BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. di dalamnya kaidah-kaidah di bidang pengelolaan keuangan negara yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mencapai kegiatan operasional yang lebih efisien dan efektif ( Ali dan Green,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka menciptakan good

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pusat untuk mengatur pemerintahannnya sendiri. Kewenangan pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dielakkan lagi. Dengan semakin tinggi tuntutan tersebut berdampak terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir reformasi keuangan di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang besar dalam kehidupan manusia, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Informasi, dan Sistem Informasi. Bodnar dan Hopwood (2010:1) mendefinisikan sistem sebagai berikut,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi diera globalisasi ini menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat. Salah satu teknologi yang berkembang dengan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Instansi pemerintah secara umum berperan dalam pemberian. pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Undang-

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

SKRIPSI ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG WINDA PUSPITA SARI FAKULTAS EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

Assallamualaikum Wr.WB dan Salam Sejahtera untuk Kita Sekalian

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

ANALISIS EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAERAH (SIMDA) BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DPPKAD KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah

IMPLEMENTASI AKUNTANSI KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manajemen penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah yang baik dalam menjalankan operasional pemerintahan, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah di bidang pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Sebab bagaimanapun manajemen keuangan pemerintah merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka nation and state building. Adanya manajemen keuangan pemerintah yang baik akan menjamin tercapainya tujuan pembangunan (Asrori, 2009: 25). Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik Indonesia telah melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara. Dalam kehidupan bernegara yang semakin terbuka seperti sekarang ini, pemerintah sebagai perumus dan pelaksana kebijakan APBN dituntut untuk terbuka dan bertanggung jawab terhadap seluruh hasil pelaksanaan pembangunan. Salah satu bentuk tanggung jawab itu diwujudkan dengan menyediakan informasi keuangan yang komprehensif kepada masyarakat luas (Halim dkk, 2012: 16). Perhatian terhadap isu transparansi dan akuntabilitas keuangan publik di Indonesia dalam dekade terakhir ini semakin meningkat. Menurut Halim dkk, (2012: 15), hal ini terutama disebabkan oleh dua faktor antara lain sebagai berikut. 1

2 1. Krisis ekonomi dan turbulen fiskal telah memberi kontribusi terhadap erosi substansial kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. 2. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagai konsekuensi dari otonomi daerah, telah menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi pengeluaran anggaran pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Halim dkk, (2012: 15), kondisi ini membawa konsekuensi bahwa pemerintah harus dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (pusat dan daerah). Salah satu prasyarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, berdampak pada terjadinya pelimpahan kewenangan yang semakin luas dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah, dalam mengelola keuangan daerah, serta memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan, dan target penggunaan anggaran. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

3 Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah akan timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sebenarnya telah mengamanatkan pentingnya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) secara nasional yang bertujuan antara lain: 1) merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional; 2) menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional; 3) merumuskan kebijakan keuangan daerah, seperti dana perimbangan, pinjaman daerah, dan pengendalian defisit anggaran; 4) melakukan

4 pemantauan, pengendaliaan dan evaluasi pendanaan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, pinjaman daerah, dan defisit anggaran daerah (Halim dkk. 2012: 2). Oleh karena itu, guna menjawab kebutuhan masyarakat publik mengenai informasi keuangan, pemerintah pusat telah menyediakan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), sedangkan pemerintah daerah wajib menyampaikan data atau informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah pusat (Halim dkk, 2012: 16). Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) merupakan salah satu media yang digunakan dalam memberikan informasi yang di dalamnya memuat proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sampai ke tahapan realisasinya lengkap dengan laporan keuangan. Dengan adanya sistem informasi keuangan daerah diharapkan akan menciptakan akuntabilitas publik mengenai pelaporan keuangan daerah. Informasi keuangan daerah adalah segala informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan sitem keuangan informasi keuangan daerah. Jenis informasi keuangan daerah meliputi APBD, perubahan APBD, laporan realisasi APBD semester I, LKPD, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, laporan keuangan perusahaan daerah, dan dana terkait kebutuhan dan kapasitas fiskal (Halim dkk, 2012: 12). Dalam rangka menciptakan persamaan persepsi untuk menginterpretasikan dan mengimplementasikan berbagai peraturan perundang-undangan, tentang pengelolaan keuangan daerah, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri membentuk sistem dan prosedural Sistem Informasi Pengelolaan

