B U P A T I B I M A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 A TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005

Administrasi Kepegawaian Negara. Lina Miftahul Jannah

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN DISIPLIN PNS

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 16 Tahun 2016 Seri E Nomor 11 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 21 A TAHUN 2013 TENTANG PEGAWAI HONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG

PELANGGARAN TERHADAP KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PNS

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

POKOK-POKOK PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DISIPLIN PNS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

- 1 - GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

JENIS DAN BENTUK SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

STANDAR OPERASIONAL PELAYANAN APARATUR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 43 SERI E

PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HARIAN LEPAS PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan

PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA KETENTUAN PELAKSANAAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 47 SERI E

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II FUNGSI PENGAWASAN YANG DILAKSANAKAN OLEH INSPEKTORAT TERHADAP DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PELANGGARAN DAN TINGKAT HUKUMAN DISIPLIN

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti PNS.

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188 / 110 / / 2013

WALIKOTA PROBOLINGGO

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 60 TAHUN 2018 TENTANG DISIPLIN APARATUR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA

Keterangan PENDAHULUAN

2016, No Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWATIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pemerintahan

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 92 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 20 TAHUN TAHUN 2008 TENTANG KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 118 TAHUN TENTANG KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SUMEDANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN TANGERANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 123 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2013

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

Transkripsi:

B U P A T I B I M A PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN, PENGEMBANGAN KARIER, DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan tertib pemerintah yang baik dan dalam rangka menindaklanjuti perkembangan situasi dan keadaan di lapangan khususnya dikalangan Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima, dipandang perlu untuk dibuatkan pedoman mengenai Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Tingkat II dan Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Nomor 122 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Nomor 169 tahun 1999, tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 Tahun 1999); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Nomor 53 tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara 4389); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Nomor 125 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Nomor 54 Tahun 2005 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 1

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 10. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menenah Daerah Kabupaten Bima Tahun 2006-2010; 11. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima; 12. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 jo. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN, PENGEMBANGAN KARIER, DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bima; 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 4. Kepala Daerah adalah Bupati Bima; 5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Bupati Bima; 6. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai berdasarkan peraturan perundang-undangan atau kewenangan yang diberikan oleh pejabat Pembina Kepegawaian; 7. Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah Kepala SKPD; 8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah satuan kerja perangkat daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima; 9. Kepala SKPD adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat yang berwenang berdasarkan kecakapan dan kelebihannya dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau organisasi; 10. Badan Kepegawaian Daerah yang selanjutnya disingkat BKD adalah SKPD Pemerintah Kabupaten Bima yang membidangi masalah kepegawaian; 11. Inspektorat adalah Inspektorat Kabupaten Bima; 2

12. Tenaga Honorer Daerah adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah berupa Honorer Daerah, Honor Kontrak Daerah atau Pejabat berwenang baik guru maupun non guru yang gajinya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 13. Penempatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan tepat atau tidaknya Tenaga Honorer Daerah ditempatkan pada suatu organisasi/unit Kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif; 14. Pemindahan adalah penempatan/penugasan Tenaga Honorer Daerah pada instansi/unit kerja yang satu kepada unit kerja lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas lingkup Pemerintah Kabupaten Bima; 15. Pemberhentian adalah berubahnya status Kepegawaian Tenaga Honorer Daerah menjadi bukan Tenaga Honorer Daerah berdasarkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian; 16. Pengembangan karier adalah tindakan menuju pada perubahan karier Tenaga Honorer Daerah; 17. Disiplin adalah hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban, larangan dan sanksi bagi Tenaga Honorer Daerah; 18. Hukuman Disiplin adalah tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwenang kepada Tenaga Honorer Daerah karena melanggar peraturan perundangundangan; 19. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk memberikan kepastian hukum dalam Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima. (2) Peraturan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan sebagai pedoman dalam Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima oleh Pejabat yang berwenang. BAB III PENEMPATAN Pasal 3 (1) Tenaga Honorer Daerah ditempatkan di SKPD lingkup Pemerintah Kabupaten Bima atau di luar Perangkat Daerah Kabupaten Bima yang bersifat dipekerjakan atau diperbantukan. (2) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB IV PEMBERHENTIAN Pasal 4 Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan : a. Dengan hormat. b. Tidak dengan hormat. 3

