BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan. akuntabel (Pramita dan Andriyani, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

DETERMINASI HUBUNGAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN DENGAN PENGAWASAN DEWAN PADA KEUANGAN DAERAH (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit. Hal tersebut berbeda

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga pemerintah dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Faisal, Yusri Hazmi, Ali Imran, & Aryati. Politeknik Negeri Lhokseumawe Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap

I. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka

(Studi Kasus pada DPRD Se Eks Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

PERJALANAN DINAS PEDOMAN PERBUP KABUPATEN KEPULAUAN ARU NO. 4 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang. fundamental dalam hubungan Tata Pemerintah dan Hubungan Keuangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam reformasi yang terjadi di Indonesia menghasilkan sebuah kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan melalui ketetapan MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan otonomi daerah: pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah pusat juga telah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP). Pelaksanaan otonomi tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (Pangesti, 2013). Otonomi daerah memberikan suatu harapan bagi tercipta dan terlaksananya keadilan, demokratis, dan transparansi kehidupan sektor publik. Otonomi daerah mempunyai tujuan yaitu untuk efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan pembangunan seluruh aspek kehidupan dimasyarakat, yang dilaksanakan sesuai dengan undang-undang dan peran serta masyarakat. UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh 1

2 pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara RI tahun 1945. Hal tersebut sangat berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah seperti APBD. Diharapkan DPRD melalui dewan akan lebih aktif menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersamasama Kepala Daerah (Bupati atau Walikota). (Pramita dan andriyani, 2010). Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa pengawasan atas pelaksanaan Anggaran Pendapat Belanja Daerah (APBD) dilakukan oleh DPRD. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah oleh lembaga legislatif (DPR) terhadap lembaga eksekutif (pemerintah daerah) sangat penting dilakukan, sebab pengawasan merupakan suatu usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelengaraan pemerintah secara berdayaguna (Abdul, 2002) dalam (Utami dan Syofyan, 2013). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: (1) pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, (2) dewan berwenang memerintah pemeriksaan eksternal di daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.

3 Secara umum, lembaga legislatif (DPR/DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) Fungsi legislasi (fungsi membuat peraturan perundangundangan), 2) Fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun anggaran) dan 3) Fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Dalam penelitian ini, fungsi dewan dalam pengawasan anggaran mulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan hingga pelaporan dan evaluasi anggaran yang dilakukan lembaga legislatif. Permasalahannya adalah apakah dewan dalam menjalankan fungsi pengawasan pada keuangan daerah (APBD) disebabkan oleh pengetahuan anggaran yang dimilki oleh anggota dewan mengingat secara umum anggota dewan berasal dari politik (partai) ataukah lebih disebabkan karena permasalahan lain. Pengawasan keuangan daerah (APBD) secara efektif hanya dapat dilakukan oleh DPRD apabila anggotanya terdiri dari SDM yang berkualitas tinggi. ( Darma dan Hasibuan, 2012). Menurut Abdul (2002) dalam (Utami dan Syofyan, 2013) Pengawasan APBD adalah segala sesuatu untuk menjamin agar pengumpulan pendapatan-pendapatan daerah, dan pembelanjaan pengeluaran-pengeluaran daerah berjalan sesuai dengan rencana, aturan-aturan. Pengawasan keuangan daerah pada dasarnya dimaksudkan agar setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah berdampak terhadap kepentingan dan kebutuhan publik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Artinya, bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) harus mampu merefleksikan tuntutan

4 kebutuhan pembiayaan penyelenggaraan fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang dimaksudkan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pengawasan keuangan daerah oleh DPRD harus sudah dilakukan sejak tahap perencanaan, tidak hanya pada tahap pelaksanaan dan pelaporan saja sebagaimana yang terjadi selama ini. Hal ini penting karena dalam era otonomi, DPRD memiliki wewenang untuk menentukan arah dan kebijakan APBD. Apabila DPRD lemah dalam tahap perencanaan (penentuan arah dan kebijakan umum APBD), maka dikhawatirkan pada tahap pelaksanaan akan mengalami banyak penyimpangan. Untuk memperkuat fungsi pengawasan, DPRD bisa membentuk badan ombudsmen yang berfungsi sebagai pengawas independen untuk mengawasi jalannya suatu lembaga publik ( Utami dan Sofyan, 2013). Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Pramono, 2002 dalam Isma, 2007) dalam (Utami dan Sofyan, 2013). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan yang tepat sangat tergantung pada pengetahuan dan kecakapan anggota DPRD. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memberikan kemampuan untuk mengartikulasikan segala kepentingan rakyat serta menentukan cara yang lebih tepat dan efisien. Pengetahuan anggota dewan tentang anggaran merupakan pengetahuan anggota DPRD mengenai pengelolaan APBD dan prinsip-prinsip APBD

5 mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban dan juga mendukung dalam fungsi pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pengawasan adalah pengaruh dari luar terhadap fungsi pengawasan dan diantaranya adalah partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan peran sertanya masyarakat dalam kegiatan pemerintahan, sehingga berdampak pada proses evaluasi dan kontrol kinerja pemerintah dan menimalisir penyalahgunaan wewenang. Untuk mewewujudkan anggaran yang efektif diperlukan partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan dalam penyusunan arah dan kebijakan anggaran. Sehingga partisipasi mempengaruhi hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah. Transparansi dapat diartikan sebagai pelaksanaan tugas dan kegiatan yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan. Infomasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil yang telah dicapai dapat diakses atau didapatkan oleh masyarakat dengan baik dan terbuka, transparansi dapat diukur atas dasar arus informasi yang bebas di instansi pemerintah tersebut (Mardiasmo, 2002). Transparansi kebijakan pubik berarti adanya akses bagi warga masyarakat untuk dapat mengetahui proses dari anggaran serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh masyarakat. Dengan adanya

