Prinsip As-Sulhu Dalam Penyelesaian Sengketa dalam Islam. Irfan Nurudin * * STIMIK El-Rahma Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Hermansyah

BAB II PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI BASYARNAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN

Akad Shulh dalam Sengketa Hukum Muamalah (Litigasi dan Non Litigasi)

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

STIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

BAB. VI PEMBIDANGAN HUKUM

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

PERSPEKTIF Volume XV No. 1 Tahun 2010 Edisi Januari MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

Oleh: Hengki M. Sibuea *

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

TANGGUNG JAWAB BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN AGAMA. Liliek Kamilah Fakultas Hukum Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BAB III ALASAN-ALASAN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA PASURUAN TAHUN 2007

BAB IV ANALISIS PERAN MEDIASI PERKARA SYIQAQ DI BP4 KOTA SEMARANG PASCA MUNAS KE XIV TAHUN 2009

Strategi Kesetaraan Kontrak PILIHAN MEDIASI & ARBITRASE

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

Transkripsi:

4 Prinsip As-Sulhu Dalam Penyelesaian Sengketa dalam Islam Irfan Nurudin * * STIMIK El-Rahma Yogyakarta irfannurudin1@gmail.com Abstract The tradition of resolving disputes or conflicts through peace efforts already developed Islam a long time ago, even before Muhammad task as the Apostles. The Islamic period in the companions also reflects the existence of a spirit to avoid and resolve conflict in a way best to put forward the principles of peace. This is not only applied to the problems related to family law and commerce, but also already penetrated in the field of social and political disputes. In Indonesia in various products positive law and the customary law applicable to always uphold the principles of peace, consensus discussion to resolve the dispute or conflict.. Keyword: peace, problems, deliberation. Tradisi menyelesaikan perselisihan atau konflik melalui sebuah karya perdamaian mengembangkan Islam sejak lama, bahkan sebelum Muhammad bertugas sebagai para Rasul. Periode Islam di kalangan sahabat juga mencerminkan adanya semangat untuk menghindari dan menyelesaikan konflik dengan cara terbaik untuk mengemukakan prinsip-prinsip perdamaian. Hal ini tidak hanya diterapkan pada masalah yang berkaitan dengan hukum keluarga dan perdagangan, namun juga telah merambah di bidang sengketa sosial dan politik. Di Indonesia, prinsip perdamaian, diskusi konsensus untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik.. Kata Kunci: Perdamaian, masalah, musyawarah.

187 EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah, Vol. 03, No. 02, Nov 2016: 186-195 p-issn: 2355-438X; e-issn: 2407-3709 Pendahuluan Tradisi penyelesaian sengketa atau konflik melalui upaya perdamaian telah dikembangkan Islam sejak lama, bahkan sebelum Muhammad mengemban tugas sebagai Rasul. Beliau pernah ditunjuk sebagai wasit dalam perselisihan internal suku Quraisy tentang siapa yang berhak membeli kembali Hajar Aswad pada posisinya semula. Periode Islam di masa sahabat juga merefleksikan adanya sebuah spirit untuk menghindari dan menyelesaikan konflik dengan cara terbaik dengan mengedepankan prinsip-prinsip al-shulh. 1 Pada era pemerintahan Khulalaur Al-Rasyidin, terutama ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah tradisi perwasitan yang berlandaskan asshulh dalam penyelesaian sengketa ini semakin dibudayakan dalam praktek kehidupan bermasyarakat. Hal ini tidak hanya diterapkan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum keluarga dan perniagaan saja, tetapi juga sudah merambah dalam pertikaian dibidang sosial dan politik. 2 Dalam Al Quran banyak diajarkan ayat-ayat suci yang hakikatnya menekankan prinsip penyelesaian sengketa atau konflik melalui upaya perdamaian seperti antara lain : Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Hujurat: 9) 1 Ibrahim Bardan, Resolusi Konflik dalam Islam (NAD: Aceh Institute Press 2008), t.h. 2 Philip K Hitti, History Of The Arabs (New York: Palgrave Macmillan 2002), t.h.

Irfan Nurudin - Prinsip As-Sulhu Dalam Penyelesaian 188 http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/eksyar Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa: 35) Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An Nissa: 114) Di Indonesia pun dalam berbagai produk hukum positif dan hukum adat yang berlaku senantiasa mengedepankan prinsip perdamaian, musyawarah mufakat untuk menyelesaikan sengketa atau konflik. Namun apabila upaya ini sudah ditempuh, tetapi tidak membuahkan hasil yang memuaskan semua pihak yang bertikai, alternatif akhirnya dengan menempuh penyelesaian menurut jalur hukum. Alternatif Penyelesaian Sengketa Seiring dengan meningkatnya kegiatan bisnis di era globalisasi dan modernisasi dewasa ini yang diikuti dengan banyaknya terjadi transaksi-transaksi, tidak mungkin dihindari pasti akan terjadi sengketa (dispute/difference) diantara para pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat dan tepat. Secara konvensional penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui prosedur litigasi atau penyelesaian dimuka pengadilan dalam posisi yang demikian para pihak yang bersengketa dengan antagonistis. Penyelesaian menurut jalur hukum seperti ini biasanya kurang popular dikalangan dunia bisnis sehingga model ini tidak direkomendasikan jikapun akhirnya terpaksa ditempuh penyelesaian itu semata-mata hanya sebagai pilihan terakhir (ultimum remidium) setelah alternatif lain tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu dicari formula baru untuk menyelesaikan sengketa dengan lebih cepat, efektif dan efisien, yang dapat

