LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN PEGAWAI HONORER DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 47 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 43 SERI E

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN BAGI TENAGA KONTRAK PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BERITA DAERAH KABUPATEN KUDUS

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010

B U P A T I B I M A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HARIAN LEPAS PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

Presiden Republik Indonesia,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 21 A TAHUN 2013 TENTANG PEGAWAI HONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 A TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan. 2. pemberhentian dari jabatan negeri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 16 Tahun 2016 Seri E Nomor 11 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN. Imam Gunawan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188 / 110 / / 2013

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia,

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 tentang Badan Meteorologi

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1974 (8/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA)

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

PEDOMAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD.BPR) DI KABUPATEN MAJALENGKA

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 22 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 22 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 6 TAHUN : 2007

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 92 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2006 SERI : D NOMOR : 7 Menimbang : Mengingat PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HONORER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, a. bahwa dalam rangka pembinaan dan untuk tertib Administrasi Pemerintahan, maka perlu mengatur Tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri; : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3800); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 1

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang - Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1954 tentang Pekerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 15); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3093); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1977 tentang Pengujian Kesehatan Pegawai Negeri Sipil Dan Tenaga-tenaga Lainnya Yang Bekerja Pada Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3105); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3134); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3144); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4561) ; 17. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WONOGIRI dan BUPATI WONOGIRI M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TENAGA HONORER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI. 2

12. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Wonogiri. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Wonogiri. 4. Unit Kerja adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Wonogiri. 5. Pimpinan Unit Kerja adalah Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten wonogiri. 6. Tenaga Honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat Lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, yang terdiri dari Tenaga Honorer Daerah, Pekerja Harian Pemerintah dan Tenaga Kontrak. 7. Perangkat Daerah adalah Organisasi/Lembaga pada Pemerintah Kabupaten Wonogiri yang bertanggung jawab kepada Bupati dalam rangka Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 8. Pemberhentian sebagai Tenaga Honorer adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai Tenaga Honorer 9. Pejabat yang berwenang atau Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Tenaga Honorer berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 10. Pejabat yang berwajib adalah Pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 11. Batas usia Purna Tugas Tenaga Honorer adalah batas usia Tenaga Honorer diberhentikan sebagai Tenaga Honorer. BAB II TENAGA HONORER Bagian Pertama Kedudukan dan Tugas Pasal 2 (1) Tenaga Honorer berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan Unit Kerja. (2) Tenaga Honorer mempunyai tugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Pimpinan Unit Kerja dalam melaksanakan tugas Penyelenggaraan Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Masa bakti sebagai Tenaga Honorer adalah 3 (tiga) tahun. (4) Masa bakti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang apabila masih dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah serta keuangan Daerah memungkinkan. 3

Bagian Kedua Hak, Kewajiban dan Larangan Pasal 3 (1) Tenaga Honorer mempunyai hak: a. Memperoleh penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Cuti menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil; c. Memperoleh pesangon apabila diberhentikan dengan hormat oleh Bupati. (2) Hak atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mulai berlaku pada tanggal 1 (satu) bulan berikutnya, yang bersangkutan secara nyata melaksanakan tugas yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh Pimpinan Unit Kerja. (3) Tenaga Honorer mempunyai kewajiban : a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia; b. Mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri dan pihak lain; c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara serta Pemerintah; d. Menyimpan Rahasia Negara dengan sebaik-baiknya; e. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas maupun yang berlaku secara umum; f. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab; g. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara; h. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dan Pemerintah Daerah dengan sebaik-baiknya; i. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat; j. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun; k. Mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. (4) Setiap Tenaga Honorer dilarang : a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah atau Tenaga Honorer; b. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atautidak langsung merugikan Negara; c. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; d. Menjadi anggota dan atau pengurus Partai Politik. BAB III PEMBINAAN Bagian Pertama Tujuan Pembinaan Pasal 4 Pembinaan Tenaga Honorer diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. 4

