BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan global, salah satu di antaranya adalah gizi buruk. Gizi buruk (severe acute malnutrition) pada anak umur 6-59 bulan didefiniskan sebagai berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan (BB/TB atau PB) z-score < -3 dari standar pertumbuhan World Health Organization (WHO) atau lingkar lengan atas (LiLA) < 115 mm, atau adanya edema bilateral (WHO, 2013). Balita merupakan kelompok umur rawan kekurangan gizi. Permasalahan gizi umumnya terjadi pada balita, karena anak umur balita mengalami pertumbuhan paling cepat daripada anak umur lainnya sehingga kebutuhan gizi lebih banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Blossner & Onis, 2005; Manjunath et al., 2014). Gizi buruk merupakan penyebab utama kematian anak di seluruh dunia dan menyebabkan sekitar 60% kematian pada anak. Anak kurus memiliki peningkatan risiko kematian akibat diare, pneumonia, campak dan penyakit infeksi lainnya (Black et al., 2013). World Health Organization and United Nations Children s Fund (UNICEF) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil studi epidemiologi, anak dengan BB/TB < -3 SD dari standar WHO memiliki risiko kematian 9 kali lebih tinggi dari anak dengan BB/TB > -1 SD (WHO & UNICEF, 2009). Sepertiga dari kematian anak berkaitan dengan permasalahan gizi. Pada tahun 2008 tercatat kematian balita sebanyak 8,8 juta dan 93% terjadi di negara berkembang, yaitu Afrika dan Asia. Tingkat kematian tertinggi di Sub Sahara Afrika, yaitu 1 dari 7 anak meninggal sebelum berumur 5 tahun. Sebanyak 148 juta anak kurang gizi, 78 juta di Asia Selatan dan 36 juta di Sub Sahara Afrika. Selain itu, 20% dari anak yang kurang gizi sebanyak 3,5% atau 19 juta anak mengalami gizi buruk (Walton & Allen, 2011). Gizi buruk juga berdampak pada perkembangan anak dan kondisi sosial. Anak yang menderita gizi buruk dapat mengalami gangguan bicara, apatis, 1
2 penurunan skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan intelegensi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri, dan merosotnya prestasi akademik di sekolah (Nency & Arifin, 2005). Hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya pendapatan dan peningkatan biaya pelayanan kesehatan (Caulfield et al., 2002). Selain itu, besarnya potensial ekonomi yang hilang akibat kurang energi protein (KEP) pada balita dengan penurunan produktivitas 2% secara nasional mencapai Rp. 4.239 miliar, sedangkan pada penurunan 9% mencapai Rp. 19.076 miliar atau 1,21% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Aries, 2006). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI.) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi kurus (wasting) pada balita di Indonesia adalah 12,1%, yaitu 5,3% sangat kurus dan 6,8% kurus. Prevalensi tersebut menurun dari 13,6% pada tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun 2013. Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi kurus di atas angka prevalensi nasional pada tahun 2010 sebesar 15,8%, yaitu 6,2% sangat kurus dan 9,6% kurus. World Health Organization menyebutkan bahwa masalah kesehatan masyarakat yang serius jika prevalensi kurus antara 10,0% - 14,0% dan kritis bila 15,0%. Prevalensi kurus tersebut menunjukkan bahwa permasalahan kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, sedangkan permasalahan kurus di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kritis (Kemenkes RI., 2010; Kemenkes RI., 2013c). Kota Kendari merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota ini memiliki berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit umum, rumah sakit swasta, poliklinik, puskesmas, dan posyandu. Pelayanan kesehatan yang ada pada umumnya dapat dijangkau oleh masyarakat, karena transportasi umum cukup memadai. Namun, di Kota Kendari masih ditemukan balita gizi buruk setiap tahunnya. Tahun 2014 prevalensi gizi buruk di Kota Kendari adalah 2,8%, yaitu 0,6% sangat kurus dan 2,2% kurus berdasarkan indeks BB/TB z- score < -3 SD (Dinkes Kota Kendari, 2014). Hasil laporan formulir rekapitulasi
