DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

SKEP /40/ III / 2010

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tam

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

2015, No Peraturan Pemerintah 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

2018, No Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 273/KMK.05/2017 tanggal 13 Maret

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2016 TENTANG

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP 407 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK BANDAR UDARA NUSAWIRU DI KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 503 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN DAN PENGAWASAN PEMENUHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBllK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 3. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 72 Tahun 2013 tentang K

Udara Jenderal Besar Soedirman di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat -2- : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Penataan

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

2017, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, L

Transkripsi:

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT JRREGULAR OPERATION) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melakukan penanganan terhadap penumpukan pengguna jasa di bandar udara, perlu mengatur ketentuan mengenai penanganan operasi ireguler bandar udara (airport irregular operation); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Manajemen Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara (Airport Irregular Operation); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956;

-2-3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 5. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2013; 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara; 8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 22 Tahun 2015 tentang Peningkatan Fungsi Pengendalian Dan Pengawasan Oleh Kantor Otoritas Bandar Udara; 9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulations Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome); 10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perjanjian Tingkat Layanan (Service Level Agreement) Dalam Pemberian Layanan Kepada Pengguna Jasa Bandar Udara; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORTIRREGULAR OPERATION).

3- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas Pesawat Udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. 2. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat Pesawat Udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. 3. Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan umum. 4. Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di Bandar Udara yang bertindak sebagai penyelenggara Bandar Udara yang memberikan jasa pelayanan kebandarudaraan untuk Bandar Udara yang belum diusahakan secara komersial. 5. Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan Bandar Udara untuk pelayanan umum.

-4-6. Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran 7. Operasi Ireguler adalah kondisi khusus yang membutuhkan penanganan dan / atau kemampuan tertentu guna mengatasi gangguan kelancaran dan kenyamanan pengguna jasa bandar udara, 8. Menteri adalah Menteri Perhubungan. 9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara. BAB II OPERASI IREGULER BANDAR UDARA Pasal 2 Penanganan Operasi Ireguler bandar udara meliputi penanganan penumpukan pengguna jasa di bandar udara yang disebabkan oleh: a. terhambatnya operasi penerbangan dan/atau operasi lalu lintas penerbangan; b. faktor internal operasi bandar udara; c. faktor alam; dan d. faktor lain-lain.

-5- Pasal 3 Terhambatnya operasi penerbangan dan/atau operasi lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. terlambatnya jadwal kedatangan dan penerbangan pesawat udara; dan b. terjadinya kepadatan arus lalu lintas udara. Pasal 4 Faktor internal operasi bandar udara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b meliputi: a. adanya fasilitas bandar udara yang tidak dapat berfungsi secara maksimal; b. terhambatnya pelayanan jasa pelayanan pendukung operasi pesawat udara (ground support); dan c. adanya kebutuhan pelayanan khusus antara lain kegiatan W IP, kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, kegiatan air shoiv, dll. Pasal 5 Faktor alam sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf c meliputi: a. cuaca; b. bencana alam; dan c. asap menyebabkan jarak pandang dibawah standar minimal. Pasal 6 Faktor lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d adalah faktor yang disebabkan oleh hal-hal di luar dari faktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 antara lain: a. kerusuhan; b. demonstrasi; dan c. pemogokan tenaga kerja.

-6- BAB III PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA Pasal 7 (1) Badan Usaha Bandar Udara/Unit Penyelenggara Bandar Udara wajib membentuk Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara. (2) Komite Penanganan Operasi Iregular Bandar Udara bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi dengan stakeholder dalam menangani terjadinya kejadian operasi ireguler di bandar udara. Pasal 8 (1) Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara terdiri dari: a. pengelola bandar udara; b. otoritas bandar udara; c. badan usaha angkutan udara; d. LPPNPI; e. personil keamanan; dan f. Custom, Immigration and Quarantine. (2) Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara dipimpin oleh Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara atau pejabat yang setingkat. (3) Anggota Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara ditetapkan oleh Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara atau pejabat yang setingkat setempat dengan masa tugas selama 3 (tiga) tahun. (4) Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara bertugas melakukan koordinasi dalam penanganan kejadian operasi ireguler pada bandar udara guna menjamin kelancaran dan kenyamanan pengguna jasa bandar udara.

