PERAN TERNAK KELINCI DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT UNTUK MENGATASI KERAWANAN GIZI

dokumen-dokumen yang mirip
TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

Teniu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 ditunda sampai pada siklus pertumbuhan bulu berikutnya, sehingga akan menambah biaya pemelihara

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN

PROFIL KELOMPOK PETERNAK KELINCI AL-HIKMAH CIAWI KABUPATEN BOGOR

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

Budidaya Kelinci Hias Makin Menjanjikan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Lokakarya Fungsional Non Peneli8 Cisarua/Ciseureuh-Puncak( m dpl),pandansari Berebes(1350 m dpl) dan Suren Gede-Wonosobo(1350 m dpl). Dalam ran

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging nasional sekitar ton per tahun, namun belum

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

KATA PENGANTAR DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK. Dr. Ir. Riwantoro, MM NIP

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

Dari hasil Lokasi Pengamatan : dilakukan terletak wilayah Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat Kabupaten Pekalongan adalah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

Lokakarya Fungsional Non Peneli gram sehingga daya hidup anak menjadi rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya mortalitas antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

Bab 4 P E T E R N A K A N

BUDIDAYA KELINCI MENGGUNAKAN PAKAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

Transkripsi:

PERAN TERNAK KELINCI DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT UNTUK MENGATASI KERAWANAN GIZI I. WAYAN PASEK SUMADIA DAN R.DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak,Po.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Ketidak berdayaan secara ekonomi memicu terjadinya gizi buruk pada balita yang mengakibatkan terjadinya penyakit busung lapar. Berdasarkan Data Statistik Indonesia Tahun 2003, terdapat 37.3 Juta rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan, yang terbagi pada masyarakat perkotaan sebesar 12.2 juta jiwa dan masyarakat pedesaan sebesar 25,1 juta jiwa. Pencapaian konsumsi protein hewani nasional tahun 2003 adalah sebesar 4.61 gram/kapitalhari, masih jauh dari kecukupan gizi. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani secara cepat perlu pengembangan ternak alternatif yang cepat berkembang biak; mudah dalam pemeliharaannya ; tidak membutuhkan lahan yang luas ; dan biaya pakan yang relatif rendah yaitu ternak kelinci. Program Nasional Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), yang dicanangkan pemerintah pada Tahun 1978 dengan membagi-bagikan ternak kelinci pada masyarakat. Untuk mensukseskan Perbaikan Menu Makanan Rakyat yang tertuang dalam INPRES No 20 Tahun 1979, telah dibagikan ternak kelinci untuk memenuhi target konsumsi daging kelinci sebesar 8 kg perkapita pertahun. Namun program ini tidak berjalan dengan balk karena masyarakat Iebih membutuhkan nilai tunai dari pada memenuhi kebutuhan gizi. Pada saat ini program UPGK, sangat relevan untuk diaktifkan namun dalam pelaksanaannya perlu melibatkan dan mengefektiikan berbagai Dinas terkait dan melakukan penyuluhan secara simultan untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya gizi bagi balita. Beternak kelinci selain untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, dapat diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui peluang usaha sehingga beternak kelinci dapat memberi penghasilan. Untuk kedepan keadaan gizi buruk pada balita diharapkan tidak terjadi lagi, dengan beternak kelinci selain dapat memenuhi kebutuhan protein hewani juga diberdayakan secara ekonomi. Kata Kunci : Kelinci, ekonomi,gizi PENDAHULUAN Dari tayangan dimedia masa, tergambar suatu keadaan yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan yaitu masalah gizi buruk pada balita yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit busung lapar. Yang lebih ironis lagi adalah keadaan gizi buruk pada balita bukan saja terjadi didaerah-daerah, tetapi terjadi juga disekitar JABOTABEK yang dekat dengan pusat pemerintahan. Hal ini merupakan dampak dari kemiskinan struktural yang terjadi akibat terpuruknya ekonomi masyarakat yang menyebabkan rendahnya daya beli disektor pangan terutama untuk pemenuhan protein hewani. Berdasarkan Data Statistik Indonesia Tahun 2003, terdapat 37,3 Juta rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan dan tidak berdaya secara ekonomi, yang terbagi pada masyarakat perkotaan sebesar 12,2 Juta jiwa dan masyarakat pedesaan sebesar 25,1 Juta jiwa. Pada masyarakat perkotaan, ketidak berdayaan secara ekonomi disebabkan oleh dampak dari kenaikan BBM yang memicu kenaikan harga pada sektor pangan dan terjadinya PHK besar-besaran sehingga masyarakat kehilangan mata pencaharian. Pada masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, sebagian besar merupakan penggarap dan buruh tani. Dengan semakin tingginya biaya produksi dan rendahnya harga jual produk berdampak pada menurunnya pendapatan. Selain itu keadaan iklim makro yang tidak menentu, menyebabkan terjadinya gagal panen yang memperburuk ekonomi petani. Rendahnya daya bell masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein, sebenarnya dapat ditanggulangi melalui pengembangan jenis ternak alternatif yang cepat berkembang biak ; mudah dalam pemeliharaannya ; tidak membutuhkan lahan yang luas ; dan biaya pakan yang relatif rendah. Pilihan yang tepat adalah dengan mengembangkan ternak kelinci, karena ternak kelinci memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat ; interval kelahiran pendek; prolifikasi yang tinggi ; mudah dipelihara dan tidak membutuhkan lahan yang luas pada pemeliharaan yang banyak (Templeton, 1968). Dalam budidaya ternak kelinci pada skala keluarga, anak-anak dapat dilibatkan untuk mencari rumput dan membersihkan kandang juga sebagai pembelajaran dan pengenalan pada ternak. Selain itu ternak kelinci mampu memanfaatkan hijauan secara efisien sebagai pakan sehingga kebutuhan konsentrat relatif tidak terlalu besar. 37

