BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

dokumen-dokumen yang mirip
Naskah Publikasi (Ringkasan Skripsi)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA NARKOTIKA ( STUDI KASUS SCHAPELLE LEIGH CORBY ) ANDA HANDIKA PUTRA DERMAWAN / D

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Presiden sebagai kepala negara Republik Indonesia (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, pendidikan, dan pengajaran 1. Penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

Institute for Criminal Justice Reform

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Sebagai masa depan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak kejahatan narkotika. Hal tersebut dapat dilihat dengan dibentuknya Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya Undangundang itu sendiri adalah untuk menjamin ketersediaan Narkotika bagi kepentingan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari bahaya penyalahgunaan Narkotika, memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, selain itu juga menjamin pengaturan upaya rehabilitas medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu Narkotika. Dalam bagian menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tindak pidana narkotika merupakan kejahatan transnasional yang didukung oleh jaringan organisasi yang luas dan sudah sangat banyak menimbulkan korban. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa korban merupakan orang yang menjadi menderita akibat dari suatu kejadian atau perbuatan jahat. Beberapa hal yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah dan menanggulangi peredaran Narkotika adalah dengan melakukan

2 pembinaan dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika. Tidak hanya itu saja, pemerintah Indonesia juga membentuk Badan Narkotika Nasional atau yang sering disebut dengan BNN, yang merupakan lembaga Pemerintah nonkementrian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN merupakan lembaga pemerintah yang berkedudukan di ibukota Negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 70 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan beberapa tugas BNN yang diantaranya adalah menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, serta mencegah dan membrantas penyalahguna dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Disatu sisi narkotika merupakan obat atau bahan yang sangat bermanfat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi di sisi lain narkotika juga dapat menimbulkan bahaya karena candu atau ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan. Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang berbahan sintetis maupun semisintetis yang dapat mengakibatkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat mengakibatkan atau menimbulkan ketergantungan.

3 Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta precursor narkotika merupakan tindak pidana yang sangat merugikan. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan bahaya yang sangat berat bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan Negara serta ketahanan nasional. Di Indonesia kasus mengenai peredaran tindak pidana narkotika sering sekali ditemui, salah satunya adalah kasus Schapelle Leigh Corby, seorang Warga Negara Australia yang tertangkap tangan membawa ganja seberat 4,2 Kg di Bandara Internasional Ngurahrai, Denpasar, Bali pada tanggal 8 Oktober 2004. Atas kepemilikan ganja tersebut Corby diputus 20 (dua puluh) tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor Putusan 29/Pid.b/2005/PT.DPS. Diputusnya 20 (dua puluh) tahun penjara dalam kasus kepemilikan ganja oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Corby melalui kuasa hukumnya mengajuan Banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar, atas ajuan Banding tersebut Corby mendapatkan pengurangan masa pidana karena Pengadilan Tinggi Denpasar dengan Nomor Putusan 48/Pid.b/2005/PT.DPS yang memutus penjatuhan vonis 15 (lima belas) tahun terhadapnya. Tidak hanya sampai pada tingkat Banding, kasus kepemilikan ganja oleh Corby ini kembali diajukan ke tingkat Kasasi. Pada tinggkat Kasasi Mahkamah Agung menjatuhkan putusan 20 (dua puluh) tahun penjara terhadap Corby dengan Nomor Putusan Kasasi 12 Januari 2006 No.2221k/pid/2005.

4 Kompasiana dalam pemberitaanya menyatakan bahwa kasus kepemilikan ganja seberat 4,2Kg, setelah menjalani 7 (tujuh) tahun penjara Shapelle Leight Corby mendapatkan Grasi melalui Kepres No.22/g Tahun 2012 yang diberikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono berupa pengurangan masa pidana selama 5 (lima) tahun. 1 Grasi merupakan hak prerogative Presiden untuk memberikan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan dan penghapusan pidana. Grasi dapat dikatakan sebagai hak istimewa yang diberikan kepada terpidana, karena langsung diberikan oleh Presiden sebagai Kepala Negara kepada seseorang pelaku tindak pidana yang telah mengakui kesalahannya dan meminta pengampunan. Menurut Pasal 6 Undang-undang Nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi, permohonan Grasi dapat diajukan oleh Terpidana atau Kuasa Hukumnya kepada Presiden dan dapat pula diajukan oleh keluarganya jika telah mendapatkan persetujuan dari terpidana seteleh putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan pidana yang dapat dimintakan Grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, tidak hanya mendapatkan Grasi yang diberikan oleh Presiden, Schapelle Leigh Corby juga mendapatkan Remisi (pengurangan masa pidana) dan Pembebasan Bersyarat. Corby mendapatkan Remisi (pengurangan masa pidana) selama 25 (dua puluh 1 http://hukum.kompasiana.com/2014/02/09/menghitung-masa-pidana-schapelle-leigh-corby- 630643.html diakses pada 4 Maret 2014