Pasal 5 (1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat, apabila : a. atas permintaan sendiri; b. tidak sehat jasmani dan rohani; c. diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil; d. meninggal dunia; e. karena kebutuhan organisasi; f. mencapai batas usia pensiun. (2) Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan uang pesangon sebesar 3 (tiga) bulan gaji kecuali pemberhentian karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil; (3) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 6 Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 32 peraturan ini. Bagian Kesatu Pemberhentian atas Permintaan Sendiri Pasal 7 Pemberhentian Tenaga Honorer Daerah atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilakukan dengan mengajukan permintaan tertulis kepada Bupati, mengetahui Kepala SKPD disertai dengan alasan-alasan yang jelas. Bagian Kedua Pemberhentian karena Tidak Sehat Jasmani dan Rohani Pasal 8 (1) Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat karena tidak sehat jasmani dan rohani. (2) Tidak sehat jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan dimana Tenaga Honorer Daerah tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pemerintah dan diusulkan oleh Kepala SKPD. Bagian Ketiga Pemberhentian karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Pasal 9 (1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. (2) Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan uang pesangon. 4

Bagian Keempat Pemberhentian karena Meninggal Dunia Pasal 10 (1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia. (2) Usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala SKPD secara tertulis melalui BKD Kabupaten Bima dengan melampirkan laporan/keterangan kematian Tenaga Honorer Daerah dimaksud. Bagian Kelima Pemberhentian karena Kebutuhan Organisasi Pasal 11 (1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena adanya penyederhanaan organisasi atau kebutuhan organisasi. (2) Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Keenam Pemberhentian karena Mencapai Batas Usia Pensiun Pasal 12 (1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pension (BUP). (2) Batas usia pensiun (BUP) bagi Tenaga Honorer Daerah adalah diatur sebagai berikut : a. Tenaga teknis administrasi 56 tahun. b. Tenaga kesehatan 56 tahun, kecuali Dokter 60 tahun. c. Tenaga guru 60 tahun. (3) Batas usia pensiun (BUP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas dapat berubah apabila ada perubahan peraturan perundang-undangan yang lebih atas yang disesuaikan dengan pengaturan usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil. BAB V PENGEMBANGAN KARIER Pasal 13 Tenaga Honorer Daerah dapat dikembangkan kariernya berupa : a. diberikan ijin/rekomendasi untuk mengikuti pendidikan formal pada berbagai jenjang strata dalam wilayah Kabupaten/Kota Bima melalui jalur ijin belajar; b. diikutsertakan dalam diklat teknis dan fungsional lainnya sesuai bidang tugas dan fungsi; c. diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjang kelancaran tugas dan fungsinya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 5

BAB VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 14 (1) Tenaga Honorer Daerah dapat diikutsertakan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan tujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu keahlian, kemampuan dan keterampilan dengan penugasan oleh pejabat yang berwenang. (2) Jenis Pendidikan dan Pelatihan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan organisasi. BAB VII GAJI, KEWAJIBAN DAN LARANGAN SERTA HAK TENAGA HONORER DAERAH Pasal 15 Gaji Tenaga Honorer Daerah dibayarkan pada setiap bulan yang bersumber dari APBD Kabupaten Bima. Pasal 16 Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah mempunyai kewajiban : 1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah; 2. mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab; 4. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah dan martabat Tenaga Honorer Daerah; 5. mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; 6. memegang rahasia pekerjaan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan; 7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara; 8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah terutama dibidang keamanan, keuangan dan materiil; 9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan; 11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaikbaiknya; 12. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat; 13. mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; Pasal 17 Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah dilarang: 1. menyalahgunakan wewenang; 2. menjadi perantara untuk mandapakan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewennangan orang lain; 3. tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional; 4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing; 6

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah; 6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; 7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya; 8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan pekerjaannya; 9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; 10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan; 11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye: b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut pegawai; c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan pegawai lain; dan/atau d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; 12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara: a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai lainnya dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; 13. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto copi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundng-undangan; dan 14. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye; c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada pegawai lainnya dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Pasal 18 (1) Setiap Tenaga Honorer Daerah yang tertimpa musibah atau kecelakaan dalam menjalankan tugas dinasnya dan/atau menjalankan kewajibannya berhak memperoleh biaya perawatan yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah; (2) Setiap Tenaga Honorer Daerah yang tewas atau wafat dalam menjalankan tugas kedinasannya berhak memperoleh uang duka tewas atau wafat yang nilainya sebesar 4 (empat) kali gaji yang diterima ahli warisnya; 7