Pada kondisi sekarang selain untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga, beternak kelinci berpeluang untuk usaha yang dapat memberikan penghasilan sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat. Akan tetapi peluang usaha harus diseimbangkan dengan pernenuhan kebutuhan gizi keluarga, oleh karena itu diperlukan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pernenuhan gizi terutama untuk balita. Makalah ini ditulis sebagai upaya mengajak masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi secara mandiri dengan memelihara ternak kelinci dan menjadikannya sebagai pabrik daging mini dipekarangan. Untuk kedepan diharapkan kejadian gizi buruk yang menyebabkan terjadinya penyakit busung lapar pada balita tidak perlu terjadi lagi. MASALAH CIZI BIJRUK Terjadinya keadaan gizi buruk pada masyarakat adalah sebagai akibat dari ketidak berdayaan secara ekonomi dan belum optimalnya peran organisasi sosial kemasyarakatan seperti PKK dan Posyandu yang merupakan garda terdepan dalam menangani masalah kesehatan masyarakat. Keadaan ini diperburuk lagi oleh adanya sebagian masyarakat yang belum sadar akan pentingnya gizi terutama untuk balita. Pada balita keadaan gizi buruk jika dibiarkan dapat mengakibatkan kekerdilan dan terhambatnya perkembangan kecerdasan, dan jika hal ini tidak segera ditanggulangi maka Indonesia dimasa depan akan kehilangan satu generasi (Lost Generation). KEBUTUHAN PROTEIN HEWANI Srigandono (1991), mengatakan bahwa kebutuhan protein yang ideal adalah 55 gram/kapita/hari dan 22 % ( 11 gram/kapita/hari) diharapkan berasal dari protein hewani. Martianto dkk (1996) mengatakan, bahwa protein hewani sangat diperlukan karena memiliki kandungan asam amaino yang lengkap, berperan sebagai pembawa sifat keturunan dan proses perkembangan kecerdasan (brain development). Pada tahun 2003 pencapaian konsumsi protein hewani nasional adalah sebesar 4,61 gram/kapita/hari (Buku Statistik Peternakan Tahun 2003). Dari data ini telihat kurangnya gizi dari protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga memicu terjadinya gizi buruk yang berakibat terjadinya penyakit busung lapar. Upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah melalui penyadaran masyarakat akan pentingnya kebutuhan gizi, dan juga dengan pemberdayaan secara ekonomi pada masyarakat. 3 8 POTENSI TERNAK KELINCI Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani secara cepat perlu beralih dari ternak ruminansia keternak lain yang mampu berkembang cepat. Dari semua jenis ternak yang telah dijinakkan, kelinci mempunyai potensi yang besar sebagai penghasil daging. Secara teoritis seekor induk kelinci dapat menghasilkan 80 kg daging dalam satu tahun, namun dalam praktek umumnya tidaklah sedemikian tinggi (Farrel, 1984). a. Potensi biologis Masa bunting ternak kelinci adalah rata-rata 31 hari dan umur sapih berkisar antara 28 -- 35 hari. Oleh karena itu seekor induk kelinci sebenarnya mampu beranak sebanyak 8-10 kali dengan jumlah anak sepelahiran 6-9 ekor. b. Pakan kelinci Secara umum pakan kelinci tidak bersaing dengan manusia dan ternak lainnya, karena kelinci memiliki kemampuan dalam memanfaatkan hijauan pakan secara efisien. Penambahan konsentrat relatif tidak terlalu banyak diperlukan, hanya untuk melengkapi kebutuhan nutrisi yang tidak terdapat pada hijauan. Sebagai ternak yang tergolong Peusedo Ruminansia, ternak kelinci melakukan proses pencernaan ulang hijauan sehingga tingkat pemanfaatan dapat mencapai 75 -- 80%. Pada malam hari ternak kelinci akan mengeluarkan feces hasil fermetasi dari caecum, yang lunak dan memiliki kandungan zat-zat makanan yang tinggi dan Iangsung dimakan lagi dari anus. Kebiasaan ini dikenal dengan Coprophagy (Cheeke dkk, 1982) yang dimulai pada umur 3 minggu, setelah anak kelinci belajar makan makanan keras.