% balita gizi buruk 3 pemantauan status gizi tingkat Kecamatan Kota Kendari ditampilkan pada gambar berikut: 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Baruga Lepo-lepo) Kambu Mokoau) Kendari Mata dan Kandai) Kendari Barat Benubenua dan Kemaraya) Mandonga Labibia) Kadia Mekar, Per umnas dan Jatiraya) Puuwatu Puuwatu) Poasia Poasia) Wua- Wua Wua-Wua) Abeli Abeli dan Nambo) 2012 1,6 0 0,3 0,5 0 1,5 6,5 1,3 8,2 0,5 2013 1,6 0 0,4 0,5 0 1,5 6,5 1,3 8,2 0,5 2014 0,1 0 0,6 0,2 0,1 0,2 4,1 0 0,1 0 Gambar 1. Balita gizi buruk berdasarkan indeks BB/TB z-sore < -3 SD di Kota Kendari tahun 2012 tahun 2014 Balita dengan status gizi buruk secara tidak langsung memberikan gambaran tentang perilaku kesehatan yang dilakukan oleh ibu. Peranan seorang ibu menjadi hal penting terutama dalam pengobatan dan perawatan pada balita yang mengalami gizi buruk. Menurut Abubakar et al. (2013), ibu adalah pengasuh utama yang akan mendampingi anak berobat dan mengatasi akibat dari kekurangan gizi berat. Selain itu, ibu juga memiliki peranan yang penting terhadap perubahan status gizi balita. Hal ini berkaitan dengan cara ibu memberikan persepsi tentang gizi buruk yang terjadi pada balita. Ibu yang mempunyai persepsi bahwa gizi buruk dapat mengancam jiwa balita akan melakukan upaya pencegahan dan memerhatikan kesehatan balita seperti selalu memantau pertumbuhan balita di posyandu setiap bulan, memenuhi asupan gizi balita, dan mau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan ketika balita sakit. Persepsi juga sangat penting dalam penelitian kesehatan, karena setiap
4 individu dari daerah yang berbeda akan memiliki persepsi yang berbeda pula tentang kesehatan, khususnya gizi buruk pada balita. Perbedaan persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan, faktor sosial demografi, dan sosial ekonomi. Persepsi tersebut secara tidak langsung dapat memengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Glanz et al., 2008). Hasil penelitian Juliawan et al. (2010) menyatakan bahwa ibu balita yang mempersepsikan tubuh anak kurus akibat keturunan akan cenderung mengabaikan risiko kesehatan anak, sehingga kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, persepsi individu dapat digunakan sebagai informasi dasar bagi pelayanan kesehatan untuk melakukan penyuluhan khususnya mengenai gizi buruk. Persepsi mengenai gizi buruk dan adanya kemungkinan balita untuk menderita gizi buruk dapat dijelaskan dalam teori perilaku kesehatan, yaitu teori Health Belief Model (HBM). Teori ini mengasumsikan dasar yang rasional untuk pengambilan keputusan (Bond & Nolan, 2011). Tindakan yang berhubungan dengan kesehatan akan dilakukan jika ada kepercayaan bahwa kondisi kesehatan yang negatif dapat dihindari. Individu melakukan tindakan atau perilaku kesehatan kemungkinan dipengaruhi oleh persepsi, pemahaman, dan adanya keyakinan tentang kesehatan (Bylund et al., 2011). Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa puskesmas yang ada di Kota Kendari, ibu tidak rutin membawa balita ke posyandu terutama balita dengan status gizi buruk. Selain itu, pengobatan tradisional masih dilakukan pada balita gizi buruk, yaitu dengan menggunakan kunyit yang diusapkan pada salah satu tubuh balita ketika balita mengalami diare. Tindakan medis yang tidak dilakukan atau terlambat dilakukan mengakibatkan balita mengalami dehidrasi berat sehingga harus dirujuk ke rumah sakit terdekat. Data penilaian status gizi balita di Kota Kendari menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk berdasarkan indeks BB/TB z-score < -3 SD tahun 2014 tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu, yaitu 4,1% (Dinkes Kota Kendari 2014; Puskesmas Puuwatu, 2014). Hal ini bertolak belakang dengan kondisi fasilitas kesehatan di Kecamatan Puuwatu. Puskesmas Puuwatu
5 merupakan salah satu puskesmas perawatan di Kota Kendari, lokasi puskesmas mudah dijangkau, karena tersedianya transportasi umum, dan terdapat posyandu di setiap kelurahan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana persepsi ibu tentang gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian adalah untuk mengeksplorasi persepsi ibu tentang gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. 2. Tujuan khusus a. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang kerentanan balita untuk mengalami gizi buruk di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. b. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang keparahan balita yang mengalami gizi buruk di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. c. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang keuntungan dari pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. d. Mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang hambatan pencegahan gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu Kota Kendari. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai persepsi ibu tentang gizi buruk pada balita di Kecamatan Puuwatu. b. Menambah ilmu pengetahuan dan sebagai dasar dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan. c. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat.