189 EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah, Vol. 03, No. 02, Nov 2016: 186-195 p-issn: 2355-438X; e-issn: 2407-3709 menyesuaikan diri dengan lajunya perkembangan perekonomian dan perdagangan yang dapat diterima oleh dunia bisnis dengan cepat dan biaya murah (quick and lower in time and money to the parties) Disamping model penyelesaian sengketa secara konvensional melalui litigasi sistem peradilan (ordinary court) dewasa ini dikenal model yang relatif baru yang sudah popular di Amerika Serikat atau Eropa yang dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa secara non litigasi. Yang di jadikan dasar hukum dalam ADR ini adalah kehendak bebas yang teratur dari pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya diluar jalur pengadilan. Pokok penyelesaian difokuskan kepada kemauan bersama untuk penyelesaian sengketa tersebut yang diperjanjikan untuk diselesaikan di luar hukum acara. Janji yang disepakati bersama tersebut merupakan Undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pacta Sunservanda) Penyelesaian melalui model ADR antara lain adalah 3 : 1. Negosiasi (negotiation) Adalah proses konsensua yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan diantara mereka yang bersengketa. Dengan negosiasi ini dijadikan sarana bagi mereka yang bersengketa untuk mencari solusi pemecahan masalah yang mereka hadapi tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Negosiasi biasanya digunakan dalam kasus yang tidak terlalu pelik dimana para pihak beritikad baik untuk secara bersama memecahkan persoalannya. Negosiasi dilakukan jika komunikasi antara pihak masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling percaya dan ada keinginan baik untuk mencapai kesepakatan dan menjalin hubungan baik. 2. Mediasi (mediation) Adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa, melainkan hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya. Dalam sengketa yang salah satu pihaknya lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya. Pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyetarakannya kesepakatan yang dicapai 3 Suyud Margono, ADR Alternative Dispute Resolution & Arbritase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia 2000), t.h.

Irfan Nurudin - Prinsip As-Sulhu Dalam Penyelesaian 190 http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/eksyar melalui mediasi karena parapihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian. Mereka bersama-sama merumuskan penyelesaikan sengketa tanpa arahan kongkrit dari pihak ketiga. 3. Konsiliasi (Conciliation) Jika pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga yang mengajukan usulan jalan keluar sebagai penyelesaian proses ini disebut konsiliasi. Proses penyelesaian model ini mengacu pada pola penyelesaian secara konsensus dimana pihak netral dapat berperan secara aktif (neutral act) maupun secara pasif pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan dalam penyelesaian sengketa. 4. Arbitrase (Arbitration) Para pihak sepakat menyetujui untuk menyelesaikan sengketa kepada pihak yang netral. Dalam arbitrase para pihak memilih sendiri pihak yang bertindak sebagai hakim dan hukum yang diterapkan. Menurut Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang ditulis para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. 4 Badan Arbitrase Syari ah Nasional Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan tanggal 25 Maret 1992 (yang kemudian dirubah dan ditambah serta disempurnakan dengan Undang-undang No.10 tahun 1998), eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah mulai berkembang. Pasal 6 huruf (m) juncto Pasal 13 huruf (c) Undangundang tersebut dengan tegas membuka kemungkinan bagi Bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya baik bagi Bank Umum maupun bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 5 Undang-undang No.7 tahun 1992 tersebut 4 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa. 5 Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

