BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY)

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

Teori Lev Vygotsky. Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori. Fitriani, S. Psi., MA.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Oleh. Nunung Susilowaty. Mara Untung Ritonga, S.S., M.Hum., Ph.D. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. sosial inilah yang membentuk dasar berpikir, pendapat, keterampilan dan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

TEORI BELAJAR SOSIAL. Bahan Bacaan: Teori Belajar Sosial. A. Teori Belajar Sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Inqury dalam bahasa Indonesia berarti penemuan. Menurut Sund (dalam

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SCAFFOLDING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 30 BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad (2010: 34)

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Syah (2006: 92) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI MATEMATIS DALAM MATERI STATISTIKA DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373)

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman akan diikuti oleh banyak perubahan

BAB II KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAMMATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Khaerunnisa, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol matematis dan melakukan pemodelan matematis. Kemampuan ini erat kaitannya dengan komunikasi matematis dan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran matematika. Vergnaud menyatakan representasi merupakan unsur yang penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematika dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting yakni: (1) matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonsep tualisasikan dunia nyata; (2) matematika membuat pemahaman yang luas merupakan penurunan dari struktur hal-hal lain yang pokok. Sedangkan Hiebert dan Carpenter mengemukakan bahwa pada dasarnya representasi dapat dinyatakan sebagai internal dan eksternal. Berpikir tentang ide matematika yang kemudian dikomunikasikan memerlukan representasi eksternal yang wujudnya antara lain: verbal, gambar dan benda konkrit. Berpikir tentang ide matematika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut merupakan representasi internal (Fadillah, 2008). Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengemukakan ide matematika dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol. 6

7 Kemampuan representasi juga terdiri dari representasi internal dan representasi eksternal, dimana kedua kemampuan tersebut memiliki hubungan timbal balik yaitu representasi internal merupakan kemampuan siswa dalam melaksanakan ide matematika yang ada dalam pikirannya, akan tetapi representasi internal tidak dapat dilihat secara kasat mata. Sedangkan representasi eksternal membantu siswa menyatakan ide matematikanya dan mengkomunikasikannya baik secara lisan, tulisan, simbol, grafik, diagram atau tabel maupun teks tertulis. Penelitian ini mempersempit bentuk-bentuk operasional representasi yang akan dimunculkan. Tanpa mengurangi keutamaan bentuk operasional dari setiap ragam representasi. Alasan mempersempit bentuk-bentuk operasional tersebut yaitu dengan menyesuaikan materi pokok yang akan dijadikan bahan penelitian. Penelitian akan diadakan di kelas IX dengan materi pokok kesebangunan. Ada beberapa bentuk-bentuk operasional yang tidak dapat muncul pada materi kesebangunan, misalkan menyajikan kembali data atau informasi ke dalam bentuk diagram, grafik, atau tabel. Tabel 1. Bentuk-bentuk operasional dari masing-masing representasi matematis yang digunakan dalam penelitian. No Ragam Representasi Bentuk-bentuk Operasional 1. Visual, berupa gambar 2. Persamaan atau Ekspresi Matematik 3. Kata-kata atau Teks Tertulis - Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah. - Membuat gambar pola-pola geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaian - Membuat persamaan atau model matematik dari representasi lain yang diberikan. - Penyelesaian masalah dengan melibatkan ekspresi matematik. - Menulis langkah-langkah penyelesaian masalah matematis kemudian menjawab soal dengan menggunakan kata-kata tertulis.

8 B. Teori Belajar 1. Teori Piaget Piaget membagi proses perkembangan kognitif ke dalam empat tahap yaitu sensorimotor, preoperational, concrete operational, dan formal operational. Implikasi teori Piaget yaitu dalam belajar konstruktif, siswa mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dengan cara menemukan (invent). Meskipun untuk memperoleh konsep-konsep matematika diperlukan alat bantu namun hanya dengan upaya sendiri siswa mampu memahami konsep matematika dapat lebih dipahami (Santrock, 2011). 2. Teori Vygotsky Lev Semenovich Vygotsky (1896-1934), seorang Rusia, menyatakan bahwa peserta didik dalam mengonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial menurut Santrock (2011). Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masingmasing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan

9 kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia. Secara umum, penganut paham konstruktivis sosial memandang bahwa pengetahuan matematika merupakan konstruksi sosial. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa: a. Basis dari pengetahuan matematika adalah pengetahuan bahasa, perjanjian dan hukum-hukum, sedangkan pengetahuan bahasa sendiri merupakan konstruksi sosial. b. Proses sosial interpersonal diperlukan untuk membentuk pengetahuan subyektif matematika yang selanjutnya melalui publikasi akan terbentuk pengetahuan objektif matematika sedangkan obyektivitas itu sendiri merupakan masalah sosial. C. Pembelajaran Teknik Scaffolding 1. Pengertian pembelajaran teknik scaffolding Model pembelajaran matematika dapat dilihat pada hubungan interaksi antara pembelajar dan peserta didik. Jika pembelajar lebih banyak berperan maka pembelajaran lebih pada metode ceramah atau ekspositari (teacher centered), sedang bila peserta didik lebih dominan maka lebih ke arah pembelajaran inquiri (student centered). Model pembelajaran satu arah ini merupakan kasus ekstrim yang tentu tidak cocok untuk kebanyakan peserta didik, maka diperlukan batasan seberapa jauh dukungan

