STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA IUPHHK-RE

dokumen-dokumen yang mirip
STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA PEMEGANG IUPHHK-RE

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA PEMEGANG IUPHHK-RE

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA IUPHHK-HT. Bobot Verifier Alat Penilaian 5 > 5

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL)

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA IUPHHK-HTI. Bobot Verifier Alat Penilaian 5 > 5

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) IUPHHK-HA

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA IUPHHK-HA

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA IUPHHK-HA. Bobot Verifier Alat Penilaian 5 > 5

PEDOMAN PELAPORAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

Resume Hasil Penilaian Kinerja PHPL Penilikan II PT. Pemantang Abadi Tama Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah

Resume Hasil Penilaian Kinerja PHPL PT. Barumun Raya Padang Langkat

STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN LESTARI PADA HUTAN NEGARA (IUPHHK HA/HT/HTI)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Nomor : P.06/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

Pengantar Umum PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN IUPHHK-RE Berdasarkan P.32/Menhut-II/2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 64/Menhut-II/2014 TENTANG

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI OLEH DIREKTUR JENDERAL BUK SEMINAR RESTORASI EKOSISTEM DIPTEROKARPA DL RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIFITAS HUTAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HARAPAN RAINFOREST RESTORASI EKOSISTEM DI HARAPAN RAINFOREST SEBUAH MODEL DALAM UPAYA PENGURANGAN LAJU DEFORESTASI DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.24/MENHUT-II/2011

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN NOMOR : P.14/VI-BPPHH/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKM)

No Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaiaan

REVITALISASI KEHUTANAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA PEMEGANG IZIN DAN PEMEGANG HAK PENGELOLAAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD)

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK- HTI/HPHTI, IUPHHK RE)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN KRITERIA DAN INDIKATOR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 06/IV-SET/2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Lampiran 1.3. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor : P.14/PHPL/SET/4/2016 Tanggal : 29 April 2016 Tentang : Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PADA IUPHHK-RE KRITERIA DAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI Indikator PRASYARAT 1.1. Kapasitas dan Mekanisme untuk Perencanaan, Pelaksanaan Kegiatan, Pemantauan Periodik, Evaluasi dan Penyajian Umpan Balik Mengenai Kemajuan Pencapaian (Kegiatan) Izin Usaha Restorasi Ekosistem Usaha restorasi ekosistem sebagai upaya untuk membangun kawasan dalam alam produksi yang memiliki ekosistem penting untuk tercapainya keseimbangan hayati dan ekosistemnya dapat terlihat dari kemampuan UM dalam membuat dokumen jangka panjang (management plan), komitmen mengka n kegiatan yang sesuai dengan serta terlaksananya tindak koreksi manajemen berbasis hasil pemantauan secara 1.1.1. Pemenuhan aspek legalitas izin usaha 1.1.2. Visi-Misi pemegang ijin dan hasil sosialisasinya 1.1.3. Kemampuan dalam Tidak tersedia dokumen legal izin usaha yang sah Tidak tersedia dokumen visi-misi UM yang sesuai PHPL, atau Tersedia dokumen visi-misi yang sesuai PHPL namun belum ada sosialisasi dokumen, namun belum strategi pengelolaan restorasi ekosistem yang sesuai dengan karakteristik ekosistem/tapak Tersedia Dokumen legal izin usaha yang sah, namun hanya tersedia sebagian di kantor lapangan Telah ada sosialisasi dokumen visi-misi yang sesuai PHPL, namun baru dilakukan pada sebagian karyawan dokumen yang mampu strategi pengelolaan restorasi ekosistem yang sesuai dengan karakteristik ekosistem/tapak, namun belum disetujui oleh pejabat yang berwenang Dokumen legal izin usaha yang sah dan tersedialengkap di kantor lapangan Tersedia dokumen visi-misi yang sesuai PHPL, dan telah disosialisasikan kepada seluruh karyawan dokumen yang mampu strategi pengelolaan restorasi ekosistem yang sesuai dengan karakteristik ekosistem/tapak, dan telah disetujui oleh pejabat yang berwenang L1.3.1

