BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa semakin menjadi bagian integral dari realitas masyarakat Indonesia. Berbagai perkembangan faktual menunjukkan, media bukan lagi sekadar sebagai faktor pelengkap, melainkan telah menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Pers Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan besar, tidak hanya dalam kuantitas tapi juga kualitas. UU Pers No.40 tahun 1999 semakin menegaskan hal tersebut. Dalam pasal 3 ayat 1 dikatakan bahwa pers nasional tidak hanya berfungsi sebagai media informasi, pendidikan dan hiburan, tetapi juga sebagai media kontrol sosial (Oetama, 2001: 21). Ini berarti selain sebagai media yang memiliki kebebasan untuk mencari dan menyebarkan informasi, pers juga memikul tanggung jawab sebagai penjaga demokrasi dengan aktif melakukan pengawasan terhadap lingkungan di manapun ia berada. Untuk menjalankan fungsi kontrolnya, media dituntut untuk independen. Media yang independen adalah fondasi demokrasi dan sering kali menjadi satu-satunya jaminan untuk transparansi dan tata pemerintahan yang baik dalam penanganan konflik dan upaya pembangunan yang berkelanjutan (Swantoro, 2001:11). Namun dalam kenyataannya tidak dapat dipungkiri wajah media saat ini memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi media berupaya mendekati obyektifitas pemberitaan, namun di satu sisi yang lain media juga tak luput dari keberpihakan dan ketidakberimbangan.
Dalam menghasilkan sebuah pemberitaan, media dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal berupa kebijakan redaksional, kepentingan para pengelola media dan relasi media dengan sebuah kekuatan tertentu, maupun faktor eksternal seperti tekanan pasar khalayak, sistem politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan luar lainnya. Bahkan diakui oleh sebagian besar pekerja media dan pengamat media, keberadaan media Indonesia saat ini cenderung bergerak pada ranah komersialisme, yang dideterminasi oleh para pemilik modal (Sudibyo, 2009 : 44). Akibatnya obyektivitas media sering berbenturan dengan konflik kepentingan pihak-pihak tersebut sehingga cenderung menjadi obyektivitas yang subyektif. Pendapat di atas ternyata sejalan dengan pandangan paradigma konstruksionis terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Menurut kaum konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Paradigma konstruksionis mengatakan bahwa realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subyektif wartawan (Eriyanto, 2004:12) Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Tidak ada realitas yang bersifat obyektif, karena realitas tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak. Dengan kekuatannya yang signifikan dalam mempengaruhi khalayak, bukan tidak mungkin bila pada titik tertentu subyektivitas media tersebut menggiring kita kepada suatu opini publik termasuk tentang citra seseorang atau sebuah lembaga/institusi. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi yang diterima seseorang, salah satunya adalah melalui media massa. Wacana media massa, termasuk berita surat kabar, merupakan konstruk kultural yang dihasilkan ideologi. Karena sebagai produk media massa, berita surat kabar menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial. Lewat narasinya, surat
kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia: siapa pahlawan, siapa penjahat, apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat, apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan oleh seorang pemimpin, tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan keadilan), isu apa yang relevan dan tidak (Hamad, 2004: 16). Terkadang suatu peran dari media massa dapat menimbulkan pembunuhan karakter (character assassination) terhadap seseorang atau institusi yang sedang diberitakan. Biasanya hal ini terjadi jika suatu media memberitakan tentang keterlibatan seseorang atau institusi dalam suatu kasus. Selama kurang lebih satu tahun belakangan ini, pemberitaan tentang terpidana kasus mafia pajak dan mafia hukum Gayus Tambunan selalu menjadi topik aktual yang disorot oleh hampir seluruh media di tanah air. Bagi institusi Polri, kasus