5 lima) bulan dan setelah menjalani 9 (sembilan) tahun penjara di LP Kerobokan Bali Ia menerima Pembebasan Bersyarat pada tanggal 10 Februari 2014. 2 Ketentuan mengenai Remisi dan Pembebasan Bersyarat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan menyebutkan bahwa seorang narapidana berhak mendapatkan Remisi apabila telah berkelakuan baik selama menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan yang dibuktikan dengan tidak menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi, dan telah menjalani masa pidananya lebih dari 6 (enam) bulan. Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena kasus Narkotika selain harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan, juga harus memenuhi syarat lainnya yaitu mau bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak 2 http://international.sindonews.com/read/2014/02/10/40/834324/ratu-mariyuana-schapelle-corbysaatnya-keluar diakses pada 4 Maret 2014

6 pidana yang dilakukannya dan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pelaksanaan Pembebasan bersyarat bagi Narapidana narkotika dapat diberikan apabila telah memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 43 A Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu mau bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara pidana yang dilakukannya, telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) dari masa pidananya dengan ketentuan bahwa 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan, berkelakuan baik paling sedikit selama 9 (sembilan) bulan terakhir yang dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) dari masa pidananya, telah menjalani Asimilasi (proses pembinaan Narapidana yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dalam kehidupan masyarakat) paling sediki ½ (satu per dua) dari masa pidana yang wajib dijalani, serta telah menunjukan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana. Pemberian Grasi yang dilakukan oleh Presiden, serta Remisi dan Pembebasan Bersyarat yang diberikan oleh Kementrian Hukum dan HAM dalam kasus pemilikan ganja oleh Schapelle Leigh Corby banyak menuai kecaman dari masyarakat. Salah satunya adalah Aboe Bakar Al Habsyi, anggota Komisi III DPR RI dalam wawancaranya mengatakan bahwa pemberian Pembebasan

7 Bersyarat kepada Corby sama seperti mengorbankan rakyat sendiri, karena dia merupakan salah satu terpidana kasus narkotika jaringan internasional yang berpotensi merusak masa depan rakyat Indonesia. 3 Ia juga mengatakan bahwa Corby tidak mau bekerjasama dengan penegak hukum Indonesia untuk membongkar kasus peredaran gelap Narkotika jaringan internasional. Tindakan pemerintah yang memberikan pengampunan kepada Corby dianggap tidak memberikan efek jera terhadap para pengedar Narkotika. Melihat pemberian pengampunan yang diberikan oleh Presiden, putusan Remisi (pengurangan masa pidana) dan Pembebasan Bersyarat yang diterima oleh Corby sangat bertentangan dengan semangat Undang-undang Narkotika di Indonesia. Apabila kita lihat dari semangat Undang-undang Narkotika, dimana untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia, sebagai salah satu modal pembangunan nasional termasuk derajat kesahatan. Tidak hanya itu saja, pentingnya melakukan pencegahan dan pembrantasan bahaya penyalahgunaan serta peredaran gelap narkotika atau precursor narkotika agar tidak lagi menimbulkan korban juga merupakan salah satu dari semangat Undang-undang Narkotika. 3 http://www.waspada.co.id/index.php?option=home_content&view=article&id=315864:sbykorbankan-rakyat-demi-ratu-mariyuana&catid=77:fokuredaksi&ltemid=131 diakses pada tanggal 4 Maret 2014

8 Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Narkotika di Indonesia, peran pemerintah dan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan agar tujuan dari pembentukan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat tercapai. Pelaksanaan kebijakan oleh pemerintah harus dijalankan sesuai dengan keadilan dan melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas, sehingga perlindungan terhadap dampak penyalahgunaan Narkotika dapat terpenuhi. Berkaitan dengan itu, penulis dalam proposal ini mengambil judul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN GRASI, REMISI DAN PEMBEBASAN BERSYARAT PADA KASUS SCHAPELLE LEIGH CORBY (RATU MARIYUANA) DALAM RANGKA PEMBERANTASAN NARKOTIKA DI INDONESIA. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Presiden dalam memberikan Grasi kepada Corby? 2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Kementrian hukum dan HAM dalam pemberian Remisi dan Pembebasan Bersyarat kepada Corby? 3. Apakah dalam pemberian Grasi, Remisi dan Pembebasan Bersyarat kepada Corby sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia?