periodik. Dokumen seharusnya memuat 1.1.4. Komitmen berinvestasi (pendanaan) Tidak tersedia dana yang cukup dan tidak lancar untuk mendanai seluruh Tersedia dana yang cukup untuk seluruh kegiatan, namun tidak lancer, atau Tersedia dana yang cukup dan lancar untuk seluruh kegiatan strategi pengelolaan operasional kegiatan Tersedia dana yang yang dapat cukup hanya untuk sebagian kegiatan tahap keseimbangan dapat dicapai serta kebutuhan investasi yang diperlukan. Sementara komitmen UM dapat tergambar dari kemampuan UM dalam pemenuhan 1.1.5. Sistem Informasi Manajemen (kemampuan menjalankan organisasi yang efektif) Tidak tersedia perangkat SIM yang lengkap Tersedia perangkat SIM yang lengkap, namun belum dijalankan secara efektif Tersedia perangkat SIM yang lengkap serta terdapat bukti SIM dapat dijalankan secara efektif aspek legalitas, penyediaan dana, 1.1.6. Ketersediaan Keberadaan tenaga Keberadaan tenaga Keberadaan tenaga serta ketersediaan Tenaga Teknis di teknis/profesional teknis/profesional teknis/profesional tenaga setiap tahapan bidang kean di bidang kean di bidang kean di teknis/profesional kegiatan lapangan hanya lapangan tersedia lapangan tersedia pada setiap tahapan tersedia pada pada setiap bidang pada setiap bidang kegiatan. sebagian bidang kegiatan pengelolaan kegiatan pengelolaan Keterlaksanaan kegiatan pengelolaan tetapi sesuai pemantauan periodik jumlahnya kurang ketentuan yang dapat dilihat dari dari ketentuan yang berlaku ketersediaan sistem berlaku informasi manajemen yang didukung oleh SDM yang. 1.2. Upaya dalam menciptakan Untuk dapat mewujudkan kelestarian usaha restorasi 1.1.7. Pemegang ijin memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku lokal, nasional, serta konvensi internasional yang sudah diratifikasi 1.2.1. Upaya menciptakan kepastian kawasan Tidak tersedia kelengkapan peraturan dan perundangan yang berlaku baik lokal, nasioal maupun konvensi internasional Belum ada upaya melakukan penataan batas. L1.3.2 Tersedia kelengkapan peraturan dan perundangan yang berlakunamun belum dikan dalam penyusunan dokumen Tata batas belum temu gelang, tanda batas di lapangan Tersedia kelengkapan peraturan dan perundangan baik lokal, nasional maupun konvensi internasional dan sudah dkan dalam penyusunan dokumen UM telah melakukan penataan batas temu gelang, tanda batas di

kepastian kawasan dan penyampaia n informasi persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan sebagian terpelihara dengan baik, terdapat dokumen legalitas tata batas serta telah melakukan upaya penyelesaian pada sebagian konflik batas yang terjadi. PRODUKSI 2.1. Perencanaan dan penataan ekosistem jangka panjang diperlukan jaminan kondisi pemungkin yang mantap. Jaminan tersebut dapat terwujud melalui kepastian kawasan dan persetujuan masyarakat adat/ setempat ter-hadap eksistensi areal, keberadaan perusahaan termasuk aktifitasnya. Kepastian kawasan diperoleh melalui kepastian status areal kerja terhadap penggunaan lahan, tata ruang wilayah dan tata guna, yang ditandai dengan kegiatan penandaan batas di lapangan. Sementara, persetujuan dari masyarakat adat/ setempat dilakukan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA). Alokasi areal kerja untuk pemulihan tegakan dan ragam fungsi 1.2.2. Upaya dalam menyampaikan informasi persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan 2.1.1. Keberadaan prosedur inventarisasi potensi tegakan upaya untuk mewujudkan persetujuan dari masyarakat adat dan/atau setempat prosedur yang sah L1.3.3 upaya untuk mewujudkan persetujuan dari masyarakat adat dan/atau setempat yang memenuhi prinsip-prinsip PADIATAPA, namun baru dilakukan pada sebagian kegiatan Atau upaya untuk mewujudkan persetujuan dari masyarakat adat dan/atau setempat, namun belum memenuhi prinsipprinsip free, prior, informed consent (PADIATAPA) yang berlaku yang sah, namun tidak sesuai dengan peraturan yang lapangan terpelihara dengan baik, terdapat dokumen legalitas tata batas; serta telah melakukan upaya penyelesaian atas setiap konflik batas yang terjadi. upaya untuk mewujudkan persetujuan dari masyarakat adat dan/atau setempat atas semua aktivitas UM yang dapat mempengaruhi eksistensi, penggunaan lahan serta sumberdaya mereka (kegiatan CSR/PMDH/Comdev, pemulihan, kehati, dll) dan telah memenuhi prinsipprinsip PADIATAPA inventarisasi potensitegakan dan nilai ekonomi

