BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar B el akang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah pun berperan aktif

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dilakukan secara terencana dalam mewujudkan proses pembelajaran agar

EKSPERIMENTASI ALAT PERAGA SIMETRI LIPAT DAN SIMETRI PUTAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI RESPON SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAAN. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. moralitas kehidupan pada potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan sangat menentukan perilaku diri seorang individu, karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya. Pendidikan diarahkan agar peserta didik memiliki spiritual

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

umum yang muncul adalah rendahnya mutu kegiatan belajar siswa seperti adanya siswa yang ingin mencapai target hanya sekedar lulus dalam sekolah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasanah, 2014

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. dasar manusia. Pendidikan pada masa kini merupakan hal pokok yang wajib untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, dibutuhkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi. Mutu pendidikan yang baik dapat menghasilkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional meghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut dituntut adanya manusia-manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal dan dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut sumber daya manusia yang terampil dalam mengelolanya. Sumber daya manusia yang terampil adalah sumber daya manusia yang bersikap kreatif dan inovatif, di samping manusia tersebut juga rendah hati dalam mengelola sumber daya alam serta dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persaingan. Tuntutan sumber daya manusia dapat dibentuk salahsatunya melalui pendidikan. Menurut Jean Piaget (dalam Sagala, 2006. hlm. 1), Pendidikan sebagai penghubung dua sisi, di satu sisi individu yang sedang tumbuh dan di sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut. Adapun menurut Syah (2010, hlm. 10) Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang yang memeroleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan tidak hanya berisi praktik dan pengalaman melalui metode-metode tertentu guna meningkatkan kemampuan kognitif saja namun nilai sosial dan moral juga diperhatikan agar dapat membentuk manusia yang tidak hanya memiliki intelektual namun juga mampu bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Suatu pendidikan memiliki beragam jenis, yaitu pendidikan formal, informal dan non-formal. Sekolah merupakan salahsatu jenis pendidikan formal. Implementasi pendidikan formal terdiri dari teori dan praktek yang tidak dapat dipisahkan. Baik teori dan praktek dalam pendidikan harus dapat dikuasai oleh seseorang yang bergerak di bidang pendidikan agar tujuan dari pendidikan nasional dapat tercapai. Adapun tujuan pendidikan nasional Indonesia menurut Syah (2010, hlm. 12) adalah sebagai berikut. Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi menusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN/2003 Bab II Pasal 3) 1

2 Tujuan pendidikan formal terbagi menjadi beberapa tingkatannya yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan tersebut terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi (PT). Setiap jenjang pendidikan memiliki tujuan khusus untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang diharapkan, termasuk dengan tujuan pendidikan sekolah dasar (SD). Menurut Mulyasa (2014, hlm. 21) tujuan pendidikan di SD yaitu. 1. Tumbuh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2. Tumbuh sikap beretika (sopan santun dan beradab); 3. Tumbuh penalaran yang baik (mau belajar, ingin tahu, senang membaca, memiliki inovasi, berinisiatif dan bertanggung jawab); 4. Tumbuh kemampuan komunikasi/sosial (tertib, sadar aturan, dapat bekerja sama dengan teman, dapat berkompetisi); dan 5. Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan badan. Tujuan pendidikan sekolah dasar tersebut jelas dapat terwujud dalam suatu pembelajaran yang di dalamnya terdapat kerjasama antar orang-orang yang melakukan pembelajaran. Pembelajaran sebaiknya dilakukan melalui komunikasi yang terjadi tidak hanya antara guru dengan peserta didik, akan tetapi juga antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Salahsatu matapelajaran yang dapat menunjang terwujudnya suatu pendidikan nasional maupun tujuan khusus dalam pendidikan dasar yaitu matapelajaran matematika. Matematika merupakan salahsatu matapelajaran yang diajarkan juga di SD. Pembelajaran matematika hendaknya dibentuk dari pengalaman peserta didik dalam dunianya untuk menemukan konsep-konsep matematika yang sedang mereka pelajari, sehingga pembelajaran matematika tersebut dapat dipahami oleh peserta didik dalam jangka panjang. Dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya setiap orang tidak pernah terlepas dari komunikasi dengan menggunakan notasi matematika, misalnya: ketika seseorang melakukan perhitungan jual beli, melakukan perhitungan hak waris, membaca sebuah data dan atau mengolah sebuah data, masalah-masalah tersebut memerlukan matematika untuk dapat selesai. Dilihat dari banyaknya fungsi matematika dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan betapa pentingnya matematika untuk dipelajari dan dipahami. Hal ini sejalan dengan pendapat Kline (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010, hlm. 4)

