BAB II KERANGKA TEORI. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA PANGKALPINANG

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan definisi pasar tradisional dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis retail di Indonesia berkembang dengan sangat pesat, UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BAB I PENDAHULUAN. mall, supermarket, department store, shopping centre, waralaba, toko mini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan

BAB II LANDASAN TEORI. adalah Manajemen pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi dan

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. beredar memenuhi pasar, mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pemasaran dan biaya lainnya yang terkait dengan delivery layanan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB II LANDASAN TEORI. teknologi, konsumen, pemasok atau supplier, dan terutama persaingan).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN DITINJAU DARI FAKTOR PSIKOGRAFIS KONSUMEN MATAHARI DEPARTMENT STORE SOLO SQUARE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 91 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan semakin banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. banyak bermunculan perusahaan dagang yang bergerak dibidang

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara dengan penduduk yang padat. Jumlah keseluruhan penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dibidang perdagangan eceran yang berbentuk toko, minimarket, departement

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tidak ada satupun perusahaan yang akan mampu bertahan lama bila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

BAB I PENDAHULUAN. menyerahkan fee dari keuntungan yang diperoleh ke pemilik lisensi. Jenis

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Keberadaan perusahaan ritel yang bermunculan di dalam negeri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 4 TAHUN 2010

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORI II. 1 Pasar Tradisional Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Pasal 1 ayat 2). Pasar tradisional merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli, melakukan transaksi secara langsung dengan adanya aktifitas tawar-menawar harga. Selain itu, pasar tradisional dianggap sebagai pasar basah karena keadannya yang cenderung tidak nyaman, kotor, kumuh, bahkan menjadi sumber kemacetan lalu lintas (http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20130506 123916.pdf). Namun keadaan pasar tradisonal yang seperti ini awalnya tidak menjadi satu hal yang dihindari oleh sebagian masyarakat karena di pasar tradisional pembeli bisa melakukan tawar menawar yang memberikan kepuasan khususnya jika berhasil mendapatkan harga tawaran terendah. Ketersediaan kebutuhan sehari

hari dalam jumlah, jenis dan harga yang beragam juga dianggap sesuai dengan keadaan keuangan yang tidak menentu dari masyarakat pada saat krisis. Dan dari sudut kepentingan pemerintah daerah, keberadaan pasar tradisional juga berperan penting dalam memberikan pemasukan yang menerus dan langsung kepada kas pemerintah daerah. II. 2 Pasar Modern Pasar modern adalah pasar dimana penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung, melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan seperti buah, sayuran daging, sebagian besar barang lain yang juga dijual adlah barang-barang yang dapat bertahan lama (Fithrati 2002:1). Biasanya pasar modern melakukan pengelolaan manajemen yang modern pula, seperti sistem persediaan barang di gudang yang terukur, penetapan harga yang pasti, serta kualitas barang yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang rijek atau tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Pasar modern ini awalnya menyasar pada masyarakat kelas menengah ke atas. Namun seiring dengan perubahan di masyarakat dan keinginan memperluas jangkauan, pasar modern pun menurunkan margin keuntungan dari tiap jenis produk agar masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke bawah juga bisa membelanjakan uangnya di pasar modern. Pasar modern ini terdiri dari mall, supermarket, departement store, shopping centre, waralaba, toko mini swalayan,

pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya. Namun sesuai dengan judul penelitian yang ditetapkan oleh peneliti, jenis pasar modern yang dibahas pada penelitian ini terbatas pada pasar modern dengan jenis waralaba toko modern. II. 2. 1 Toko Modern Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang dapat berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Pasal 1 ayat 5). Toko modern biasanya dilengkapai berbagai fasilitas yang memberikan rasa nyaman bagi pembeli yang datang. Mulai dari AC, music, display produk yang rapi dan teratur, ruangan yang wangi dan bersih hingga pramuniaga yang bersikap ramah saat menyambut konsumen datang. Transaksi pembayaran pun dilakukan secara teratur dengan mengantri dan pembeli bisa memilih sistem pembayaran, secara tunai atau debit. Semua transaksi dan kegiatan ekonomi pada toko modern ini berlangsung di gerai. Luas gerai ini nantinya menetukan kategori dari toko modern itu sendiri, antara lain: 1. Gerai minimarket memiliki luas gerai 400m² 2. Gerai supermarket memiliki luas gerai 1200m² 3. Gerai department store memiliki luas gerai 2000m² II. 2. 2 Waralaba Waralaba yang saat ini berkembang pesat di Indonesia berasal dari bahasa Perancis, yaitu franchise. Franchise sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu

francorum rex yang artinya bebas dari ikatan, yang mengacu pada kebebasan untuk memilih hak usaha. Sedangkan pengertian franchise berasal dari bahasa Perancis abad pertengahan, diambil dari kata franc (bebas) dan francher (membebaskan) yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa. Namun kemudian di Indonesia dialih-bahasakan dengan istilah waralaba yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM). Waralaba berasal dari dua kata yaitu kata "wara" yang berarti lebih atau istimewa dan kata laba yang berarti untung. Sehingga waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa (Sutedi 2008:7). Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba (Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 68/M- DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba Untuk Jenis Usaha Toko Modern Pasal 1 ayat 1) Dari dimensi bisnis, waralaba dapat didefinisikan sebagai pengaturan dengan sistem pemberian hak pemakaian nama dagang milik franchisor oleh pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian (Sutedi 2008:6). Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia waralaba adalah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik

merk (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu (Sutedi 2008:1). Beberapa istilah yang kerap ditemui dalam sistem usaha waralaba (franchise) antara lain : 1. Pemberi waralaba (franchisor) Franchisor adalah pihak pertama baik berupa perorangan ataupun badan usaha yang memiliki kapasitas untuk memberikan hak intelektual yang dimilikinya kepada pihak kedua (franchisee) untuk memanfaatkan segala ciri khas usaha dan segala kekayaan intelektual, seperti nama, merek dagang, logo dan sistem usaha, dan semua prosedur yang dimilikinya. 2. Penerima waralaba (franchisee) Franchisee adalah pihak kedua baik berupa perorangan ataupun badan usaha yang menerima hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh franchisor. 3. Royalty fee Royalty fee adalah kontribusi biaya dari operasional usaha franchisee yang dibayarkan kepada franchisor setiap periode penjualan bulanan. Royalty fee ini berupa persentase tertentu dari besarnya omset penjualan franchisee. 4. Franchisee fee

Franchisee fee adalah biaya waralaba berupa kontribusi biaya dari franchisee kepada franchisor, sebagai imbalan atas pemberian hak pemanfaatan dan penggunaan hak intelektual franchisor dalam kurun waktu tertentu. Franchisee fee ini sering juga disebut sebagai one time/ initial fee. 5. Refranchising Refranchising adalah suatu lokasi yang pada awalnya dimiliki oleh franchisee tetapi akhirnya gerai tersebut dimiliki (dibeli kembali) dan dikelola oleh franchisor. 6. Master franchisee Master franchisee adalah franchisee yang mendapat hak waralaba langsung dari franchisor yang meliputi are geografis tertentu dan umumnya meliputi satu wilayah hukum (negara). Master franchise dapat menjual hak waralabanya kepada area, multiple, maupun individual franchisee. 7. Multiple franchisee Franchisee yang memegang hak waralaba untuk lebih dari satu outlet di area geografis tertentu, tetapi tidak dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya. 8. Individual franchisee Franchisee yang bertindak atas nama sendiri yang memegang hak waralaba untuk satu outlet saja dan tidak dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya.

9. Area franchisee Inividu atau perusahaan yang diberi hak waralaba meliputi cakupan wilayah geografis yang disepakati sebelumnya dalam perjanjian waralaba. Area franchisee dalam hal ini diberikan target atau deadline berkaitan dengan jumlah outlet yang harus dibuka dalam periode waktu tertentu. Area franchisee dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya kepada individual atau multiple franchisee. 10. Retrofranchising Retrofranchising adalah lokasi yang dimiliki dan dikelola sendiri oleh franchisor dan tidak akan dijual (di-franchise-kan) Suatu usaha dapat diwaralabakan bila setidaknya ada lima syarat minimal, yaitu : 1. Memiliki keunikan 2. Terbukti telah berhasil 3. Memiliki standar 4. Dapat diajarkan/diaplikasikan 5. Menguntungkan (Sutedi 2008:54) II. 2. 3 Tinjauan Hukum Waralaba Berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah untuk menjadi landasan hukum jalannya bisnis waralaba. Tidak hanya bersifat melegalisasi dan mendukung, peraturan yang dikeluarkan juga ada yang bertujuan untuk membatasi agar bisnis waralaba tetap dalam jumlah yang proporsional di pasar. Peraturan itu antara lain : 1. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba

2. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 53/M- DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern 3. Permendag No. 53/MDAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba 4. Permendag Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba Untuk Jenis Usaha Toko Modern Selain peraturan dari pemerintah pusat, pemerintah Kota Medan juga mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang waralaba yaitu Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Namun kemudian seiring dengan perkebambangan yang terjadi, peraturan ini mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan waralaba yang ada. Maka dari itu, pada tanggal 26 Juli 2012 pemerintah kota medan melalui walikota Medan mengeluarkan Peraturan Walikota Medan Nomor 23 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. Tidak sampai disitu, perubahan dirasa masih perlu dilakukan untuk menciptakan peraturan yang lebih ideal lagi untuk mengatur waralaba di kota Medan khususnya. Karena itu pemerinath kota Medan kemudian mengeluarkan Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern pada 13 Desember 2012. II. 2. 4 Waralaba Dan Persaingan Usaha Salah satu yang membedakan pedagang tradisional dengan para pengusaha waralaba adalah akses langsung yang dimiliki pengusaha waralaba dengan produsen, sehingga mereka bisa menurunkan harga pokok penjualan, yang pada akhirnya mampu membuat pengusaha waralaba menawarkan harga yang lebih rendah. apalagi ditambah dengan semakin banyaknya gerai-gerai waralaba toko modern yang tersebar, memegang pangsa pasar dengan persentase yang sangat tinggi, bukan tidak mungkin satu saat akan terbentuk kartel. Tapi ternyata waralaba merupakan jenis usaha yang dikecualikan tunduk pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dikecualikan dari ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (UndangUndang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 50 huruf b). Ada beberapa alasan yang mendukung hal ini. Pertama, bisnis waralaba termasuk dalam golongan usaha kecil dan menengah. Kedua, waralaba merupakan suatu sistem pemasaran yang vertikal dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri-ciri yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan/atau jasa (Sutedi 2008:148) Jika dilihat sepintas, isi ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-undang Antimonopoli ini seolah-olah menyatakan waralaba secara jelas dan pasti dikecualikan dari jangkauan Undang-Undang Antimonopoli. Tapi sebenarnya tidak, sebab yang dikecualikan adalah sistem waralabanya, sedangkan tindakan pelaku usaha waralaba tidak dikecualikan. Jadi apabila pelaku usaha waralaba melakukan persaingan usaha tidak sehat, ia dapat terkena Undang-Undang Antimonopoli (Sutedi 2008:149) II. 3 Penjualan Penjualan merupakan fungsi yang paling penting dalam pemasaran karena menjadi tulang punggung kegiatan untuk mencapai pasar yang dituju (Swastha dan Sukotjo 2002:183). Atau dapat juga dikatakan sebagai salah satu usaha manusia untuk memperoleh imbalan berupa uang sejumlah tertentu sesuai persetujuan bersama dengan menyampaikan suatu barang atau produk bagi pihak yang membutuhkan. Fungsi penjualan merupakan sumber pendapatan yang diperlukan untuk menutup ongkos-ongkos dengan harapan bisa mendapatkan laba. Jika barang diproduksi, atau dibeli untuk kemudian dijual kembali, maka harus diusahakan sejauh mungkin agar barang tersebut dapat terjual. Oleh karena itu perlu adanya berbagai acam cara untuk memajukan penjualan seperti periklanan, peragaan, dan

