BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

manusia dimulai dari keluarga. Menurut Helmawati (2014:1) bahwa Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak.

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya. hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB I PENDAHULUAN. anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini diperkuat

BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN METODE MONTESSORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENGURANGAN PADA PESERTA DIDIK TUNARUNGU KELAS I SDLB

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menumbuhkan Kepercayaan Diri pada anak Tunarungu di SLB Putra Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa: Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Berdasarkan pada peraturan tersebut, setiap warga negara Indonesia, terutama usia anak sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak pendidikan. Begitu juga bagi seorang anak tunarungu. Mereka memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan selayaknya anak pada umumnya. Menurut Hallahan & Kauffman (1991:266): tunarungu merupakan istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, yang digolongkan ke dalam tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Sedangkan Dwidjosumarto (1988) menyatakan bahwa: tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran. Salah satu sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak tunarungu untuk mendapatkan hak pendidikan disebut SLB B (Sekolah Luar Biasa bagian B atau Tunarungu). Sekolah khusus bagian B menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang dikhususkan bagi anak dan remaja dengan gangguan

2 pendengaran. Sekolah khusus ini biasanya menggunakan basis kompetensi berbahasa dan komunikasi untuk kecakapan hidup. Namun dengan adanya sekolah inklusi, beberapa sekolah dapat menerima peserta didik penyandang tunarungu. Sekolah inklusif menggunakan kurikulum yang digunakan untuk sekolah reguler. Namun untuk membantu peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus maka di sekolah inklusi biasanya menyediakan guru pendamping khusus untuk membantu peserta didik mengikuti pembelajaran di dalam kelas. Dengan adanya sekolah inklusi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa seorang anak tunarungu bersekolah di sekolah reguler. Perkembangan tunarungu secara fisik seperti pada anak pada umumnya, namun tuanrungu memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi verbal. Selain itu, tunarungu juga memiliki tugas perkembangan yang sama dengan anak pada umumnya yaitu penyesuaian diri dan sosial. Perlu diperhatikan bagaimana perkembangan sosial peserta didik dalam aspek penyesuaian diri di sekolah. Schneider menyatakan bahwa : Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencangkup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan kebutuhan dalam dirinya, ketegangan ketegangan, konflik konflik, dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkann oleh lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, 2009:192). Dari definisi yang dikemukakan oleh Schneider diatas disebutkan bahwa seseorang dikatakan menyesuaikan diri apabila orang tersebut melakukan sebuah respon untuk mewujudkan keselarasan dengan lingkungan dimanapun orang tersebut berada. Istilah lain yang dikenal masyarakat untuk penyesuaian diri adalah adaptasi (adjusment). Gunarsa (Sobur, 2003: 529) mengatakan bahwa bentuk penyesuaian diri (adjusment) ada dua, yaitu adaptive dan adjustive. Adaptive atau adaptasi lebih bersifat badani, dan adjustive lebih bersifat

3 psikis, yaitu penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan aturan atau norma. Dari penjelasan tersebut dapat ditafsirkan bahwa seseorang dapat menyesuaiakan diri dengan baik jika dirinya dapat menanggulangi ketegangan serta konflik yang ada di sekitarnya. Secara keseluruhan penyesuaian diri yang dilakukan oleh peserta didik tidak hanya dalam lingkup pembelajaran di kelas. Tetapi juga dari bagaimana dirinya dapat berinteraksi dengan teman sebayanya, ketaatannya pada peraturan sekolah, ketergantungan pada seseorang, dan penyesuaian secara keseluruhan pada lingkungan barunya. Sekolah merupakan tempat untuk tunarungu belajar berkomunikasi dan bersosialisasi serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dengan hambatan mendengar dan berkomunikasi yang dimiliki oleh tunarungu, tentu bukan hal yang mudah bagi tunarungu untuk menyesuaikan diri di lingkungan barunya. Beberapa kasus ditemui di lapangan, diantaranya adalah beberapa anak tunarungu pindahan yang sebelumnya bersekolah di sekolah khusus dan sekarang bersekolah di sekolah reguler. Adanya perbedaan lingkungan dari yang sebelumnya homogen menjadi heterogen tentu harus dilakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung, ada 2 orang peserta didik kelas 1 dan 1 orang peserta didik kelas 2 yang merupakan peserta didik pindahan dari sekolah luar biasa. Salah satu peserta didik berinisial HG terlihat dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah barunya. Hal ini dibuktikan dari tidak adanya ketegangan antara HG dengan teman teman satu kelasnya. Meskipun memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, namun HG mampu meminimalisir kesenjangan yang ada antara dirinya dan lingkungan. Di sekolah, HG diantar oleh ibunya dan ditunggu hingga pembelajaran selesai. Apabila mengalami kesulitan, HG bisa dapat