3 bahwa Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Pendapat Kline di atas yang mengatakan matematika dapat membantu memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam menunjukkan matematika membutuhkan suatu kemampuan-kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk dapat menghubungkan antara teori dalam matematika yang sudah dipelajari dengan praktiknya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan matematika tingkat tinggi tersebut juga ditargetkan dalam kurikulum yang diungkapkan oleh Maulana (2011) yakni kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan penalaran matematis, kemampuan koneksi matematis, dan kemampuan komunikasi matematis. Salahsatu kemampuan yang diberikan dan dilatih kepada peserta didik ialah kemampuan pemahaman matematis. Pemahaman matematis merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik agar lebih memudahkan mereka berlatih kemampuan matematika lainnya. Pentingnya sebuah pemahaman dalam belajar matematika karena matematika itu berisi konsep yang terkait satu dengan yang lainnya, antara satu konsep dalam matematika bisa saja merupakan prasayarat untuk mempelajari konsep lainnya, untuk itulah peserta didik harus memiliki kemampuan pemahaman matematis terlebih dahulu terhadap suatu materi matematika agar ia dapat mengaplikasikan teori dan rumus dalam aplikasi soal, melakukan penalaran matematis, dapat melihat hubungan antar materi matematika, dan dapat menjelaskan kembali apa yang sudah ia kerjakan dengan bahasanya sendiri. Jadi dalam pengajarannya, setiap guru wajib membuat peserta didiknya memahami terlebih dahulu konsep materi yang sedang mereka pelajari dengan cara memberikan banyak contoh maupun permasahalan agar pemahaman peserta didik tidak hanya terbatas pada satu sudut pandang saja, namun dari sudut pandang lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herdian (2010) yang mengatakan bahwa pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa peserta didik kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh peserta didik.

4 Kelima kemampuan matematika yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang telah disebutkan di atas, juga dijelaskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mengenai tujuan pembelajaran, yakni dijelaskan bahwa kemampuan pemahaman matematis berada pada urutan pertama. Hal ini menunjukkan untuk mencapai kemampuan tingkat tinggi yang lain seperti kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, dan kemampuan koneksi, terlebih dahulu peserta didik harus memiliki kemampuan pemahaman. Pembelajaran hendaknya dimulai dari pengetahuan yang peserta didik ketahui atau dari pengalaman yang sudah mereka alami, yang kemudian dikaitkan dengan konsep materi yang akan dipelajari. Adanya proses pengaitan tersebut akan membentuk suatu pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Hal itu sesuai dengan teori belajar Ausubel (dalam Waluya, 2009, hlm. 13) yang mengatakan bahwa Belajar bermakna merupakan proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. Untuk dapat mewujudkan pengajaran dengan konsep pengaitan tersebut, berarti guru harus mengetahui konsep awal pada diri peserta didik, agar tidak terjadi miskonsepsi. Geometri adalah salahsatu bidang kajian dalam matematika. Menurut Kustner & Kastner (dalam Ruseffendi, 1990. hlm. 2) Geometri elementer itu ialah geometri yang berkenaan dengan titik, ruas garis, sudut, garis (garis lurus), segitiga, segiempat, lingkaran, bidangempat, dan sebagainya pada bidang dan ruang. Salahsatu materi dalam geometri ialah bangun ruang beserta jaring-jaring pembentuknya yang diperkenalkan pertama kali pada peserta didik di kelas 1 SD, dan materi bangun ruang kembali diajarkan di kelas IV secara lebih mendalam sekaligus pembelajaran mengenai jaring-jaring pembentuk bangun ruang. Pembelajaran bangun ruang beserta jaring-jaringnya akan lebih diingat dalam jangka panjang oleh peserta didik ketika dalam proses pembelajarannya, peserta didiklah yang menemukan konsep tersebut. Guru wajib membimbing peserta didik untuk menyadari bahwa bangun ruang pada dasarnya sering mereka temui di lingkungan sekitar mereka. Pembelajarannya tidak lagi hanya sekedar mengetahui dan mengenal, namun pemahaman peserta didik yang berada di kelas IV harus