5 Keuangan Daerah (SIPKD). Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah untuk meningkatkan efektivitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel, dan auditabel (Irfianto dan Utami, 2013: 4). SIPKD merupakan sistem yang dibangun menggunakan konsep ERP (Enterprise Resource Planning), yang mengintegrasikan data base pemerintah kabupaten/kota dengan data base pemerintah provinsi, baik secara online atau offline. Dengan integrasi tersebut pemerintah daerah dapat dengan cepat memberikan laporan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah pusat. SIPKD terdiri dari modul utama, yaitu: modul perencanaan, penganggaran, pertanggungjawaban, pelaksanaan, dan tata usaha. Selain modul utama, terdapat modul pendukung lain, yaitu: modul gaji, aset, piutang dan pinjaman. Penerapan SIPKD merupakan bentuk usaha penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, yang akan benar-benar diterapkan pada tahun 2015. Saat ini telah terdapat 171 daerah yang menerapkan SIPKD. Penerapan SIPKD oleh pemerintah daerah sekarang ini masih merupakan pilot project dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga masih hanya 171 daerah yang menerapkan SIPKD. Pada akhirnya semua pemerintah daerah diharapkan dapat menerapkan SIPKD ini (www.usadi.co.id). Upaya yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri ini dapat dipahami mengingat sampai sekarang masih

6 ditemukan beberapa permasalahan pengelolaan keuangan daerah dalam skala nasional, diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, keterlambatan penyampaian data keuangan dari daerah ke pusat mengakibatkan penyajian data keuangan daerah secara nasional untuk kepentingan merumuskan kebijakan fiskal terlambat dari jadwal yang direncanakan. Kedua, ketidakseragaman input data keuangan dari daerah baik dalam hal kode rekening maupun format laporan keuangannya, sehingga menyulitkan kompilasi dan konsolidasi database keuangan daerah yang harus disajikan sebagai satu kesatuan laporan keuangan sektor publik (Pegangan Penyelenggaran Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, 2006). Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa laporan keuangan daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama satu periode pelaporan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah daerah harus berupaya untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan keuangan daerah dengan menerapkan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah. Oleh karena itu, terkait dengan perkembangan teknologi komputer, pengelolaan keuangan daerah kini sudah mulai memaksimalkan penggunaan komputer sebagai alat bantu, sehingga menghasilkan sebuah sistem informasi keuangan daerah yang handal. Widjajanto (2001: 72), menyatakan sistem akuntansi berbasis komputer memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan efisiensi, khususnya jika volume data yang diolah cukup besar,

7 pengolahan data dengan menggunakan komputer lebih mudah karena komputer bisa melakukan perhitungan secara otomatis, komputer mampu menyajikan informasi secara cepat dan dengan kecermatan yang tinggi. Dengan penggunaan sistem informasi akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah berbasis komputer yang terintegrasi aparatur tentunya akan sangat terbantu dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan, baik di tingkat SKPD maupun SKPKD. Di samping itu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Tolbert dan Mossberger (2006: 11), menunjukkan bahwa penerapan TI di sektor publik terbukti memiliki dampak pada peningkatan persepsi transparansi, efektivitas, respon, dan aksesibilitas terhadap pemerintah tingkat federal. Untuk pemerintah tingkat state, penerapan TI meningkatkan persepsi pengguna hanya pada respon pemerintah sedangkan peningkatan persepsi aksesbilitas dan respon terjadi hanya pada pemerintah tingkat local, yang berakibat pada meningkatnya trust terhadap pemerintah tingkat local. Saat ini pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dilakukan secara parsial dan tidak terpadu. Terkait dengan perkembangan teknologi informasi, sudah selayaknya pengelolaan keuangan daerah memaksimalkan penggunaan aplikasi sebagai alat bantu sehingga menghasilkan sebuah sistem informasi keuangan daerah yang handal. Namun, pada kenyataannya hal ini masih belum dapat dilakukan secara maksimal. Misalnya ada daerah yang masih menggunakan sistem komputer tanpa jaringan. Ini memberikan implikasi bahwa pengelolaan keuangan daerah belum seperti yang diharapkan. Fakta menunjukkan bahwa dari jumlah 524 Pemda, sebanyak 361 atau 68,89 persen Pemda telah menggunakan