areal kerja berdasarkan tujuan dan nilai ekonomi berlaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku pemegang laporan yang ijin laporan belum disahkan produksi/peningkat an nilai ekonomi produksi seharusnya memperhatikan karakteristik biofisik kawasan, bentang alam di sekitarnya serta dinamika sosial yang ada. Alokasi tersebut secara jelas dan tepat digambarkan dalam peta-peta dan mudah dikenali di lapangan serta kegiatan restorasi ekosistem sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan tujuan masingmasing pemegang ijin 2.1.2. Dokumen hasil inventarisasi potensi tegakan dan nilai ekonomi 2.1.3. Penataan areal kerja telah didefinisikan dalam peta kerja 2.1.4. Kesesuaian dan penataan areal kerja peta kerja atau peta kerja tetapi tidak blok/zona berdasarkan karakteristik ekosistem areal kerja Tidak ada peta kerja peta kerja yang dapat zona/ blok berdasarkan karakteristik ekosistem areal kerja, namun tidak sesuai dengan Peta dokumen yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. peta kerja berupa penandaan blok/zona yang sesuai dengan dokumen, namun baru sebagian (50-80%) Atau penandaan pada >80% blok/zona, namun terdapat ketidaksesuaian dengan dokumen laporan hasil inventarisasi potensi tegakan dan nilai ekonomi yang sah dan lengkap peta kerja sesuai dokumen yang disahkan oleh pejabat yang berwenang yang dapat zona/blok berdasarkan karakteristik ekosistem areal kerja peta kerja berupa penandaan pada >80% blok/zona yang sesuai dengan dokumen L1.3.4

Indikator 2.2. Perencanaan dan kegiatan inti restorasi ekosistem Kegiatan inti dalam usaha restorasi ekosistem pada aspek produksi lebih menekankan pada upaya pemulihan tegakan & ragam fungsi ekosistem produksi di dalam areal kerja pemegang ijin berdasarkan kondisi ekosistem awal yang dihadapi. Kegiatan inti restorasi ekosistem meliputi kegiatan penanaman/ pengayaan, pemeliharaan dan penjarangan tidak hanya terhadap tegakan komersial, melainkan tegakan lain penghasil HHBK, layanan jasa ekosistem (penyimpanan dan penyerap-an karbon, pengatur tata air, pemandangan/ ekowisata).termasuk kegiatan penyelamatan dan perlindungan lingkungan dan keragaman hayati, seperti : penangkaran satwa, pelepasliaran fauna, dll. Dengan demikian, kegiatan inti restorasi ekosistem dapat 2.2.1. Keberadaan prosedur kegiatan inti restorasi ekosistem 2.2.2. Implementasi prosedur kegiatan inti restorasi ekosistem 2.2.3. Dokumen laporan kegiatan inti restorasi ekosistem prosedur yang sah prosedur kegiatan inti restorasi ekosistematau ratarata realisasi (volume dan kualitas kegiatan) <50% dari yang direncanakan laporan yang sah L1.3.5 yang sah dan sesuai tujuan UM dan karakteristik ekosistem, namun tidak lengkap untuk seluruh kegiatan, atau Prosedur seluruh kegiatan tersedia dengan lengkap namun isinya belum sesuai dengan tujuan UM dan karakteristik ekosistem areal kerjanya prosedur pada sebagian kegiatan inti restorasi ekosistem, dengan rata-rata realisasi (volume dan kualitas kegiatan) 50-80% dari yang direncanakan laporan yang sah, namun tidak lengkap kegiatan inti restorasi ekosistem yang sah dan sesuai dengan tujuan UM dan karakteristik ekosistem areal kerjanya secara lengkap untuk seluruh kegiatan prosedur pada seluruh kegiatan inti restorasi ekosistem, dengan rata-rata realisasi (volume dan kualitas kegiatan) > 80% dari yang direncanakan laporan yang sah dan lengkap kegiatan inti restorasi ekosistem

