BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak bawah lima tahun (balita) merupakan masa golden period,

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang (FAO, 2006; Sedgh et.al., 2000; WHO, 2016). The

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi lebih dapat terjadi pada semua tahap usia mulai dari anak -

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan global, salah satu di antaranya adalah gizi buruk. Gizi buruk (severe acute malnutrition) pada anak umur 6-59 bulan didefiniskan sebagai berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan (BB/TB atau PB) z-score < -3 dari standar pertumbuhan World Health Organization (WHO) atau lingkar lengan atas (LiLA) < 115 mm, atau adanya edema bilateral (WHO, 2013). Balita merupakan kelompok umur rawan kekurangan gizi. Permasalahan gizi umumnya terjadi pada balita, karena anak umur balita mengalami pertumbuhan paling cepat daripada anak umur lainnya sehingga kebutuhan gizi lebih banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Blossner & Onis, 2005; Manjunath et al., 2014). Gizi buruk merupakan penyebab utama kematian anak di seluruh dunia dan menyebabkan sekitar 60% kematian pada anak. Anak kurus memiliki peningkatan risiko kematian akibat diare, pneumonia, campak dan penyakit infeksi lainnya (Black et al., 2013). World Health Organization and United Nations Children s Fund (UNICEF) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil studi epidemiologi, anak dengan BB/TB < -3 SD dari standar WHO memiliki risiko kematian 9 kali lebih tinggi dari anak dengan BB/TB > -1 SD (WHO & UNICEF, 2009). Sepertiga dari kematian anak berkaitan dengan permasalahan gizi. Pada tahun 2008 tercatat kematian balita sebanyak 8,8 juta dan 93% terjadi di negara berkembang, yaitu Afrika dan Asia. Tingkat kematian tertinggi di Sub Sahara Afrika, yaitu 1 dari 7 anak meninggal sebelum berumur 5 tahun. Sebanyak 148 juta anak kurang gizi, 78 juta di Asia Selatan dan 36 juta di Sub Sahara Afrika. Selain itu, 20% dari anak yang kurang gizi sebanyak 3,5% atau 19 juta anak mengalami gizi buruk (Walton & Allen, 2011). Gizi buruk juga berdampak pada perkembangan anak dan kondisi sosial. Anak yang menderita gizi buruk dapat mengalami gangguan bicara, apatis, 1

2 penurunan skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan intelegensi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri, dan merosotnya prestasi akademik di sekolah (Nency & Arifin, 2005). Hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya pendapatan dan peningkatan biaya pelayanan kesehatan (Caulfield et al., 2002). Selain itu, besarnya potensial ekonomi yang hilang akibat kurang energi protein (KEP) pada balita dengan penurunan produktivitas 2% secara nasional mencapai Rp. 4.239 miliar, sedangkan pada penurunan 9% mencapai Rp. 19.076 miliar atau 1,21% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Aries, 2006). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI.) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi kurus (wasting) pada balita di Indonesia adalah 12,1%, yaitu 5,3% sangat kurus dan 6,8% kurus. Prevalensi tersebut menurun dari 13,6% pada tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun 2013. Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi kurus di atas angka prevalensi nasional pada tahun 2010 sebesar 15,8%, yaitu 6,2% sangat kurus dan 9,6% kurus. World Health Organization menyebutkan bahwa masalah kesehatan masyarakat yang serius jika prevalensi kurus antara 10,0% - 14,0% dan kritis bila 15,0%. Prevalensi kurus tersebut menunjukkan bahwa permasalahan kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, sedangkan permasalahan kurus di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kritis (Kemenkes RI., 2010; Kemenkes RI., 2013c). Kota Kendari merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota ini memiliki berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit umum, rumah sakit swasta, poliklinik, puskesmas, dan posyandu. Pelayanan kesehatan yang ada pada umumnya dapat dijangkau oleh masyarakat, karena transportasi umum cukup memadai. Namun, di Kota Kendari masih ditemukan balita gizi buruk setiap tahunnya. Tahun 2014 prevalensi gizi buruk di Kota Kendari adalah 2,8%, yaitu 0,6% sangat kurus dan 2,2% kurus berdasarkan indeks BB/TB z- score < -3 SD (Dinkes Kota Kendari, 2014). Hasil laporan formulir rekapitulasi

