BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BABI PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin


BAB I PENDAHULUAN. dan harus siap dalam menghadapi pasar bebas dimana setiap sekat. dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

MODEL PENDEKATAN TEORI KONSUMSI DALAM MEMBUAT PROYEKSI POTENSI DANA PIHAK KETIGA (DPK) PADA BANK UMUM DI KOTA SURABAYA

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut. Sehubungan dengan arah pembangunan nasional, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

Tugas Ekonomi Pengantar 2 (Drs. Ari Sudarman, M.Ec.) Makroekonomi (N. Gregory Mankiw) Priciples of Economics (Asian Edition) (N.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dilakukan bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

Pengantar Teori Ekonomi dan Moneter

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memiliki dan menggunakan barang dan jasa tersebut. Pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi membutuhkan modal dasar sebagai alat untuk

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. membantu pertumbuhan ekonomi kota Medan. Konsumsi rumah tangga Medan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

Perekonomian Suatu Negara

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan meningkatnya tingkat kemiskinan. suatu negara. Gambar 1.1 dibawah ini menunjukkan tingkat inflasi yang terjadi di

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ini selalu dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi, non ekonomi dan demografi. Faktor ekonomi antara lain pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, tingkat bunga dan ekspektasi tentang masa depan terhadap ekonomi rumah tangganya. Faktor non ekonomi terkait dengan sosial budaya masyarakat, sedangkan faktor demografi berdasarkan pada komposisi penduduk yang didasarkan pada klasifikasi usia, pendidikan, dan wilayah tempat tinggal. Berbeda dengan konsumsi pemerintah yang bersifat eksogeneus, konsumsi rumah tangga bersifat endogenous. Dalam arti, besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhinya. Prinsip dasar konsumsi adalah bagaimana memperoleh kepuasan maksimum dengan mengoptimalkan penggunaan pendapatan. Konsumsi yang diinginkan dikaitkan dengan pendapatan yang siap dibelanjakan. Keynes menyatakan jika pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) meningkat maka konsumsi juga akan meningkat (Raharja, 2004). Namun rasio konsumsi terhadap pendapatan atau yang

disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to consume) turun ketika pendapatan naik, sedangkan proporsi tabungan meningkat. Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Diantaranya adalah perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan perilaku konsumsi juga berubah cepat, hal ini dapat dilihat pada pengeluaran konsumsi masyarakat yang memiliki porsi besar dalam total pengeluaran agregat mencapai 60 persen sebelum krisis ekonomi (1996), bahkan pada tahun tahun 1970-an mencapai angka sekitar 70 persen. Keputusan konsumsi adalah krusial untuk jangka pendek karena peranannya dalam menentukan permintaan agregat. Konsumsi adalah dua pertiga dari GDP, sehingga fluktuasi dalam konsumsi adalah elemen penting dari ledakan dan resesi ekonomi. Perubahan dalam rencana pengeluaran konsumsi bisa menjadi sumber goncangan terhadap perekonomian, dan kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah determinan dari pengganda kebijakan fiskal. Mengingat porsinya yang besar maka konsumsi rumah tangga berpengaruh cukup kuat terhadap stabilitas perekonomian. Dalam jangka panjang keputusan mengkonsumsi dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal dalam kondisi-mapan dan tingkat kesejahteraan ekonomi. Tingkat tabungan mengukur seberapa besar dari pendapatan generasi sekarang disisihkan untuk generasinya sendiri dan generasi mendatang. Fisher menyatakan bahwa konsumsi akan berubah jika tingkat bunga riil

berubah (Mankiw, 2003). Dampak kenaikan tingkat bunga riil atas konsumsi dapat dianalisis dalam efek pendapatan dan efek substitusi. Efek pendapatan melihat perubahan dalam konsumsi yang disebabkan oleh pergerakan ke kurva indifference yang lebih tinggi, kenaikan tingkat bunga riil menyebabkan konsumen akan mengadakan perbaikan kesejahteraan selama dua periode yaitu ketika garis anggaran berotasi akibat perubahan tingkat bunga. Efek ini cenderung membuat konsumen menginginkan lebih banyak konsumsi pada periode tersebut. Efek substitusi adalah perubahan dalam konsumsi yang disebabkan oleh perubahan dalam harga relatif konsumsi pada kedua periode tersebut. Biasanya konsumsi dalam periode dua relatif lebih murah terhadap konsumsi dalam periode satu ketika tingkat bunga naik. Jika tingkat bunga riil yang diterima pada tabungan lebih tinggi, maka konsumen harus mengurangi konsumsi pada periode pertama untuk mendapatkan satu unit tambahan dari konsumsi periode kedua. Efek ini cenderung membuat konsumen memilih lebih banyak konsumsi dalam periode dua dan lebih sedikit pada periode satu. Secara umum efek substitusi bagi kenaikan tingkat bunga adalah rumah tangga cenderung menurunkan pengeluaran konsumsi dan menambah tabungan, sedangkan efek pendapatan bagi kenaikan tingkat bunga adalah meningkatnya pengeluaran konsumsi dan mengurangi tabungan. Efek totalnya tergantung dari mana efek yang lebih kuat (dominan). Bagi golongan kaya yang mempunyai APC lebih rendah dari pada golongan miskin, kenaikan tingkat bunga menghasilkan efek pendapatan mungkin lebih kuat dari pada efek substitusi. Akibatnya rumah tangga cenderung menambah pengeluaran