Bagian Kedua Kebijaksanaan Pembinaan dan Penilaian Kinerja Pasal 5 (1) Kebijaksanaan pembinaan Tenaga Honorer secara menyeluruh berada pada Bupati. (2) Untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan khusus, Tenaga Honorer wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan; (3) Terhadap Tenaga Honorer setiap tahun dilakukan penilaian oleh Pimpinan Unit Kerja atas pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. (4) Unsur penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. Kesetiaan; b. Prestasi kerja; c. Ketaatan; d. Kerjasama; e. Kejujuran; f. Tanggung jawab; g. Prakarsa. (5) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Daftar Penilaian Pekerjaan Tenaga Honorer. Bagian Ketiga Pemindahan Pasal 6 Untuk kepentingan pelaksanaan Tugas Kedinasan dan dalam rangka pembinaan Tenaga Honorer dapat diadakan perpindahan tugas. Bagian Kempat Hukuman Disiplin Pasal 7 Untuk membina, memperbarui dan mendidik Tenaga Honorer yang melakukan pelanggaran disiplin diatur dengan Hukuman Disiplin Tenaga Honorer. Bagian Kelima Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin Pasal 8 (1) Tingkat hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, terdiri dari: a. Hukuman Disiplin Ringan; b. Hukuman Disiplin Berat; (2) Jenis Hukuman Disiplin Ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari: a. Tegoran Lisan; b. Tegoran Tertulis; c. Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis; (3) Jenis Hukuman Berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari: a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Tenaga Honorer; b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Tenaga Honorer; Pasal 9 Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 adalah Bupati. 5

BAB IV PEMBERHENTIAN TENAGA HONORER Bagian Pertama Pemberhentian Dengan Hormat Pasal 10 Tenaga Honorer diberhentikan dengan hormat karena: a. Meninggal dunia atau hilang; b. Atas permintaan sendiri; c. Mencapai batas usia purna tugas; d. Adanya Penyederhanaan Unit Kerja; e. Tidak cakap jasmani atau rohani. Pasal 11 (1) Tenaga Honorer yang meninggal dunia atau hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, dengan sendirinya dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer. (2) Tenaga Honorer yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada bulan ke dua belas sejak dinyatakan hilang. (3) Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan keterangan atau berita acara dari Pejabat yang berwenang; (4) Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang kemudian ditemukan kembali dalam keadaan sehat, dapat dipekerjakan kembali sepanjang memenuhi persyaratan. Apabila tidak dapat bekerja lagi berdasarkan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer dengan mendapatkan pesangon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 (1) Pemberhentian Tenaga Honorer atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila ada kepentingan dinas yang mendesak. (2) Pemberhentian Tenaga Honorer atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dalam hal ini tidak termasuk Tenaga Honorer yang diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasal 13 Pemberhentian karena Mencapai Batas Usia Purna Tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c adalah 56 (lima puluh enam) tahun. Pasal 14 Pemberhentian karena Adanya Penyederhanaan Unit Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, adalah: a. Apabila ada penyederhanaan pada Unit Kerja yang mengakibatkan kelebihan Tenaga Honorer, maka Tenaga Honorer yang kelebihan itu dapat dipindahkan pada Unit Kerja lainnya. b. Apabila pemindahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak mungkin dilaksanakan, maka kelebihan Tenaga Honorer dapat diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer dengan mendapatkan pesangon berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 6

Pasal 15 Pemberhentian karena Tidak Cakap Jasmani atau Rohani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e, apabila berdasarkan Keterangan Tim Penguji Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan: a. Tidak dapat bekerja lagi karena kesehatannya; b. Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya, atau; c. Setelah berakhirnya cuti sakit tidak mampu bekerja kembali. Bagian Kedua Pemberhentian Dengan Hormat atau Tidak Diberhentikan Pasal 16 Tenaga Honorer dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena: a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), kecuali huruf a; b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun. Bagian Ketiga Pemberhentian Tidak Atas Permintaan Sendiri Pasal 17 Tenaga Honorer dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih, atau; b. Melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat. Bagian Keempat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Pasal 18 Tenaga Honorer diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a; b. Melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah, atau; c. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugasnya. Bagian Kelima Pemberhentian karena Meninggalkan Tugas Pasal 19 (1) Tenaga Honorer yang meninggalkan tugas secara tidak sah dalam waktu 1 (satu) bulan secara terus menerus diberhentikan pembayaran penghasilannya mulai bulan kedua. 7

