SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANGGOTA TNI AD YANG MELAKSANAKAN PERKAWINAN DENGAN MENGGUNAKAN WALI ADHAL DI JAJARAN KODAM XVII/CENDERAWASIH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

PENETAPAN Nomor 0004/Pdt.P/2014/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2010/PA.Gst BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

P U T U S A N. Nomor : 033/Pdt.G/2012/PA.DGL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara formal dengan Undang-undang (yuridis) baik itu dalam hal pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

Lingkungan Mahasiswa

P E N E T A P A N Nomor : 0036/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

PENETAPAN. /Pdt.P/2013/PA.Pts DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah

Transkripsi:

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh HENDRIX YONAZ 06 140 152 Program Kekhususan : Hukum Perdata (PK I) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 No. Reg : 3451 / PK. I / 10 / 2011

PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG ABSTRAK (Hendrix Yonaz, BP 06140152, Fakultas Hukum Unand, 58 hal, 2011) Islam seperti agama lainnya, mempunyai aturan dan hukum tersendiri dalam mengatur dan membina umatnya. Perkawinan tidak hanya didasarkan kepada akad (perjanjian) yang suci untuk hidup sebagai suami istri yang sah, membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Dalam aturan-aturan hukum islam tentang perkawinan terdapat rukun dan syarat-syarat sahnya suatu perkawinan, salah satu rukun perkawinan adalah adanya wali nikah. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak sebagai yang menikahkannya. Wali nikah itu terdiri dari wali nasab, wali muhakkam dan wali hakim (adhal). Wali nasab yaitu pria beragama islam yang berhubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah menurut islam. Tanpa adanya wali pernikahan tidak sah, akan tetapi akan semakin majunya kehidupan manusia dan ketidakpahaman manusia tentang perkawinan terutama bagi umat islam maka banyak muncul perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah hal-hal yang menjadi factor penyebab dan pertimbangan hakim dalam penetapan wali adhal dalam perkawinan yang dilakukan para pihak di pengadilan agama kelas 1A padang dan tata cara serta syarat-syarat perkawinan yang menggunakan wali adhal. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis yaitu pendekatan masalah melalui penelitian hukum dikaitkan dengan aspek hukum atau peraturan perundangundangan yang berlaku dan dihubungkan dengan fakta dilapangan dengan cara melakukan wawancara dengan Ibu Novrianti selaku hakim, serta penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder dengan mempelajari hasil penelitian serta buku-buku yang ada hubungan dengan pokok-pokok pembahasan penulisan, setelah itu melakukan analisa data tersebut secara kualitatif yang dibentuk dalam bentuk skripsi. Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan di pengadilan negeri kelas 1A padang yaitu bahwa hal-hal yang menjadi faktor penyebab penetapan wali adhal dalam perkawinan adalah keengganan ayah dalam menikahkan anaknya sehingga ditetapkan wali berdasarkan pertimbangan hakim. Adapun tata cara dan syarat-syarat perkawinan yang menggunakan wali adhal pada dasarnya sama dengan perkawinan pada umumnya namun yang menjadi wali nikah dalam hal ini bukan ayah tetapi wali adhal yang telah ditetapkan hakim pengadilan agama.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama yang universal, mengatur segala kehidupan manusia baik dari segi ibadah maupun dari segi muamalah. Salah satu contohnya masalah perkawinan. Perkawinan tidak hanya didasarkan kepada kebutuhan biologis antara pria dan wanita yang diakui sah, melainkan sebagai pelaksana proses kodrat hidup manusia. Dalam islam perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia. Perkawinan itu adalah suatu akad (perjanjian) yang suci untuk hidup sebagai suami istri yang sah, membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 1 disebutkan: perkawinan itu adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan itu adalah ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita. Berarti perkawinan sama dengan perikatan (verbintenis) seperti yang disebutkan dalam Pasal 26 KUHPerdata yaitu undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. Dalam aturan-aturan hukum islam tentang perkawinan terdapat rukun dan syarat-syarat sahnya suatu perkawinan, salah satu rukun perkawinan adalah adanya wali nikah. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak sebagai yang menikahkannya. Wali nikah itu terdiri

dari wali nasab, wali muhakkam dan wali hakim (adhal). Wali nasab yaitu pria beragama islam yang berhubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah menurut hukum islam, wali muhakkam adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercayakan oleh kedua belah pihak (calon mempelai) untuk menikahkan di tempat itu asalkan memenuhi syarat, sedangkan wali hakim (adhal) yaitu pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali. Tanpa adanya wali pernikahan tidak sah, akan tetapi karena semakin majunya kehidupan manusia dan kekurang pahaman manusia dalam masalah perkawinan terutama bagi umat islam maka banyak bermunculan perkawinan-perkawinan atau terjadinya perkawinan yang kurang memenuhi rukun dan syarat-syarat perkawinan akibatnya terjadi perkawinan yang tidak mempunyai wali yang tepat yang akan menikahkannya. Dalam Hadist Rasullah yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud Ibnu Majah dan Tirmidzi Artinya: Dari Aisyah, bahwa Rasullullah SAW, bersabda: Siapapun diantara wanita yang menikah tanpa seizin walinnya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi). Dengan demikian, tiap-tiap wanita yang akan menikah tanpa izin walinya, adalah batal, batal, batal, batal, tiga kali kata-kata batal itu diucapkan Rasullullah untuk menguatkan kebatalan nikah tanpa izin wali pihak perempuan. Akan tetapi timbul permasalahan seperti yang penulis kemukakan yaitu adanya wali yang enggan (adhal) menikahkan calon mempelai. Hal ini disebabkan karena adanya alasan tertentu misalnya wali yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi seorang wali atau dikarenakan

