PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH. Rosmiaty Tarmizi. Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN )

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

DESENTRALISASI FISKAL PENERIMAAN KEUANGAN DAERAH

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Economics Development Analysis Journal

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

ANALISIS KEMAMPUAN DAERAH, TINGKAT KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

KONTRIBUSI DAN EFEKTIFITAS PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

E.L. Tambuwun., S.S. Pangemanan., D.Afandi. Analisis Kinerja Keuangan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

ANALISIS KINERJA PENDAPATAN DAN BELANJA BADAN KEUANGAN DAERAH KOTA TOMOHON

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SOPPENG DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN TERHADAP PEMERINTAH PUSAT

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH UNTUK BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA TOMOHON

OPTIMALISASI APBD DALAM PERSPEKTIF PERFORMANCE BUDGET

ANALISIS PENERIMAAN RETRIBUSI PARKIR DALAM RANGKA MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Kediri)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK RESTORAN DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN SERANG (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH: STUDI KASUS KOTA JAMBI DAN KABUPATEN BATANGHARI 1 Oleh Lerinda M Sagala 1 dan Parmadi 1

Paramitha S. Mokodompit., S.S. Pangemanan., I. Elim. Analisis Kinerja Keuangan ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA KOTAMOBAGU

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

Abstract. Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jefry Gasperz ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Oleh: Syukria Dewi Pembimbing: Restu Agusti dan Rahmiati Idrus

KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH PEMEKARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

JURNAL Akuntansi & Keuangan Vol. 1, No. 1, September 2010 Halaman 123-128 PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Rosmiaty Tarmizi Abstract Demands for reform in all fields are supported by all Indonesian people in addressing regional issues have an impact on the financial relationship between the Central Government and Local Government. Autonomy and financial balance is fair, proportionate and transparent to be one of the demands of regional and community. The main characteristic of a region capable of autonomous autonomy lies in the financial ability to fund the implementation of local government with a degree of dependence on government is getting smaller. It is expected that the revenue (PAD) should be the biggest part in mobilizing funds local governance. Based on the above reasoning this study aims to look at local financial independence through a proportion of local revenues to total local revenue and ability to fund research activities. The method used is descriptive qualitative analysis method by analyzing the ratio to measure the level of independence local finance Bandar Lampung municipality. The results showed that the level of financial independence Bandar Lampung municipality area is still low, it is seen from the ratio of revenue to total revenue is only 8.06%, compared to operating expenses to be incurred only 9.83%, which can be financed from local revenues while the remaining comes to tax natural resources as well as transfers from the central government and the provinces. Keywords: PAD, TPD, & TBO (Pendapatan Asli Daerah, Total Pendapatan Daerah dan Total Belanja Opersional) 1. LATAR BELAKANG Reformasi yang dimulai beberapa tahun terakhir ini telah merambah keseluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek Reformasi yang dominan adalah aspek Pemerintahan. Aspek Pemerintahan yang dimaksud disini adalah aspek hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Pada aspek ini isu yang mencuat adalah adanya tuntutan otonomi yang lebih luas dan nyata yang harus diberikan kepada pemerintah daerah khususnya pemerintah Kabupaten/Kota. Otonomi daerah yang sedang bergulir saat ini telah dituangkan dalam UU No.22/1999 yang direvisi dengan undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Perintahan Daerah ter=ntang perluasan wewenang Pemerintah Daerah. Di samping itu juga dengan diberlakukannya Undang-Undang No.25/ 1999 kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, memberi keleluasaan bagi daerah untuk melaksanakan pemabangunan. Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjaawab, sektor pendapatan asli daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauhmana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangganya dan berapa besar ketergantungan daerah dari sumber Ekstern. Semakin kecil ketergantungan daerah dari sumber ekstern, bearti

