BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penggalian potensi penerimaan dalam negeri akan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

UNIVERSITAS GUNADARMA PROGRAM DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KERJA PRAKTEK (LKP)

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi merupakan babak baru dalam pemerintahan Indonesia,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa banyak perubahan pada arah dan kebijakan pembangunan di Republik ini. Arah dan kebijakan pembangunan sentralistik yang diterapkan oleh rezim orde baru mulai ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi secara perlahan mengurangi peran Pemerintah Pusat yang diimbangi dengan peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam merencanakan, membiayai dan melaksanakan pembangunan daerah. Kewenangan setiap daerah otonomi sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di antaranya adalah kewenangan dalam bidang keuangan daerah, yang meliputi : pemungutan sumber sumber pendapatan daerah dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan. Anggaran pendapatan terdiri dari : pendapatan asli daerah, bagian dana perimbangan, dan lain - lain pendapatan yang sah. Anggaran belanja dibagi menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung, sedangkan anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Konsekuensi dari diterapkannya otonomi daerah, maka masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar mampu membiayai penyelenggaraan Pemerintahan dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. PAD terdiri dari : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolan kekayaan daerah yang dipisahkan/bagian laba usaha daerah dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak daerah merupakan jenis PAD yang tidak memberikan imbalan langsung bagi wajib pajak dan merupakan iuran wajib yang dapat dipaksakan pembayarannya, sebagaimana definisi pajak daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( pasal 1 ) bahwa, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah. Selanjutnya, pajak daerah dibagi ke dalam dua jenis, yakni : 1) pajak propinsi meliputi pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. 2) pajak kabupaten/kota, meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C dan pajak parkir. Retribusi daerah merupakan pembayaran atas jasa atau perijinan tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan meliputi; retribusi pelayanan pasar, retribusi jasa usaha pemakaian kekayaan daerah,

retribusi terminal dan retribusi penjualan kekayaan daerah. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan seperti; bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD, BUMN dan perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Sementara itu lainlain PAD yang sah terdiri dari; penerimaan jasa giro, bunga deposito, tuntutan atas ganti rugi kekayaan daerah, pendapatan denda pajak dan denda atas keterlambatan pekerjaan. Semua jenis PAD yang telah dikemukakan di atas, mempunyai kontribusi terhadap PAD Kabupaten Lembata sejak Tahun Anggaran 2005 sampai 2007 seperti yang di gambarkan pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Anggaran dan Kontribusi Jenis-Jenis PAD terhadap PAD Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2005 2007. No Keterangan Sumber PAD 1. Pajak Daerah - Kontribusi terhadap PAD 2. Retribusi Daerah - Kontribusi terhadap PAD 3. Bagian Laba Usaha Daerah - Kontribusi terhadap PAD 4. Lain-lain PAD yang sah - Kontribusi terhadap PAD 2005 1.459.900.087 18,63 % 3.346.662.848 42,71 % 551.260.100 7,04 % 2.477.192.239 31,62 % Sumber Data: BPKAD Kabupaten Lembata 2006 1.320.889.881 12,33 % 5.518.227.673 51,52 % 682.351.165 6,37 % 3.189.331.771 29,78 % 2007 1.567.174.063 16,73 % 3.989.918.185 42,60 807.533.580 8,62% 3.000.777.600 32,04% Dari data pada Tabel 1 terlihat bahwa kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Lembata menurun pada tahun 2006 dibandingkan pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2007 mengalami peningkatan. Sementara itu, bagian lain dari PAD yaitu retribusi daerah juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah, baik dari segi

jumlah maupun kontribusinya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana pada tahun 2005 dan 2006 mengalami peningkatan sementara pada tahun 2007 mengalami penurunan. Lainlain PAD yang sah juga memberikan kontribusi terhadap PAD, kendati pun bahwa kontribusi yang disumbangkan cendrung menurun pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007 mengalami peningkatan. Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa kontribusi dari bagian laba usaha daerah juga cendrung meningkat pada tahun 2005 dan 2007, walau pun pada tahun 2006 mengalami penurunan, namun dari segi jumlah meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksudkan dengan pajak daerah dalam struktur APBD kabupaten/kota adalah pajak kabupaten/kota. Dalam struktur APBD Kabupaten Lembata sejak Tahun Anggaran 2005 sampai 2006, diperoleh data bahwa jenisjenis pajak yang di kelola di Kabupaten Lembata meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Sedangkan pajak parkir belum dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata. Itu berarti bahwa pajak daerah tersebut akan diakumulasikan dengan penerimaan daerah lainnya dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan dan keberlangsungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata. Pajak-pajak tersebut dikelola oleh dua Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lembata, yakni Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lembata yang sejak tahun 2007 dilebur dengan Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Lembata menjadi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Lembata dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lembata. BPKAD Kabupaten Lembata mengelola lima jenis pajak daerah, yakni : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak

penerangan jalan. Sedangkan pajak pengambilan bahan galian golongan C dikelola oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lembata. Pengelolaan pajak daerah pada BPKAD Kabupaten Lembata selalu menggunakan pendekatan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah. Intensifikasi pajak daerah dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan pajak daerah dengan cara melakukan pemungutan yang giat, ketat dan teliti untuk mengejar target pendapatan yang telah dianggarkan dari obyek-obyek pendapatan yang telah dikelola. Giat dimaksudkan bahwa pemerintah daerah dalam hal ini BPKAD Kabupaten Lembata, secara terus menerus melakukan penagihan pajak kepada wajib pajak terutang. Ketat artinya BPKAD Kabupten Lembata melakukan pengawasan dalam proses pemungutan pajak daerah, sedangkan teliti dimaksudkan bahwa BPKAD Kabupaten Lembata perlu memastikan apakah pungutan terhadap pajak daerah tersebut telah dilakukan dengan benar sesuai undang-undang atau peraturan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Sedangkan ekstensifikasi adalah upaya pendataan atau penjaringan objek-objek pajak baru yang diharapkan dapat meningkatkan PAD. Upaya pencapaian target atau intensifikasi pajak yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata diaplikasikan dalam dua bentuk yaitu : pekan panutan pembayaran pajak dan operasi penagihan pajak. Pelaksanaan pekan panutan pembayaran pajak dilaksanakan pada awal tahun anggaran. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara melakukan sosialisasi fungsi dan pentingnya pajak dalam membiayai pembangunan dan sosialisasi aturan-aturan yang berkaitan dengan pajak, baik dari pemerintah pusat maupun produk hukum dari pemerintah daerah. Sosialisasi dapat dilaksanakan dengan melakukan pertemuan atau ceramah secara langsung dengan para wajib

pajak atau dengan menggunakan sarana-sarana seperti spanduk, pamflet dan selebaran. Sementara itu, operasi penagihan pajak dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu : 1) Operasi penagihan pajak tahap pertama yang dilaksanakan pada saat penetapan awal atau pada awal tahun anggaran. Operasi ini biasanya terjadi pada bulan April tahun berkenan. 2) Operasi rutin atau operasi tahap kedua yang dilaksanakan secara rutin oleh para juru pungut setelah operasi tahap pertama dilaksanakan. 3) Operasi tunggakan atau operasi sisir yakni operasi penagihan yang dilaksanakan jika pada operasi penagihan pertama dan kedua, masih terdapat tunggakan dari para wajib pajak atau belum lunas. Keberhasilan pelaksanaan intensifikasi pajak daerah sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yakni, faktor sumber daya manusia, aparat dan masyarakat sebagai wajib pajak, faktor sarana dan prasarana penunjang serta biaya. Dari ketiga faktor tersebut, faktor manusia menjadi faktor yang paling dominan dan memegang peranan penting sementara faktor-faktor yang lain hanya merupakan faktor penunjang. Faktor manusia atau sumberdaya manusia menjadi faktor sentral karena sesungguhnya pelaksanaaan intensifikasi mempunyai tujuan yang lebih utama bahwa diharapkan setiap tahun kesadaran para wajib pajak semakin tinggi untuk membayar pajak. Dan hal ini sangat tergantung dari kesiapan atau kemampuan aparat dalam melakukan pendekatan melalui program intensifikasi. Berdasarkan data prapenelitian yang dilakukan pada Buku Perhitungan APBD Kabupaten Lembata menunjukan bahwa realisasi pajak daerah yang di kelola Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata selalu melebihi target, seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 2. Perbandingan Realisasi Pajak Daerah Yang Di Kelola BPKAD Kabupaten Lembata Terhadap Anggaran/Target Pajak No Jenis Pajak Daerah 2005 2006 2007

1. Pajak Hotel 14.500.000 13.750.000 14.500.000 14.501.575 14.343.661 21.028.500 100,01 % 104,32 % 145,02 % 2. Pajak Restoran 60.000.000 63.000.000 65.597.300 62.558.295 76.208.157 283.609.306 104,26 % 120,97 432,34 % 3. Pajak Hiburan 4.000.000 5.500.000 6.050.000 4.525.000 5.988.000 6.052.750 113,13 % 108.87 100,04 % 4. Pajak Reklame 20.000.000 23.000.000 23.690.000 20.046.360 24.065.152 25.481.784 100,23 % 104,63 % 107,56 % 5. Pajak Penerangan Jalan 156.226.310 144.702.182 92,62 % Sumber Data: BPKAD Kabupaten Lembata 276.410.450 308.001.095 111,43 % 183.750.000 241.016.725 131,16 Data pada Tabel 2 tergambar bahwa sejak tahun 2005, realisasi dari ke lima jenis pajak daerah yang dikelola BPKAD Kabupaten Lembata selalu melebihi target atau anggaran yang direncanakan. Realisasi kurang dari target hanya terjadi pada tahun 2005 pada jenis pajak penerangan jalan. Realisasi pajak daerah yang selalu melebihi target ini terjadi pada akhir tahun anggaran bahkan setelah tahun anggaran berakhir. Hal ini disebabkan karena target pajak yang ditetapkan oleh BPKAD Kabupaten Lembata terlalu rendah sehingga nampak pada tabel, realisasi pajak daerah selalu melebihi target. Bertolak dari uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul : Analisis Pelaksanaan Intensifikasi Pajak Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Sejauhmana realisasi penerapan/pelaksanaan intensifikasi pajak daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui realisasi penerapan/pelaksanaan intensifikasi Pajak Daerah yang dikelola BPKAD Kabupaten Lembata dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Kabupaten Lembata Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Lembata dalam menyusun formulasi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah khususnya pajak daerah. 2. Bagi Peneliti lainnya Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang mengadakan penelitian lanjutan berkaitan dengan intensifikasi pajak daerah.