4 langsung meminta tolong kepada ibunya. Ketika tidak dapat melakukan sesuatu, HG menunjukkan rasa kesal dan ditunjukkan dengan menangis. Tidak jauh berbeda dengan HG, peserta didik IB menunjukkan penyesuaian diri yang lebih positif. IB lebih berani dalam menyampaikan keinginannya dibandingkan dengan HG. IB lebih percaya diri untuk bergaul dengan orang yang yang baru dikenalnya. Namun, IB memiliki permasalahan saat mengontrol emosinya. IB beberapa kali terlihat marah marah saat menghadapi situasi yang tidak diinginkanya. Jika HG diantar dan ditunggu pada saat berada di sekolah, IB hanya diantar kemudian ditinggal oleh ibunya. IB akan dijemput oleh ibunya jika pembelajaran sudah selesai. Jika IB menghadapi kesulitan, ia akan meminta tolong kepada guru atau temannya. Dari ketiga peserta didik tersebut yang paling mononjol dalam permasalahan penyesuaian diri adalah NN. NN menunjukkan adanya ketegangan emosional dengan teman sekelasnya di karenakan sikapnya yang agresif sehingga menyebabkan teman teman satu kelasnya tidak ingin mendekatinya. Hasil belajarnya pun dibawah rata rata kelas dan sulit untuk memahami perkataan oranglain. Perlakuan guru yang berbeda untuk NN adalah karena emosi NN sulit diredam sehingga guru memiliki perhatian lebih untuk NN. Pada saat menghadapi situasi gagal, NN terlihat marah dan memukul mukul meja. Namun nenek dari NN begitu sabar selalu membantu dan mendampingi NN. Saat berada di sekolah, neneknya tidak boleh pergi dan harus menunggu di luar kelas. Tingkat percaya diri NN pun sangat tinggi dan NN memiliki keterbukaan untuk bergaul dengan siapa saja. Dari permasalahan ketiga peserta didik tunarungu diatas ditemukan bahwa dalam menyesuaikan diri, seseorang akan mendapatkan dorongan dan hambatan untuk melakukan penyesuaian diri. Faktor pendorong dan penghambat dari penyesuaian diri yang dilakukan seorang individu dapat berasal dari aspek internal maupun eksternal. Aspek internal meliputi

5 kondisi fisiologis dan psikologis. Kondisi fisiologis yang terjadi pada tunarungu dikhususkan pada kemampuan pendengarannya. Dari kemampuan pendengarannya dapat dilihat apakah kondisi tersebut menjadi faktor pendorong atau justru penghambat seorang tunarungu dalam menyesuaiankan diri. Selain kondisi fisiologis, kondisi psikologis yang ada pada tunarungu juga dapat mempengaruhi penyesuaian diri yang dilakukannya. Kondisi psikologis secara garis besar meliputi keadaan emosi, mekanisme pertahanan diri, hubungan dengan orang lain, kemampuan menyatakan perasaan, dan keterbukaan mengenal lingkungan. Seperti halnya kondisi fisiologis, kondisi psikologis tunarungu juga dapat mempengaruhi penyesuaian dirinya. Dari aspek ekternal, faktor yang dapat mempengaruhi adalah penerimaan dari lingkungan di sekitar tunarungu. Orangtua, guru, dan teman satu kelas akan menjadi faktor yang dapat mendorong maupun menghambat penyesuaian diri tunarungu di lingkungan sekolah. Pola asuh orang tua, pemahaman guru dan teman sebaya terhadap kondisi tunarungu menjadi aspek yang dilihat dalam penyesuaian ini. Setelah faktor yang dapat mendorong dan menghambat, seorang tunarungu akan melakukan penyesuaian diri sesuai dengan faktor mana yang lebih banyak berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian dirinya. Kemudian akan terlihat bagaimana dampak dari penyesuaian diri yang telah dilakukan. Dampak tersebut akan dilihat dari aspek hasil belajar dan respon lingkungan terhadap penyesuaian diri yang dilakukan. Selain dari faktor pendorong dan penghambat, upaya upaya yang dilakukan oleh lingkungan sekitar tunarungu terutama orangtua dan guru sebagai pembimbing tunarungu di rumah dan sekolah juga akan berpengaruh pada penyesuaian diri tunarungu di lingkungan sekolah. Upaya upaya tersebut yang kemudian akan dilihat sejauh mana dan seperti apa.

