digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Hasil dari penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka ini, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Wayang Wahyu resmi berdiri pada tanggal 2 Februari 1960 di Surakarta. Gagasan awal pembuatan wayang ini didasari oleh keinginan kuat untuk memiliki sebuah media pewartaan iman Katolik yang dapat mendekatkan Katolik dengan masyarakat Jawa pada waktu itu. Pelopor realisasi gagasan ini adalah seorang rohaniawan bernama Timothius L. Wignyosoebroto atau lebih dikenal sebagai Bruder Timothius. Fakta bahwa Katolik merupakan agama yang berasal dari wilayah dan budaya yang jauh berbeda dari nusantara, menjadi salah satu faktor sulitnya agama ini berkembang. untuk menggunakan wayang kulit purwa sebagai media pengenalan ajaran Katolik. Melalui kesadaran tersebut, Br. Timothius kemudian menggagas penciptaan suatu jenis wayang baru. Wayang yang jauh berbeda dan jelas terpisah dari pakem wayang kulit purwa, sehingga dapat memenuhi kebutuhan syiar ajaran Katolik serta mengikis anggapan masyarakat Jawa terhadap Katolik sebagai agama Landa. Bruder Timothius dibantu tiga rekan lainnya yaitu M.M. Atmowijoyo selaku dalang dan penulis naskah; R. Roesradi Wijoyosawarna sebagai pembuat wayang, dan J. Soetarmo yang bertugas di bagian gendhing dan karawitan. Wayang ini merupakan milik universal dan tidak lagi ditujukan untuk kalangan sendiri. Sebaliknya, Wayang Wahyu dalam perkembangannya terus berbenah untuk menjadi lebih fleksibel dengan perkembangan jaman. 2. Wayang Wahyu menjadi bentuk realisasi pendekatan ajaran Kristiani dengan muatan lokal (kesenian tradisional/jawa). Pihak gereja tetap dominan sebagai penentu keputusan akhir dengan memberikan batasan dogmatis. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi commit terhadap to user kemungkinan ada kesalahan 87
digilib.uns.ac.id 88 penyampaian konsep maupun bentuk figur Wayang Wahyu tersebut. Kehatihatian gereja dalam setiap sketsa rancangan tokoh wayang yang akan disungging tersebut mendorong terjadi proses diskusi untuk memunculkan status atau karakteristik tokoh tersebut. Diskusi ini menjadi sangat penting karena konsepsi dogmatis gereja sebagai agen pewartaan iman terwujud melalui pencitraan figur Wayang Wahyu sebagai media tontonan, tuntunan dan tatanan hidup beragama dan bermasyarakat. Pengelolaan dan pelestarian Wayang Wahyu berbeda dengan Wayang Purwa biasa. Minimnya sumber daya pendukung menjadi faktor penghambat pelestarian wayang ini. Saat ini Wayang Wahyu masih terus aktif dengan pentas-pentas. Permasalahan krusial yang dialami oleh kepengurusan Wayang Wahyu ini adalah pada regenerasi dan pendanaan. Meski saat ini telah ada dalang muda dan mahasiswa jurusan pedalangan yang membantu dalam pementasan, hal tersebut belum menjamin eksistensi dan pelestarian Wayang Wahyu di masa yang akan datang. 3. Lakon yang mewakili fleksibilitas Wayang Wahyu sebagai media pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah Yusup Kinasih. Yusup Kinasih merupakan satu pembabagan pentas yang diadaptasi dari kisah perjalanan hidup nabi Yosef dalam kitab perjanjian lama. Alasan yang mendasari dipilihnya lakon ini sebagai sampel adalah karena lakon ini diangkat dari kisah yang terdapat bukan hanya di Alkitab atau Perjanjian lama. Kisah ini juga terdapat dalam Al-Quran yang merupakan kitab suci umat islam. Dalam Al Quran kisah Yusuf terdapat dalam surat kedua belas, yaitu surat Yusuf. Sementara dalam Alkitab, kisah Yusuf atau Yosef dapat ditemui pada bab terakhir kitab Kejadian. Sehingga lakon ini memenuhi unsur universal yang dibutuhkan sebagai sebuah media pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah. Pembelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal ini karena pengetahuan masa lampau yang diakomodasi oleh mata pelajaran sejarah mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, commit watak, to dan user kepribadian peserta didik. Konsep
digilib.uns.ac.id 89 penggunaan Wayang Wahyu sebagai media pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah, lebih tepat digunakan dalam lingkungan pembelajaran tingkat perguruan tinggi. B. Implikasi Penggunaan Wayang Wahyu sebagai media pendidikan diharapkan mampu mendidik anak agar menghargai perbedaan serta memahami karakter dan nilainilai kebaikan melalui media yang inovatif. Implikasi merupakan bentuk penerapan nyata dari hasil penelitian ini yang meliputi implikasi teoritis,pedeagogis dan praktis. Berikut adalah implikasi dari penelitian ini : 1. Teoritis Penelitian ini secara teori mampu untuk membuka wawasan dan pendalaman materi tentang khasanah kebudayaan, pendidikan karakter yang dipadukan dengan kearifan lokal dan penghargaan terhadap keragaman. Terutama Wayang Wahyu sebagai warisan budaya. Selain itu juga mampu menjadi wacana pengetahuan tentang materi-materi di dalam mempelajari kesenian wayang kulit. Khususnya Wayang Wahyu. 2. Pedagogis Implikasi bersinggungan dengan bidang pendidikan. Penelitian ini mampu memberikan gambaran potensi kearifan lokal yang dapat dikembangkan sebagai media dalam pembelajaran. Di tengah gencarnya usaha untuk membangkitkan semangat pendidikan karakter, penelitian ini hadir dan menawarkan sebuah alternatif media pembelajaran pendidikan karakter dan keberagaman melalui Wayang Wahyu. 3. Praktis Implikasi praktis dari penelitian ini sebagai referensi untuk memacu penelitian yang lain yang sejenis, sekaligus dapat dijadikan bahan acuan peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih kreatif dan inovatif. Terlebih karena khususnya di lingkungan kepustakaan Surakarta, Sumber pustaka tentang kearifan lokal yang membahas Wayang Wahyu, commit amat to user sangat minim. Sehingga perlu usaha
