BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

dokumen-dokumen yang mirip
1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

PERUBAHAN NILAI RUANG DAPUR DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MAKASSAR

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelurahan Gadang Kota Banjarmasin adalah masyarakat yang majemuk.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

Prakata: Prof. Ir. ANTARIKSA, M.Eng., Ph.D

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. duduk di salah satu warung kopi. Pembicaraan pengunjung warung tersebut

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Indonesia terkenal akan keberagamannya, keberagaman itu bisa dilihat dari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

2015 PENGUATAN MANAJEMEN WIRAUSAHA OLEH KADER PKK DALAM MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB III DESKRIPSI PROYEK. : Bandung Technological Park. : Jl. Rancanumpang, Gedebage. Luas Lahan Perancangan

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. dari aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Yunus, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

Transkripsi:

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender, merujuk pada pertanyaan penelitian sebagai berikut. 8.1.1 Apakah makna dan kegunaan ruang hunian Komunitas Kajang Dalam, berdasarkan kegiatan sehari-hari dan temporal ditinjau dari konsep gender? Untuk melihat makna dan penggunaan ruang hunian sehari-hari dan temporal berdasarkan konsep gender, sebelumnya harus ditemukan konsep gender pada komunitas Ammatoa Kajang Dalam. Konsep gender pada Kawasan Kajang Dalam Gender berkaitan dengan proses kesepakatan tak tertulis bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur. Bersumber dari tata nilai melahirkan tata kelakuan yang terstruktur. Salah satu nilai dalam Pasang Ri Kajang ( pesan dari Kajang) dikatakan bahwa perempuan adalah lambang kemulian. Hal ini diperkuat oleh mitos dan sejarah leluhur mereka. Oleh karena itu gender pada komunitas Kajang tidak hanya menggambarkan persamaan hak dan kewajiban, kerjasama dan saling membantu, namun dalam hal-hal tertentu perempuan lebih diutamakan dari lakilaki. Konsep ini teraplikasi secara fisik pada konsep rumah tinggal yang secara adat diatur oleh norma pasang, dimana adanya perbedaan lantai pada latta riboko yang ditinggikan sekitar 30-40 cm dari lantai lainnya untuk mencerminkan ketinggian hirarki pada ruang tersebut yang didominasi oleh perempuan. 443

Gender Berdasarkan Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Kehidupan Sehari-hari dan Temporal serta Perwujudan Ruang Peran Sehari-hari dan Perwujudan Ruang Peran perempuan bertanggung jawab dalam mengatur jalannya kehidupan rumah tangga yaitu pengaturan pengeluaran rumah tangga, termasuk juga pemasukan terutama penjualan hasil sarung tenunan. Perempuan lebih banyak beraktivitas di rumah, sehingga hampir seluruh ruang pada rumah tinggal didominasi oleh perempuan atau dimana posisi yang aman. Laki-laki bertanggung jawab mengatur pekerjaan sawah dan kebun dalam bentuk aktivitas sehari-hari (pagi-sore) di luar rumah, sehingga laki-laki menguasai ruang yang diluar rumah atau dimana saja saat posisi yang kurang aman. Pada prisipnya walaupun pekerjaan berat, dan berada di area publik namun posisi (kondisi ruang) aman maka perempuan diperbolehkan berpartisipasi. Tanggung jawab utama tetap dipundak masing-masing, namun dalam kondisi tertentu keduanya saling membantu/mengimbangi (bali reso dan bali perri) karena adanya nilai kebersamaan. Hal ini telah menepis anggapan masyarakat Barat tentang ketidakadilan gender bagi kaum perempuan di Timur. Untuk anak anak laki-laki Kajang Dalam lebih banyak yang putus atau tidak sekolah dibanding anak perempuan terlihat dari jumlah murid SD 351 yang melayani warga Kajang Dalam, murid perempuan sebanyak 58 % dan laki-laki 42%. Anak laki- laki difungsikan/ berperan untuk menggembalakan ternak. Ternak bernilai ekonomis bagi mereka terutama kerbau, karena setiap acara adat perkawinan dan kematian, penyembelihan hewan kerbau merupakan kewajiban. Peran Temporal dan Perwujudan Ruang Peran dalam rapat adat laki-laki lebih dominan, namun tetap mempertimbangkan pendapat perempuan. Ruang pada acara adat akan didominasi oleh perempuan jika diadakan di rumah tinggal atau ruang yang terbilang aman. Jika acara diadakan di luar rumah ( kurang aman) maka laki-laki akan mendominasi ruang tersebut. Peran perempuan akan selalu mendominasi selama acara ritual, karena peralatan, persiapan/penataan dan pernak-pernik ritual memerlukan pekerjaan perempuan (makanan dan kue-kue tertentu untuk sesajen ). Ruang tempat menyimpan barang 444