6 Berlatar belakang hal tersebut, peneliti tertarik untuk memotret bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan oleh anak tunarungu yang bersekolah di sekolah reguler, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan barunya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul : Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung (Studi Deskriptif pada Peserta didik Tunarungu di Sekolah Reguler ) B. Fokus Masalah Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan fokus masalah adalah tertuju kepada Bagaimana penyesuaian diri peserta didik tunarungu di SD Dewi Sartika Kota Bandung?. Dengan subfokus masalah sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi faktor pendorong dan penghambat peserta didik tunarungu dalam penyesuaian diri di sekolah reguler? 2. Bagaimana dampak dari penyesuaian diri yang dilakukan peserta didik tunarungu di sekolah? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru dan orangtua untuk mengoptimalkan penyesuaian diri peserta didik tunarungu di sekolah? C. Tujuan Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Penelitian Secara Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai penyesuaian diri peserta didik tunarungu di sekolah reguler. b. Tujuan Penelitian Secara Khusus 1) Untuk mengetahui faktor pendorong keberhasilan dan hambatan peserta didik tunarungu dalam menyesuaikan diri

7 yang sehat di SD Dewi Sartika Kota Bandung ditinjau dari aspek internal dan eksternal. 2) Untuk mengetahui bagaimana dampak dari penyesuaian diri yang dilakukan peserta didik tunarungu di SD Dewi Sartika Kota Bandung ditinjau dari hasil belajar peserta didik, respon lingkungan yang mencangkup orangtua, guru, dan teman sebaya. 3) Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh orang tua peserta didik tunarungu dan guru untuk mengoptimalkan penyesuaian diri peserta didik tunarungu di SD Inklusi Dewi Sartika Kota Bandung. 2. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan ada manfaat yang dapat di ambil baik secara teoritis maupun secara praktis, adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : a. Secara teoritis Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan untuk bahan pengembangan dalam ilmu pendidikan luar biasa. Khususnya tentang penyesuaian diri peserta didik tunarungu di sekolah reguler. b. Secara praktis 1) Peneliti Bagi peneliti, penelitian ini berguna sebagai pengalaman, pembelajaran, dan pengetahuan dalam menyatukan pengetahuan teoritis berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan memberikan gambaran penyesuaian diri anak tunarungu yang bersekolah di sekolah reguler. 2) Sekolah Dasar Reguler

8 Bagi Sekolah Dasar Reguler, khususnya SD Dewi Sartika Kota Bandung, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan untuk sekolah dalam mengoptimalkan penyesuaian diri anak tunarungu di sekolah reguler. 3) Guru Sebagai masukan terhadap gambaran kondisi peserta didik tunarungu dalam menyesuaikan diri di sekolah sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membantu peserta didik mengoptimalkan dirinya dalam menyesuaikan diri di sekolah. 4) Orangtua Sebagai masukan terhadap gambaran kondisi anak tunarungu dalam menyesuaikan diri di sekolah sehingga dapat dijadikan bahan motivasi untuk mengoptimalkan penyesuaian diri anak tunarungu di sekolah.