(2) Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dalam waktu kurang dari 3 (tiga) bulan melaporkan diri kepada Pimpinan Unit Kerja, maka dapat : a. Ditugaskan kembali apabila ketidakhadirannya karena alasan yang dapat diterima, atau; b. Diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer apabila ketidakhadirannya karena kelalaian dan menurut pandangan Pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja apabila yang bersangkutan ditugaskan kembali. (3) Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu 3 (tiga) bulan secara terus menerus meninggalkan tugasnya secara tidak sah, diberhentikan Tidak Dengan Hormat sebagai Tenaga Honorer. (1) Pesangon diberikan dalam bentuk uang. BAB V BENTUK DAN BESARNYA PESANGON Pasal 20 (2) Besarnya pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila pada saat pemberhentiannya mempunyai masa kerja secara terus menerus dengan ketentuan sebagai berikut: a. Masa kerja 1 (satu) tahun sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun diberikan uang pesangon sebesar 6 (enam) kali Upah Minimum Kabupaten (UMK) Wonogiri; b. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun diberikan uang pesangon sebesar 8 (delapan) kali Upah Minimum Kabupaten (UMK) Wonogiri; c. Masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 15 (lima belas) tahun diberikan uang pesangon sebesar 10 (sepuluh) kali Upah Minimum Kabupaten (UMK) Wonogiri; d. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih diberikan uang pesangon sebesar 12 (dua belas) kali Upah Minimum Kabupaten (UMK) Wonogiri. (3) Permohonan pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pimpinan Unit Kerja kepada Bupati. Pasal 21 Penyerahan pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 oleh Bupati diselenggarakan pada Tahun Anggaran berjalan dan mekanismenya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VI LARANGAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER Pasal 22 Sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah atau Pejabat Lain di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri dilarang mengangkat Tenaga Honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 8

BAB VII ANGGARAN Pasal 23 Segala biaya yang timbul sebagai akibat berlakunya Peraturan Daerah ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Wonogiri. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 25 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Wonogiri. Ditetapkan di Wonogiri pada tanggal 30 Oktober 2006 BUPATI WONOGIRI Cap ttd. Diundangkan di Wonogiri pada tanggal 30 Oktober 2006 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN WONOGIRI Cap ttd. BEGUG POERNOMOSIDI MULYADI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2006 NOMOR 9 9

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HONORER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI I. UMUM Dalam rangka pembinaan Tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri, dipandang perlu adanya Peraturan Daerah yang mengatur Tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka pedoman tentang Tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri menjadi lebih jelas dan seragam. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup Jelas. Pasal 2 : Cukup Jelas. Pasal 3 : Cukup Jelas. Pasal 4 : Cukup Jelas. Pasal 5 : Cukup Jelas. Pasal 6 : Cukup Jelas. Pasal 7 : Cukup Jelas. Pasal 8 : Ayat (1) : Cukup Jelas. Ayat (2) : Ayat (3) : Huruf a Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan, dinyatakan oleh Pejabat yang Berwenang Menghukum Tenaga Honorer yang melakukan Pelanggaran disiplin dilakukan dalam suatu ruangan dengan memberitahu tentang pelanggaran disiplin yang dijatuhkan. Huruf b Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis ditetapkan dengan Keputusan yang memuat tentang pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer yang bersangkutan. Huruf c Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas secara tertulis ditetapkan dengan Keputusan yang menyebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer yang bersangkutan. Huruf a Hukuman disiplin yang berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Tenaga Honorer ditetapkan dengan Keputusan yang menyebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer yang bersangkutan. 10

