BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan yang dilakukan. Seperti halnya yang terjadi di Bali.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih memegang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tukad Yeh Ho merupakan salah satu wilayah sungai yang mengalir di

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian tentang kebijakan (Policy Research),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menuju kemandirian sebagai daerah otonom tersebut, pemerintah daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

1. BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PERANAN SUBAK AGUNG YEH HO DALAM MANAJEMEN IRIGASI DI DAERAH ALIRAN INDUK SUNGAI HO KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran).

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2008 NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: Made Sudiarsa 1 Putu Doddy Heka Ardana 1

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara optimal, meliputi air permukaan (air sungai dan air danau), air tanah dan mata air. Menurut PP No.35 Tahun 1991 (Pasal 7) sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi multi dimensi bagi kehidupan dan penghidupan manusia, salah satunya adalah penyedia air untuk pengairan/ irigasi. Pengelolaan penggunaan sumberdaya air salah satunya air permukaan (air sungai) dengan cara yang efektif merupakan kunci penentu untuk memperkecil kekurangan ketersediaan air di Bali. Jumlah sungai di Bali termasuk anak sungai sebanyak 239 buah dengan panjang total 1.894,98 kilometer, dimana salah satunya adalah wilayah Sungai/Tukad Yeh Ho yang telah dimanfaatkan untuk mengairi sawah yang berada di bagian Selatan Kabupaten Tabanan. Daerah aliran wilayah Sungai/ Tukad Yeh Ho termasuk dalam Sub Wilayah Sungai dengan kode 03.01.02 yang luasnya 10.59% dari luas Pulau Bali, didominasi oleh daerah aliran sungai (DAS) Tukad Yeh Ho. Tukad Yeh Ho memiliki panjang sungai 45,15 km dan luas DAS 162,60 km 2. Tukad Yeh Ho merupakan jenis sungai kontinyu dengan karakteristik mampu mengalirkan air sepanjang tahun sehingga tingkat penggunaan lahan pada daerah aliran wilayah Sungai/ Tukad Yeh Ho merupakan areal pertanian yang sebagian besar didominasi oleh usahatani pertanian lahan basah.

2 Secara administratif DAS Yeh Ho memiliki luas wilayah sebesar 19.369 Ha meliputi 29 desa di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Penebel (14 desa), Kecamatan Kerambitan (6 desa) dan Kecamatan Selemadeg Timur (9 desa). DAS Yeh Ho dibagi menjadi 16 Daerah Irigasi (DI) dengan luas lahan sawah sebesar 6.490 ha. Dari 16 Daerah Irigasi (DI) tersebut 2 DI dengan luas diatas 1000 Ha dan 14 DI dengan luas dibawah 1000 Ha. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 tahun 2006 khususnya pada Bab IV pasal 16, 17 dan 18 menjelaskan tentang kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan ketentuan: Daerah Irigasi (DI) dengan luas diatas 3000 ha menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Pusat, Daerah Irigasi (DI) antara 1000 ha - 3000 ha kewenangan Pemerintah Provinsi dan Daerah Irigasi (DI) lebih kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten maka menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya merupakan tanggungjawab organisasi petani (P3A) dalam hal ini adalah masyarakat petani (Subak). Pembagian kewenangan ini pada dasarnya merupakan upaya untuk mendelegasikan otoritas dengan tidak mengingkari konsep manajemen pengelolaan air pada wadah Daerah Aliran Sungai atau sub-ws sehingga konflikkonflik dalam pemenuhan air irigasi dapat diminimalisir. Untuk peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi, pada dasarnya dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi, namun upaya tersebut memerlukan waktu yang panjang. Dalam jangka pendek pilihan yang layak untuk meningkatkan produktivitas usahatani adalah melalui intensifikasi dengan meningkatkan optimalisasi pemanfaatan

3 sumberdaya yang dapat dilakukan salah satunya melalui alokasi air irigasi secara efektif dan efisien dan faktor penentu keberhasilan usahatani padi di lahan sawah adalah adanya fungsi jaringan irigasi yang efisien dan efektif (Saptana. dkk, 2001). Perlunya alokasi sumberdaya air (irigasi) pada lahan sawah terkait dengan kinerja pengelolaan air irigasi pada level usahatani yang masih jauh dari optimal, bahkan cenderung masih boros, sementara itu kehilangan air yang terjadi di saluran irigasi juga sulit ditekan. Pentingnya jaringan irigasi ini ditunjukkan pula dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 tahun 2006 tentang Irigasi. Permasalahan keterbatasan kemampuan dalam penyediaan air irigasi diakibatkan oleh penurunan fungsi jaringan irigasi dan keterbatasan pembangunan jaringan irigasi yang baru, dan juga akibat banyaknya kerusakan pada bangunan dan jaringan irigasi yang tidak tertangani sehingga tidak dapat menyalurkan dan membagi air dengan baik sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan air per ha, disamping itu juga kurangnya peran serta atau rasa memiliki dari masyarakat petani terhadap bangunan dan jaringan irigasi tersebut. Disamping permasalahan tersebut juga diakibatkan oleh pola perilaku petani daerah hulu yang menimbun air. Perilaku petani tersebut mengakibatkan petani di daerah hilir mengalami kekurangan air sehingga pembagian air di daerah hulu dan hilir tidak merata terutama di musim kemarau. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan sebenarnya merupakan kegiatan yang menentukan pencapaian tujuan pembangunan. Penilaian keberhasilan suatu pembangunan prasarana bukan ditentukan dengan terbangunnya prasarana tersebut, tetapi sangat tergantung pada fungsi atau layanan dari prasarana tersebut.