9 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah yang menjadi dasar pertimbangan Presiden dalam memberikan Grasi kepada Corby. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah yang menjadi dasar pertimbangan Kementrian hukum dan HAM dalam pemberian Remisi dan Pembebasan Bersyarat kepada Corby. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah dalam pemberian Grasi, Remisi dan Pembebasan Bersyarat kepada Corby sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian pasti memiliki manfaat di dalamnya. Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya pada bidang hukum pidana dalam kaitannya dengan penegakan hukum yang ada. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi penelitian-

10 penelitian untuk tahap berikutnya dan memberikan sumbangan penelitian tidak hanya pada teori tetapi juga dalam prakteknya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah : Pemerintah diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka penegakan hukum yang berdasarkan pada keadilan bagi masyarakatnya. b. Bagi Penegak Hukum : Para penegak hukum diharapkan dapat berlaku adil dan memperhatikan keadilan bagi masyarakat dalam melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan peraturan yang ada. c. Bagi Penulis : Untuk memperbanyak wawasan penulis dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan memahami apakah hukum yang berlaku di Indonesia sudah berlaku adil dan dapat mensejahterakan masyarakatnya. d. Bagi Masyarakat : Masyarakat akan mengetahui bagaimana peran Pemerintah dan Penegak Hukum Indonesia dalam pelaksanaan penegakan hukum dan bagaimana para pelaku tindak pidana mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan yang ada.

11 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Grasi, Remisi dan Pembebasan Bersyarat Pada Kasus Shapelle Leigh Corby (Ratu Marijuana) Dalam Rangka Pemberantasan Narkotika di Indonesia merupakan hasil karya asli penulis. Penulisan ini berbeda dengan mahasiswa lainnya karena penulis lebih menekankan apakah langkah Presiden dalam pemberian Grasi, dan putusan pemberian Remisi serta Pembebasan Bersyarat yang diberikan oleh Kementrian Hukum dan HAM sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia guna tercapainya tujuan dari sistem pemasyarakatan. Adapun Skripsi yang hampir sama atau sejenis antara lain : 1. Penelitian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Penentuan Rehabilitasi Bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika, karya Alfonsius Risky Nurcahyanto, mahasiswa Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang siapakah sebenarnya yang berwenang untuk menentukan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika dan hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang siapakah yang berwenang untuk menetapkan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika dan untuk mengetahui dan menganalisis hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika. Hasil

12 penelitiannya berupa kesimpulan bahwa kewenangan penetapan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan kewenangan dari hakim dan penyidik, baik itu penyidik BNN maupun kepolisian. Tidak hanya itu saja, hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika berasal dari pihak pecandu dan keluarga karena kurang komperatif dalam upaya pemberian rehabilitasi. 2. Penelitian mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Rehabilitasi Narkotika Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997, karya Veronica Untung Setyaningsih, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang apakah rehabilitasi bagi korban narkotika di wilayah hukum PengadilanNegeri Sleman menurut Undangundang Nomor 22 Tahun 1997 sudah dilaksanakan optimal dan kendala apa saja yang menghambat rehabilitasi bagi korban narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman, terutama bagi mereka yang khususnya sampai ke pengadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah rehabilitasi bagi korban narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 sudah dilaksanakan dengan optimal dan apa sajakah kendala yang menghambat rehabilitasi bagi korban narkoti di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman, terutama bagi mereka yang khususnya sampai ke pengadilan. Hasil penelitian berupa

13 kesimpulan bahwa rehabilitasi bagi korban narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman belum dilaksanakan secara optimal, karena masih banyak hakim yang belum memasukan perintah rehabilitasi dalam putusannya. Pelaksanaan rehabilitasi bagi korban narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman juga masih terdapat kendala karena kurangnya dukungan dari pihak masyarakat untuk pelaksanaan rehabilitasi, kurangnya dukungan dari korban penyalahgunaan narkotika itu sendiri dan kurangnya anggara biaya dari pemerintah daerah setempat. 3. Penelitian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Rehabilitasi Medis Bagi Penyalahgunaan Narkotika, karya Hardyanto, mahasiswa Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang mengapa terhadap penyalahguna narkotika sebaiknya diterapkan tindakan rehabilitasi medis dan bukan sanksi pidana serta apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan tindakan rehabilitasi medis terhadap pecandu narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengapa terhadap penyalahguna narkotika sebaiknya diterapkan tindakan rehabilitasi medis dan bukan sanksi pidana serta untuk mengetahui dan menganalisis apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan tindakan rehabilitasi medis terhadap pecandu narkotika. Hasil penelitiannya berupa kesimpulan bahwa terhadap penyalahguna narkotika sebaiknya