tidak/kurang setuju karena status sosial, beda agama, pernah mempunyai masalah sosial, status duda dan sebagainya. 1 Berdasarkan Peraturan Menteri Agama No.2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim Pasal 2 Ayat (1) dinyatakan bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Dan dalam Pasal 3 Ayat (1) juga disebutkan bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan dapat ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1). Perkawinan dilakukan dengan tujuan untuk membangun kehidupan keluarga yang bahagia di dambakan oleh setiap orang. Dari perkara diatas undang-undang tidak merumuskan sedetil-detilnya hal-hal yang harus dipertimbangan hakim. Maka hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Hal-hal yang telah diuraikan di atas dan berbagai alasan-alasan yang dikemukakan, penulis tertarik untuk membahas dan meneliti tentang wali hakim (adhal) di daerah Sumatera Barat pada umumnya terutama di lingkungan Kota Padang khususnya untuk mengangkat ke dalam suatu karya ilmiah yang berjudul PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG 1 H. Sulaiman Rasyd, 1998, Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, Halm 383.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berikut ini beberapa kesimpulan yang bisa didapat dari pembahasan permasalahan, antara lain : 1. Undang undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara langsung tentang wali nikah namun mengatur tentang izin perkawinan tanpa membedakan apakah izin itu dari orang tua laki-laki atau perempuan. Wali nikah secara khusus diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan menetapkan wali tersebut adalah seorang laki-laki. Namun tidak semua wali (ayah/seorang laki-laki) mau menikahkan, karena beberapa faktor. Misalnya ayah si pemohon tidak bersedia menikahkan anaknya karena tidak suka dengan calon suami si pemohon, sementara salah satu syarat dalam perkawinan adalah adanya wali nikah. Barulah Pengadilan bisa menetapkan atau menunjuk wali nikahnya (wali adhal), Karena si pemohon dan calon suami, sudah tidak bisa dipisahkan lagi. Untuk lebih lanjutnya tentang perkawinan maka pasal 2 ayat 1 Undang-undang perkawinan mengatakan bahwa suatu perkawinan dianggap sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan. 2. Hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan wali adhal yaitu dari segi agama/keyakinan, yang hanya diperbolehkan menikah hanya yang sama keyakinannya dengan si pemohon (Islam), kalau seandainya si pemohon mempunyai calon yang non muslim, maka perkawinannya

berpedoman pada perkawinan campuran (beda agama). Kemudian yang menjadi pertimbangan hakim lainnya yaitu dari segi sekufunya, maksudnya strata sosial antara si pemohon dengan calon suami. Begitu juga dari segi penghasilan yang di dapat atau diperoleh calon suami untuk memenuhi kebutuhan. Disini tidak dicantumkan berapa nominal gaji atau pendapatan yang diterima oleh si calon suami, karena pengadilan akan memberi izin untuk menikah jika calon suami sudah siap untuk menghidupi calon isteri (pemohon) serta bisa bertanggung jawab sebagai kepala keluarga nantinya. 3. Mengenai tata cara perkawinan dan syaratnya, ini terdapat pada pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yang menyebutkan Tata cara perkawinan itu dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Sah suatu perkawinan menurut Hukum Islam apabila dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Rukun dari perkawinan itu ialah hakikat dari perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya salah satu rukun maka perkawinan tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan yang dimaksud dengan syarat ialah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Al Qur anul Karim dan Hadist. Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000. Harjono, Anwar, Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. HSA Alhamdi, Risalah Amani, Jakarta, 1989, Hal 90-91 Mukhtar, Kamal, Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Bulan Bintang, 1974. Nasruddin, Toha, Pedoman Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1976. Prodjodikcro, Mr Wirjono, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1994. Rasyd, H Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung, PT Pustaka Amani, 1998. Saleh, K, Watjik, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. Soemiyarti, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty 1982. Sosroadjo, H, Asro dan H.A Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1981. Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Yayasan Penerbit j UI, 1974., Hukum Keluarga Indonesia Berlaku bagi Umat Islam, Jakarta: Universitas Indonesia, 1982. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- undang No. 1 tahun 1974. Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama edisi 200 C. WEBSITE http://lily-ahmad.blogspot.com/2009/02/buat-mochammad-ttg-waliadhol.html, diakses tanggal 20 Febuari 2011,jam 14.00 http://www.badilag.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=389, diakses tanggal 23Febuari 2011, jam 11.00. http://www.pa-wonosari.net/putusan/wali%20adlol%20004-08.pdf,diakses tanggal 23 Febuari 2011,jam 11.15. http://www.kamisama86.co.cc/2009/09/pernikahan-tanparestuwali.html, diakses tanggal 28 Febuari 2011, jam 15.00