4 Pada pengelolaan irigasi di aliran Tukad Yeh Ho saat ini sudah ada Subak Agung Yeh Ho. Subak Agung Yeh Ho, yaitu wadah koordinasi antar Subak pada satu kesatuan aliran Tukad Yeh Ho. Subak Agung Yeh Ho tersebut merupakan gabungan Subak-Subak di sepanjang Aliran Tukad Yeh Ho dalam rangka memudahkan koordinasi tanpa menghilangkan kemandirian dari masing-masing subak yang bersangkutan. Subak Agung Yeh Ho adalah kelembagaan masyarakat yang muncul dari bawah (bottom-up) sesuai dengan sosial budaya setempat. Guna mencapai tujuan dari pengelolaan Aliran Tukad Yeh Ho seperti yang disebutkan di atas, maka perlu kelembagaan yang mengelola Aliran Tukad Yeh Ho secara tersendiri dalam rangka pengelolaan aliran sungai secara terpadu (one river one management). Daerah irigasi Caguh dan daerah irigasi Gadungan Lambuk merupakan daerah irigasi kewenangan provinsi sesuai dengan Surat Keputusan Menteri PU No. 390/2009 dengan luas diatas 1000 Ha. Oleh karena itu jaringan atau ruas primer dan sekunder yang terdapat pada daerah irigasi Caguh dan daerah irigasi Gadungan Lambuk merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi terutama untuk operasional dan pemeliharaan ruas primer dan sekunder. Subak gede sesuai dengan kewenangannya juga bertanggung jawab terhadap ruas primer dan skunder dengan berkoordinasi dengan Subak agung. Pemerintah provinsi dan subak gede merupakan dua institusi yang memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan daerah irigasi Caguh dan daerah irigasi Gadungan Lambuk. Berdasarkan hal tersebut perlu diteliti tingkat efektivitas pengelolaan jaringan irigasi Tukad Yeh Ho khususnya daerah irigasi Caguh dan daerah irigasi Gadungan Lambuk yang dilakukan oleh pemerintah, subak gede dan subak agung.

5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana efektivitas pengelolaan Jaringan Irigasi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi pada ruas primer dan sekunder pada Daerah Irigasi di aliran Tukad Yeh Ho khususnya pada DI Caguh dan DI Gadungan Lambuk?. b. Apakah pengelolaan jaringan irigasi yang ada di aliran Tukad Yeh Ho sudah efektif untuk memenuhi kebutuhan air irigasi khususnya pada DI Caguh dan DI Gadungan Lambuk?. c. Apakah kelembagaan Subak Agung Yeh Ho sudah berjalan efektif dalam mengelola pembagian air irigasi yang ada di Tukad Yeh Ho khususnya pada DI Caguh dan DI Gadungan Lambuk?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang disajikan diatas maka dapat dirumuskan beberapa tujuan penelitian efektivitas pengelolaan jaringan pada Tukad Yeh Ho khususnya pada daerah irigasi Caguh dan Gadungan Lambuk adalah sebagai berikut: a. Mengetahui tingkat efektivitas pengelolaan Jaringan Irigasi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi pada ruas primer dan sekunder pada DI Caguh dan DI Gadungan Lambuk.

6 b. Mengetahui dan merumuskan tingkat efektivitas pengelolaan jaringan irigasi dalam memenuhi kebutuhan air bagi Daerah Irigasi Caguh dan Daerah Irigasi Gadungan Lambuk. c. Mengetahui tingkat efektivitas pembagian air irigasi yang dilakukan oleh kelembagaan Subak Agung Yeh Ho. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam kajian ini adalah sebagai berikut : a. Pengambilan responden hanya berdasarkan wilayah aliran Tukad Yeh Ho, sesuai dengan Daerah Irigasi yang secara langsung memanfaatkan air Tukad Yeh Ho untuk kepentingan air irigasi. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Memberikan informasi kondisi pengelolaan jaringan irigasi dalam memenuhi kebutuhan air irigasi. b. Mengetahui efektivitas kelembagaan Subak Agung dalam pembagian air irigasi. c. Sebagai refrensi bagi instansi terkait yang menangani pengelolaan sumber daya air dan pengembangan irigasi di Kabupaten Tabanan.