191 EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah, Vol. 03, No. 02, Nov 2016: 186-195 p-issn: 2355-438X; e-issn: 2407-3709 merupakan tonggak sejarah bagi dunia perbankan untuk menerapkan prinsip syariah dengan kegiatan pembagian bagi hasil yang kemudian dengan Undang-undang No.10 tahun 1998 diperluas menjadi kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan kian maraknya perkembangan sistem ekonomi syariah lembaga-lembaga keuangan syariah dan perbankan syariah tersebut kemungkinan terjadinya persengketaan khususnya diantara pihak bank dengan nasabah akan semakin terbuka pula. Persengketaan semacam ini juga harus diselesaikan secara syariah pula. Masalah ini mengusik perhatian para kiai pakar dan praktisi hukum dan para ulama untuk secara intens menyikapinya dalam berbagai pertemuan yang disponsori Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya disepakati berdirinya badan arbitrase MUI yang sekaligus berfungsi sebagai Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) tanggal 21 Oktober 1993 Basyarnas tersebut berkedudukan di Jakarta, sekarang diberbagai daerah telah dibentuk perwakilannya termasuk di Propinsi DIY ini sejak tahun 2005 yang lalu. Tugas utama dari Badan Arbitrase Syariah Nasional tersebut adalah sebagai lembaga hukum untuk menyelesaikan secara adil dan cepat terhadap sengketa-sengketa muamalat/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain. Prosedur beracara sebagai hukum acara dalam proses pemeriksaan sengketa pada Basyarnas ini telah ditetapkan oleh institusi tersebut yang pada hakekatnya tidak jauh berbeda dalam mekanisme beracara di Pengadilan Umum ataupun di Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam HIR/RBg atau dalam Undangundang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama maupun prosedur sebagaimana ditentukan Undang-undang No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian sengketa meskipun dalam beberapa hal menerapkan ketentuan khusus (lex specialis). Beberapa hal esensial yang diatur Basyarnas sebagai prosedur beracara diantaranya tentang yuridiksi atau kewenangan, yaitu : a. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain. Para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaian kepada Basyarnas sesuai dengan peraturan prosedur yang ditentukan. b. Memberikan pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan yang berkenan dengan perjanjian permintaan para pihak. Kesepakatan klausul seperti

Irfan Nurudin - Prinsip As-Sulhu Dalam Penyelesaian 192 http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/eksyar itu dicantumkan dalam perjanjian atau dalam suatu akta tersendiri setelah sengketa timbul Jika HIR Pasal 130 ayat (1) atau RBg Pasal 154 ayat (1) menyatakan para pihak yang berperkara hadir pada persidangan pertama yang ditentukan, hakim diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian. Para ahli hukum sependapat, usaha hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara itu tidak hanya terbatas hanya pada sidang pertama saja melainkan selama proses pemeriksaan perkara dipersidangan sebelum dijatuhkan putusan. Apabila terjadi perdamaian yang biasanya dituangkan dalam perjanjian dibawah tangan antara pihak-pihak yang berperkara berdasarkan hal itu hakim menjatuhkan putusan (acte van vergelijk) yamg isinya menghukum pihak-pihak yang berpekara tersebut untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang dimaksud. Dengan adanya perdamaian tersebut, perkara dianggap telah selesai tuntas. Sebab keputusan pengadilan yang dibuat oleh hakim karena adanya perdamaian dari pihak-pihak yang bersengketa mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde) sebagaimana dimaksud Pasal 130 ayat (2) HIR/pasal 154 ayat (2) RBg juga Pasal 1858 ayat (1) BW terhadap putusan perdamaian tersebut tidak dapat dimintakan Banding. Hal yang sama pada prosedur pemeriksaan Basyarnas. Terlebih dulu arbiter (tunggal atau majelis) akan mengusahakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa. Jika upaya itu berhasil maka akan dibuatkan akta perdamaian dan menghukum kedua belah pihak untuk mentaati perdamaian yang dimaksud. Baru jika perdamaian tidak berhasil arbiter akan meneruskan proses pemeriksaan atas sengketa tersebut. Pencabutan permohonan dan gugat balik (rekonvensi) juga dianut dalam proses pemeriksaan sengketa di Basyarnas. Demikian juga proses pembuktian baik dengan saksi-saksi atau ahli juga diatur, hanya saja jika dalam pembuktian dipengadilan selalu bersifat sidang terbuka untuk hukum di Basyarnas pemeriksaan bersifat tertutup. Apabila di pengadilan, alat buktinya adalah berupa surat/tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah (Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg/Pasal 1866 BW) dalam proses pemeriksaan sengketa di Basyarnas pembuktian ditekankan pada saksi dan ahli saja. Pengadilan arbiter dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa tiap penetapan dan putusan dimulai