berbeda di masingmasing pemegang ijin sesuai karakteristik ekosistem yang dihadapi dan tujuan pemegang IUPHHK- RE masing-masing. 2.3. Perencanaan dan penggunaan teknologi tepat guna Usaha restorasi ekosistem sebagai model pengelolaan produksi yang masih baru menuntut unit manajemen dapat berkreasi untuk menemukan berbagai inovasi teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan efektivitas, efisiensidan legitimasi pencapaian tujuan pengelolaan restorasi ekosistem. Teknologi tepat guna meliputi pengetahuan, metode maupun peralatan yang diperoleh melalui serangkaian riset/ kajian ilmiah, kearifan lokal maupun a- dopsi dari luar yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi (biofisik, sosial ekonomi dan budaya), tidak mengganggu / mengubah ekosistem 2.3.1. Keberadaan prosedur penggunaan teknologi tepat guna 2.3.2. Implementasi prosedur kegiatan penggunaan teknologi tepat guna 2.3.3. Dokumen laporan hasil penggunaan teknologi tepat guna Tidak tersedia prosedur kegiatan penggunaan teknologi tepat guna Tidak ada prosedur penggunaan teknologi tepat guna laporan yang sah L1.3.6 Tersedia prosedurkegiatan penggunaan teknologi tepat gunayang sesuai dengan tujuan, tetapi tidak lengkap untuk seluruh kegiatan. Atau Prosedur seluruh kegiatan penggunaan teknologi tepat gunatersedia dengan lengkap tetapiisinya belum sesuai dengan tujuan. pada sebagian prosedur penggunaan teknologi tepat guna laporan yang sah dan namun tidak lengkap Prosedur seluruh tahapan kegiatan penggunaan teknologi tepat gunatersediadengan lengkap, dan isinya sesuai dengan tujuan untuk mencapai efisiensi pengelolaan. pada seluruh prosedur penggunaan teknologi tepat guna dan terbukti dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi dan legitimasi laporan yang sah dan lengkap disertai dengan bukti kegiatan

aslinya dan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan. 2.4. Perencanaan dan *) Pemegang IUPHHK- RE diberi kewenangan untuk memanfaatkan seluruh potensi SDH yang ada di areal kerjanya, yaitu: kawasan, HHBK (tumbuhan dan satwa), Jasling (karbon, ekowisata, ) selama masa sebelum tercapai keseimbangan maupun kayu setelah tercapai keseimbangan. Jenis/model usaha dapat berbeda-beda di masing-masing pemegang izin. Jenis usaha harus tertuang dalam dokumen management plan dan rencana kerja tahunan UM yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang. Tingkat / pemanenan hasil harus sesuai dengan produktivitas. Untuk 2.4.1. Keberadaan prosedur 2.4.2. Implementasi prosedur kegiatan 2.4.3. Kesesuaian rencana dan realisasi kegiatan prosedur yang sah prosedur atau terdapat prosedur kegiatan <50% Tidak ada realisasi atau realisasi <25% L1.3.7 yang sah dan sesuai dengan tujuan UM dan karakteristik ekosistem, namun tidak lengkap untuk seluruh kegiatan, atau Prosedur seluruh kegiatan tersedia dengan lengkap namun isinya belum sesuai dengan tujuan dan karakteristik ekosistem areal kerjanya kegiatan 50-80% realisasi sesuai dengan dokumen yang sah rata-rata 25-60% yang sah dan sesuai dengan tujuan UM dan karakteristik ekosistem areal kerjanya secara lengkap untuk seluruh tahapan kegiatan prosedur kegiatan > 80% dari seluruh tahapan kegiatan Realisasi seluruh kegiatan sesuai dengan dokumen yang sah rata-rata > 60%

EKOLOGI kayu, pemanenan harus sesuai dengan riap tegakan atau sesuai dengan daur tanaman yang telah ditetapkan. Untuk hasil bukan kayu, hasil sesuai dengan kemampuan mereproduksi kembali. Sementara untuk jasa lingkungan harus sesuai dengan kondisi daya dukung kawasan serta tidak mengubah bentang alam/ekosistem aslinya. 2.4.4. Dampak kegiatan Kegiatan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem aslinya pada seluruh komponen ekosistem dan tidak ada upaya penanganannya Kegiatan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem aslinya pada sebagian komponen ekosistem, dan sudah ada upaya penanganan Kegiatan tidak menimbulkan dampak negatif pada seluruh komponen ekosistem (biotik dan abiotik) dan bentang alam atau menimbukan dampak sertatelah ada upaya penanganan 3.1. Pemegang ijin memiliki baselinedan informasi ekologis tahun berjalan Ketersediaan baseline informasi ekologi dapat menjadi cermin kondisi awal pengelolaan areal IUPHHK-RE. Informasi ini selanjutnya akan menjadi dasar penilaian atas upaya yang dilakukan oleh pemegang ijin selama periode tertentu dalam rangka 3.1.1. Keberadaan prosedur penyusunan baseline dan informasi ekologis 3.1.2. Dokumen baseline dan informasi ekologis Prosedur tidak tersedia dokumen/laporan baseline dan informasi ekologis Prosedur tersedia dan sah tetapi tidak mencakup/mewakili ekosistem yang ada Atau Prosedur tersedia yang mencakup ekosistem yang ada, namun tidak lengkap laporan/dokumen yang sah, namun belum lengkap yang mencakup/mewakili ekosistem yang ada serta lengkap untuk seluruh jenis informasi dan telah mendapatkan pengesahan laporan/dokumen yang sah dan lengkap L1.3.8

