat penandatangan kontrak kerja, atau diantara atau ditaksirkan Mei sampai Juli.
9. WAKTU KEGIATAN Studi KearifanLokalMasyarakatPulauWangi-Wangidalampengelolaan WilayahPesisirdanLautKabupatenWakatobiTahun2017 Jenis Kegiatan Mei Juni Juli Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan Proposal tahap awal Laporan Tahap Awal Seminar Awal Persiapan Operasional Data Observasi Lapangan Penelitian Lapangan Penyusunan Hasil Observasi Penyusunan hasil Penelitian Lapangan Penyusunan Laporan akhir Laporan Final Akhir Seminar Akhir 10. PENUTUP StudiKearifanLokalMasyarakatPulauWangi-Wangi dalampengelolaanwilayahpesisirdanlautkabupatenwakatobitahun2017dan Penyusunan Laporan hasil Penelitian merupakan upayapemerintah DaerahKabupaten Wakatobi dalam memberikaninformasidan gambaran umumpelaksanaan, perkembangan dan keberhasilannya. Ketentuan-ketentuan yang belumtermasukdalam TermOfReference(TOR)atau KerangkaAcuan ini akan diberikan kemudian sesuaidengan ketentuan perundang-undangan yangberlaku.