% balita gizi buruk 3 pemantauan status gizi tingkat Kecamatan Kota Kendari ditampilkan pada gambar berikut: 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Baruga Lepo-lepo) Kambu Mokoau) Kendari Mata dan Kandai) Kendari Barat Benubenua dan Kemaraya) Mandonga Labibia) Kadia Mekar, Per umnas dan Jatiraya) Puuwatu Puuwatu) Poasia Poasia) Wua- Wua Wua-Wua) Abeli Abeli dan Nambo) 2012 1,6 0 0,3 0,5 0 1,5 6,5 1,3 8,2 0,5 2013 1,6 0 0,4 0,5 0 1,5 6,5 1,3 8,2 0,5 2014 0,1 0 0,6 0,2 0,1 0,2 4,1 0 0,1 0 Gambar 1. Balita gizi buruk berdasarkan indeks BB/TB z-sore < -3 SD di Kota Kendari tahun 2012 tahun 2014 Balita dengan status gizi buruk secara tidak langsung memberikan gambaran tentang perilaku kesehatan yang dilakukan oleh ibu. Peranan seorang ibu menjadi hal penting terutama dalam pengobatan dan perawatan pada balita yang mengalami gizi buruk. Menurut Abubakar et al. (2013), ibu adalah pengasuh utama yang akan mendampingi anak berobat dan mengatasi akibat dari kekurangan gizi berat. Selain itu, ibu juga memiliki peranan yang penting terhadap perubahan status gizi balita. Hal ini berkaitan dengan cara ibu memberikan persepsi tentang gizi buruk yang terjadi pada balita. Ibu yang mempunyai persepsi bahwa gizi buruk dapat mengancam jiwa balita akan melakukan upaya pencegahan dan memerhatikan kesehatan balita seperti selalu memantau pertumbuhan balita di posyandu setiap bulan, memenuhi asupan gizi balita, dan mau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan ketika balita sakit. Persepsi juga sangat penting dalam penelitian kesehatan, karena setiap

4 individu dari daerah yang berbeda akan memiliki persepsi yang berbeda pula tentang kesehatan, khususnya gizi buruk pada balita. Perbedaan persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan, faktor sosial demografi, dan sosial ekonomi. Persepsi tersebut secara tidak langsung dapat memengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Glanz et al., 2008). Hasil penelitian Juliawan et al. (2010) menyatakan bahwa ibu balita yang mempersepsikan tubuh anak kurus akibat keturunan akan cenderung mengabaikan risiko kesehatan anak, sehingga kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, persepsi individu dapat digunakan sebagai informasi dasar bagi pelayanan kesehatan untuk melakukan penyuluhan khususnya mengenai gizi buruk. Persepsi mengenai gizi buruk dan adanya kemungkinan balita untuk menderita gizi buruk dapat dijelaskan dalam teori perilaku kesehatan, yaitu teori Health Belief Model (HBM). Teori ini mengasumsikan dasar yang rasional untuk pengambilan keputusan (Bond & Nolan, 2011). Tindakan yang berhubungan dengan kesehatan akan dilakukan jika ada kepercayaan bahwa kondisi kesehatan yang negatif dapat dihindari. Individu melakukan tindakan atau perilaku kesehatan kemungkinan dipengaruhi oleh persepsi, pemahaman, dan adanya keyakinan tentang kesehatan (Bylund et al., 2011). Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa puskesmas yang ada di Kota Kendari, ibu tidak rutin membawa balita ke posyandu terutama balita dengan status gizi buruk. Selain itu, pengobatan tradisional masih dilakukan pada balita gizi buruk, yaitu dengan menggunakan kunyit yang diusapkan pada salah satu tubuh balita ketika balita mengalami diare. Tindakan medis yang tidak dilakukan atau terlambat dilakukan mengakibatkan balita mengalami dehidrasi berat sehingga harus dirujuk ke rumah sakit terdekat. Data penilaian status gizi balita di Kota Kendari menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk berdasarkan indeks BB/TB z-score < -3 SD tahun 2014 tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu, yaitu 4,1% (Dinkes Kota Kendari 2014; Puskesmas Puuwatu, 2014). Hal ini bertolak belakang dengan kondisi fasilitas kesehatan di Kecamatan Puuwatu. Puskesmas Puuwatu