5 sudah mencapai pemahaman mengenai sifat-sifat bangun ruang serta jaringjaringnya. Pembelajaran yang konstruktivis dengan media yang konkret sangat diperlukan untuk lebih memudahkan peserta didik dalam penncapaian kemampuan pemahaman akan materi bangun ruang serta jaring-jaringnya. Pembelajaran matematika yang ideal pun tidak selaras dengan yang terjadi di lapangan. Pada kenyataannya, pembelajaran matematika yang dilakukan guru ialah berbasis behaviorisme yang artinya pembelajaran hanya menekankan pada transfer pengetahuan dan latihan, maka hasilnya pun hanya efektif pada saat pembelajaran saja, termasuk pada saat pembelajaran mengenai geometri bangun ruang. Seperti yang dapat digambarkan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawati (dalam Nur aeni, 2008, hlm. 2) yaitu Masih banyak peserta didik sekolah dasar yang belum memahami konsep-konsep dasar geometri. Temuan berikutnya datang dari penelitian yang dilakukan oleh Soejadi (dalam Nur aeni, 2008, hlm. 2) yang menyebutkan antara lain. l) Siswa sukar mengenali dan memahami bangun-bangun geometri terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya, 2) Siswa sulit menyebutkan unsur-unsur bangun ruang, misal siswa menyatakan bahwa pengertian rusuk bangun ruang sama dengan sisi bangun datar. Melihat hasil-hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa pembelajaran matematika di Indonesia kurang melatih kemampuan pemahaman peserta didik. Guru hanya memberikan konsep dan latihan. Pembelajaran semacam ini kurang memperhatikan aktifitas, pengkonstruksian pengetahuan dan bentuk partisipasi lainnya dari peserta didik. Solusi yang dapat diterapkan guru untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah penggunaan variasi metode, model, maupun media dalam pembelajaran. Guru dapat menggunakan pendekatan yang berpusat pada peserta didik seperti Contextual Teaching Learning (CTL), Realictic Mathematic Education (RME), atau pendekatan student centered lainnya dan dapat juga guru menggunakan media yang konkret ketika mengajar materi geometri tersebut. Penelitian ini menawarkan solusi yaitu penggunaan sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan mengedepankan pengalaman aktif peserta didik serta proses pengkonstruksian pengetahuan. Adapun pendekatan yang dimaksud

6 dalam penelitian ini ialah pendekatan generatif yang berbantuan media kubus dan balok dari karton. Pendekatan generatif ialah pendekatan yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengkonstruksikan pengetahuan dan informasi dengan cara mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik dengan pengetahuan yang akan dipelajari hingga peserta didik dapat menarik kesimpulan dari hubungan antar materi tersebut. Pendekatan generatif cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik. Hal tersebut diperkuat melalui penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni, dkk (2011. hlm 5) yang mengatakan bahwa Peningkatan pemahaman siswa lebih baik dibandingkan dengan yang tidak menerapkan model pembelajaran generatif dilihat dari hasi uji gain suatu penelitian, siswa merespon dengan baik terhadap diterapkannya model pembelajaran generatif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, sebagai suatu upaya konkret untuk merealisasikan penerapan pendekatan generatif sebagai solusi untuk meningkatkan pemahaman matematis peserta didik akan materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya, maka dilakukan penelitian yang berjudul: Pengaruh Pendekatan Generatif terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis pada Materi Bangun Ruang Sederhana dan Jaring-jaringnya (Penelitian Eksperimen terhadap Peserta didik Kelas IV di SDN Pakuwon II dan SDN Pasarean di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang). B. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh pendekatan pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemahaman matematis peserta didik. Secara lebih rinci, rumusan masalahnya sebagai berikut. 1. Apakah pendekatan konvensional ekspositori dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis peserta didik kelas IV sekolah dasar pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya? 2. Apakah pendekatan generatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis peserta didik kelas IV sekolah dasar pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya?