untuk keperluan ritual adalah Para, sedang tempat mengolah adalah dapur, ruang makan perempuan diperluas dari dapur, tempat makan perempuan sampai ke ruang tamu non formal dan ruang makan laki-laki. Peran laki-laki dengan membagi diri sesuai status dan tingkat kekerabatan mulai dari penyembelihan ternak, membantu perempuan dalam persiapan pelaksanaan ritual dan sebagai tamu adat ataupun patabai cidong. Karena itu ruang laki-laki mulai dari sekitar halaman ke dalam rumah, meluas ke samping dari tempat tamu formal sampai batas latta ri tangnga. Untuk keberlangsungannya adat sebagai milik bersama, maka laki-laki komunitas Kajang Dalam sangat menghargai dan melindungi kaum perempuannya. Perempuan akan menempati ruang yang terjaga. Perempuan adalah adat dan lakilaki adalah penjaganya. Makna Ruang Gender pada Ruang Hunian Khususnya Rumah Tinggal pada Komunitas Ammatoa Kajang Dalam Berdasarkan hasil pengamatan, pemaknaan ruang gender dalam kehidupan sehari-hari khususnya rumah tinggal komunitas Ammatoa Kajang Dalam, Rumah tinggal didominasi oleh perempuan. Berdasarkan pada norma Pasang, komunitas Kajang memuliakan kaum perempuan, maka perwujudannya dapat dilihat pada pemaknaan ruang hunian khususnya rumah tinggal dimana ruang tidur perempuan berada pada bagian belakang (latta riboko), hirarki lebih tinggi, dan bersifat ekslusif. Ruang tidur laki-laki berada pada bagian tengah atau depan( latta ri tannga atau riolo) bersifat inklusif. Pada situasi atau kondisi bagaimanapun perempuan akan ditempatkan pada posisi terjaga dan posisi laki-laki adalah menjaga. Gaya hidup, Ruang hunian, dan Gender Komunitas Ammatowa Kajang Dalam Pada komunitas Kajang Dalam tingkah laku mereka sangat dipengaruhi oleh standar normatif (norma-norma adat) yang berlaku. Gaya hidup komunitas Kajang Dalam, sesuai norma Pasang adalah kamase-masea ( sederhana) yang telah terpola akibat persepsi dan kognisi mereka yang dibentuk oleh keluarga dan 445