Gayus ini ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, kredibilitas Polri semakin terangkat karena lewat kasus Gayus polisi berhasil mengungkap jaringan mafia pajak dan mafia hukum di negeri ini, meskipun hingga saat ini belum tuntas. Namun di sisi lain, karena seorang Gayus nama baik Polri sebagai sebuah lembaga penegak hukum jadi tercemar. Dalam kesaksiannya Gayus telah membuka aib lembaga ini dengan mengakui keterlibatan beberapa perwira dan petinggi Polri dalam kasusnya ini. Fakta dari kasus Gayus ini tentunya dipahami dan dimaknai, juga kemudian diberitakan secara berbeda oleh media-media di tanah air. Sebagian media mungkin akan lebih menonjolkan keberhasilan Polri dalam mengungkap kasus ini. Namun sebagian media lain mungkin akan lebih menyorot keboborokan Polri sebagai sebuah lembaga penegak hukum akibat ulah beberapa oknum di dalamnya. Peristiwa yang sama dapat dimaknai secara berbeda oleh masing-masing media. Setiap media tentunya mempunyai kerangka pemikiran dan pemahaman sendiri-sendiri yang disesuaikan dengan pengaruh dari faktor internal dan eksternal media itu sendiri. Kerangka pemahaman itu kemudian diaplikasikan dalam bentuk
pembingkaian produk berita, yang secara tersirat menunjukkan subyektivitas media tentang kasus tersebut. Harian Kompas merupakan salah satu dari media massa nasional yang cukup tegas mengkritisi kinerja lembaga hukum di Indonesia termasuk Polri dalam menangani kasus mafia pajak dan mafia hukum Gayus Tambunan. Ketegasan itu terlihat nyata tidak hanya melalui berita berita yang dimuat dalam harian Kompas, tetapi juga dalam tajuk rencananya. Tajuk rencana atau editorial merupakan suatu bentuk penulisan opini redaksi pada media atau surat kabar. Lewat kolom khusus ini media menunjukkan sikapnya terhadap suatu persoalan yang disorot. Dalam penyajiannya, tajuk rencana memadukan unsur fakta dan opini pihak redaksi melalui kalimat-kalimat singkat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tajuk rencana mewakili media sebagai lembaga, dalam memberitakan suatu pandangan, penilaian, penekanan dan kecenderungan (Sumadiria, 2001: 26). Simak saja beberapa tajuk rencana dapat menjadi contoh pernyataan sikap yang tegas dari Kompas seperti, tajuk berjudul: Potret buram negara hukum (edisi Senin, 15 November 2010) Kompas dengan tegas menyatakan bahwa Polisi lamban dalam mengungkap kasus Gayus. Ini nampak dalam salah satu kalimat pada tajuk rencana tersebut yang berbunyi: Tampaknya Polri cenderung hati hati sehingga terkesan lamban dalam mengungkap kasus itu. Sikap yang sama juga nampak dalam tajuk rencana kompas yang lain berjudul: Geram atas kepergian Gayus (Edisi Kamis, 18 November 2010). Dalam tajuk rencana ini lagi lagi kembali dipertanyakan kinerja lembaga penegak hukum, termasuk Polri dalam menangani kasus Gayus. Dapat dilihat dalam kalimat: Betapa kita cemas, kasus Gayus itu membuktikan gerakan pemberantasan korupsi belum solid bahkan juga pada para penegak hukum. Lalu dalam tajuk rencana berjudul Menanti penjelasan Kapolri (edisi 08 Desember 2010) lagi lagi Polri mendapat sorotan soal penanganan kasus Gayus. Ini terlihat dalam kalimat: Sebagaimana diberitakan, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo menjanjikan membawa kasus Gayus ke pengadilan dalam kurun waktu sepuluh hari dst. Namun, kenyataannya, sudah lebih dari sepuluh hari sejak
janji itu diucapkan, belum ada tanda-tanda pelimpahan kasus Gayus ke pengadilan. Tak ada juga keterangan dari pihak Mabes Polri soal kelanjutan penanganan kasus Gayus keluar tahanan. Sorotan tajam media terhadap institusi Polri ini mau tidak mau berpengaruh juga terhadap pembentukan citra Polri di mata publik. Citra yang terbentuk punya andil besar dalam meningkatkan atau malah menjatuhkan kredibilitas dan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri sebagai lembaga penegak hukum. Dengan membaca dan menganalisa kolom tajuk rencana suatu media, orang dapat secara lebih jelas memahami sikap media tersebut terhadap suatu persoalan. Bagaimana pihak media mencoba mengkonstruksi sebuah fakta atau realitas, lalu membingkainya menurut kerangka pemahaman media dan faktor-faktor