124 JURNAL Akuntansi & Keuangan Volume 1, Nomor 1, September 2010 semakin tinggi kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu efektivitas dan efisiensi realisasi penerimaan pendapatan asli daerah merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mencapai kemandiriaan keuangan daerah. Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk menganalisa pendapatan asli daerah dalam kaitannya dengan kemandiriaan keuangan daerah adalah data APBD dari kodya Bandar Lampung untuk tahun anggaran 2007. Data APBD yang diperlukan untuk dasar analisa disajikan pada tabel 1. Tabel 1 Anggaran dan Realisasi APBD Kodya Bandar Lampung Tahun Anggaran 2007 (dalam ribuan rupiah) No Uraian Anggaran Realisasi I PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah 54.629.930,061 53.714.914,761 Bagi Hasil Pajak & Bagi Hasil Sumber Daya 43.970.000,00 53.232.603,696 Alam dari Pemerintah Pusat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi 21.575.000,00 30.052.791,222 Pendapatan Lainnya 526.771.617,284 528.972.838,483 II Total Pendapatan Daerah 646.949.547,345 665.973.208,162 BELANJA Belanja Operasi 557.593.804,530 546.565.703,807 Belanja Lainnya Total Belanja 701.462.094,803 660.075.263,348 Surplus (defisit) (54.515.547,457) 5.897.944,824 Pembiayaan 54.515.547,457 57.887.417,378 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 0 63.785.362,52 Sumber: Laporan realisasi anggaran Kodya Bandar Lampung Tahun 2007, data diolah 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Dengan adanya reformasi dibidang Pemerintahan maka UU NO.5/1974 diganti dengan UU No.22/1999 yang direvisi dengan UU No.32 tahun 2004 tentang perlunya dilaksanakan otonomi daerah dan UU No.25 yang direvisi dengan UU No.34 tahun 2004 tentang Keuangan Daerah. Kedua undang-undang ini memberi kewenangan bagi daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan otonomi daerah menurut UU No.22/1999 adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakasa dan peran serta aktif masyarakat serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis dan bertanggungjawab sehingga memperkuat

Pendapatan Asli Daerah Berdampak pada Kemandirian Keuangan (Rosmiaty Tarmizi) 125 persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban dan campur tangan pemerintah pusat di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. Pencapaian tujuan otonomi daerah ini tentunya tergantung dari kesiapan masingmasing daerah dan kemampuan daerah dalam menggali potensi daerah untuk membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan daerah termasuk efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Berdasarkan UU No.25 tahun 1999 Sumer-sumber pendapatan asli daerah meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. Kemandirian Keuangan Daerah Untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah salah satunya bisa diukur melalui ratio-ratio keuangan daerah dalam rangka kemandirian keuangan daerah. Yang terdiri dari: 1. Ratio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) dengan menggunakan rumus berikut: Ratio ini menggambarkan kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan, semakin besar ratio kontribusi bearti semakin besar pula kemandiriaann keuangan daerah. 2. Ratio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHP/BHBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) dengan menggunakan rumus : Ratio ini menggambarkan kontribusi bagi hasil pajak dan bukan pajak. Ratio ini berbanding searah dengan tingkat kemandirian keuangan daerah artinya semakin tinggi ratio BHP/BHBP semakin tinggi pula tingkat kemandirian keuangan daerah. 3. Ratio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Belanja Operasi (TBO) dengan menggunkan rumus berikut: Ratio ini menggambarkan kemampuan daerah untuk membiayai belanja operasi yang berasal dari sumber intern pemerintah daerah. Ratio ini juga berbanding searah dengan tingkat kemandirian keuangan daerah. 4. Ratio Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditambah dengan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHP/BHBP) terhadap Total Belanja Operasi (TBO) dengan menggunakan rumus: Ratio PAD+BHP/BHBP = = PAD +BHP/ BHBP x100% Terhadap TBO

126 JURNAL Akuntansi & Keuangan Volume 1, Nomor 1, September 2010 Ratio ini menggambarkan kemampuan daerah dari hasil yang diperoleh daerah dalam membiayai belanja operasi rasio ini berbanding searah dengan kemandirian keuangan daerah. 5. Ratio efektivitas dan ratio efisiensi digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dalam merealisasikan peneriman pendapatan asli daerah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Ratio efektivitas = = Realisasi Pendapatan + Asli Daerah x 100% Anggaran Pendapatan Asli Daerah Ratio efisiensi = = Biaya pemungutan PAD x 100% Realisasi PAD Ratio ini menunjukkan semakin tinggi ratio efektivitas dan ratio efisiensi terhadap realisasi penerimaan PAD berarti kinerja pemerintah semakin baik. ( Abdul Halim, 2007, hal. 232). 3. PEMBAHASAN Untuk melihat kemandirian keuangan pemerintah daerah perlu dilakukan penilaian mengenai proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah dan kontribusi pendapatan asli daerah dalam membiayai pengeluaran rutin. Di samping itu juga akan dinilai bagaimana kinerja pemerintah daerah dalam merealisir penerimaan pendapatan asli daerah yang telah ditargetkan. Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Alat analisis ini digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian pemerintah daerah dengan menggunakan 4 indikator, yaitu proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah. Proporsi bagi hasil pajak dan bukan pajak terhadap total penerimaan daerah, kontribusi pendapatan asli daerah dalam membiayai pengeluaran rutin dan kontribusi pendapatan asli daerah ditambah bagi hasil pajak dan bukan pajak dalam membiayai pengeluaran rutin. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dihitung 4 indikator di atas. Ratio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Penerimaan = = 53.714.914,761 x 100% 665.973.208,162 = 8, 06% Ratio Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak Terhadap Total Penerimaan = 83.285.454,918 x 100% = 12,51% 665.973.208,162