kelompoknya. Ketika terpolanya suatu tingkah laku baik perempuan maupun lakilaki, saat itupun bersamaan terjadinya proses gender. Konsep kamase-masea (sederhana) tidak diterapkan pada saat pesta ritual yang telah diatur dengan tata caranya berdasarkan adat yang berlaku. Acara adat dilakukan semampu mungkin menurut norma sebagai wujud rasa syukur yang mendalam kepada leluhur dan Tu Rie A rana. Karena dilakukan semampu mungkin, hingga memperlihatkan eksistensi mereka ( nilai kebangsawanan dan nilai kekayaan seseorang). Pada Komunitas Kajang Dalam selain bahwa pembedaan ruang atas dasar gender antara perempuan dan laki-laki merupakan perbedaan ruang, fungsi dan peralatan yang digunakan, juga ruang tertentu digenderkan berdasarkan pembagian waktu (allo, sara allo dan bangngi). Gender adalah suatu cara pandang yang melekat pada tiap manusia. Cara pandang adalah hasil sosialisasi dan internalisasi dengan waktu yang lama dalam suatu masyarakat. Pada Komunitas Kajang Dalam proses internalisasi itu berlangsung melalui sang ibu yang selalu menyertakan anak perempuannya dalam setiap kegiatan sehari-hari dan temporal. Begitupun sang ayah yang mengikut sertakan anak laki-lakinya ke sawah, ke ladang, menjaga ternak dan kegiatan laki-laki pada saat pesta adat. Jadi gender komunitas Ammatoa Kajang Dalam adalah pembentukan peran (hak dan tanggung jawab), fungsi laki- laki dan perempuan yang dikonstruksikan bersama oleh pelakunya. Gender adalah penanaman norma sosial (strukturisasi habitus) melalui interaksi sosial dalam kelompok. Temuan Konsep Rumah Tradisional Kajang Konsep rumah tinggal pada Komunitas Ammatowa Kajang Dalam adalah sebagai berikut : 1. Secara horizontal pada kale bola terbagi atas Kepala, badan dan kaki, yang mana letak ini bisa berubah tergantung orientasinya terhadap yang dianggap suci ( keramat). Orientasi yang terbaik adalah ke arah tempat yang tinggi dan menghindari posisi kaki menuju tempat yang suci. 446

2. Tiap ruang dalam rumah tinggal tidak memiliki hirarki yang sama. Ada bagian dari rumah yang memiliki hirarki sangat tinggi(suci) dan ada yang terendah. 8.1.2 Apakah Perbedaan Makna Ruang Hunian dan Tempat oleh Gaya Hidup dan Gender antara Kajang Dalam dan Kajang Luar? Makna Ruang Hunian dan Tempat bagi Komunitas Kajang Makna ruang sebagai tempat terungkap melalui tata cara Komunitas Kajang menempati suatu ruang dengan : meminta restu melalui proses ritual sakral kepada alam dan Tu Rie A rana (Tuhan). Komunikasi selanjutnya ditandai harmonis tidaknya ketika seseorang telah menempati/ menghuni suatu ruang dengan waktu berlalu mereka merasa aman dan nyaman (fisik dan psikologis) dan begitupun sebaliknya. Tempat adalah bagian dari alam yang harmonis bagi penggunanya. Harmonis dalam artian terjadinya ikatan emosional, adanya perasaan aman dan nyaman pada suatu ruang (bagian dari alam). Rasa yang akan timbul selanjutnya adalah rasa memiliki. Tidak Terdapat Perbedaann Makna Ruang Hunian pada Kajang Dalam dan Luar oleh Gaya Hidup dan Gender. Makna ruang hunian bagi komunitas Kajang dalam dan luar baik laki-laki maupun perempuan tidak berbeda yang berbeda hanya elemen-elemennya. Makna ruang hunian sebagai tempat, terdiri atas : Tempat sebagai ruang bernilai pembinaan keluarga Tempat sebagai ruang bernilai penghubung Tu Rie A ra na (Tuhan) Tempat sebagai ruang bernilai menghasilkan Tempat sebagai ruang bernilai penghubung masa lalu dan leluhur Tempat sebagai ruang bernilai kebersamaan Tempat sebagai ruang bernilai identitas Tempat sebagai ruang bernilai mempermudah kehidupan Dari penelitian terungkap adanya kemungkinan perubahan yang diperbolehkan dan ada yang tidak. Yang diperbolehkan adalah penyimpangan yang masih berlandaskan nilai lama. Jadi semua bentuk pengembangan bukanlah hal yang 447

