BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1 NASA-TLX Analisis Setiap Dimensi NASA-TLX

xii 3.2 Pengumpulan Data Pengolahan Data NASA-TLX RSME Analisis Komparatif Desain Penelitian..

PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL MASINIS KERETA API RUTE JARAK JAUH (STUDI KASUS PADA PT KAI DAOP 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH MUSIK TERHADAP BEBAN KERJA MENTAL PEKERJA BATIK TULIS DAN CAP DI BATIK PUTRA LAWEYAN

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menangani pasien

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

NASKAH. Diajukan oleh: D TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudraja dalam. website MetroTV mengatakan Indonesia merupakan salah satu pemasok

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Evaluasi Beban Kerja Mental Dengan Subjective Workload Assessment Technique (Swat) Di PT. Air Mancur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah kendaraan juga berbanding lurus dengan meningkatnya

,,3. Sv.h erii. s7-,,tr t. Surat Pernyataan. Pengalihan Hak Pubtikasi. Menyatakan bahwa makalah berludul: Judul Ka

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT BEBAN KERJA OPERATOR PACKING DENGAN METODE NASA-TLX (TASK LOAD INDEX) DI PT GEMBIRA

PENENTUAN BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT BERDASARKAN SHIFT KERJA DAN JENIS KELAMIN MENGGUNAKAN METODE NATIONAL

ANALISA BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE NASA TLX PADA OPERATOR KARGO DI PT. DHARMA BANDAR MANDALA (PT. DBM)

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA Tutorial 4 BEBAN KERJA MENTAL

BAB 6 KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Tingkat Beban Kerja Mental Masinis berdasarkan NASA-TLX (Task Load Index) di PT. KAI Daop. II Bandung

Analisis Hubungan Beban Kerja dan Kelelahan Terhadap Jumlah Pengangkutan Box Container Operator Head Truck di PT. Petikemas

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari kondisi kesehatan fisik dan mental, pendidikan atau keahlian,

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Pengaruh Beban Kerja Mental Terhadap Perubahan Kondisi Fisiologis pada Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA)

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL MASINIS DENGAN METODE RNASA-TLX (Studi Kasus: PT. KAI DAOP 6 YOGYAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA BEBAN KERJA OPERATOR INSPEKSI DENGAN METODE NASA-TLX (TASK LOAD INDEX) DI PT. XYZ

BAB I PENDAHULUAN. satunya dengan metode pengukuran denyut jantung. Metode pengukuran. dengan metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique).

ANALISIS TINGKAT STRESS PEKERJA OPERASIONAL DI STASIUN KERETA API BANDUNG BERDASARKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Evaluasi Beban Kerja Mental Masinis Kereta Api Prameks dengan Metode RNASA-TLX (Studi Kasus: PT. KAI DAOP 6 YOGYAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE NASA TLX PADA DEPARTEMEN LOGISTIK PT ABC

KUESIONER PENELITIAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan metode yang telah diakui. berbagai metode, dan salah satunya adalah metode pengukuran NASA TLX.

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS BEBAN KERJA TERHADAP PENGEMUDI BUS JURUSAN BANDUNG-DENPASAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE NASA-TLX

Tingkat Beban Kerja Mental Masinis Berdasarkan NASA-TLX (Task Load Index) Di PT. KAI Daop. II Bandung *

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, pihak penyedia jasa dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju menuntut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS TREN KECELAKAAN PADA SEKTOR TRANSPORTASI DI INDONESIA (Moda Transportasi : Kereta Api)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGUKURAN DAN ANALISIS BEBAN KERJA FISIK DAN MENTAL PENGEMUDI BUS AKDP RUTE SOLO- SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga

PERSEPSI PENUMPANG KERETA API TERHADAP TINGKAT PELAYANAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bidang komunikasi maupun bidang instruksional telah memungkinkan tersedianya

Evaluasi Beban Mental Masinis Kereta Api Berdasarkan Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) dan Aktivitas Amilase dalam Air Liur *

ANALISIS PERBAIKAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP BEBAN KERJA MENTAL

BAB I. A. LATAR BELAKANG Perkembangan dunia kereta api di negara-negara sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL DALAM SEARCHING TASK DENGAN METODE RATING SCALE MENTAL EFFORT (RSME)

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN Sumber: Database KNKT Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber daya