Feces yang dikeluarkan pada siang hari merupakan hasil pencernaan akhir berbentuk pellet yang keras dengan kandungan zat-zat makanan yang rendah. Berdasarkan inventarisasi dari hijauan pakan ternak, hampir semua jenis hijauan yang ada dinusantara dapat diberikan pada ternak kelinci. Pemberian hijauan sebaiknya dalam bentuk layu yaitu sebagai proses detoksifikasi hijauan dan pelepasan oksigen untuk mencegah keracunan dan timbulnya kembung pada ternak. c. Karkas kelinci Karkas kelinci berkisar antara 50-60% dari bobot hidup dengan komposisi perbandingan berat daging (adible meat) berkisar 66-74 % dan berat tulang berkisar 26-34%. Karakteristik daging kelinci adalah memiliki warna yang agak pucat dengan bau dan rasa seperti daging ayam, memiliki nilai gizi yang tinggi (label 1). Selain itu daging kelinci memiliki kandungan kolesterol yang, lebih rendah jika dibandingkan dengan daging sapi, kambing dan domba walaupun lebih tinggi dari daging ayam dan itik (label 2). label. I Komposisi zat-zat makanan dalam daging dari berbagai ternak. Jenis Ternak Protein Lemak Mineral (%) Kelinci 20,7-20,9 3,8-6,2 1,3-1,5 Ayam 21,5 2,5 I ' l Itik 18,3 19,0 1,3 Sapi 18,3-19,3 18,3-18,9 0,9 Babi 13,3-19,7 19,6-34,2 0,8-1,0 Domba 15,6-18,7 17,5-30,9 0,9-1,0 Sumber : Calvert (1973) Tabel 2. Kadar Kolestrol (Asam Lemak), pada berbagai jenis daging. Jenis Daging Kadar Kolesterol (Asam Lemak) Jenuh (%) Tak Jenuh (%) Kelinci 39 61 Sapi 50 50 Kambing 61 39 Domba 59 41 Ayam 34 66 Itik 30 70 Sumber : Food,The Year Book Of Agriculture dalam Sarwono (1988) d. Upaya kawin silang Di Indonesia dikenal dua breed kelinci yaitu kelinci ras (kelinci impor) yang berpostur besar dan memiliki laju pertumbuhan yang cepat serta kelinci lokal yang dikenal dengan kelinci kampung ber postur kecil dengan pertumbuhan yang lambat. Upaya penyilangan kelinci lokal dengan kelinci ras telah dilakukan sebagai upaya perbaikan genetik pada kelinci lokal. Dari persilangan ini diharapkan turunannya memiliki postur yang lebih besar dengan laju pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih tahan terhadap penyakit serta memiliki toleransi terhadap cengkaman suhu panas. Kelinci silangan ini diharapkan dapat berkembang didaerah yang kering dan suhu yang lebih panas. e. Hambatan Hambatan didalam budidaya ternak kelinci adalah kematian ternak yang masih terlalu tinggi yang berkisar 20-25%, terutama setelah lepas sapih. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dari peternak dalam budidaya, menyebabkan rendahnya produktivitas induk. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang khusus 3 9