konsumsinya. Sebaliknya bagi golongan miskin, kenaikan tingkat bunga menghasilkan efek substitusi lebih kuat dari efek pendapatan, sehingga pada kondisi ini rumah tangga cenderung akan menabung lebih banyak. Jadi, secara teoritis tidaklah mudah membuktikan kenaikan tingkat bunga menyebabkan seseorang melakukan konsumsi lebih banyak atau lebih sedikit. Konsumsi Periode II, C 2 Batas anggaran baru B C 2 A Y 1 IC 2 IC 1 Batas anggaran awal Sumber: Mankiw (2003) Y 1 Konsumsi periode I, C 1 Gambar 1.1. Pengaruh Perubahan Tingkat Bunga terhadap Konsumsi Model Fisher mengasumsikan bahwa konsumen bisa meminjam dan menabung. Kemampuan untuk meminjam membuat konsumsi sekarang dapat melebihi pendapatan sekarang, esensinya ketika konsumen meminjam ia mengkonsumsi sebagian dari pendapatan masa depannya hari ini. Sehingga fungsi konsumsinya menjadi C = Y1 + [ Y2/(1+r) ], sedangkan bagi konsumen yang tidak dapat meminjam karena berbagai faktor maka konsumsi hanya bergantung pada pendapatan sekarang atau C1 = Y1 dan C2 = Y2. Dalam model ini konsumen

menghadapi batas anggaran antarwaktu dan memilih konsumsi saat ini dan masa depan untuk mencapai kepuasan tertinggi. Selama konsumen dapat menabung dan meminjam, konsumsi bergantung pada sumber daya kehidupan konsumen. Rumah tangga menabung agar kekayaannya bertambah, dengan mengasumsikan faktor lain tetap, naiknya kekayaan cenderung mengurangi rangsangan untuk menambah kekayaan lagi, hal ini mengurangi hasrat untuk menabung. Nilai riil kekayaan akan berubah jika nilai uang yang ada pada kekayaan dan tingkat harga berubah. Jika perubahannya pada proporsi yang sama maka kekayaan riil tidak berubah, rangsangan untuk menabung di kalangan rumah tangga juga tidak akan berubah. Bertambahnya kekayaan cenderung mengakibatkan semakin besarnya bagian dari pendapatan disposable yang akan dibelanjakan untuk konsumsi. Kenaikan kekayaan yang terencana sebagai akibat akumulasi kekayaan yang lalu, bisa menjadi unsur penting bagi seluruh masyarakat dan dapat menggeser naik fungsi konsumsi makro. Keputusan konsumsi juga didasarkan pada pandangan konsumen tentang masa depan yang berkaitan dengan pendapatan yang diharapkan pada masa depan (ekspektasi rasional). Asumsi ekspektasi rasional mendasarkan pada penggunaan seluruh informasi yang ada untuk membuat ramalan optimal tentang masa depan. Asumsi ini secara potensial memiliki implikasi yang sangat besar terhadap konsumsi dan terhadap biaya untuk menghentikan inflasi. Robert Hall menderivikasikan implikasi dari ekspektasi rasional terhadap konsumsi (Mankiw, 2003). Hall menyatakan dengan hipotesis pendapatan permanen dan ekspektasi rasional yang

dimiliki oleh konsumen, perubahan-perubahan dalam konsumsi sepanjang waktu tidak dapat diprediksi. Kombinasi hipotesis pendapatan permanen dan ekspektasi rasional menunjukkan bahwa konsumsi mengikuti jalan acak (random walk). Pendekatan ekspektasi rasional atas konsumsi memiliki implikasi tidak hanya terhadap peramalan, tapi juga terhadap analisa kebijakan ekonomi. Jika konsumen mematuhi hipotesis pendapatan permanen dan memiliki ekspektasi rasional, maka hanya perubahan kebijakan yang tidak diharapkan yang akan mempengaruhi konsumsi. Perubahan kebijakan ini berpengaruh bila mereka mengubah ekspektasinya. Jika konsumen mempunyai ekspektasi rasional, pembuat kebijakan dapat mempengaruhi perekonomian melalui ekspektasi masyarakat. Keterkaitan konsumsi dengan jumlah uang beredar juga dapat dilihat dari pandangan kaum moneteris yang menganggap bahwa faktor dominan dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi adalah sektor keuangan. Pertumbuhan jumlah uang beredar sangat berpengaruh dalam memperbesar pembelanjaan masyarakat sehingga output meningkat, memperbesar kesempatan kerja dan tingkat harga. Dalam keseimbangan umum bertambahnya jumlah uang beredar dapat mempengaruhi output (PDB). Pendapatan nasional yang dinyatakan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita sering digunakan sebagai indikator ekonomi mengenai taraf hidup (levels of living) dan tingkat kemajuan pembangunan suatu negara (development progress). Secara regional gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dilihat pada PDRB