ANALISIS PENGARUH SHIFT KERJA TERHADAP BEBAN KERJA MENTAL PEKERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWAT (SUBJECTIVE WORKLOAD-ASSESSMENT TECHNIQUE)

-2- perawatan oleh tenaga yang telah memiliki kualifikasi keahlian sesuai dengan bidangnya. Dalam rangka meningkatkan keselamatan atas pengoperasian p

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang terjadi di dunia usaha akhir akhir ini mengalami

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. Dunia kereta api yang sejak lama ada di Indonesia terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Karyawan atau tenaga kerja merupakan asset utama dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. gerakan yang dilakukan oleh tangan manusia. Gerakan tangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. 1 Grafik perkembangan jumlah penumpang menurut moda transportrasi Juli 2012 Juli2013

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL KERETA API SRIWEDARI JURUSAN SOLO-YOGYA BAYU ROSIDA SUMANTRI

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL OPERATOR WEAVING B UNIT INSPECTING PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV DENGAN METODE NASA-TLX

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PROSPEK PENGEMBANGAN KERETA API PENUMPANG JURUSAN TEGAL-PURWOKERTO

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN

Auditorium KNKT, Kementerian Perhubungan 28 Desember Interviewing Techniques in Accident Investigation NTSC In-House Training

RAMA FAJAR TUGAS SARJANA. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari. Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. oleh. Universitas Sumatera Utara

1.1 Sejarah Penemuan dan Perkembangan Kereta Api Sejarah Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Suatu perusahaan yang baik tentunya akan memiliki sumber daya manusia yang baik pula (Simanjuntak & Situmorang, 2010). Selain itu, sumber daya manusia juga merupakan aset penting yang perlu dijaga oleh perusahaan karena berfungsi dalam menjalankan setiap kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan begitu sudah sepatutnya bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi kinerja pada setiap aspek yang terkait dengan pekerja. Hal ini perlu dilakukan supaya tujuan yang dimiliki oleh perusahaan dapat tercapai dengan baik. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Aktivitas fisik dan mental dapat menimbulkan konsekuensi, yaitu munculnya beban kerja baik fisik maupun mental (Asdyanti, 2012). Beban kerja didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi untuk mencapai tujuan tertentu (Jex. H, 1988). Jika kemampuan pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan. Sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah daripada tuntutan pekerjaan maka akan muncul kelelahan yang berlebih (Widyanti dkk, 2010). Aktivitas yang bersifat mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga hanya membutuhkan kalori yang lebih rendah. Namun secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena melibatkan kerja otak daripada kerja otot. Untuk itu, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun mental pekerja agar tidak terjadi kelelahan (Tarwaka, 2015). Kelelahan pasti akan terjadi pada setiap pekerja. Namun kelelahan itu dapat diminimalisir dengan memperhatikan setiap beban kerja yang diterima oleh pekerja.

2 Salah satu contoh aktivitas mental lebih dominan terdapat pada bagian operasional kereta api. Kereta Api merupakan salah satu moda transportasi yang masih menjadi pilihan masyarakat di Indonesia. PT. KAI DAOP VI Yogyakarta merupakan salah satu daerah operasi kereta api di Indonesia yang memiliki lintas operasi Kutoarjo Purwosari, Purwosari Wonogiri, Gundih Solo Balapan, Solo Balapan Kertosono. Kemudahan, kenyamanan, dan ketepatan waktu yang ditawarkan oleh kereta api menjadi alasan bagi masyarakat untuk memilih moda transportasi. Namun dibalik fasilitas yang dimiliki oleh kereta api, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya adalah kecelakaan. Menurut hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada tahun 2007 sampai tahun 2013, faktor penyebab kecelakaan perkeretaapian adalah sarana, prasarana, operasional, manusia, dan eksternal. Faktor kecelakaan yang disebabkan oleh manusia sepanjang tahun 2007 sampai tahun 2013 masih terjadi sebanyak 11 kasus kecelakaan (Database KNKT, 2013). Kesalahan pada manusia (human eror) yang terjadi pada PT. KAI terjadi karena stress yang dialami oleh masinis (Izazaya, 2011) dan kesalahan yang dilakukan oleh PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) seperti salah memberikan sinyal atau salah mengatur wesel (Agusta, 2011). Dalam perjalanan kereta api, masinis hanya menjalankan kereta berdasarkan sinyal yang sudah diberikan oleh PPKA yang berada di setiap stasiun. Peranan PPKA yang sangat penting menjadikan operator didalamnya memiliki tanggung jawab tinggi. Dalam melaksanakan pekerjaannya, PPKA memiliki tanggung jawab dalam mengatur jalur yang akan dilalui oleh kereta api dan memberikan sinyal kepada masinis pada saat berada di stasiun maupun diluar stasiun. Selain itu, PPKA juga bertugas dalam membantu administrasi terkait perjalanan kereta api dan pelayanan kereta api dalam mempercepat bongkar muat penumpang. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, operator PPKA membutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi. Hal itu menimbulkan tanggung jawab yang besar pada setiap operator PPKA. Tanggung jawab yang besar tersebut membuat beban kerja mental PPKA menjadi lebih dominan dibandingkan beban kerja fisik. Menurut Manuaba (2000) dalam Tarwaka (2015), menjalankan tuntutan tugas merupakan salah satu bagian dari aspek beban kerja mental. Beban kerja mental akan sangat mempengaruhi kinerja operator PPKA. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengevaluasi beban kerja