sebagainya. Selain mendapatkan laba, kegiatan penjualan juga dilakukan untuk menunjang pertumbuhan dan mencapai volume penjualan. II. 3. 1 Volume Penjualan Volume penjualan merupakan hasil akhir dari hasil penjualan produk dan dihitung secara total baik kredit maupun tunai dalam jangka waktu tertentu. Volume penjualan biasanya berbanding lurus dengan laba yang diperoleh. Jika volume penjualan meningkat dan biaya distribusi menurun maka tingkat pencapaian laba meningkat, tetapi sebaliknya bila volume penjualan menurun maka laba yang diperoleh juga menurun. Dalam hal ini pembeli menurun, volume penjualan berkurang, semua biaya mungkin tidak dapat ditutup dan akhirnya perusahaan bisa menderita rugi (Swastha dan Sukotjo 2002:211). Adapun usaha untuk meningkatkan volume penjualan tersebut antara lain : a. Menjajakan produk agar dilihat konsumen b. Tata letak atau display produk c. Analisa pasar d. Menentukan calon pembeli atau konsumen potensial e. Discount atau potongan harga II. 4 Pemasaran Pemasaran berbeda dengan penjualan. Theodore Levitt menyatakan bahwa penjualan berfokus pada kebutuhan penjual; pemasaran berfokus pada kebutuhan pembeli. Penjualan didasari oleh kebutuhan penjual untuk mengubah produknya menjadi uang; pemasaran didasari oleh gagasan untuk memuaskan kebutuhan

pelanggan melalui produk dan hal-hal yang berhubungan dengan menciptakan, menghantarkan dan akhirnya mengkonsumsinya. Untuk itu, pemasaran bisa dikatakan sebagai kunci untuk mempertahankan kelangsungan perkembangan dan perluasan perusahaan (Kotler dan Keller 2000:20) Pemasaran juga adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain (Kotler dan Amstrong, 2001:7). Dengan demikian terdapat unsur-unsur penting dalam pemasaran, yaitu: a. Kebutuhan dan keinginan konsumen b. Adanya kebutuhan produk yang dianggap mampu memuaskan kebutuhan c. Adanya pertukaran dan membutuhkan tempat untuk pertukaran yaitu pasar Selain itu di zaman modern seperti saat ini pemasaran memiliki konsep yang disebut sebagai Marketing Mix, yang sangat menentukan keberhasilan pengusaha dalam mengejar maksimum profit. Marketing Mix atau bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler 2002:18). Unsur-unsur dalam Marketing Mix biasa disebut 4P, yaitu: a. Product (produk) Produk adalah sesuatu yang dijual. Produk lebih dari sesuatu yang nyata dan jelas, produk merupakan suatu kesatuan dari nilai tambah yang mampu memberikan kepuasan bagi konsumennya.

b. Price (harga) Harga adalah faktor dari marketing mix yang ditunjukkan dari berapa banyak seorang konsumen diharuskan untuk membayar. c. Place (tempat/distribusi) Place adalah metode distribusi yang diadaptasi antara produk dengan konsumen. Tujuannya adalah menghubungkan antara persediaan dengan permintaan yang ada. d. Promotion (promosi) Promosi adalah cara bagi sebuah perusahaan untuk menyediakan informasi bagi target pasar aan penawaran mereka, baik melalui iklan, public relation, dan promosi penjualan. Setiap pihak yang melakukan kegiatan pemasaran juga harus mengatur arus informasi pemasarannya. Sistem informasi manajemen atau pemasaran adalah serangkaian subsistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi secara rasional terpadu yang mampu mentransformasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara, untuk mengambil keputusan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Anoraga 1997:203). Sistem informasi pemasaran terdiri dari orang-orang, peralatan, dan prosedur-prosedur untuk mengumpulkan, menyortir, menganalisa, mengevaluasi dan mendistribusikan informasi dengan tepat waktu, akurat dan dibutuhkan kepada pembuat keputusan pemasaran (Kotler 1997:97). Sistem informasi tersebut terdiri dari empat komponen yaitu: a. Sistem pencatatan internal yang meliputi informasi siklus pesanan ke pembayaran dan sistem pelaporan penjualan.