terutama dalam pemeliharaan dan selalu menjaga kebersihan kandang selain memberikan penyuluhan mengenai cara budidaya kelinci yang benar. Memperlambat waktu penyapihan juga dapat mengurangi kematian anak, karena anak dalam pengasuhan induk yang lebih lama memiliki daya hidup yang lebih baik. Hambatan lainnya adalah faktor psikologis dari masyarakat yang belum membudaya untuk mengkonsumsi daging kelinci selain ada keengganan untuk memotong ternak peliharaannya karena adanya rasa sayang dan keinginan mendapatkan penghasilan secara tunai. USA HA PERBAIKAN GIZI KELUARGA (UPGK) Usaha perbaikan gizi keluarga sebenarnya telah dicanangkan secara nasional dengan terbitnya INPRES No.20 Tahun 1979, mengenai Perbaikan Menu Makanan Rakyat dan Program Nasional Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Secara tegas Bapak Presiden mengajak masyarakat untuk memelihara kelinci, yang direalisasikan melalui kelinci BANPRES. Program pemeliharaan ternak kelinci ditujukan untuk memenuhi target konsumsi daging kelinci sebesar 8 kg/kapita/tahun. Dalam program ini satu keluarga yang beranggotakan 6 orang, mendapatkan bantuan paket kelinci bibit dengan ratio tiga ekor induk dan seekor pejantan. Adanya keinginan untuk mendapatkan nilai tunai dan masih rendahnya kesadaran gizi dari masyarakat, pada waktu itu masyarakat berlomba-lomba untuk menjual kelinci bibit yang harganya relatif sangat mahal. Pada saat pasar mulai jenuh, masyarakat men.jadi frustasi sehingga populasi kelinci secara perlahan menurun secara drastis. Secara umum tujuan dari UPGK belum tercapai, karena konsumsi protein hewani tetap tidak ada peningkatan. Program Nasional UPGK tahun 1979, pada kondisi sekarang sangat relevan untuk diaktifkan kembali namun dalam pelaksanaannya dilakukan dengan beberapa saran perbaikan. SARAN PERBAIKAN UNTUK TERCAPAINYA PROGRAM NASIONAL UPGK 1. Melakukan Penyuluhan yang Intensif Pada masyarakat perlu dilakukan penyuluhan-penyuluhan yang intensif secara simultan, mengenai pentingnya pemenuhan gizi bagi balita. Anjuran untuk memelihara kelinci, ditujukan sebagai usaha untuk mendapatkan protein hewani secara murah melalui usaha mandiri disamping dapat membuka peluang usaha untuk pemberdayaan ekonomi. 2. Mengefektifkan Fungsi dan Peran Dinas-Dinas Terkait Ada beberapa Dinas yang sangat kompeten dalam melakukan pembinaan masyarakat yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas Peternakan. Penyuluhan yang intensif dan simultan untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya gizi, dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang bekerja sama dengan PKK Desa, Bidan Desa dan Posyandu. Dinas Sosial dapat memberi bantuan berupa sarana dan prasarana termasuk dalam pengadaan paket bibit kelinci yang berkerja sama dengan Dinas Peternakan setempat. Untuk ketrampilan budidaya kelinci pembinaan dilakukan oleh Dinas Peternakan melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). 3. Menjalin Kemitraan Antara Pemerintah dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Masalah nasional keadaan gizi buruk pada masyarakat tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah, akan tetapi perlu melibatkan LSM-LSM yang peduli pada kesehatan masyarakat. Bantuan yang dapat diberikan pada masyarakat bukannya hanya sekedar memberi ikan, tetapi memberikan kail sehingga masyarakat dapat mandiri secara ekonomi. Oleh karena itu pemberian paket bibit kelinci merupakan solusi yang tepat, yang dikelola melalui kelompok ternak kelinci dalam format usaha peternakan rakyat. Beberapa model usaha beternak kelinci dapat adopsi oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat diberdayakan secara ekonomi tetapi tidak melupakan pentingnya kebutuhan gizi. 4 0