(3) Pengajuan biaya perawatan dan uang duka tewas atau wafat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diusulkan oleh Kepala SKPD kepada Bupati cq. Kabag Keuangan. BAB VIII CUTI Pasal 19 (1) Setiap Tenaga Honorer Daerah berhak untuk mendapatkan cuti. (2) Pejabat yang memberikan cuti adalah Kepala SKPD. Jenis cuti terdiri dari : a. Cuti Tahunan; b. Cuti Sakit; c. Cuti Bersalin; d. Cuti Karena Alasan Penting; e. Cuti di luar Tanggungan Negara. Pasal 20 Bagian Kesatu Cuti Tahunan Pasal 21 (1) Cuti tahunan dapat diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang telah bekerja sekurang-kurangnya satu tahun secara terus menerus; (2) Lamanya cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 12 (dua belas) hari kerja diberikan sebanyak 1 (satu) kali setahun atau dapat diambil bersamaan dalam 2 (dua) tahun apabila pada tahun sebelumnya cuti tahunan tidak diambil; (3) Lama cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas ) hari kerja jika cuti dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya. (4) Untuk mendapatkan Cuti Tahunan Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung. (5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti. (6) Cuti tahunan ini tidak berlaku bagi Tenaga Honorer Daerah yang berstatus guru. Bagian Kedua Cuti Sakit Pasal 22 (1) Cuti sakit dapat diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang sakit lebih dari 3 (tiga) hari dengan ketentuan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan sakit dari dokter; (2) Lamanya cuti sakit disesuaikan dengan besar kecilnya penyakit yang diderita oleh Tenaga Honorer Daerah dimaksud untuk paling lama 6 (enam) bulan; (3) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sakitnya belum sembuh, maka dapat diperpanjang cutinya paling lama 6 (enam) bulan lagi; (4) Tenaga Honorer Daerah yang diyakini tidak dapat menjalankan tugasnya seperti sedia kala karena kondisi kesehatannya tidak membaik setelah 8

diberikan cuti dan penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), oleh Kepala SKPD dapat direkomendasikan untuk diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah. (5) Kondisi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan keterangan dari dokter. (6) Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti. Pasal 23 Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Tenaga Honorer Daerah berhak untuk mendapatkan gaji secara penuh. Bagian Ketiga Cuti Bersalin Pasal 24 (1) Cuti bersalin diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak pertama, kedua dan ketiga, kecuali untuk persalinan anak keempat dan seterusnya Tenaga Honorer Daerah diberikan cuti diluar tanggungan Negara; (2) Lamanya cuti bersalin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan. (3) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diambil dalam satu waktu bersamaan. (4) Apabila cuti 1 (satu) bulan sebelum melahirkan tidak diambil, maka gugurlah haknya akan 1 (satu) bulan dimaksud. (5) Untuk mendapatkan Cuti Bersalin Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung. (6) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti. Pasal 25 Selama menjalankan cuti bersalin Tenaga Honorer Daerah berhak menerima penghasilan/gaji secara penuh. Bagian Keempat Cuti karena Alasan Penting Pasal 26 Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena: a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit keras atau meninggal dunia; b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia menurut ketentuan hukum yang berlaku Tenaga Honorer Daerah yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu; c. melangsungkan perkawinan pertama; d. menunaikan ibadah haji dan/atau alasan penting lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 27 (1) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan. 9