baru tetapi sesuatu yang memiliki kesamaan makna dengan yang lama hanya berwujud baru, ataupun pengembangannya memiliki alasan yang berdasar pada pengembangan nilai dan norma yang dapat diterima oleh alam, Tu rie A rana dan leluhur. Sehingga umumnya wujud perubahan yang terjadi tetap terkait dengan nilai dan konsep lama. Dari analisis dan bahasan ternyata tidak terjadi perubahan makna terhadap ruang hunian. Yang berubah hanyalah elemen-elemennya. Elemen ruang hunian berubah dipengaruhi oleh Gaya hidup dan gender Elemen ruang hunian merupakan bagian dari sistem ruang hunian yang berkaitan erat dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Tiap elemen mempunyai unsur yang mudah berubah dan sukar berubah. Semua hal atau apapun yang berkaitan dengan ritual sakral baik tata cara (gaya) dan gender sukar berubah, namun yang tidak berkaitan dengan ritual sakral terjadi perubahan baik tata cara (gaya) juga penyimpangan gender. Semua bentuk perubahan gaya hidup dan penyimpangan gender memiliki alasan mendasar yaitu kebutuhan, keamanan dan kemudahan. Perubahan tata cara (gaya) dan penyimpangan gender berdampak pada perubahan ruang hunian. Perubahan gender (deterritorialisasi gender) pada komunitas Kajang Luar merupakan penanaman struktur (reteritorialisasi) melalui interpretasi norma (habitus lama) terhadap kondisi baru. Tipe Perubahan Rumah Tinggal oleh Gaya Hidup dan Gender Pada Kajang Dalam ruang hunian khususnya rumah tinggal bernilai simbol identitas bersama. Hal ini disebabkan rumah tinggal lebih mencerminkan makna bersama yaitu kamase-masea, kesederhanaan. Pada Kajang Luar bentuk rumah tinggal telah menjadi simbol identitas pemilik, dan kelompoknya sejauh mana ia sudah menerima pembaharuan. Bentuk perubahan rumah tinggal lebih terlihat berkelompok berdasarkan ikatan kekeluargaan. Perubahan bentuk rumah tinggal pada Kajang Luar terdiri atas tiga kelompok yang terkait dengan Gaya hidup dan gender: 448

Warga yang menerima pembaharuan (sebagai pembaharu, pengikut pembaharu dan pengikut) dengan bentuk rumah yang memiliki perubahan besar Warga yang menerima pembaharuan, namun masih ingin mempertahankan bentuk lama. dengan bentuk rumah yang memiliki perubahan sedang Warga yang masih mempertahankan bentuk lama. dengan bentuk rumah yang memiliki perubahan kecil 8.1.3 Apakah Faktor- Faktor Pengaruh Terhadap Gaya Hidup dan Gender yang Berdampak pada Perubahan Ruang Hunian di Kawasan Kajang Luar? Faktor faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup dan gender yang berdampak pada perubahan ruang hunian adalah : faktor tingkat pendidikan, usia, jenis pekerjaan, frekwensi kontak budaya luar, frekwensi kontak masa lalu dan tingkat ekonomi. Hasil penelitian pada komunitas Ammatoa Kajang Luar pengaruh faktor faktor tersebut terhadap perubahan gaya hidup dan gender yang berdampak pada perubahan rumah tinggal berupa : a. Faktor yang sangat kuat mempengaruhi perubahannya adalah: faktor tingkat pendidikan, tingkatan usia, jenis pekerjaan dan frekwensi kontak budaya luar Semakin tinggi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan kontak budaya luar, semakin besar pengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan gender yang berdampak pada perubahan rumah tinggal. Semakin tinggi tingkat usia semakin rendah pengaruhnya terhadap perubahan gaya hidup dan gender yang berdampak pada perubahan rumah tinggal. b. Faktor yang kuat mempengaruhi perubahan dan sebagai faktor penggerak adalah : faktor ekonomi. c. Faktor yang mampu menahan laju perubahan adalah : faktor frekwensi kontak dengan masa lalu. Semakin kecil frekwensi kontak masa lalu semakin besar pengaruh terjadinya perubahan gaya hidup dan gender yang berdampak pada perubahan rumah tinggal dan sebaliknya. 449