4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pada perkembangannya saat ini budidaya ternak kelinci, selain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dapat juga diberdayakan secara ekonomi dengan membuka beberapa peluang usaha yaitu : 1. Pemeliharaan kelinci ditujukan sebagai penghasil daging dan kulit Jenis kelinci yang umum dipelihara adalah New Zealand White, Callifornian, Flemish Giant, Giant Chincilla, Carollina dan lain-lain. Umur pemotongan kelinci berkisar antara 2-4 bulan. Kelinci pedaging pada umur 8 minggu dapat mencapai bobot hidup 2 kg dengan karkas sekitar 1,2 kg. Daging dapat dibuat produk olahan seperti nugget, sosis, abon dan dendeng, selain dimasak langsung seperti dibuat sate, sop dan gulai. Di Supermarket, karkas kelinci dijual dalam potongan komersial. Kulit dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku kerajinan setelah melalui proses penyamakan. Untuk memenuhi gizi keluarga pada masyarakat desa, yang cocok dikembangkan adalah kelinci lokal atau persilangan yang relatife lebih tahan terhadap penyakit dan memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap Iingkungan. 2. Pemeliharaan kelinci ditujukan sebagai penghasil kulit bulu Kelinci yang dipelihara adalah kelinci Rex yang dikenal memptinyai bulu yang padat seperti bludru, panjang seragam dan rengkilap dan kelinci Satin yang memiliki bulu yang agak panjang tetapi sangat mengkilap. Kedua breed kelinci ini telah ada di Indonesia dan dikembangkan pada daerah bersuhu rendah (dataran tinggi) guna mendapatkan kulit bulu yang padat dan berkualitas baik. Pemotongan kelinci dilakukan pada saat proses pigmentasi pada kulit bulu telah mencapai 80% yaitu pada saat bulu memiliki panjang yang seragam (senior prime). Umur potong berkisar antara 5-6 bulan dan pemeliharaan dilakukan secara khusus baik pemberian pakan ataupun perkandangan. Kulit bulu yang telah disamak merupakan bahan baku kerajinan dan garmen yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berpeluang ekspor. 3. Pemeliharaan kelinci untuk memenuhi kebutuhan hewan percobaan Banyaknya Pabrik-Pabrik Farmasi dan Perguruan Tinggi yang membutuhkan hewan percobaan, membuka peluang usaha yang sangat menjanjikan. Jenis yang umum dipelihara adalah kelinci New Zealand White (NZW) yang berbulu putih dan yang dibutuhkan adalah yang memiliki kemurnian breed diatas 80% dengan ciri-ciri mendekati NZW murni yaitu kepala bulat (buldog), telinga agak pendek dan tebal, berat standard 2-2.7 Kg, berkelamin jantan dan telah biasa dengan makanan pellet (konsentrat). Persyaratan yang lain adalah kebersihan kandang harus terjamin, sehat (tidak penyakitan), dan berbulu bersih. Harga yang jual berkisar Rp 45.000,- s.d Rp 60.000,- per kg bobot hidup tergantung pada kemurnian breed (Tahun 2004). 4. Pemeliharaan untuk memenuhi kebutuhan hewan kesayangan (Funcy pet) Didalam kelompok masyarakat terdapat golongan menengah keatas yang memiliki tingkat kemapanan secara ekonomi. Pada kelompok ini pemeliharaan ternak kelinci ditujukan untuk mencari kesenangan semata sebagai ternak kesayangan (Funcy pet). Jenis kelinci yang dipelihara adalah kelinci-kelinci eksotik seperti ; Lion, Jersey, Loop Dwarf, Dwarf Hotot, Mini Rex, Pollish, Fuzzy, Anggora dan lain-lain. Kelinci yang dipelihara pada umumnya memiliki bobot yang kecil (1-2 kg) dengan bentuk penampilan yang lucu, baik warna bulu maupun bentuknya. Harga jual di Vet Shop berkisar antara Rp 150.000,- s.d Rp 300.000,- perekor tergantung seberapa eksotiknya dan juga selera peminat. 5. Pemeliharaan kelinci untuk memenuhi kebutuhan daerah wisata Kelinci yang dipelihara pada umumnya kelinci lokal atau kelinci persilangan. Yang dipasarkan pada umumnya adalah kelinci lepas sapih umur 4-5 minggu yang dijual di obyek-obyek wisata. Para tengkulak biasanya akan mencari kepedesaan dan memborong anak kelinci untuk dijual kembali didaerah obyek wisata. Keuntungan usaha seperti ini adalah tidak adanya risiko kernatian anak seperti pada pembesaran. Yang diperlukan adalah pengaturan jadwal perkawinan yang tepat, sehingga produktivitas induk dapat dipertahankan. Harga jual anak kelinci berkisar antara Rp 7.500,- s.d Rp 15.000,-. 4 1