Pendapatan Asli Daerah Berdampak pada Kemandirian Keuangan (Rosmiaty Tarmizi) 127 Ratio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Belanja Operasi = 53.714.914,761 546.565.703,807 x 100% = 9,83% Ratio Pendapatan Asli Daerah+Bagi hasil pajak dan bukan pajak Terhadap Hasl Total Belanja Operasi = 83.285.454,918 x 100% = 25,06% 546.565.703,807 Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan sangat kecil sekali, yaitu hanya 8,06%, begitu juga proporsi bagi hasil pajak dan bukan pajak hanya 12,51%. Ini menunjukkan bahwa penerimaan pendapatan daerah masih didominasi oleh sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat dan provinsi. Begitu juga halnya dengan pembiayaan belanja rutin menunjukkan tingkat ketergantungan daerah kodya Bandar Lampung masih cukup besar pada pemerintah pusat dan provinsi. Hanya 25,06% yang dapat dibiayai oleh pendapatan asli daerah ditambah bagi hasil pajak dan bukan pajak. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat kemandirian keuangan masih sangat rendah. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Alat analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam merealisir penerimaan pendapatan asli daerah. Untuk itu digunakan indikator yaitu perbandingan antara realisasi PAD dengan anggaran yang ditetapkan dan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk memungut pendapatan asli daerah dengan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah. Biaya pemungutan pendapatan asli daerah untuk tahun anggaran 2007 adalah sebesar Rp 9.603.941,704 dengan demikian dapat dihitung ratio dan efektivitas dan efisiensi sebagai berikut: Ratio efektivitas = 53.714.914,761 x 100% = 98,32% 54.629.430,061 Ratio efisiensi = 9.603.941,704 53.714.914,761 x 100% = 17,88% Dari hasil perhitungan di atas diketahui bahwa ratio efektivitas pemerintah dalam melakukan pemungutan pendapatan asli daerah mencapai 98,32% dan ratio efisiensi sebesar 17,88%. Hal ini menggambarkan kinerja pemerintah daerah dalam merealisir pendapatan asli daerah masih belum cukup baik karena dari anggaran yang ditetapkan belum semuanya dapat terealisir. Walaupun demikian dari segi efisiensi pengelolaan sudah cukup efisien.

128 JURNAL Akuntansi & Keuangan Volume 1, Nomor 1, September 2010 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Keberhasilan otonomi daerah memerlukan kemandirian keuangan bagi masingmasing daerah otonomi khususnya dalam membiayai pengeluaran rutin, sehingga bantuan dan sumbangan pemerintah pusat/provinsi dapat digunakan untuk meningkatkan pembangunan. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Kemandirian daerah Kodya Bandar Lampung pada anggaran 2007 masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari sangat rendahnya proporsi bagi hasil pajak dan bukan pajak terhadap total penerimaan daerah. Untuk ratio proporsi pendapatan asli daerah hanya 8,06% data ratio proporsi bagi hasil pajak dan bukan pajak hanya 12,51%. Hal ini berarti bahwa kontribusi pemerintah pusat/provinsi masih cukup besar, yaitu ± 87,09% dari total penerimaan daerah. 2) Jika dilihat dari kemampuan pendapatan asli daerah dalam mendanai belanja rutin juga rendah, yaitu hanya 9,83% dan dengan ditambah bagi hasil pajak dan bukan pajak rationya menjadi 25,06%. Hal ini juga berindikasi dalam pembiayaan rutin pun masih memerlukan bantuan dari pemerintah pusat/provinsi. 3) Dilihat dari kinerja pemerintah daerah dalam merealisir penerimaan pendapatan asli daerah belum cukup baik ditinjau dari ratio efektivitas walaupun dari segi efisiensi sudah cukup efisien. 4.2 Saran Dari kesimpulan dapat dilihat bahwa kemandirian keuangan pemeritah daerah masih kurang meskipun kinerja untuk merealisir sudah baik. Untuk itu perlu diupayakan untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah dengan memperhatikan alokasi faktor produksi dan keadilan. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim, Akt 2007, Akuntansi Keuangan Daerah Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Abdul Halim, 2002, Manajemen Keuangan Daerah Bunga Rampai Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Kirana Raya, Wihana Model Analisis Potensi Keuangan Daerah: Kerja Sama Ditjen PUOD Depdagri dan Pusat Penelitan dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Widodo, 2001. Analisis Rasio Keuangan pada APBD Kabupaten Boyolali, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yulianti, 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Menghadapi Otonomi Daerah, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah., Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Panduan Daerah dan Undang- Undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan-Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.