7 3. Adakah perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan generatif dibandingkan pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya? 4. Bagaimana respon peserta didik dalam pembelajaran dengan pendekatan generatif? Penelitian ini difokuskan pada penerapan pendekatan generatif terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis. Kemampuan pemahaman matematis memiliki beragam jenis menurut para ahli, jenis-jenis tersebut dapat dikembangkan menjadi indikator. Adapun jenis pemahaman yang akan diteliti ialah jenis pemahaman matematis menurut Pollatsek. Pollatsek (dalam Maulana, 2011, hlm. 53-54) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu: 1. Pemahaman komputasional, dengan dapat menerapkan rumus dengan perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik. 2. Pemahaman fungsional, ditandai dengan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, atau suatu prinsip dengan prinsip lainnya dan menyadari proses yang dikerjakannya. Dua jenis pemahaman tersebut menurut Pollatsek di atas, kemudian dikembangkan ke dalam bentuk indikator sebagai berikut. 1. Indikator Pemahaman Komputasional Pemahaman komputasional mencirikan kemampuan mengingat, kemampuan menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana.berikut indikator pemahaman komputasional dalam penelitian ini. a. Mengkategorikan objek-objek tertentu b. Menganalisis sifat-sifat suatu objek c. Mengklasifikasi objek-objek tertentu berdasarkan sifat-sifat tertentu d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, dan e. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah 2. Indikator Pemahaman Fungsional Pemahaman fungsional memiliki ciri adanya pengaitan suatu konsep dengan konsep lainnya. Indikator yang digunakan yaitu mengaitkan hubungan antar konsep pembelajaran.

8 Kemampuan pemahaman komputasional yang diukur dalam penelitian ini jika dikaitkan dengan materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya dapat dilihat pada halaman selanjutnya. a. Mengkategorikan bentuk-bentuk bangun kubus dan balok b. Menganalisis sifat-sifat pada kubus dan balok c. Mengklasifikasi jaring-jaring kubus dan balok berdasarkan sifatnya d. Menggambar jaring-jaring kubus dan balok dalam berbagai bentuk e. Menjelaskan hubungan antara kubus dengan balok f. Menjelaskan persamaan kubus dan balok g. Menjelaskan perbedaan kubus dan balok h. Menghubungkan bangun kubus atau balok yang disertai ukuran dengan jaring-jaringnya i. Mengaitkan konsep jaring-jaring kubus dan balok dengan sifat-sifatnya Pertimbangan pemilihan indikator yang akan dipakai dalam penelitian ialah kesesuaian indikator pembelajaran yang akan dicapai, kesesuaian indikator dengan bentuk kemampuan yang ingin dicapai, dan hanya bangun ruang sederhana yang diteliti karena keterbatasan waktu yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini juga dibatasi hanya di Kelas IV sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 dengan pokok bahasan bangun kubus dan balok beserta jaringjaringnya. Pemilihan materi tersebut didasarkan pada pertimbanganpertimbangan sebagai berikut. 1. Geometri merupakan materi matematika yang abstrak namun dapat dibuat alat peraganya. 2. Materi bangun ruang dan jaring-jarinnya merupakan salahsatu materi yang dapat dengan mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. 3. Membantu peserta didik untuk memahami konsep jaring-jaring bangun ruang sederhana.

9 C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan generatif terhadap kemampuan pemahaman matematis peserta didik pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya. Tujuan tersebut dijabarkan secara khusus di bawah ini. 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis peserta didik dengan menggunakan pendekatan konvensional ekspositori pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya di kelas IV. 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis peserta didik dengan menggunakan pendekatan generatif pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya di kelas IV. 3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman matematis antara peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan generatif dan pembelajaran dengan pendekatan kovensional ekspositori. 4. Untuk mengetahui respon peserta didik dalam pembelajaran dengan pendekatan generatif. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya untuk peneliti saja, namun juga untuk pihak-pihak yang di dalamnya ikut serta berpartisipasi dalam penyusunan penelitian. Pihak-pihak yang dimaksud yaitu sebagai berikut. 1. Bagi Peneliti Manfaat penelitian bagi peneliti ialah dapat mengetahui pengaruh pendekatan generatif dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman matematis peserta didik tingkat sekolah dasar pada materi bangun ruang sederhana dengan jaringjaringnya. 2. Bagi Subjek Penelitian Manfaat penelitian bagi subjek peneliti yakni dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis peserta didik serta dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya.