193 EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah, Vol. 03, No. 02, Nov 2016: 186-195 p-issn: 2355-438X; e-issn: 2407-3709 dengan kalimat Bismill ahirrahmanirrohim. Putusan Basyarnas yang sudah ditandatangani arbiter tunggal atau majelis langsung bersifat final dan mengikat (final and Binding) tidak ada upaya hukum Banding atau Kasasi seperti lazimnya di pengadilan tapi salah satu pihak dapat mengajukan secara tertulis permintaan pembatalan putusan (annulment of theavard) dengan didasarkan pada alasan: a. penujukkan arbiter tunggal atau majelis tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan prosedur Basyarnas. b. putusan melampaui kewenangan Basyarnas c. putusan melebihi dari yang diminta para pihak d. terdapat penyelewengan diantara salah satu anggota arbiter e. putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok peraturan prosedur basyarnas f. putusan tidak memuat dasar-dasar alasan yang menjadi landasan pengambilan putusan tanpa mengurangi ketentuanketentuan yang berlaku. Menurut MUI dan Basyarnas, Arbitrase Syariah memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan arbitrase lainnya antara lain: 1. arbitrase Islam memberikan kepercayaan kepada para pihak karena penyelesaiannya secara terhormat dan bertanggung jawab. 2. Para pihak menaruh kepercayaan yang besar kepada arbiter karena ditangani oleh orang-oang yang ahli dibidangnya (expertise). 3. Prosedur pengambilan putusannya cepat dengan tidak melalai prosedur yang berbelit-belit serta dengan biaya murah. 4. Para pihak menyerahkan penyelesaian sengketa secara sukarela kepada orang-orang atau (badan) yang dipercaya sehingga para pihak juga secara sukarela akan melaksanakan putusan arbiter sebagai konsekuensi atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter karena hakikat kesepakatan mengadung janji dan setiap janji harus ditepati. 5. Dalam proses arbitrase pada hakikatnya terkandung makna perdamaian dan musyawarah sedangkan musyawarah dan perdamaian merupakan keinginan nurani setiap orang. 6. Khusus untuk kepentingan muamalat Islam dan transaksi melalui Bank Muamalat Indonesia maupun BPR syariah, arbitrase syariah akan memberi peluang bagi berlakunya hukum islam sebagai pedoman penyelesaian perkara karena dalam setiap kontrak terdapat klausul diberlakukan penyelesaian melalui Basyarnas

Irfan Nurudin - Prinsip As-Sulhu Dalam Penyelesaian 194 http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/eksyar Kewenangan Peradilan Agama Kekuasaan peradilan agama menurut Undang-undang No.7 tahun 1989 adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkaraperkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: a. Perkawinan b. Kewarisan, Wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam c. Wakaf dan Sadaqoh (vide Pasal 49 ayat (1) Ayat (2) menyebutkan : bidang perkawinan ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. Dalam penjelasan disebutkan 22 item bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan ayat (3) menyatakan bidang kewarisan ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masingmasing ahli waris dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. 6 Ketentuan ini kemudian dilengkapi dengan Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 juga Keputusan Menteri Agama No.154 tahun 1991) yang memuat tiga buku (Hukum Perkawinan, Hukum kewarisan dan Hukum Perwakafan). Dalam perkembangan berikutnya, peradilan agama sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.7 tahun 1989 itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut UUD 1945 sehingga kemudian terbitlah Undangundang No.3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Menurut Pasal 49 undang undang ini, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam dibidang: a. perkawinan b. waris c. wasiat d.hibah e.wakaf f.zakat g.infaq h.shadaqoh dan i. ekonomi syariah. Dalam penjelasan ini disebutkan pula : penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah melainkan di bidang ekonomi syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam diperluas pengertiannya termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai ketentuan pasal ini. 6 Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

195 EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah, Vol. 03, No. 02, Nov 2016: 186-195 p-issn: 2355-438X; e-issn: 2407-3709 Pengertian ekonomi syariah diperluas dan dirinci sebagai perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi: a.bank syariah b. asuransi syariah c. reasuransi syariah d. reksa dana syariah e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah f. sekuritas syariah g. pembiayaan syariah h. pegadaian syariah i. dana pensiun lembaga keuangan syariah j. bisnis syariah k. lembaga keuangan mikro syariah. Dengan penegasan dan perluasan kewenangan peradilan agama tersebut memberikan dasar hukum kepada pengadilan agama dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang dimaksud Dengan Undangundang Nomor 3 tahun 2006 ini kewenangan pengadilan di lingkungan peradilan agama diperluas, seiring dengan dinamika dan perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat muslim, khususnya dalam bidang ekonomi syariah dengan segala aspek dan dimensinya. Kesimpulan Penyelesaian sengketa dalam Islam, yang implementasi dan aplikasinya tercermin dalam peraturan prosedur Basyarnas maupun dalam penyelesaian perkara berdasarkan wewenang peradilan agama sebagimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 juga. Undangundang Nomor 3 tahun 2006 termasuk dalam penyelesaian sengketa mengenai ekonomi syariah pada hakekatnya tetap memprioritaskan dan mengedepankan prinsip perdamaian diantara pihak yang bersengketa. Daftar Pustaka Ibrahim Bardan, Resolusi Konflik dalam Islam. NAD : Aceh Institute Press 2008. Philip K Hitti, History Of The Arabs (New York : Palgrave Macmillan 2002. Suyud Margono, ADR Alternative Dispute Resolution & Arbritase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia 2000) Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-undang No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa Undang-undang No.7 1992 tentang Perbankan Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.