14 diterapkan tindakan rehabilitasi karena penyalahguna narkotika adalah korban yang sepatutnya mendapatkan hak-haknya sebagai korban, terutama hak atas rehabilitasi. Hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan tindakan rehabilitasi medis terhadap pecandu narkotika yaitu fakta yang terungkap di persidangan, baik keterangan saksi dan terdakwa yang dikuatkan dengan hasil pemeriksaan laboratorium bahwaq pelaku hanyalah korban dari penyalahgunaan narkotika, selain itu juga dikuatkan dengan barang bukti atau narkotika yang dipakai hanya sedikit dan pelaku bukanlah pengedar. F. Batasan Konsep 1. Tinjauan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisa dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan. 2. Yuridis Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yuridis adalah menurut hukum atau secara hukum

15 3. Pemberian Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia pemberian dapat diartikan sebagai sesuatu yang didapat dari orang lain (karena diberi). 4. Grasi Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, yang dimaksud dengan grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. 5. Remisi Berdasarkan Pasal (1) butir 8 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 6. Pembebasan Bersyarat Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Citu Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat., Pembebasan Bersyarat adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kedalam kehidupan masyarakat setelah menjalani

16 sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari masa pidananya, minimal 9 (Sembilan) bulan. 7. Kasus Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kasus adalah keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara dan atau keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal, persoalan atau perkara. 8. Pemberantasan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberantasan adalah proses, cara atau perbuatan memberantas atau membasmi atau melenyapkan, memusnahkan. 9. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana yang dimuat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sering disebut dengan Strafbaarveit. Menurut Moelyatno, Strafbaarveit adalah perbuatan yang menu juk pada sifat perbuatannya saja yaitu yang dilarang dengan ancaman pidana jika dilanggar. 10. Narkotika Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

17 perubahan kesadaran, hilangnya rasa atau mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan atau candu. G. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum secara normatif, dimana penelitian hukum normatif itu sendiri merupakan penelitian yang dilakukan / berfokus pada norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian hukum normatif dilakukan lima tugas ilmu hukum Normatif, yaitu deskripsi hukum, sistematisasi hukum, analisis hukum, interpretasi hukum dan menilai hukum positif. 1. Sumber Data Data dalam penelitian hukum Normatif berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan hukum primer : 1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi 4) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi

18 5) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 6) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 7) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan 8) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. 9) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi 10) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat. b. Bahan hukum sekunder : Dalam penulisan ini penulis menggunakan buku-buku, doktrin dan pendapat hukum yang terdapat dalam literature serta situs internet maupun media massa yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.

19 2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari Bahan Hukum Primer dan Sekunder. 3. Analisis Data Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami atau merangkai data yang telah dikumpulkan secara sistematis, sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai masalah atau keadaan yang diteliti serta menggunakan metode berpikir deduktif yaitu pengambilan kesimpulan yang bersifat khusus. Pola pikir ini menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan yang bersifat umum menuju pernyataan khusus dengan menggunakan penalaran. H. Sistematika Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 3 (tiga) bab. Pada masingmasing bab terbagi dalam beberapa sub bab, sehingga mempermudah untuk mengetahui gambaran secara ringkas mengenai uraian yang dikemukakan dalam tiap bab.

20 BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, tujuan dan juga manfaat yang akan dibahas dalam penulisan hukum tentang tinjauan yuridis terhadap pemberian Grasi, Remisi dan Pembebasan Bersyarat pada kasus Schapelle Leigh Corby dalam rangka pemberantasan narkotika di Indonesia. BAB II : PEMBERIAN GRASI, REMISI DAN PEMBEBASAN BERSYARAT PADA KASUS SCHAPELLE LEIGH CORBY DALAM RANGKA PEMBERANTASAN NARKOTIKA Dalam bab ini berisi tentang tinjauan umum pembinaan narapidana, tinjauan umum tentang pemberian Grasi, Remisi dan Pembebasan Bersyarat, tinjauan umum tentang narkotika dan pelaksanaan pemberian Grasi, Remisi dan Pembebasan Bersyarat kepada Schapelle Leigh Corby. BAB III : PENUTUP Dalam bab ini berisi tentang kesimpulam dan saran dari penulis terkait dengan permasalahan hukum yang diteliti.