8 sistem informasi keuangan, dan 163 pemda (31,11persen) belum diketahui secara pasti sistem yang di gunakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Data per Oktober 2012 memberikan gambaran pengelolaan keuangan daerah yang digunakan oleh pemda juga masih tidak seragam. Sebanyak 223 pemda menggunakan SIMDA, 119 pemda menggunakan SIPKD, 123 Pemda menggunakan sistem lain, dan 59 pemda tidak menggunakan sistem. TIDAK MENGGUNAKAN SISTEM; 59 SIMDA, 223 SISTEM LAIN, 123 SIPKD, 119 Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, 2014 (diolah) Gambar 1.1 Penggunaan Teknologi Informasi di Pemda Beragamnya sistem yang digunakan, adanya perbedaan akun dan struktur APBN dengan APBD, merupakan faktor yang menyebabkan belum terintegrasinya sistem pengelolaan keuangan antara pusat dan daerah (Halim dkk, 2012: 3). Padahal kualitas informasi keuangan daerah yang disajikan oleh pemerintah pusat sangat bergantung pada tingkat pemahaman dan ruang lingkup penyelenggaraan SIKD di daerah. Data keuangan daerah yang relevan dan dapat diandalkan menjadi input bagi proses SIKD di pusat sehingga diharapkan menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan.

9 Informasi keuangan daerah yang disediakan dan disajikan harus memenuhi kriteria informasi yang berkualitas (Halim dkk, 2012: 9). Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011 telah membangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), anggaran sebesar Rp33.343.597.487,00. Pelaksanaan pengembangan dan implementasi SIPKD yang dimulai sejak bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Oktober 2011, pada tahap awal 171 Pemerintah Daerah telah ditetapkan sebagai daerah basis implementasi SIPKD. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), secara akutansi termasuk kelompok aset tak berwujud pada laporan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah. Aplikasi SIPKD dimaksud diberikan ke daerah secara cuma-cuma (gratis) untuk dapat dipergunakan dengan baik. Akan tetapi, dalam perjalanannya karena alasan satu dan lain hal maka di penghujung implementasi ini jumlah daerah yang siap mengoperasikan SIPKD berjumlah 119 daerah, padahal harapan pemerintah aplikasi tersebut dapat menjadi satu alat dalam efektivitas pelaporan pengelolaan keuangan daerah. 60 40 20 0 PENUH TERBATAS PERSIAPAN Sumber: Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, 2014 (diolah) Gambar 1.2 Penggunaan SIPKD di Pemda

10 Keberhasilan implementasi SIPKD ini tidak lain adalah dalam rangka meningkatkan kinerja manajemen keuangan daerah dan terwujudnya sistem pengelolaan keuangan daerah yang terkomputerisasi berdasarkan standar international best practises. Sistem ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan (good governance and accountable), sehingga meningkatnya efektivitas pemanfaatan sumberdaya untuk menggerakkan ekonomi dan pembangunan daerah. Pembangunan SIPKD ini bermakna bahwa, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diwajibkan untuk menguasai program aplikasi yang telah ditentukan, mulai dari input data dan proses datanya. Dalam rangka penerapan paket regulasi dan pengembangan kapasitas pengelolaan keuangan daerah, yang secara terpadu diharapkan dapat menjadi alat bantu standar dan efektif menjembatani gap antara tuntutan pemenuhan regulasi dan peningkatan layanan disatu sisi dengan keterbatasan SDM dan kapasitas organisasi pada sisi lainnya. Pengembangan dan implementasi SIPKD pada dasarnya adalah fasilitas pemerintah dalam proses menuju manajemen perubahan (change management) yang baik dan benar. Pengelolaan keuangan daerah dari kondisi operasi yang relatif manual atau komputerisasi parsial, menuju pengelolaan keuangan daerah berbasis teknologi informasi yang terpadu mulai dari tingkat SKPD Pemerintah Daerah SIKD Regional hingga SIKD Nasional merupakan tujuan manajemen perubahan. Data dihasilkan sudah terintegrasi dan akan lebih mudah dilakukan konsolidasi dari tingkat pemerintah daerah ke tingkat pemerintah pusat.