10 3. Bagi Guru Matematika SD Guru dapat mengenal dan mempelajari salahsatu pendekatan student centered yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis peserta didik pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya. 4. Bagi Pihak Sekolah Dengan adanya penelitian, sekolah yang merupakan tempat penelitian akan mengalami perbaikan dan mempunyai kesempatan untuk berkembang pesat. 5. Bagi Penelitian Lain Penelitian ini dapat dijadikan salahsatu referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pendekatan generatif. Mengingat bahan referensi untuk pendekatan generatif terbatas. E. Definisi Operasional Definisi Operasional akan dijelaskan agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap judul penelitian yang dibuat. Penjelasan mengenai istilah yang terdapat dalam judul penelitian adalah sebagai berikut. 1. Penelitian yang dimaksud ialah suatu cara yang digunakan dalam menerapkan suatu pendekatan pembelajaran terhadap salahsatu kemampuan matematika. 2. Pendekatan pembelajaran merupakan suatu himpunan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran (Suyono & Hariyanto, 2011, hlm. 18). 3. Menurut Waluya (2009) pendekatan generatif ialah pendekatan yang menjelaskan bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif melainkan justru juga aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi dan kemudian membuat kesimpulan dengan cara adanya pengaitan antara pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta didik dengan pengetahuan yang sedang mereka pelajari. 4. Kemampuan pemahaman matematis ialah kemampuan yang dimiliki seseorang ketika dirinya dapat menjelaskan kembali maksud dari suatu informasi dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti serta mampu memikirkan strategi penyelesaian ketika ia dihadapkan pada suatu masalah.

11 Hal tersebut sebagaimana pendapat Bloom (dalam Waluya, 2009) bahwa seorang peserta didik dikatakan memahami konsep jika peserta didik tersebut mampu mengomunikasikan suatu data dengan bahasa yang lain (translasi), mampu menyimpulkan materi kemudian diungkapkan kembali menurut pandangannya (interpretasi), dan mampu untuk meramalkan kelanjutan dari grafik yang ada (ekstrapolasi). 5. Indikator kemampuan pemahaman matematis ialah suatu petunjuk atau keterangan untuk mencapai kemampuan pemahaman matematis. Adapun indikator kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari jenis pemahaman menurut Pollatsek yaitu pemahaman komputasional dan pemahaman fungsional yang semuanya telah dijelaskan di halaman 22 beserta dengan indikator yang akan dicapai. 6. Bangun ruang ialah suatu bangun tiga dimensi yang memiliki ruang di dalamnya. Bangun ruang tidak hanya terdiri dari perpotongan antar bidang banyak beraturan namun juga bidang lengkung sebagai pembentuknya. Adapun bangun ruang sederhana yang dimaksud dalam penelitian ini ialah kubus dan balok dengan penjelasan sebagai berikut. a. Kubus adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh enam bidang sisi yang berbentuk persegi, sehingga jaring-jaring kubus tersusun dari 6 buah persegi. b. Balok adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tiga pasang persegi atau persegipanjang, dengan terdapat minimal satu pasang di antaranya berukuran berbeda. 7. Jaring-jaring bangun ruang adalah pembelahan sebuah bangun yang saling berkaitan sehingga jika di gabungkan kembali akan membentuk kembali bangun ruang tersebut. Adapun penjelasan mengenai jaring-jaring kubus dan balok ialah sebagai berikut. a. Jaring-jaring kubus ialah susunan persegi yang memiliki pola yang jika dilipat menurut ruas-ruas garis pada dua persegi yang berdekatan akan membentuk bangun kubus.

12 b. Jaring-jaring balok ialah susunan persegipanjang yang memiliki pola yang jika dilipat menurut ruas-ruas garis antar persegipanjang yang berdekatan akan membentuk bangun balok. c. Pendekatan konvensional dengan metode ekspositori (Sanjaya, 2006) ialah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada kelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.