6 d. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. 2. Manfaat praktis a. Memberikan informasi bagi puskesmas, khususnya Puskesmas Puuwatu, mengenai persepsi ibu tentang gizi buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai usulan dalam program penyuluhan gizi dan kesehatan terkait dengan masalah gizi buruk. b. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, agar dapat memberikan informasi mengenai gizi buruk sehingga masyarakat memiliki persepsi yang benar mengenai gizi buruk dan bahaya gizi buruk bagi balita. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan, di antaranya: 1. Ermaneti (2008) meneliti persepsi masyarakat terhadap masalah gizi buruk dan pemanfaatan posyandu sebagai fasilitas pemantauan status gizi balita di wilayah Kota Padang. Variabel yang diteliti adalah persepsi masyarakat tentang gizi buruk, persepsi masyarakat tentang manfaat posyandu, dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan posyandu. Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan rapid assessment procedure (RAP). Hasil penelitian menggambarkan bahwa persepsi masyarakat mengenai gizi buruk secara umum masih keliru dan menganggap posyandu tidak penting. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji persepsi terhadap masalah gizi buruk dan cara pengumpulan data (wawancara mendalam dan DKT). Perbedaan dengan penelitian ini adalah fokus utama penelitian (persepsi ibu) dan disain penelitian (studi kasus eksploratoris). 2. Ubro (2010) meneliti persepsi keluarga miskin dalam pencegahan gizi kurang pada balita di Kota Ambon. Variabel yang diteliti adalah persepsi terhadap status gizi kurang, persepsi terhadap dampak gizi kurang, persepsi terhadap hambatan pencegahan gizi kurang, dan persepsi terhadap upaya pencegahan gizi kurang. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomonologi. Hasil
7 penelitian menggambarkan bahwa persepsi mengenai gizi kurang yang baik tidak diikuti dengan perilaku dalam memberikan asupan gizi yang baik pada anak, karena ibu bekerja mencari nafkah, berat badan anak tidak dapat dipantau langsung oleh puskesmas akibat anak tidak dibawa ke posyandu, berat badan anak kembali menurun ketika bantuan yang diberikan telah habis, dan hal ini terjadi pada keluarga miskin. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji persepsi dan cara pengumpulkan data (wawancara mendalam dan DKT). Perbedaan dengan penelitian ini adalah fokus utama penelitian (persepsi ibu tentang gizi buruk) dan disain penelitian (studi kasus eksploratoris). 3. Abubakar et al. (2013) melakukan penelitian berjudul maternal perception of factor contributing to severe undernutrition among children in rural Afrika setting. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan grounded theory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab severe undernutrition adalah masalah keuangan, asupan makanan yang tidak memadai, kesehatah yang buruk, perawatan anak yang buruk, beban kerja ibu yang berat, kurangnya pengendalian sumber daya keluarga perempuan, dan kurangnya sumber daya untuk menghasilkan pendapatan bagi keluarga. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji persepsi ibu dan cara pengumpulan data (DKT). Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti mengkaji persepsi ibu tentang gizi buruk, disain penelitian (studi kasus eksploratoris) dan pengumpulan data (wawancara mendalam dan DKT). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah diuraikan tersebut, perbedaan mendasar dengan penelitian yang dilakukan adalah tujuan penelitian (mengkaji secara mendalam persepsi ibu tentang gizi buruk), disain penelitian (studi kasus eksploratoris) dan peneliti menggunakan 4 konsep dalam teori Health Belief Model (persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi keuntungan, dan persepsi hambatan).