(2) Untuk mendapatkan Cuti karena alasan penting, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung. (3) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti. Bagian Kelima Cuti di Luar Tanggungan Negara Pasal 28 (1) Cuti di luar tanggungan Negara diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak. (2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bagi Tenaga Honorer Daerah yang mengikuti suami atau isteri yang bekerja sebagai duta besar untuk negara asing. (3) Lamanya cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk paling lama 4 (empat) tahun, kecuali bagi Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak keempat dan seterusnya paling lama 3 (tiga) bulan. (4) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung. (5) Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah mendapat persetujuan dari Bupati. Pasal 29 Tenaga Honorer Daerah yang mengambil cuti di luar tanggungan negara tidak diberikan hak-hak kepegawaian, termasuk gaji selama menjalani cuti dimaksud. BAB IX JENIS PELANGGARAN DAN HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu Pelanggaran Disiplin Ringan Pasal 30 (1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin ringan apabila : a. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selam 5 (lima) hari kerja. b. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6-10 (enam s/d sepuluh) hari kerja. c. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11-15 (sebelas s/d lima belas) hari kerja. (2) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi hukuman disiplin ringan berupa : 10

a. Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan. b. Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis. c. Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dijatuhi hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis. Bagian Kedua Pelanggaran Disiplin Sedang Pasal 31 (1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin sedang apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) hari kerja atau lebih. (2) Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan absensi kehadiran dan hasil monitoring dan evaluasi dari Kepala SKPD. (3) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan gaji selama 1 (satu) bulan. (4) Penahanan gaji tenaga honorer daerah dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (5) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (4) ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari Kepala SKPD. (6) Setelah masa hukuman selesai, pembayaran gaji Tenaga Honorer Daerah akan dikembalikan seperti semula, dan sejumlah gaji yang ditahan dimaksud dikembalikanke kas daerah oleh Bendahara Gaji masing-masing SKPD atas sepengetahuan Kepala SKPD. Bagian Ketiga Pelanggaran Disiplin Berat Pasal 32 (1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin berat apabila : a. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih secara kumulatif, dibuktikan dengan absensi kehadiran atau hasil monitoring dan evaluasi dari Inspektorat dan BKD. b. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal 5 (lima) tahun penjara yang merupakan putusan/petikan putusan Ketua Pengadilan Negeri. c. hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau pria lain yang bukan suaminya di luar nikah dan bukan sebagai pasangan suami isteri yang sah. d. menjadi isteri kedua, ketiga, dan keempat dari Pegawai Negeri Sipil atau bukan Pegawai Negeri Sipil tanpa alasan yang jelas. e. melakukan perkawinan kedua, ketiga, dan keempat tanpa persetujuan isteri dan atasan, kecuali adanya ijin tertulis dari isteri pertama. f. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa atau aparat desa secara definitif. g. merangkap sebagai wartawan dari salah satu atau lebih media, baik wartawan lokal maupun luar. 11

h. melakukan penyelewengan terhadap pancasila, UUD 1945 dan kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah. i. menjadi anggota atau pengurus partai politik dan/atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau mencalonkan diri sebagai calon Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota atau jabatan politik yang lebih tinggi. (2) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah. BAB X TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu Teguran Lisan, Teguran Tertulis, dan Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis Pasal 33 (1) Teguran lisan diberikan melalui : a. Kepala SKPD memberitahukan kepada Tenaga Honorer Daerah tentang pelanggaran disiplin yang telah dilakukan; b. Pemberitahuan tersebut dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin. (2) Teguran tertulis ditetapkan dengan keputusan Kepala SKPD dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan. (3) Pernyataan tidak puas secara tertulis ditetapkan dengan keputusan Kepala SKPD dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan. (4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dilaporkan secara tertulis oleh Kepala SKPD kepada BKD. Bagian Kedua Pemberhentian Tidak dengan Hormat Pasal 34 (1) Bagi Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan Tidak dengan Hormat ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan. (2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dari Inspektorat dan BKD. (3) Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan Tidak Dengan Hormat tidak diberikan uang pesangon. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 35 (1) Peraturan ini disamping berlaku untuk Tenaga Honorer Daerah, juga berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Daerah dan juga Pegawai Honor Kontrak Daerah; (2) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. 12

BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Bupati Bima Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Pengaturan Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima dan peraturan lain yang bertentangan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 37 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bima. Ditetapkan di : Bima Pada tanggal : 14 Nopember 2013 BUPATI BIMA, Diundangkan di : Bima Pada tanggal : 14 Nopember 2013 H. FERRY ZULKARNAIN Plt. Sekretaris Daerah Kabupaten Bima, H. ABDUL WAHAB BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2013 NOMOR 29 13