pemulihan fungsi ekologi produksi (misalnya: pengelolaan kehati, yang sah dan lengkap seluruh kondisi ekologis seluruh kondisi ekologis layanan jasa 3.1.3. Hasil Sebagian besar Sebagian kecil kondisi ekosistem, dll). Untuk dapat menilai upaya Monitoring kondisi/informasi kondisi ekologis mengalami ekologis mengalami penurunan yang telah dilakukan ekologis penurunan oleh pemegang ijin Atau maka keberadaan informasi ekologis harus disajikan secara series. Informasi/kondisi ekologis meliputi kondisi unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah dan air), termasuk informasi luas dan kondisi kawasan yang memiiki nilai biodiversitas tinggi dan sumber plasma nutfah serta kawasan lindung menurut aturan yang berlaku. Seluruh kondisi ekologis menunjukan arah perbaikan Tidak terdapat kondisi ekologis yang mengalami penurunan 3.2. Perencanaan dan pengelolaan Lingkungan Kegiatan pengelolaan kondisi ekologis (Lingkungan) merupakan upaya yang dilakukan oleh UM untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi ekologis areal yang 3.2.1. Ketersediaan dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan 3.2.2. Pemegang ijin melakukan pemantauan dan Tidak tersedia dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang sah prosedur dan bukti realisasi pemantauan Tersedia dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang sah, namun tidak lengkap prosedur dan bukti realisasi pemantauan dan Tersedia dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang sah dan lengkap prosedur dan bukti realisasi pemantauan dan L1.3.9

dikelola, baik pada unsur hayati (flora dan fauna) khususnya pada flora/fauna penting/pilihan serta unsur non hayati (tanah dan air). pengelolaan flora dan fauna pilihan/penting dan pengelolaan flora dan fauna pilihan/penting pengelolaan flora dan fauna pilihan/penting tetapi tidak lengkap Atau Pengelolaan flora dan fauna penting/pilihan meliputi kegiatan pembinaan habitat dan pembinaan populasi, termasukupayayang termasuk dalam kategori flora-fauna pilihan adalah florafauna yang dilindungi, endemik, langka, jarang dan terancam/hampir punah atau florafauna yang memiliki peran kunci dalam Ekosistem di areal konsesi. Pengelolaan unsur non hayati merupakan upaya yang terkait dengan upaya perbaikan kualitas tapak, utamanya melalui kegiatan konservasi tanah dan air. 3.2.3. Pemegang ijin melakukan kegiatan konservasi tanah dan air 3.2.4. Pemegang ijin mengendalikan masuknya jenisjenis eksotis, dan mencegah jenis invasive dan hasil rekayasa genetik prosedur dan bukti realisasi kegiatan konservasi tanah dan air Tidak tersedia prosedur dan bukti pengendalian masuknya jenis-jenis eksotis, dan mencegah jenis invasive dan hasil rekayasa genetik prosedur secara lengkap, namun bukti realisasi pemantauan dan pengelolaan flora dan fauna pilihan/penting tidak lengkap untuk seluruh jenis prosedur dan bukti realisasi kegiatan konservasi tanah dan air tetapi tidak lengkap Atau prosedur secara lengkap, namun bukti realisasi kegiatan konservasi tanah dan air tidak lengkap untuk seluruh jenis kegiatan dan bukti pengendalian masuknya jenis-jenis eksotis, dan mencegah jenis invasive dan hasil rekayasa genetic namun tidak lengkap pengelolaan habitat flora dan fauna pilihan/penting yang mencakup seluruh jenis prosedur dan bukti realisasi kegiatan konservasi tanah dan air yang mencakup seluruh jenis kegiatan dan bukti pengendalian masuknya jenisjenis eksotis, dan mencegah jenis invasive dan hasil rekayasa genetik yang mencakup seluruh jenis L1.3.10