11 Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan terhadap pemerintahan daerah dalam bentuk kebijakan dan aksi fasilitasi. Pengembangan implementasi SIPKD ini pada dasarnya merupakan sebuah upaya pemerintah dalam mendukung agenda reformasi keuangan daerah menuju peningkatan kinerja tata kelola keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan auditabel, serta untuk memperkuat peran dan fungsi pengelolaan keuangan daerah sebagai salah satu penggerak peningkatan kinerja ekonomi lokal guna peningkatan standar hidup dan pelayanan masyarakat. Sekilas informasi dari aplikasi SIPKD yang dibangun oleh Kementerian Dalam Negeri, aplikasi SIPKD tersebut terdiri dari 2 (dua) sistem utama yaitu sebagai berikut. 1. Core System merupakan modul aplikasi inti dari SIPKD, terdiri dari modul perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan serta pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi dalam sebuah sistem, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline. Modul Core System adalah modul aplikasi inti dari SIPKD yang merupakan aplikasi system yang mencakup satu siklus pengelolaan keuangan daerah, terdiri dari modul perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan serta pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi dalam sebuah sistem, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline. 2. Non Core System merupakan modul aplikasi pendukung dari SIPKD, terdiri dari modul pinjaman, piutang, aset, gaji, dan Sistem Informasi Eksekutif-

12 Regional SIKD. Modul aplikasi ini dapat diintegrasikan dengan modul core system, baik pada aspek database, reporting maupun untuk kepentingan rekonsiliasi. Sistem ini dapat berjalan, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline. Implementasi aplikasi SIPKD dapat membantu memudahkan semua pekerjaan. Aplikasi SIPKD memudahkan data lebih akurat, kesesuian input data dari SKPD dengan efektivitas kerja sangat menentukan. Bila input data yang dilakukan oleh SKPD telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka data tersebut dapat diproses. Sebaliknya, apabila data tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, maka program tidak bisa berfungsi. Untuk itu perlu dilakukan klarifikasi data tersebut melalui SKPD. Ketidaksesuaian data ini membuat para stakeholder sedikit terhambat. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun penerapan TI di sektor publik ini dalam beberapa kasus terbukti efektif memberi manfaat bagi organisasi pemerintah atau masyarakat. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak ada jaminan bahwa penerapan TI di sektor publik akan efektif menyelesaikan masalah. Dengan demikian ada kemungkinkan terjadinya kegagalan dalam penerapan teknologi informasi di sektor publik. Hasil penelitian yang dilakukan di New Zealand oleh Goldfinch (2007), menunjukkan bahwa 38 persen proyek sistem di pemerintah berhasil, 59 persen bermasalah, dan 3 persen gagal atau dibatalkan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan sistem di organisasi sektor publik perlu lebih hatihati karena adanya benturan kepentingan antara birokrasi, manajerial, dan programmer.

13 Kegagalan penerapan TI di sektor publik menurut Goldfinch (2007: 918), menunjukkan kurangnya literature penerapan TI pada sektor publik. Goldfinch (2007: 926), menyarankan bahwa organisasi sektor publik perlu sangat hati-hati dalam menerapkan TI. Beberapa kegagalan penerapan sistem informasi yang berbasis pada TI, antara lain disebabkan oleh: teknologi yang tidak kompatibel, kurangnya pengetahuan, pelatihan, kurangnya kemampuan manajemen, proses yang kurang terintegrasi, benturan budaya, benturan struktur manajemen, kurangnya koordinasi sistem, politik, dan lingkungan. Penyebab kegagalan tersebut dapat dikelompokkan, yaitu: kegagalan proyek, kegagalan sistem, dan kegagalan pengguna. Permasalahan yang timbul dari pengembangan sistem yang berbasis TI di sektor publik adalah pengawasan/kontrol yang lemah atau tidak efektif, yang timbul dari kompleksitas masalah yang tinggi, perubahan lingkungan, kemampuan sumber daya manusia. Pengawasan yang efektif terhadap pengembangan sistem dan pencapaian kepuasan pengguna sistem akan mencegah kegagalan sistem yang dapat menimbulkan kerugian (Goldfinch, 2007: 926, Yoon dan Im, 2005: 60). Menurut Goldfinch (2007: 925), organisasi pemerintah perlu hati-hati dalam menerapkan TI. Selama penerapan SIPKD beberapa permasalahan masih dirasakan oleh para pengguna SIPKD. Hal ini disebabkan perubahan cara kerja dari sistem manual menjadi sistem yang berbasis pada teknologi informasi membuat para petugas tidak mudah melakukan koreksi jika terjadi kesalahan. Keluhan terhadap layanan/fitur SIPKD dirasakan membatasi dan merepotkan pengguna SIPKD.