digilib.uns.ac.id 90 masif dalam menumbuhkan penelitan-penelitian baru tentang kearifan lokal, khususnya di Surakarta. C. Saran Penelitian ini masih menemui beberapa permasalahan yang mendorong peneliti untuk menyampaikan saran yang membangun. Saran ditujukan kepada 4 kelompok yaitu pengelola Wayang Wahyu, institusi pendidikan, masyarakat dan pemerintah. 1. Kepada pengurus dan pengelola Wayang Wahyu. a. Pementasan lakon-lakon dalam Wayang Wahyu yang harus bertumpu pada naskah memang membatasi ruang ekspresi dan improvisasi dalang. Di sisi lain, faktor ini justru dapat menjadi kekuatan bagi Wayang Wahyu sendiri. Para penyusun naskah dan dalang dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengakomodasi sebanyak mungkin nilai-nilai falsafah kehidupan, pendidikan karakter dan nilai universal ke dalam naskah. Hal ini akan meningkatkan kredibilitas Wayang Wahyu sebagai media pendidikan bagi semua kalangan. b. Permasalahan lain yang dihadapi adalah pengelolaan Wayang Wahyu yang saat ini bergantung pada pendanaan dari Yayasan. Sehingga membutuhkan usaha yang lebih masif dalam mencari dukungan. Dukungan atau support dapat diperoleh melalui usaha-usaha sponsorship dan kerjasama dengan institusi-institusi terkait seperti dinas pariwisata, dinas pendidikan maupun institusi-institusi keagamaan. Pengelola juga perlu melakukan publikasi secara lebih luas. Bukan hanya terbatas pada publikasi pentas yang biasanya dilakukan jelang pementasan. Melainkan juga melakukan publikasi terstruktur dan intensif dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Misalnya dengan bekerjama dengan radio-radio lokal selain RRI Surakarta dalam hal iklan atau publikasi. Dapat juga dengan memanfaatkan media internet, membuat website atau akun pengenalan Wayang Wahyu di media-media sosial. commit to user
digilib.uns.ac.id 91 2. Kepada Institusi pendidikan. a. Untuk melindungi harkat dan martabat bangsa yang tercermin dari pelestarian kearifan lokal. Institusi pendidikan harus memahami hal ini dengan mengembangkan potensi-potensi kearifan lokal sebagai media pendidikan. Saat ini peluang pengembangan pendidikan karakter dengan berbasis pada kearifan lokal sebagai media pendidikan tengah marak dikembangkan. Salah satu yang dapat menjadi rekomendasi bagi institusiinstitusi pendidikan di Surakarta, khususnya Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret, yaitu Wayang Wahyu. Wayang Wahyu merupakan perwujudan akulturasi antara budaya Jawa dan Eropa. b. Menjadikan sebuah kesenian budaya sebagai media dalam pembelajaran sejarah, instansi penyelenggara dan peserta didik bukan hanya mempelajari nilai historis maupun pendidikan karakternya saja, tetapi juga membantu usaha pelestarian warisan budaya ini. Terlebih untuk memberikan nuansa baru dalam rutinitas kegiatan pembelajaran sejarah yang biasanya terkurung dalam ruang kelas dan terbatas pada materi buku teks. 3. Kepada masyarakat a. Pada masyarakat Surakarta pada khususnya. Wayang Wahyu merupakan kesenian yang lahir dan berasal dari Surakarta. Sehingga akan jauh lebih baik apabila masyarakat surakarta juga turut serta melestarikan kesenian ini. Wayang wahyu yang saat ini berusaha bertahan menghadapi perubahan jaman, membutuhkan dukungan besar baik itu dari segi materi maupun non-materi. Termasuk juga penerimaan terhadap jenis wayang ini. b. Kepada generasi muda khususnya para mahasiswa yang mulai melupakan kesenian tradisional wayang kulit hendaknya mulai sadar bahwa wayang kulit merupakan warisan leluhur yang mengandung nilai-nilai keutamaan yang pantas untuk dicintai dan dibanggakan, sehingga wayang kulit harus dipelajari untuk mengenalnya. Wayang Wahyu sebagai salah satu jenis wayang kulit juga membutuhkan perhatian besar dari generasi muda sebagai tonggak pelestariannya. commit to user
digilib.uns.ac.id 92 4. Kepada pemerintah yang diwakili oleh PEPADI (Persatuan Pedalang Indonesia) a. Selaku organisasi yang mewadahi profesi dalang. Tentunya diharapkan mampu mendukung setiap upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya non pemerintah yang mempunyai sikap serta tujuan positif dan berupaya untuk melestarikan seni tradisional. Termasuk wayang kulit khusus, yaitu Wayang Wahyu. b. Bentuk dukungan dapat berupa materi atau bantuan dana pengembangan maupun motivasi untuk terus melakukan kegiatan. commit to user