5 merupakan salah satu puskesmas perawatan di Kota Kendari, lokasi puskesmas mudah dijangkau, karena tersedianya transportasi umum, dan terdapat posyandu di setiap kelurahan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana persepsi ibu tentang gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian adalah untuk mengeksplorasi persepsi ibu tentang gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. 2. Tujuan khusus a. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang kerentanan balita untuk mengalami gizi buruk di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. b. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang keparahan balita yang mengalami gizi buruk di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. c. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang keuntungan dari pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. d. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang hambatan pencegahan gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai persepsi ibu tentang gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu. b. Menambah ilmu pengetahuan dan sebagai dasar dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan. c. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat.

6 d. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. 2. Manfaat praktis a. Memberikan informasi bagi puskesmas, khususnya Puskesmas Puuwatu, mengenai persepsi ibu tentang gizi buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai usulan dalam program penyuluhan gizi dan kesehatan terkait dengan masalah gizi buruk. b. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, agar dapat memberikan informasi mengenai gizi buruk sehingga masyarakat memiliki persepsi yang benar mengenai gizi buruk dan bahaya gizi buruk bagi balita. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan, di antaranya: 1. Ermaneti (2008) meneliti persepsi masyarakat terhadap masalah gizi buruk dan pemanfaatan posyandu sebagai fasilitas pemantauan status gizi balita di wilayah Kota Padang. Variabel yang diteliti adalah persepsi masyarakat tentang gizi buruk, persepsi masyarakat tentang manfaat posyandu, dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan posyandu. Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan rapid assessment procedure (RAP). Hasil penelitian menggambarkan bahwa persepsi masyarakat mengenai gizi buruk secara umum masih keliru dan menganggap posyandu tidak penting. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji persepsi terhadap masalah gizi buruk dan cara pengumpulan data (wawancara mendalam dan DKT). Perbedaan dengan penelitian ini adalah fokus utama penelitian (persepsi ibu) dan disain penelitian (studi kasus eksploratoris). 2. Ubro (2010) meneliti persepsi keluarga miskin dalam pencegahan gizi kurang pada balita di Kota Ambon. Variabel yang diteliti adalah persepsi terhadap status gizi kurang, persepsi terhadap dampak gizi kurang, persepsi terhadap hambatan pencegahan gizi kurang, dan persepsi terhadap upaya pencegahan gizi kurang. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomonologi. Hasil

7 penelitian menggambarkan bahwa persepsi mengenai gizi kurang yang baik tidak diikuti dengan perilaku dalam memberikan asupan gizi yang baik pada anak, karena ibu bekerja mencari nafkah, berat badan anak tidak dapat dipantau langsung oleh puskesmas akibat anak tidak dibawa ke posyandu, berat badan anak kembali menurun ketika bantuan yang diberikan telah habis, dan hal ini terjadi pada keluarga miskin. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji persepsi dan cara pengumpulkan data (wawancara mendalam dan DKT). Perbedaan dengan penelitian ini adalah fokus utama penelitian (persepsi ibu tentang gizi buruk) dan disain penelitian (studi kasus eksploratoris). 3. Abubakar et al. (2013) melakukan penelitian berjudul maternal perception of factor contributing to severe undernutrition among children in rural Afrika setting. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan grounded theory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab severe undernutrition adalah masalah keuangan, asupan makanan yang tidak memadai, kesehatah yang buruk, perawatan anak yang buruk, beban kerja ibu yang berat, kurangnya pengendalian sumber daya keluarga perempuan, dan kurangnya sumber daya untuk menghasilkan pendapatan bagi keluarga. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji persepsi ibu dan cara pengumpulan data (DKT). Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti mengkaji persepsi ibu tentang gizi buruk, disain penelitian (studi kasus eksploratoris) dan pengumpulan data (wawancara mendalam dan DKT). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah diuraikan tersebut, perbedaan mendasar dengan penelitian yang dilakukan adalah tujuan penelitian (mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang gizi buruk), disain penelitian (studi kasus eksploratoris) dan peneliti menggunakan 4 konsep dalam teori Health Belief Model (persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi keuntungan, dan persepsi hambatan).