14 Lamanya penanganan permasalahan yang timbul dari sistem merupakan permasalahan lain yang dihadapi pengguna SIPKD. Permasalahan dengan output/hasil SIPKD dirasakan masih ada yang kurang untuk mendukung bentuk pelaporan kegiatan di luar anggaran sehingga masih dilakukan penyesuaian secara manual. Dari semua keluhan akibat permasalahan yang muncul, diduga disebabkan oleh penerapan SIPKD yang kurang sesuai dengan harapan penggunanya. Teori disonansi kognitif menjelaskan bahwa ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan/kebutuhan dapat menimbulkan persepsi negatif yang berakibat penurunan kinerja. Selain itu, teori konfirmasi harapan juga menjelaskan bahwa kesesuaian harapan dengan kebutuhan akan menciptakan kepuasan yang akan berdampak positif bagi pada penerapan sistem. Dengan demikian, pemenuhan harapan dari pengguna sistem merupakan faktor yang penting untuk menciptakan kepuasan pengguna sistem yang akan berdampak pada kesuksesan penerapan suatu sistem (Fisher, 2001 dalam Puspita, 2013: 12). Pengembangan sistem informasi pada dasarnya memerlukan suatu perencanaan implementasi yang hati-hati untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan. Hal ini dikarenakan perubahan dari sistem manual ke sistem komputerisasi tidak hanya menyangkut perubahan teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan organisasi (Bodnar dan Hopwood, 2010 : 1). Untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan maka diperlukan kualitas sistem informasi yang baik dan ini akan berpengaruh pada tingkat kepuasan pengguna sistem yang dikembangkan. Suatu departemen sistem

15 informasi yang sukses harus mampu memberikan keuntungan bagi para pengguna jasa dan pemakai sistem informasi melalui aktiviitas-aktivitas (pelayanan) yang dilakukannya dan mampu membantu organisasi mencapai tujuannya. Karena fungsi sistem informasi memberikan pelayanan yang berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan manajemen menyebabkan perlunya sistem informasi organisasi yang efektif (Baridwan dan Hanum, 2007: 154). Sistem informasi yang efektif berarti sistem informasi tersebut harus mampu memberikan kepuasan para pengguna jasanya (Mulyadi, 1999: 121). Sistem informasi yang efektif merupakan hal yang penting bagi organisasi guna berfungsi pada tingkat yang optimal (Baridwan dan Hanum, 2007: 158). Kondisi pemerintah provinsi dan kabupaten kota di Indonesia tidak semua memiliki pola pikir (maindset) yang sama terhadap penggunaan SIPKD. Ini tercermin dari ada beberapa daerah inkubator tidak mau menggunakan aplikasi dimaksud, dengan berbagai alasan, antara lain politik, keuangan, sarana, dan sumber daya manusianya. Berpijak pada uraian latar belakang di atas maka, adalah hal yang urgen untuk mengetahui bagaimana persepsi pengelola Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di daerah. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis sejauh mana manfaat (benefit) aplikasi SIPKD di daerah dibandingkan dengan nilai perolehannya (cost), dan diharapkan dapat terwujudnya menyajikan data dan informasi keuangan daerah, utamanya terkait dengan kebijakan sinkronisasi keuangan negara dan keuangan daerah. Tugas dan fungsi pemerintah pusat dalam pembinaan terhadap pemerintah daerah dalam