d. Adanya bagian dari diri manusia yang sukar berubah yaitu nilai dan yang mudah berubah adalah gaya hidup, kemudian gender yang terwujud dalam aktivitas dan ruang fisik hunian yang mewadahi perubahan-perubahan tersebut. Perubahan-perubahan selain disebabkan oleh alasan kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang dapat diterima secara bersama, juga perubahan tersebut berupa representasi dari nilai-nilai yang telah ada (lama), representasi baik dalam tingkah laku (gaya hidup), representasi gender (penyimpangan peran laki-laki dan perempuan) dan dampaknya pada perubahan ruang hunian. 8.2. Kontribusi dan Keterbatasan Penelitian Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, menghasilkan temuan- temuan yang dapat memberi kontribusi. 8.2.1 Kontribusi Teoritis Penelitian terhadap Pengetahuan Arsitektur Kontribusi penelitian berupa teori lokal pada khasanah pengetahuan arsitektur antara lain : a. Konsep rumah tinggal tradisional komunitas Ammatoa Kajang Dalam. Konsep ini dapat memperkaya konsep rumah tinggal tradisional di Nusantara khususnya di Sulawesi Selatan. b. Pengertian ruang hunian komunitas tradisional seperti Kajang Dalam tidak hanya rumah tinggal, tetapi juga menyangkut elemen-elemen lain yang sangat erat kaitannya dengan keberlangsungan kehidupan mereka sehari-hari. c. Makna ruang hunian Komunitas Ammatoa Kajang dapat di skemakan sebagai berikut : 1 2 3 Keterangan : 1.Ruang bernilai pembinaan keluarga 7 Ruang Hunian 4 2. Ruang bernilai penghubung Tu Rie A rana 3. Ruang bernilai menghasilkan 4. Ruang bernilai kontak masa lalu dan leluhur 6 5 5. Ruang bernilai kebersamaan 6. Ruang bernilai identitas 7. Ruang bernilai mempermudah kehidupan : Sistim Permukiman 450

d. Gaya hidup komunitas Kajang Dalam berorientasi pada cara hidup sederhana yang disebut dengan istilah lokal kamase-masea. Cara hidup terpola akibat persepsi dan kognisi yang dibentuk oleh keluarga dan kelompoknya. Ketika terpolanya suatu tingkah laku baik perempuan maupun laki-laki pada saat bersamaan terjadi proses gender. Perubahan dilakukan oleh gaya hidup yang dinamis. Melalui gaya hidup dinamis aturan berubah, norma sosial (gender) ikut berubah. Perubahan itu selanjutnya terwadahi pada ruang huniannya. Jadi gaya hidup, gender dan ruang hunian adalah suatu yang saling berkaitan. e. Dari sisi gender, perempuan komunitas Kajang lebih dinamis dari laki-laki. Pengembangan ruang hunian banyak bersumber dari inisiatif perempuan. Gender (habitus lama) telah membuka peluang bagi perempuan dalam berpartisipasi dan berpengaruh dalam pembentukan habitus baru. Hal ini mempertegas gender berpengaruh dalam perubahan ruang hunian. f. Gaya hidup Komunitas Ammatoa Kajang Luar adalah penyimpangan dengan alasan-alasan yang dapat diterima. Perubahan cara hidup ke gaya hidup dengan pengembangan nilai-nilai lama ke bentuk-bentuk baru yang dapat diterima bersama secara perlahan. g. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup dan gender yang berdampak pada perubahan ruang hunian komunitas Ammatoa Kajang Luar adalah faktor tingkat pendidikan, usia, jenis pekerjaan frekwensi kontak budaya luar, frekwensi kontak masa lalu dan tingkat ekonomi. 8.2.2 Kontribusi Praktis Untuk melakukan pembangunan pengembangan perumahan pada perkampungan tradisional baik itu peremajaan, revitalisasi maupun relokasi adalah melakukan tiga point : Sebelum membuat perencanaan harus melakukan penelitian awal untuk mengetahui: - Bagaimana kondisi dan pengaruh tingkat pendidikan, ekonomi, usia, jenis pekerjaan, latar belakang/ kontak masa lalu (tradisi) dan kontak dengan budaya lain (tingkat penerimaan terhadap modernisasi dan program 451