Huruf b Hukuman disiplin yang berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Tenaga Honorer ditetapkan dengan Keputusan yang menyebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer yang bersangkutan. Pasal 9 : Cukup Jelas. Pasal 10 : Cukup Jelas. Pasal 11 : Cukup Jelas. Pasal 12 : Ayat (1) Ayat (2) Penundaan permintaan berhenti dari seorang Tenaga Honorer hanyalah didasarkan semata-mata untuk kepentingan dinas yang mendesak, umpamanya dengan berhentinya Tenaga Honorer yang bersangkutan akan sangat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas. Permintaan berhenti dapat ditunda paling lama 1 (satu) tahun. Cukup Jelas Pasal 13 : Cukup Jelas. Pasal 14 : Cukup Jelas. Pasal 15 : Huruf a Huruf b Huruf c Pasal 16 : Pasal 17 : Pasal 18 : Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah Tenaga Honorer yang telah dinyatakan dengan Keterangan Tim Penguji Kesehatan bahwa kecakapan jasmani dan atau rohani yang bersangkutan sudah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat lagi bekerja. Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah Tenaga Honorer yang telah dinyatakan dengan Keterangan Tim Penguji Kesehatan bahwa yang bersangkutan menderita penyakit atau kelainan yang sedemikian rupa. Sehingga apabila ia dipekerjakan terus dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain, umpamanya seorang Tenaga Honorer yang menderita penyakit jiwa yang berbahaya. Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah Tenaga Honorer yang setelah berakhirnya cuti sakit tidak mampu bekerja kembali, yang dinyatakan dengan Keterangan Tim Penguji Kesehatan. Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa-jasa dan pengabdian Tenaga Honorer yang bersangkutan. Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat, tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan Tenaga Honorer yang bersangkutan dan memperhatikan jasa dan pengabdiannya. Tenaga Honorer yang diberhentikan tidak dengan hormat tidak berhak menerima pesangon. 11

Huruf a Tenaga Honorer yang ternyata telah melakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau terlibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau Pemerintah sudah menyalahi kewajiban Tenaga Honorer, oleh karena itu harus diberhentikan tidak dengan hormat. Huruf b Cukup Jelas Huruf c Pasal 19 : Pada dasarnya tugas yang diberikan kepada Tenaga Honorer adalah merupakan kepercayaan dari Pemerintah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Apabila seorang Tenaga Honorer dipidana penjara atau kurungan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan terkait dengan pelaksanaan tugas, maka Tenaga Honorer yang bersangkutan harus diberhentikan tidak dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ayat (1) Yang dimaksud dengan meninggalkan tugas secara tidak sah adalah meninggalkan tugas tanpa ijin dari Pejabat yang Berwenang memberikan cuti. Ayat (2) Tenaga Honorer sebagaimana dimaksud pada ayat ini, dapat ditugaskan kembali atau dapat pula diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer. Huruf a Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah ini dapat diterima oleh Pejabat yang Berwenang maka Tenaga Honorer yang bersangkutan dapat ditugasan kembali, setelah dijatuhi hukuman disiplin Tenaga Honorer. Huruf b Apabila alasan meninggalkan tugas secara tidak sah itu tidak dapat diterima oleh Pejabat yang Berwenang atau apabila menurut pendapat Pejabat yang Berwenang mengganggu suasana atau disiplin kerja apabila yang bersangkutan ditugaskan kembali, maka Tenaga Honorer tersebut diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer mulai pada bulan dihentikan pembayaran penghasilannya. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 20 : Cukup Jelas. Pasal 21 : Cukup Jelas. Pasal 22 : Cukup Jelas. Pasal 23 : Cukup Jelas. Pasal 24 : Cukup Jelas. Pasal 25 : Cukup Jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 68. 12