16 bentuk kebijakan dan aksi fasilitasi dapat terwujud. Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Keuangan Daerah di dalam membangun suatu sistem informasi kedepannnya. Harapannya sistem informasi yang tepat guna, dalam pemerintahan, besarnya inventasi di bidang tekologi informasi yang feasible ditentukan melalui suatu analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis). Karena aset negara yang digunakan untuk melaksanakan tugas pokok negara dan jajarannya harus dikelola secara efisien, efektif dan dipelihara dengan baik agar dapat dipergunakan secara maksimal. 1.2 Rumusan Masalah Dalam rangka menciptakan persamaan persepsi untuk menginterpretasikan dan mengimplementasikan berbagai peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan daerah, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, membentuk sistem dan prosedural Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel, dan auditable. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan dimaksud sebagai berikut. 1. Apakah implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di pemerintah daerah sudah dijalankan dengan benar?

17 2. Apakah implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) sudah memenuhi aspek hukum, aspek teknis operasional dan aspek manfaat? 1.3 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan efektivitas SIKD pernah dilakukan. Beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. Hendrikus (2009: 136), meneliti pengaruh sistem informasi manajemen dan sistem akuntansi pusat terhadap efektivitas pengelolaan aset negara pada kantor pelayanan perbendaharaan negara surakarta. Penelitian ini mengambil populasi sebanyak 103 kuasa pengguna barang satuan kerja di wilayah kerja KPPN Surakarta. Studi penelitian ini dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari sistem informasi manajemen dan sistem akuntasi pusat secara simultan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap efektivitas pengelolaan aset di KPPN Surakarta. Ini berarti bahwa SIMAK di KPPN Surakarta setidaknya membantu, memudahkan semua pekerjaan baik dalam pemrosesan data maupun dalam menjalankan program yang dijalankan oleh kantor tersebut. Womer dan Widhiyani (2012: 4), meneliti Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan SIPKD. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah

18 teknik analisis kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: SIPKD pada SKPD di Pemerintah Kabupaten Tabanan masing-masing variabel (keamanan data, waktu, ketelitian, relevansi, variasi laporan, kenyamanan fisik, kualitas informasi dan teknologi informasi) efektif. Bagoe (2013: 13), melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji dan mengetahui pengaruh pelaksanaan sistem informasi keuangan daerah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Gorontalo. Populasi penelitian ini adalah staf yang bertanggung jawab langsung mengatur informasi sistem pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Gorontalo. Data penelitian primer diperoleh melalui kuesioner. Metode penelitian adalah kuantitatif. Analisis data dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah memiliki dampak yang signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Penelitian kali ini juga meneliti efektivitas SIKD, tetapi populasi penelitian meliputi Pemerintah daerah seluruh Indonesia. Di samping itu penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Alasan menggunakan pendekatan diskriptitf kualitatif adalah karena untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi yang dalam hal ini adalah efektivitas pelaksanaan SIKD secara aktual dan cermat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai Efektivitas Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)

19 tanpa mencari atau menerangkan saling hubungan atau perbandingan antarvariabel. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui manfaat aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di daerah. 2. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas SIPKD di antara aspek-aspek hukum, aspek teknis operasional dan aspek manfaat. 1.4.2 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti karena memberi kesempatan untuk mengetahui bagaimana sebuah kebijakan pengelolaan keuangan daerah diambil berdasarkan pemanfaatan teknologi informasi. Hasil ini diharapkan pula dapat memberikan informasi dan wawasan serta menambah referensi kepustakaan khususnya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dalam mengambil kebijakan tentang pengelolaan keuangan daerah.

20 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I Pengantar, memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, menguraikan tentang tinjauan pustaka, landasan teori, pertanyaan penelitian, dan alat analisis. Bab III Analisis Data, memberikan uraian tentang metode penelitian, hasil analisis data, dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, merupakan bab penutup yang berisikan uraian singkat mengenai hasil penelitian dan pembahasannya, menyampaikan saran kepada pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian, dan menguraikan keterbatasan dalam penelitian.