pembangunan) terhadap gaya hidup dan gender suatu kelompok masyarakat agar menjadi pertimbangan dalam memberi masukan dalam perencanaan ruang huniannya. - Bagaimana nilai utama dan konsep hidup dari keseluruhan warga yang ingin dikembangkan. Integrasi bisa diwujudkan dengan mencari nilai bersama. - Potensi ruang yang bagaimana mampu menjadi kekuatan bersama yang akan memupuk rasa kebersamaan, kebanggaan serta kepemilikan kolektif. Melibatkan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dalam memikirkan dan merencanakan ruang untuk mereka sendiri serta ruang bersama, karena ruang yang berdasarkan nilai bersama melahirkan potensi ruang. Mendukung program pemerintah dalam menangani permukiman kumuh dengan konsep berbasis komunitas. Dengan kekuatan komunitas ruang hunian yang nantinya setelah dibangun akan mampu bertahan dengan memanfaatkan potensi kebersamaan yang umumnya dimiliki oleh masyarakat tradisional. 8.2.3 Pengembangan Lebih Lanjut dan Keterbatasan Disertasi Penelitian tentang perubahan ruang hunian oleh gaya hidup dan gender Komunitas Kajang ini tentu memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk bisa lebih menyempurnakan lagi dapat diteliti oleh peneliti lain dengan konteks yang mengkajinya melalui penelusuran aktivitas ritual yang menyangkut siklus hidup (life cycle) dengan melihat perubahannya melalui perbandingan antara Kajang Dalam dan Kajang Luar. Penelitian ini juga dapat dilakukan ke kelompok etnik lain yang belum atau yang telah diteliti namun ingin lebih dikembangkan terhadap penemuan yang telah ada. Penelitian lebih lanjut dapat mengkaji tentang tiang yang merupakan pusat rumah (possi bola) yang ternyata tidak hanya terdapat pada rumah tradisional di Sulawesi Selatan, namun juga di beberapa rumah tradisional di Nusantara. Kesamaan ini merupakan suatu fenomena yang menarik. 452

Melalui metode yang digunakan pada penelitian ini dapat juga diterapkan pada penelitian lain tentang perubahan ruang, namun dengan konteks yang berbeda. Hasil penelitian ini ke depan dapat menjadi masukan untuk peneliti lainnya ketika ingin melihat perubahan ruang hunian komunitas Kajang secara diakronik. Berdasarkan pengalaman, adanya hambatan penelitian pada komunitas Kajang Luar yang ternyata lebih sulit untuk dimengerti ketimbang komunitas Kajang Dalam. Dengan berbagai macam penampilan informan Kajang Luar, peneliti lebih sulit memperkirakan, cara yang tepat untuk berinteraksi dengan mereka. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka, ada yang masih kuat kepercayaannya pada ajaran Patuntung, sehingga kita harus menghadapinya dengan mengukuti norma-norma yang telah ditetapkan. Sebagian mereka hanya ingin tampak berubah namun masih tidak dapat lepas dari habitus lalu mereka. Sebagian lagi yang telah berubah, namun masih menganut pengembangan norma dan mitos. Untuk itu agar dapat menggali informasi yang lebih dalam, diperlukan waktu agar menjalin hubungan baik sebelumnya dengan informan, agar kita lebih memahami kondisinya dan akan nyaman untuk mendapatkan ungkapkan pengetahuan arsitektur informan melalui interaksi ruang sosial dan budayanya. 453

Halaman ini sengaja dikosongkan 454