perkapita. PDRB perkapita terbentuk melalui perubahan-perubahan variabel makro, salah satunya adalah konsumsi. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang diukur dari perubahan PDRB menunjukkan adanya peningkatan dari Rp. 118.100.512 pada tahun 2004 menjadi Rp. 181.819.737 pada tahun 2007 (berdasarkan harga berlaku). Sementara berdasarkan harga konstan tahun 2007 Rp. 99.792.273 meningkat dari tahun 2004 yang sebesar Rp. 83.328.949. Tabel 1.1. Perkembangan Aggregat PDRB Sumut (Milyar Rp) Rincian 2004 2005 2006 2007 PDRB (ADH 118.100,512 139.618,314 160.376,799 181.819.737 Berlaku) PDRB (ADH 83.328.949 87.897.791 93.347.404 99.792.273 Konstan) PDRB per kapita 6.873.420 7.130.696 7.383.039 7.775.393 Jumlah Penduduk 12.123.360 12.326.678 12.643.494 12.643.499 Sumber: BPS, Sumut Dalam Angka, berbagai terbitan. Berdasarkan alokasi penggunaannya dapat dipaparkan sebagian barang dan jasa di Sumut dikonsumsi oleh rumah tangga yaitu mencapai Rp. 105.449,56 milyar (58,00%), untuk pembentukan modal tetap Rp. 29.127,33 milyar (16,02%), ekspor neto sebesar Rp. 28.070,06 milyar (15,43%), konsumsi pemerintah sebesar Rp. 16.595,80 milyar (9,13%), serta untuk konsumsi lembaga nirlaba sebesar Rp. 835,28 milyar (0,46%).

Tabel 1.2. Alokasi Penggunaan PDRB Sumut Jenis Penggunaan Nominal (Milyar Rp) Persentase Konsumsi RT 105.449,56 58,00 Pembentukan modal 29.127,33 16,02 Konsumsi pemerintah 16.595,80 9,13 Ekspor neto 28.070,06 15,43 Lembaga nirlaba 835,28 0,46 Sumber: BPS (2008) Sesuai dengan pendekatan pengeluaran dalam menghitung pertumbuhan ekonomi terlihat peranan konsumsi sangat besar. Masyarakat Sumut yang berjumlah 12 juta jiwa lebih merupakan faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi di samping faktor-faktor lain. Perkembangan konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara dari tahun 1988 sampai dengan 1997 mengalami peningkatan. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1998, konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara mengalami penurunan karena rupiah mengalami tekanan (depresiasi), kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada akhirnya berubah menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan konsekuensi terhadap ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan negatif, nilai tukar berfluktuasi tidak terkendali. Akibat krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 adalah inflasi yang meningkat tajam pada tahun 1998 yang mencapai angka 83,56%. Inflasi yang tinggi berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat, karena harga barang dan jasa naik. Untuk menjaga pelarian modal keluar maka tingkat suku bunga

mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini membuat konsumsi masyarakat mengalami degradasi, karena masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya di bank dengan kompensasi bunga. Pada tahun 1999 laju inflasi mulai terkendali. Upaya pemulihan moneter melalui penetapan kebijakan moneter ketat (tigh money policy) yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional mulai memberikan hasil yang positif. Pada tahun 2000 sampai 2005, inflasi sempat mengalami kenaikan yang bersumber dari nilai tukar yang bergejolak karena berbagai perubahan kondisi sosial politik yang terjadi serta meningkatnya harga BBM dan barang-barang yang dikendalikan oleh pemerintah sehubungan dengan dikuranginya subsidi. Suku bunga mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Akibat dari meningkatnya harga BBM, harga-harga kebutuhan pokok masyarakat juga ikut naik. Pada tahun 2006 sampai tahun 2007 perekonomian mulai membaik dengan penurunan inflasi dan tingkat suku bunga sehingga pengeluaran konsumsi masyarakat mulai menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu pada konsumsi karena berkurangnya peranan sektor investasi dan ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis perlu membatasi permasalahan yang akan dianalisis meliputi:

1. Bagaimana pengaruh PDRB Riil terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh PDRB riil tahun lalu terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara? 3. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara? 4. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk (populasi) terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh PDRB riil terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara. 2. Menganalisis pengaruh PDRB riil tahun lalu terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara. 3. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara. 4. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap konsumsi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah: 1. Sebagai pengembangan ilmu bagi peneliti, khususnya yang berkaitan dengan materi penelitian. 2. Sebagai bahan kajian bagi pengambil kebijakan untuk dapat merencanakan kebijakan yang tepat dalam merespon pengeluaran konsumsi masyarakat, karena konsumsi merupakan variabel makro yang sangat signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat dalam kajian konsumsi.