3 mental operator PPKA sehingga dapat meningkatkan kinerja operator dalam melakukan aktivitas. Saat ini evaluasi beban kerja mental menjadi sangat penting dalam rangka menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan produktivitas operator. Hal ini bertujuan untuk mengatur tuntutan tugas supaya tidak membebani operator (Rubio et al, 2004). Beban kerja mental yang berlebihan dapat menyebabkan pengolahan informasi yang dilakukan operator menjadi tertunda bahkan tidak merespon sama sekali karena jumlah informasi yang diterima melebihi kapasitas dari operator tersebut untuk memprosesnya. Sedangkan beban kerja mental yang jauh lebih rendah akan membuat operator menjadi bosan kemudian cenderung membuat kesalahan (Ryu and Myung, 2005). Evaluasi beban kerja mental ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan dari kinerja yang dilakukan oleh operator. Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan pengukuran objektif dan pengukuran subjektif. Pengukuran objektif dilakukan dengan pendekatan fisiologis sehingga pengukuran ini terkuantifikasi dengan kriteria objektif (Widyanti dkk, 2010). Pengukuran subjektif lebih didasarkan pada persepsi subjektif dari responden atau pekerja yang diukur (Tarwaka, 2015). Menurut Sanders & Mc Cormick (1993), pengukuran beban kerja mental secara subjektif lebih mudah dalam proses administrasi dan lebih dapat diterima oleh pekerja. Metode pengukuran beban kerja mental yang umum digunakan saat ini adalah Subjective Workload Assessment Technique (SWAT), NASA TLX (Task Load Index), dan RSME (Rating Scale Mental Workload). SWAT dan NASA TLX merupakan metode dengan skala multi-dimensional sedangkan RSME merupakan metode dengan skala uni-dimensional. Dalam penelitian ini, pengukuran beban kerja mental pada operator PPKA dilakukan dengan menggunakan metode NASA TLX dan RSME. Metode tersebut dipilih karena NASA TLX memiliki sensitivitas yang tinggi dibandingkan SWAT (Rubio et al, 2004). Selain itu, RSME juga memiliki sensitivitas yang tinggi dan mudah dipahami oleh responden namun hanya memiliki satu dimensi saja (Widyanti dkk, 2010). Dengan adanya dua metode tersebut, dapat mengetahui perbedaan hasil pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA TLX yang memiliki skala multi-dimensional dan RSME yang memiliki skala uni-dimensional.

4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana beban kerja mental yang dialami PPKA berdasarkan metode NASA-TLX dan metode RSME? 2. Bagaimana perbedaan hasil pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA TLX dan metode RSME? 3. Bagaimana perbaikan yang diperlukan untuk mengurangi beban kerja mental PPKA? 1.3 Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk memfokuskan kajian yang akan dilakukan supaya tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik. Berikut adalah batasan masalah dalam penelitian ini : 1. Penelitian ini dilakukan pada PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) di PT. KAI DAOP VI Yogyakarta. 2. Penelitian ini dibatasi sampai pada analisis (pengukuran) beban kerja mental dan pemberian usulan perbaikan. 3. Pengukuran beban kerja mental dilakukan dengan metode NASA TLX dan RSME. 4. Beban kerja yang akan diukur berdasarkan shift kerja yang dijalani operator. 5. Pengamatan dilakukan pada saat operator selesai menjalani shiftnya. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui beban kerja mental yang dialami PPKA berdasarkan metode NASA-TLX dan metode RSME. 2. Mengetahui perbedaan hasil pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA TLX dan metode RSME. 3. Mengetahui perbaikan yang perlu dilakukan untuk mengurangi beban kerja mental PPKA.