b. Sistem intelijensi pemasaran, serangkaian prosedur dan sumber yang digunakan untuk memperoleh informas harian tentang perkembangan dalam lingkungan pemasaran. c. Sistem riset yang memungkinkan rancangan sistematis, pengumpulan, analisa dan pelaporan data dan temuan yang relevan dengan situasi pemasaran tertentu. d. Sistem pendukung keputusan pemasaran terkomputerisasi yang membantu dalam menginterpretasikan data dan informasi relevan serta menjadikan mereka sebagai dasar tindakan pemasaran. Riset juga menjadi satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemasaran. Riset pemasaran adalah perancangan, pengumpulan, analisa dan pelaporan data yang sistematis dan temuan-temuan yang relevan dengan situasi tertentu yang dihadapi. Alasan utama dilakukannya riset pemasaran adalah untuk menemukan peluang pasar (Kotler 1997:125). Pemasaran juga melihat bagaimana kulaitas pelayanan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyaman bagi konsumennya. Sebab konsumen tentu cenderung lebih menyukai hal yang dapat menimbulkan rasa nyaman. Seperti yang dikatakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry pada (Kotler 2000), salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk memberi rasa nyaman pada pelanggan adalah dengan menerapkan Serve Equal, yaitu: a. Reliability : kehandalan dalam menghadapi dan melayani konsumen atau kemampuan untu menampilkan secara tepat pelayanan yang sudah dijanjikan..

b. Responsiveness : sikap dan keinginan untuk tanggap melayani pelanggan c. Assurance : pengetahuan dan kemampuan yang bisa dipercaya dari pihak pemasar. d. Emphaty : kemampuan untuk peduli dan memperhatikan pelanggan secara mendalam dan mampu menyesuaikan dan berbaur dengan pelanggan. e. Tangibles : penampilan yang menggambarkan suatu nilai lebih misalnya dari fasilitas, peralatan, pegawai maupun materi komunikasi. Selain Serve Equal, faktor keamanan atau sekuritas juga diperlukan untuk menimbulkan perasaan nyaman bagi pelanggan. Sebab bagaimana mungkin seseorang bisa nyaman berbelanja atau membeli suatu barang jika ditempat dia ingin membeli barang tersebut banyak terjadi tindakan kriminal, tidak aman dan berbahaya. Untuk itu faktor keamanan atau sekuritas pada pembelanja juga perlu menjadi prioritas dalam menetapkan strategi pemasaran. Kegiatan pemasaran juga perlu didukung dengan adanya kerjasama antar beberapa pihak dalam satu jaringan yang membantu mereka untuk saling terhubung satu sama lain. Sebab tanpa disadari tidak ada pihak pemasar atau bahkan pedagang yang berdiri sendiri. Kegiatan pemasaran dan perdagangan yang mereka jalankan terlebih dahulu melewati rantai pasokan mulai dari produsen, distributor, pedagang akhir hingga ke konsumen nantinya. Jika tidak ada kerjasama dari berbagai pihak tersebut tentunya akan menghambat proses pemasaran yang direncanakan. Dan satu hal yang tidak bisa dilupakan adalah faktor legalitas. Kegiatan pemasaran perlu bentuk legalitas untuk menjamin segala

kegiatan opereasional yang dijalankan benar-benar legal, sah, tidak ada indikasi melanggar hukum sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sedangkan yang menjadi fungsi pokok dari pemasaran adalah: a. Penjualan Fungsi penjualan merupakan sumber pendapatan untuk bisa mendapatkan laba b. Pembelian Fungsi pembelian betujuan memilih barang yang dibeli untuk dijual atau digunakan dalam perusahaan dengan harga, pelayanan dari penjual dan kualitas produk tertentu c. Pengankutan Pengangkutan merupakan fungsi pemindahan barang dari tempat barang dihasilkan ke tempat barang dkonsumsikan d. Penyimpanan Penyimapanan merupakan fungsi menyiman barang-barang pada saat barang selesai diproduksi sampai pada saat barang dikonsumsikan e. Pembelanjaan Pembelanjaan adalah fungsi mendapatkan modal dari sumber ekstern guna menyelenggarakan kegiatan pemasaran f. Penanggungan resiko Penanggungan resiko adalah fungsi menghindari dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan pemasaran barang g. Standarisasi dan grading

Standarisasi adalah penentuan batas-batas dasar dalam bentuk spesifikasi barang-barang hasl manufatur, kadang disebut juga normalisasi. Grading adalah usaha menggolongkan barang ke dalam golongan standar kualitas yang telah mendapat pengakuan dunia perdagangan h. Pengumpulan informasi pasar Pengumpulan informasi pasar termasuk juga penafsiran keterangan tentang macam barang yang beredar di pasar, jumlahnya, macam barang yang dibutuhkan konsumen, harapannya, dan sebagainya (Swastha dan Sukotjo 2002:185).