Indikator 3.3. Perlindungan Hutan Sumberdaya harus aman dari gangguan yang meliputi kebakaran, dan hama penyakit. Perlindungan merupakan upaya pencegahan & pembatasan kerusakan, kawasan dan hasil (tumbuhan dan satwa) yang disebabkan faktor alam, hama dan penyakit. Dalam hal ini perlindungan mengutamakan pencegahan awal terjadinya atau perkembangan suatu kerusakan melalui pengelolaan yang lebih baik. 3.3.1. Ketersediaan prosedur perlindungan yang sesuai dengan jenisjenis potensi gangguan yang ada 3.3.2. Sarana prasarana perlindungan gangguan 3.3.3. SDM perlindungan Prosedur tidak tersedia Jenis, jumlah dan fungsi sarana prasarana tidak Tidak tersedia SDM perlindungan tetapi tidak mencakup seluruh jenis gangguan yang ada Jenis dan jumlah sarana prasarana sesuai dengan ketentuan tetapi fungsinya tidak sesuai atau jenis dan jumlah sarana prasarana tidak sesuai dengan ketentuan tetapi fungsinya sesuai. Tersedia SDM perlindungan dengan jumlah dan/atau kualifikasi personil tidak yang mencakup seluruh jenis gangguan yang ada Jenis, jumlah dan fungsi sarana prasarana sesuai dengan ketentuan dan berfungsi dengan baik Tersedia SDM perlindungan dengan jumlah dan kualifikasi personil yang sesuai dengan ketentuan Untuk terselenggaranya perlindungan harus didukung oleh adanya unit kerja pelaksana, yang terdiri dari prosedur yangberkualitas, sarana prasarana, SDM dan dana yang. 3.3.4. Implementasi perlindungan gangguan Tidak ada kegiatan perlindungan Kegiatan perlindungan dikan melalui tindakan tetapi belum mempertimbangkan jenis-jenis gangguan yang ada Kegiatan perlindungan dikan melalui tindakan tertentu dengan mempertimbangkan seluruh jenis gangguan yang ada L1.3.11

Indikator SOSIAL 4.1. Pemegang ijin memiliki baseline data tentang kondisi masyarakat dan arealareal oleh masyarakat Data dasar tentang sosekbud masyarakat adat dan setempat mencakup etnografi, pola dan sumberdaya alam, hak-hak adat dan legal, pendapatan, dan aretefak budaya diidentifikasi dan didokumentasikan oleh pemegang ijin. Termasuk di informasi persepsi masyarakat terhadap UM dan aktivitasnya. Data dasar diperoleh melalui serangkaian survei sosial yang dilakukan secara series sehingga dapat dipantau dinamika sosial yang terjadi. 4.1.1. Pemegang ijin mengidentifikasi dan mendokumentasikan keberadaan masyarakat lokal / masyarakat adat dan areal nya di sekitar areal pemegang ijin 4.1.2. Pemegang ijin mengidentifikasi Persepsi masyarakat lokal dan adat terhadap UM dan aktivitasnya mekanisme dan baseline data dan dokumentasi terkait keberadaan dan hakhak adat/legal masyarakat adat dan masyarakat setempat serta areal nya mekanisme dan baseline informasi persepsi masyarakat terhadap UM dan aktivitasnya sebagian dokumentasi terkait keberadaan dan hakhak adat dan legal masyarakat adat dan setempat serta areal nya sebagian mekanisme dan dokumentasi terkait informasi persepsi masyarakat terhadap UM dan aktivitasnya mekanisme dan dokumentasi lengkap terkait keberadaan dan hakhak adat dan legal masyarakat adat dan setempat dan areal nya. mekanisme dan dokumentasi yang lengkap mengenai informasi persepsi masyarakat terhadap UM dan aktivitasnya Delineasi dan batasbatas berdasarkan identifikasi di atas telah dilakukan 4.2. Praktek atas sumberdaya oleh masyarakat Hak adat dan legal dari masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat untuk memiliki, menguasai 4.2.1. Pemegang ijin menghormati, dan mengakui praktek manajemen tradisional dan lokasi-lokasi Tidak adanya mekanisme delineasi praktek manajemen masyarakat tradisional dan lokasi- Adanya mekanisme praktek manajemen secara tradisional namun belum terintegrasi dalam Adanya mekanisme dokumentasi praktek manajemen secara tradisional dan terintegrasi dalam L1.3.12