Pupuk kelinci sebagai nilai tunai Pada pemeliharaan trnak kelinci, hasil samping yang merupakan nilai tunai adalah air kencing dan kotorannya yang merupakan pupuk kandang. Pupuk kelinci sangat baik untuk hortikultura dan tanaman hias. Penggunaan pupuk dapat dilakukan setelah dibuat kompos melalui penambahan biovet. PENUTUP Beternak kelinci dapat membuka peluang usaha sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dan mengatasi keadaan gizi yang buruk pada balita. Dengan diperbaikinya gizi balita, diharapkan penyakit busung lapar tidak akan terjadi lagi di Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor yang telah memfasilitasi tenaga fungsional untuk melakukan Temu Teknis. Tak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada semua teman-teman di Kandang Kelinci Ciawi yang telah bekerja sama sampai saat ini. DARTAR BACAAN Buku Statisik Peternakan, 2003. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Calvert, J. 1973. Commercial Rabbit Production. Ministry of Agriculture, Fisheries and Food. Bull 50. London. Cheeke, P.R., N.M. Tulloh and G.S. Templeton. 1982. Rabbit Production. 5 th. The Interstate Printer and Publisher, Inc. Danville, Illinois. Farrell.D.J, dan Y.C.Raharjo. 1984. Potensi Ternak Kelinci Sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Martianto,D. dan Gatoet Sroe Hardono. 1996. Kontribusi Pangan Hasil Ternak Dalam Pola Konsumsi Pangan Hewani Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner tanggal 7-8 Nopember 1995. Puslitbang Peternakan Bogor.Pp 777-786. Sarwono,B. 1988. Beternak Kelinci Unggul. Penerbit PT Penebar Swadaya.Jakarta. Srigandono,B.1991. Ilmu Unggas Air. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Statisik Indonesia, 2003. BPS Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia. Templeton.G.S., 1968. Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers & Publishers, Inc. Denville Illinois. 4 2