10 pembelajar dan seberapa jauh kebebasan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan teknik scaffolding berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalanpersoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Teori Scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir 1950-an oleh Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif. Dia menggunakan istilah untuk menggambarkan anak-anak muda dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai belajar berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar berbahasa. Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar usaha mandirinya. Cazden mendefinisikan scaffolding sebagai kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian. Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Teknik Scaffolding dipersiapkan oleh pembelajar untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan teknik scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas (Martinis, 2010). Teknik scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar

11 menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Menurut teori Vygotsky, Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan celah antara aktual development dan potensial development yaitu apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya (Santrock, 2011). Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan pengertian teknik Scaffolding yaitu dimana guru memberikan bantuan kepada siswa pada tahap-tahap awal pelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan bahkan menghilangkannya sehingga memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggungjawabnya. 2. Keuntungan mempelajari teknik scaffolding adalah : a. Memotivasi dan mengaitkan minat siswa dengan tugas belajar. b. Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak. c. Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan.

12 d. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan. e. Mengurangi frustasi atau resiko. f. Memberi model dan mendefinisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan. 3. Langkah-langkah pembelajaran dengan teknik scaffolding : Secara operasional, menurut permatasari (2011) strategi pembelajaran dengan teknik scaffolding dapat ditempuh melalui tahapantahapan kegiatan sebagai berikut: a. Guru memunculkan permasalahan, guru memberikan soal soal yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. b. Guru menugaskan siswa mencari jalan penyelesaianya (belajar individu). c. Saat siswa mendapatkan kesulitan dan tidak sanggup menyelesaikannya, guru mulai menggunakan teknik scaffolding untuk memancing pemikiran siswa supaya lebih aktif melalui pertanyaan dan menuntunnya tahap demi tahap untuk menyelesaikan tugasnya. d. Guru menugaskan siswa untuk saling bertukar pendapat dengan rekannya dan saling membandingkan pendapat mereka. e. Mencari pendapat siswa yang mendekati jawaban dan melakukan negosiasi dengan seluruh siswa agar setiap siswa memiliki pemikiran yang sama. f. Membiarkan siswa membuat kesimpulan sendiri berdasarkan hasil penjelasan antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

13 g. Melakukan pembuktian terhadap materi yang sedang dihadapi berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat. h. Mendorong dilakukannya transferensi belajar i. Mengenali peluang-peluang yang bisa digunakan untuk mentransfer belajar. j. Mendorong siswa melakukan pengaturan diri dalam belajar (self regulating learning). k. Memantau kemajuan siswa dalam melakukan aktivitas belajar mandiri. D. Pembelajaran Konvensional Menurut Sanjaya (2006) mengemukakan bahwa: Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, dimana siswa lebih banyak belajar dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pembelajaran. Karena dalam model ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru, siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu, materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Ada beberapa karakteristik model pembelajaran konvensional di antaranya: 1. Proses pembelajaran dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah.

14 2. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. 3. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Model pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, dalam pembelajaran bahwa guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui model ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model pembelajaran konvensional adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. (Sanjaya, 2006). E. Materinya adalah Kesebangunan yang Meliputi : 1. Standar Kopetensi : Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah. 2. Kompetensi Dasar : Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah. 3. Indikator : a. Menurunkan perbandingan sisi-sisi dua segitiga yang sebangun dan menghitung panjangnya. b. Memecahkan masalah yang melibatkan kesebangunan.

15 F. Keterkaitan Teknik Scaffolding dengan Kemampuan Representasi Kemampuan representasi yang dibangun oleh siswa ketika mereka memecahkan dan menyelidiki masalah matematika memainkan peranan yang penting dalam membantu siswa memahami, memecahkan masalah dan menyediakan jalan atau cara yang bermakna untuk merekam dan menguraikan gagasan tersebut kepada yang lain. Siswa memerlukan bantuan tentang bagaimana caranya menggunakan visualisasi untuk merepresentasikan masalah. Beberapa siswa mungkin saja menggunakan visual, tetapi menerapkannya tidak sesuai, sehingga tidak efektif. Representasi dikatakan efektif, baik secara tertulis atau dalam suatu imajinasi menunjukkan hubungan di antara bagian-bagian dalam masalah tersebut. NCTM juga menekankan pemakaian strategi yang beragam untuk memecahkan masalah, dan merekomendasikan guru untuk mendorong siswa untuk menerapkan strategi ini. Penggunaan teknik pembelajaran scaffolding dalam menyajikan suatu situasi masalah karena dengan menggunakan teknik pembelajaran scaffolding, dimana guru memberikan bantuan kepada siswa pada tahap-tahap awal pelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan bahkan menghilangkannya sehingga memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggungjawabnya. Keterbukaan dalam penggunaan startegi atau metode penyelesaian masalah juga tentunya akan mengundang beragam representasi dari suatu masalah, sehingga dengan model pembelajaran teknik scaffolding diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan representasi matematika siswa.

16 G. Hipotesis Hipotensis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Terdapat peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran teknik scaffolding dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa SMP Negeri 3 Kedungreja