dideskripsika n dengan jelas dokumen rencana maupun pengelolaan dan memanfaatkan lahan kawasan dan sumberdaya harus diakui dan dihormati. Pengelolaan SDH harus mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat (hak hidup, pemenuhan pangan, sandang, papan dan budaya). Kejelasan deliniasi kawasan ini telah mendapat persetujuan para pihak. penting bagi masyarakat yang memiliki nilai budaya, ekonomi, dan ekologi yang diintregrasikan ke dalam rencana dan pengelolaan *) 4.2.2. Pemegang Ijin menjamin akses masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang sudah menjadi tradisi mereka. lokasi penting yang memiliki nilai budaya, ekonomi, dan ekologi yang diintegrasikan ke dalam rencana dan pengelolaan. Tidak adanya mekanisme pengakuan, dan monitoring akses masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang sudah menjadi tradisi mereka serta dokumentasi tidak ada Adanya mekanisme pengakuan, dan monitoring akan jaminan akses masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang sudah menjadi tradisi mereka, sudah ada namun dokumentasi tidak lengkap. dokumen rencana maupun pengelolaan Adanya mekanisme pengakuan, dan monitoring akses masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang sudah menjadi tradisi mereka, telah dilaksanakan dan terdokumentasi secara baik. 4.2.3. UM menjamin bekerjanya mekanisme resolusi konflik atas sumberdaya yang bersifat partisipatif. Tidak ada mekanisme dan upaya resolusi konflik Ada mekanisme resolusi konflik dan upaya resolusi konflik menuju penyelesaian dibuktikan dengan dokumentasi proses Ada mekanisme resolusi konflik, berjalan efektif dan partisipatif, serta terdokumentasi dengan baik. 4.3. Keberadaan UM memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi dan Proses dan peningkatan ekonomi harus dilakukan secara terencana dan adanya komitmen dari pemegang izin. 4.3.1. Pemegang ijin memiliki prosedur dan peningkatan ekonomi dan sosial budaya Tidak adanya mekanisme dan peningkatan ekonomi sosial budaya masyarakat (termasuk CSR) Ada sebagian mekanisme dan peningkatan ekonomi sosial dan budaya (termasuk CSR), ada pelaksana namun Adanya mekanisme dan peningkatan ekonomi sosial budaya masyarakat (termasuk CSR) serta dipahami oleh pelaksana L1.3.13

sosial budaya Hal ini dapat dilihat dari prosedur (PRA), dokumentasi rencana belum dipahamiataupelaksa na tidak ditugaskan secara khusus peningkatan ekonomi, (terdokumentasi dengan baik). Dampak Ekonomi dan social dari kehadiran UM dapat diketahui setelah 4.3.2. Proses dan peningkatan ekonomi dan sosial budaya dilakukan secara partisipatif Proses peningkatan ekonomi dan sosial budaya tidak dilakukan Proses peningkatan ekonomi dan sosial budaya dilakukan tetapi belum partisipatif (PRA) melihat dan mebandingkan 4.3.3. Pemegang ijin Dokumentasi proses Ada dokumentasi baseline social mendokumentasik proses ekonomi dan tren an proses peningkatan ekonomi peningkatan ekonomi yang terjadi. Jika dan sosial budaya dan sosial budaya trend meningkat peningkatan tidak ada namun belum lengkap maka dapat ekonomi dan dikatakan kehadiran sosial budaya UM memberikan 4.3.4. Masyarakat Tidak adanya Adanya dokumen dampak social dan menilai dan documen anasisis analaisi dampak ekonomi bagi mempersepsikan dampak sosial dan sosial dan ekonomi, masyarakat. Selain dampak positif ekonomi, serta hasil hasil wawancara itu, dalam audit, dari kehadiran wawancara menunjukkan trend perlu dilakukan UM menunjukkan trend sedang atas kehadiran random wawancara negatif atas kehadiran UM dengan masyarakat UM untuk dapat mengethaui persepsinya terhadap kehadiran UM. Proses peningkatan ekonomi dan sosial budaya dilakukan secara partisipatif (PRA) Dokumentasi proses dan penigkatan ekonomi dan sosial budaya lengkap Adanya dokumen analisis dampak sosial ekonomi dan budaya, serta hasil wawancara menunjukkan trend baik atas kehadiran UM 4.4. Pemenuhan hak-hak Pekerja Pemegang izin harus memperhatikan aspek perlindungan, pengembangan dan peningkatan 4.4.1. Pemegang ijin menerapkan kebijakan dan prosedur yang menjamin Tidak adanya kebijakan dan prosedur yang menjamin hak-hak pekerja Ada kebijakan dan prosedur yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja tidak lengkap dan atau Ada kebijakan dan prosedur yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja lengkap dan L1.3.14