-7- Pasal 9 (1) Komite penanganan operasi ireguler bandar udara wajib memiliki standar dan prosedur operasi (Standard Operating Procedure/ SOP) dalam rangka menciptakan koordinasi dan kolaborasi antara stakeholder pada saat terjadinya keadaan ireguler pada bandar udara. (2) Standar dan prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal. (3) Contoh kerangka standar dan prosedur operasional (Standard Operating Pr ocedure/sop) penanganan operasi ireguler bandar udara sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. BAB IV PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 10 (1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) / Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) terkait penanganan operasi ireguler pada bandar udara. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut: a. ketaatan Badan Usaha Bandar Udara atau Unit Penyelenggara Bandar Udara dalam pelaksanaan dan penerapan Standar dan Prosedur Operasi penanganan operasi ireguler bandar udara; b. pengawasan terkait penanganan operasi ireguler bandar udara dilakukan oleh inspektur bandar udara; c. penanganan, perbaikan dan penyelesaian atas gangguan kelancaran dan kenyamanan pengguna jasa bandar udara terkait penanganan operasi ireguler bandar udara.

-8- Pasal 11 (1) Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara melakukan pertemuan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. (2) Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara wajib membuat laporan hasil evaluasi penanganan operasi ireguler sebagai hasil pertemuan secara berkala kepada Direktur Jenderal. (3) Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara wajib melaporkan hasil penanganan operasi ireguler segera setelah terjadinya operasi ireguler di bandar udara kepada Direktur Jenderal. BAB V KOMPENSASI Pasal 12 (1) Pihak yang mengalami kerugian yang disebabkan oleh terjadinya Operasi Ireguler Bandar Udara akibat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dan b diberikan kompensasi. (2) Kompensasi dikenakan sesuai dengan yang diperjanjikan dalam Perjanjian Tingkat Layanan (Service Level Agreement). BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

9- Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Desember 2015 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd IGNASIUS JONAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1865 Salinan sesuai dengan aslinya SRI LESTARI RAPfAYU Pem bina Utam a Muda (IV/c) NIP. 19620620 198903 2 001

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORTIRREGULAR OPERATION) STANDARD OPERATING PROCEDURES OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT IRREGULAR OPERATION) 1. Pendahuluan 1.1. Operasi Ireguler merupakan kondisi khusus yang membutuhkan penanganan dan/atau kemampuan tertentu guna mengatasi gangguan kelancaran dan kenyamanan pengguna jasa bandar udara. 1.2. Maksud dan tujuan Operasi Ireguler bandar udara adalah sebagai rencana kontingensi dan petunjuk pelaksanaan yang dipersiapkan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya keadaan ireguler di bandar udara yang berdampak kepada pelayanan dan kenyamanan pengguna jasa bandar udara. 1.3. Kegiatan Operasi Ireguler Bandar Udara dilaksanakan oleh Komite Penanganan Operasi Ireguler Bandar Udara yang dibentuk pada Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) dan/atau Badan Usaha Bandar Udara (BUBU). 2. Penanggulangan Kejadian Operasi Ireguler Bandar Udara 2.1. Menerima Laporan Komite menerima laporan dari stakeholder (anggota) terkait potensi terjadinya operasi ireguler bandar udara. Laporan yang diterima agar segera disimpan di database dan mencatat identitas pelapor. 2.2. Mengelola Informasi Laporan Komite mengelola dan menganalisis laporan dan kemudian mengkoordinasikan dengan stakeholder terkait untuk diambil langkah langkah bersifat antisipasi, dan penanggulangan kejadian ireguler bandar udara.