5 1.5 Manfaat Penelitian Berikut manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat yang bisa diambil oleh operator PPKA adalah dapat menambah pengetahuan serta pemahaman tentang beban kerja mental dari pekerjaannya sehingga dapat melakukan upaya untuk meminimalkan beban kerja mental. 2. Manfaat yang bisa diambil oleh pihak manajemen dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam menetapkan kebijakan yang lebih baik. 3. Manfaat yang bisa diambil oleh peneliti adalah dapat menerapkan teori-teori yang didapat di bangku perkuliahan ke dunia nyata. 1.6 Sistematika Penelitian Pada tugas akhir ini akan disusun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi kajian singkat tentang latar belakang masalah pengukuran beban kerja mental pada PPKA beserta metode yang akan digunakan, rumusan masalah, batasan masalah yang merupakan ruang lingkup dari penelitian ini, tujuan penelitian yang akan dicapai dari penelitian ini, manfaat penelitian yang akan diperoleh bagi perusahaan serta penulis, sistematika penelitian. BAB II LANDASAN TEORI Berisi tentang konsep dan prinsip dasar tentang beban kerja mental serta metode NASA TLX dan RSME yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian. Disamping itu juga memuat uraian tentang hasil penelitian terdahulu tentang pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA TLX dan RSME. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mengandung uraian tentang objek penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan data yang akan dilakukan sesuai dengan metode NASA TLX dan RSME, hasil penelitian yang akan dicapai, dan bagan alir dari penelitian ini.

6 BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL PENELITIAN Mengandung data yang diperoleh dari kuesioner NASA TLX dan RSME. Pengolahan data dengan metode NASA TLX dilakukan untuk memperoleh skor akhir serta diinterprestasikan kedalam beberapa kategori. Sedangkan untuk pengolahan data metode RSME langsung dilakukan analisis yang sesuai dengan titik acuan yang dipilih oleh responden. Hasil dari pengolahan diatas akan ditampilkan baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Pada sub bab ini juga akan dilakukan analisis komparatif terhadap hasil pengukuran beban kerja mental antara metode NASA TLX dengan metode RSME dengan menggunakan sampel berpasangan dan sampel independen. Bab ini juga dijadikan sebagai acuan untuk pembahasan hasil yang ditulis pada bab 5. BAB V PEMBAHASAN Pembahasan diperoleh dari pengolahan data dengan menguraikan mengenai dimensi apa yang dominan pada masing-masing operator PPKA dan secara keseluruhan dengan metode NASA TLX. Pada titik acuan mana dan berapa besarnya usaha mental yang dilakukan operator PPKA berdasarkan metode RSME. Selain itu juga akan diuraikan mengenai hasil analisis komparatif terhadap pengukuran beban kerja mental yang telah dilakukan. Setelah itu, melakukan pembahasan hasil yang diperoleh dalam penelitian dan kesesuaian hasil dengan tujuan penelitian sehingga dapat menghasilkan sebuah rekomendasi. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan terhadap pembahasan yang sudah dilakukan dan rekomendasi atau saran-saran atas hasil yang dicapai dan permasalahan yang ditemukan selama penelitian sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. Dari kesimpulan ini diharapkan akan memperoleh beban kerja mental yang dialami PPKA, perbedaan hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX dan RSME, dan perbaikan terhadap beban kerja mental PPKA.

7 DAFTAR PUSTAKA Berisi daftar sumber bacaan yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, dengan keyword beban kerja mental, kereta api, PPKA, evaluasi beban kerja mental, NASA-TLX dan RSME. LAMPIRAN Berisi dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian. Isi lampiran pada penelitian ini berupa kuesioner NASA-TLX dan kuesioner RSME yang sudah diisi oleh responden.