kesejahteraan tenaga kerja terpenuhinya hakhak pekerja belum dilegalisasi pimpinan UM dilegalisasi pimpinan UM 4.4.2. Pemegang ijin menjamin bahwa pekerja diberikan upah/penghasilan dan jaminan sosial secara adil dan memenuhi standar yang berlaku untuk mendukung kesejahteraan yang 4.4.3. Pemegang ijin menjamin hakhak pekerja untuk berserikat dan berunding secara kolektif 4.4.4. Pemegang ijin menjamin adanya jenjang karir pekerja yang jelas Pemberian upah/penghasilan dan jamnian social sudah dilakukan namun tidak sesuai dengan ketentuan berlaku (misal dibawah UMR, askes, jamsostek) untuk mendukung kesejahteraan yang Adanya larangan dan tekanan dari pemegang izin bagi karyawan untuk berserikat dan berunding secara kolektif Tidak adanya prosedur dan jenjang karir serta rencana dan pengembangan kapasitas Pemberian upah/penghasilan dan jaminan social sudah dilakukan minimal gaji staff terendah memenuhi ketentuan berlaku (misal dibawah UMR, askes, jamsostek) untuk mendukung kesejahteraan yang Tidak ada larangan dari pemegang izin bagi karyawannya untuk berserikat dan berkumpul. Ada prosedur jaminnan jenjang karir pekerja, sudah dilaksanakan atau belum terlaksana dengan baik (termasuk pengembangan kapasitas) Pemberian upah/penghasilan dan jaminan social sudah dilakukan diatas standard minimum dan kesejahteraan yang Adanya prosedur yang jelas dan disepakati antara pemegang Izin dan pekerja untuk berserikat dan berkumpul Adanya prosedur dan secara baik terkait jaminan jenjang karir (termasuk pengembangan kapasitas) secara jelas dan terdokumentasi 4.4.5. Pemegang ijin menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang Tidak tersedia sarana dan prasarana dasar (sandang, pangan, perumahan) yang Sarana dan prasarana dasar (sandang, pangan, perumahan) sebagian tersedia Tersedia sarana dan prasarana dasar (sandang, pangan, perumahan) L1.3.15

Indikator 4.5. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pemegang izin harus menjamin keselamatan pekerja 4.5.1. Pemegang ijin menerapkan sistem manajemen K3 Tidak a danya prosedur dan struktur system manajemen K3 Ada prosedur struktur system manajemen K3 belum dipahami dan atau belum ada struktur yang menjalankannya Adanya prosedur dan struktur system manajemen K3 4.5.2. Pemegang ijin melakukan, monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap penerapan system manajemen K3 Tidak adanya dan monitoring system manajemen K3 Adanya, dan atau evaluasi tidak dilakukan secara berkala, ada dokumentasi Adanya, evaluasi secara berkala dilakukan dan terdokumentasi 4.6. Pengamana n Hutan Pengamanan merupakan segala kegiatan, upaya dan usaha yang dilaksanakan oleh pemegang ijin (bisa secara mandiri maupun kerjasama dengan para pihak yang berwenang) dalam rangka mengamankan dan hasil secara terencana, terus menerus dengan prinsip berdaya guna dan berhasil guna. Jenis kegiatan pengamanan bisa dimulai dari penyuluhan, preemtif, preventif dan represif, 4.5.1. Ketersediaan prosedur pengamanan yang sesuai dengan jenis-jenis potensi gangguan yang ada 4.5.2. Sarana prasarana pengamanan 4.5.3. SDM pengamanan Prosedur tidak tersedia Jenis, jumlah dan fungsi sarana prasarana tidak Tidak tersedia SDM pengamanan tetapi tidak mencakup seluruh jenis gangguan yang ada Jenis dan jumlah sarana prasarana sesuai dengan ketentuan tetapi fungsinya tidak sesuai atau jenis dan jumlah sarana prasarana tidak sesuai dengan ketentuan tetapi fungsinya sesuai. Tersedia SDM pengamanan yang mencakup seluruh jenis gangguan yang ada Jenis, jumlah dan fungsi sarana prasarana sesuai dengan ketentuan dan berfungsi dengan baik Tersedia SDM pengamanan L1.3.16

disesuaikan dengan jenis dan sumber gangguan dengan jumlah dan kualifikasi personil yang Untukterselenggarany a pengamanan harusdidukung oleh adanya unitkerja pelaksana, yangterdiri dari prosedur yangberkualitas, saranaprasarana, SDM dan danayang Keterangan : D = Verifier Dominan (Utama) CD = Verifier Co-Dominan (Penunjang) 4.5.4. Implementasi pengamanan Tidak ada kegiatan pengamanan dengan jumlah dan/atau kualifikasi personil tidak Kegiatan pengamanandiimplem entasikan melalui tindakan tertentu (preemtif, preventif, represif) tetapi belum mempertimbangkan jenis-jenis gangguan yang ada Kegiatan pengamanan dikan melalui tindakan tertentu (preemtif, preventif, represif) dengan mempertimbangkan seluruh jenis gangguan yang ada DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI, ttd IDA BAGUS PUTERA PARTHAMA L1.3.17