6 transparansi kebijakan publik ini, akan berpengaruh terhadap pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh anggota dewan ( Utami dan Sofyan, 2013). Pengawasan keuangan daerah (APBD) secara efektif hanya dapat dilakukan oleh DPRD apabila anggotanya terdiri dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Masalah utama yang dihadapi Daerah adalah kurangnya sumberdaya manusia daerah yang berkualitas sehingga fenomena yang ada lemahnya pengawasan terhadap keuangan daerah (APDB), oleh sebab itu diperlukan suatu penelitian yang berkaitan dengan masalah ini (Darma dan Hasibuan, 2012). Salim (1991) dalam Simson (2007) dalam ( Utami dan Sofyan, 2013) mengartikan, pengetahuan sebagai kepandaian yaitu segala sesuatu yang diketahui, berkenan dengan sesuatu yang dipelajari. Pengalaman dan pengetahuan yang tinggi akan sangat membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya sesuai dengan kedudukan anggota DPRD Sebagai wakil rakyat. Pemahaman dan kemampuan yang dimiliki oleh anggota dewan dalam menyusun anggaran, serta deteksi terhadap pemborosan, kegagalan dan kebocoran anggaran merupakan pengetahuan yang dibutuhkan anggota dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah. Sehingga pengetahuan dewan tentang anggaran sangat mempengaruhi pengawasan keuangan daerah. Selain itu dewan juga mampu melaporkan anggarannya secara akuntabel atau transparan dengan tidak

7 mengesampingkan akan pentingnya partisipasi dari masyarakat (Palupi, 2012). Penelitian Pramita dan Andriyani (2010) hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran, komitmen organisasi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat berpengaruh positif terhdap pengawasan dewan pada keuangan daerah, sedangkan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah. Darma dan Hasibuan (2012) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggota dewan tentang anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 menunjukkan bahwa pengaruh antara pengetahuan anggota dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah dimoderat variabel partisipasi masyarakat. Palupi (2012) menyatakan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dapat disebut sebagai variable moderasi karena dengan adanya variabl tersebut hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangann daerah menjadi meningkat. Utami dan Syofyan (2013) menyimpulkan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran, partisipasi masyarakat tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah, sedangkan transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah.

8 Penelitian Pangesti (2013) menunjukkan bahwa variabel akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh terhadap hubungan antara pengetahuan dewan dengan pengawasan keuangan daerah. Penelitian sebelumnya menunjukan hasil yang berbeda-beda sehingga menyebabkan adanya ambiguitas dalam hal pengambilan kesimpulan. Berdasarkan perbedaan hasil tersebut, maka penting dilakukan penelitian kembali mengenai Pengaruh Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Terhadap Pengawasan Keuangan Daerah Dengan Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Sebagai Variabel Moderating. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Sofyan ( 2013), perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah terletak pada populasi penelitiannya. Populasi penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Sofyan (2013) adalah DPRD kota dan kabupaten di Sumatra Barat. Sedangkan populasi penelitian ini adalah DPRD kabupaten Boyolali. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian PENGARUH PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING. ( Studi Empiris pada DPRD Kabupaten Boyolali ).

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian adalah: 1. Apakah pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)? 2. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah dan apakah interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)? 3. Apakah transparansi kebijakan publik berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah dan apakah interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan transparansi kebijakan publik berpengaruh terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD). 2. Untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pengawasan keuangan daerah dan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan partisipasi masyarakat terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD).

10 3. Untuk menganalisis pengaruh transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan daerah dan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD). D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi DPRD Bagi DPRD dapat menambah pengetahuan tentang pengawasan keuangan daerah terutama tentang anggaran, yang diharapkan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran dalam suatu anggaran. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu menambah keperdulian akan ketertiban dalam pengawasan keuangan daerah (APBD) agar dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. 3. Bagi pemerintah daerah Bagi pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi masukan bagi eksekutif, dalam hal ini adalah aparat pemerintah daerah,dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah, khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah (APBD). 4. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur ilmu akuntansui sektor publik (ASP) terutama

11 pengembangan sistem pengendalian manajemen sektor publik di Indonesia. Selain itu juga dapat menambah pengetahuan dan pemahaman serta sebagai referensi pengetahuan, bahan diskusi, dan kajian lanjut bagi pembaca tentang masalah yang berkaitan dengan pengetahuan dewan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). E. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tentang anggaran sektor publik, keungan daerah, pengawasan keuangan daerah, pengetahuan dewan, transparansi kebijakan publik, partisipasi masyarakat serta kerangka penelitian dan pengembangan hipotesis. BAB III Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, populasi, sampel dan pengambilan sampel, data dan sumber data, metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukurannya, dan metode analisis data.

12 BAB IV Analisis Data dan Pembahasan Bab ini berisi tentang penyajian dan analisis data. Pada bab ini disajikan dan dijelaskan tentang analisis data dan pembahasan atas hasil analisis yang merupakan jawaban atas hipotesis yang telah dikemukakan. BAB V Penutup Bab ini berisi tentang simpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, serta saran-saran yang perlu untuk disampaikan baik untuk subyek penelitian maupun bagi penelitian selanjutnya.