yang turut menunjang eksistensi media dalam bentuk tulisan editorial yang singkat, padat dan jelas. Dan salah satu cara yang tepat untuk mendalami kerja media dalam mengkonstruksi sebuah realitas, membingkainya dalam kerangka tertentu lalu menyajikannya sebagai sebuah opini publik atau citra yang diinginkan adalah melalui analisis framing. Analisis framing diyakini dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membongkar realitas yang ada di balik teks berita. Atas dasar pemikiran inilah penulis mengajukan judul penelitian sebagai berikut: PENCITRAAN INSTITUSI POLRI DALAM WACANA MEDIA MASSA: Analisis Framing Terhadap Tajuk Rencana Surat Kabar Harian Kompas Tentang Kasus Mafia Pajak dan Mafia Hukum Gayus Tambunan Periode Maret 2010 Maret 2011 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana Surat Kabar Harian Kompas dalam tajuk rencananya
membingkai citra institusi Polri terkait kasus Gayus Tambunan dilihat dari analisis framing menurut William Gamson dan Andre Modigliani? Bagaimana citra institusi Polri dalam kasus Gayus Tambunan menurut surat kabar harian Kompas? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui Surat Kabar Harian Kompas dalam tajuk rencananya membingkai citra institusi Polri terkait kasus Gayus Tambunan dilihat dari analisis framing menurut William A. Gamson dan Andre Modigliani (2) Untuk mengetahui citra institusi Polri dalam kasus Gayus Tambunan menurut Surat Kabar Harian Kompas. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis Bila penelitian ini dilakukan maka hasilnya diharapkan akan bermanfaat sebagai (1) Sarana sosialisasi sekaligus rangsangan bagi penelitian lain yang serupa agar menambah perbendaharaan mengenai metode analisis wacana media, khususnya analisis framing. (2) Memberikan sumbangan terhadap studi komunikasi politik, khususnya mengenai peranan media massa dalam membingkai berita dalam kerangka analisis framing menurut William Gamson. 1,4,2 Kegunaan Praktis Mengidentifikasi kecenderungan media cetak nasional terutama Surat Kabar Harian Kompas dalam membentuk opini publik tentang citra seseorang atau sebuah institusi.
1.5 Kerangka Pikiran, Asumsi dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pikiran Kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis (Bungin, 2003: 83) Sebuah fakta atau realitas bisa punya pengaruh baik langsung maupun tidak langsung bagi eksistensi media, termasuk faktor-faktor yang menunjangnya, baik internal maupun eksternal. Karenanya kebijakan redaksi terhadap realitas tersebut tentunya perlu disesuaikan dengan kepentingan dua faktor utama tersebut. Penyesuaian ini pada akhirnya menghasilkan produksi berita yang sarat kepentingan dan cenderung subyektif, dengan penekanan, penonjolan dan tidak jarang juga menghilangkan bagian-bagian tertentu,sehingga mengarahkan khalayaknya kepada opini atau citra tertentu yang diinginkan oleh pihak media. Analisis framing dapat menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat kecenderungan pemberitaan media tersebut dan menemukan realitas di balik teks berita media tersebut.
Faktor Eksternal: ekstra media, ideologi Fakta: Kasus Gayus Tambunan Faktor Internal: individual, rutinitas media,organisasi Produksi berita (tajuk rencana): Seleksi isu Analisis Framing Hasil: realitas di balik teks (citra Polri) Sumber: diadopsi dari Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (2004,54). 1.5.2 Asumsi Ada beberapa asumsi yang dikemukakan dalam penelitian ini antara lain : Pertama, pesan yuang tertuang dalam teks produk jurnalistik tajuk rencana menunjukkan adanya representasi ide ide, kepentingan dan nilai nilai. Kedua, pertukaran pesan melalui media cetak dapat dimaknai dan diinterpretasi. 1.5.3 Hipotesis Penelitian Yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah :
(1) Pembingkaian citra istitusi Polri berkaitan dengan kasus mafia pajak dan mafia hukum Gayus Tambunan pada tajuk rencana surat kabar harian Kompas memperlihatkan kecenderungan penonjolan lebih pada citra negatif. (2) Citra institusi Polri berkaitan dengan kasus mafia pajak dan mafia hukum Gayus Tambunan menurut surat kabar harian Kompas cenderung negatif.