- 2-2.3 Menjalankan Tindak Lanjut Laporan 2.3.1. Antisipasi 2.3.1.1. Menyiapkan program penanggulangan kondisi operasi ireguler bandar udara; 2.3.1.2. Memonitor dan memastikan kesiapan program penanggulangan kondisi operasi ireguler bandar udara bersama-sama stakeholder; 2.3.1.3. Mencatat laporan dalam database. 2.3.2. Penanggulangan 2.3.2.1. Komite melanjutkan hasil analisa dari laporan kondisi operasi ireguler bandar udara kepada stakeholder terkait. 2.3.2.2. Setiap Stakeholder menjalankan penanggulangan kondisi operasi ireguler bandar udara sesuai dengan analisa komite yang dilaksanakan menurut SOP masing-masing; 2.3.2.3. Komite melaksanakan monitoring pelaksanaan penanggulangan kondisi operasi ireguler sampai dengan kondisi operasi ireguler dapat dikendalikan. 2.3.3. Pelaporan dan Evaluasi 2.3.3. 1. Stakeholder menyampaikan hasil pelaksanaan penanggulangan operasi ireguler bandar udara kepada ketua komite sebagai bahan laporan dan evaluasi; 2.3.3. 2. Komite melakukan evaluasi pelaksanaan penanggulangan operasi ireguler bandar udara dan menyusun laporan dan langkah aksi hasil analisis pasca kejadian operasi ireguler bandar udara kepada Direktur Jenderal; 2.3.3. 3. Komite memasukkan informasi penanggulangan operasi ireguler bandar udara ke dalam database;

-3-3. Pencegahan Terjadinya Operasi Ireguler Bandar Udara 3.1. Mengidentifikasi dan merekam peristiwa penting untuk analisis sebagai bahan masukan dalam upaya pencegahan operasi ireguler bandar udara; 3.2. Mengumpulkan dan menyusun informasi faktual sebanyak mungkin dari kejadian yang berpotensi menimbulkan operasi ireguler bandar udara termasuk catatan tertulis & elektronik; 2.6.3. Mengadakan pertemuan untuk membahas dan menganalisis kejadian-kejadian yang berpotensi menimbulkan operasi ireguler bandar udara dengan semua anggota komite yang terkait. Pertemuan tersebut diadakan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan. Kejadian-kejadian tersebut dikaji ulang untuk memastikan Bandar Udara memiliki pemahaman dan kontrol yang penuh dari peristiwa, dan untuk menentukan kesesuaian tindakan perbaikan untuk memitigasi kejadian di masa yang akan datang; 2.6.4 Melakukan analisis terstruktur dari peristiwa yang signifikan. Fokus pertemuan harus pada penyebab kejadian dengan mempelajari perilaku, praktek, dan sistem yang ada. Jika hal ini terjadi, tujuan dari analisis ini adalah untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan peristiwa terulang kembali; 2.6.7 Memantau kemajuan dari semua tindakan yang disepakati dan dilaksanakan oleh komite; 2.6.8 Memastikan tindakan yang telah disetujui dapat diimplementasikan sebagaimana yang digariskan dalam Rencana Aksi; 2.6.9 Membuat laporan hasil pertemuan komite kepada Direktur Jenderal. DISAHKAN KETUA KOMITE

-4- Suspicious Activity Program Bandara International xxxxxxxxx ' INDONESIA S SUSPICIOUS ACTIVITY PROGRAM ; FOR AVAITION SECURITY INCIDENT REPORTING MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd Salinan sesuai dengan aslinya KEPA^Y BIR0J HUKUM D^N KSLN, I i X*, to.1 jl**. v \- IGNASIUS JONAN SRI LESTARI RAHAYU Pem bina Utam a M uda (IV/c) NIP. 19620620 198903 2 001