BAB II TEORI-TEORI TENTANG KELAYAKAN TEMPAT RUKYAT AL-HILAL. Secara etimologis kata Rukyat berasal dari Bahasa Arab yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI KARTINI JEPARA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL A. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Pantai Kartini Jepara

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI UJUNG PANGKAH GRESIK SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL. A. Latar Belakang Penggunaan Pantai Ujung Pangkah Sebagai Tempat

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUKYAT AL-HILAL. dan hilal. Rukyat ditinjau dari segi epistimologi terkelompokkan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun sering kali ditemukan perbedaan dalam penentuan awal

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelangsungan kegiatan peribadatan umat islam. Ketepatan dan

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUKYATUL HILAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUKYAT AL-HILAL. Kata rukyat menurut bahasa berasal dari kata

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI NAMBANGAN SURABAYA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT HILAL. A. Analisis Latar Belakang Pemakaian Pantai Nambangan sebagai

BAB IV UJI KELAYAKAN PANTAI UJUNGNEGORO KABUPATEN BATANG SEBAGAI TEMPAT RUKYATUL HILAL A. UJI KELAYAKAN BERDASARKAN KONDISI GEOGRAFIS

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN BUKIT WONOCOLO BOJONEGORO SEBAGAI TEMPAT RUKYAT DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Rukyat adalah kegiatan yang berisi usaha melihat hilal atau Bulan

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH

BAB II RUKYAT AL-HILAL DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN KAMARIYAH A. Pengertian Rukyat al-hilal

BAB IV ANALISIS UJI KELAYAKAN TEMPAT RUKYAT AL-HILAL DI PANTAI ALAM INDAH TEGAL. A. Analisis Dasar Pertimbangan Pantai Alam Indah Tegal Dijadikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUKYAT HILAL. berarti melihat, mengerti, menyangka, menduga, dan mengira. 1 Rukyat,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUKYAT AL-HILAL. Kata rukyat al-hilal terdiri dari dua kalimat bahasa arab yakni, rukyat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB IV KELAYAKAN POS OBSERVASI BULAN BUKIT SYEH BELA-BELU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI TEMPAT RUKYATUL HILAL

BAB II RUKYAT AL HILAL DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN QAMARIYAH. Masalah penentuan awal bulan Qamariyah adalah hal yang sangat penting

BAB III GAMBARAN UMUM BUKIT RAKITAN, SLUKE, REMBANG. Rakitan merupakan salah satu desa dari 14 desa yang ada di Kecamatan Sluke. 1

dan صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته فان غمى عليكم فاكملوا العدد

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan penentuan hari-hari besar Islam, khususnya Ramadhan, Idul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

BAB III HASIL RUKYAT AL-HILAL DI PANTAI TANJUNG KODOK DAN BUKIT CONDRODIPO. A. Letak Geografis Pantai Tanjung Kodok Dan Bukit Condrodipo

BAB II RUKYAT AL-HILAL AWAL BULAN KAMARIAH. Rukyat al-hilal terdiri atas dua kata bahasa Arab, yakni rukyat dan

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah NU, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012

BAB I PENDAHULUAN. sebuh aktivitas yang penting dalam setiap penentuan awal bulan kamariah.

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

BAB VII PRAKTIK RUKYAT HILAL

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini, dalam penetapan awal dan akhir Kamariah 1 khususnya bulan

BAB III PANTAI NAMBANGAN SURABAYA. A. Sejarah Pelaksanaan Rukyat di Nambangan. yang sepi, masih berupa pantai dan kebun-kebun di daratannya.

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009

BAB III PANTAI KARTINI JEPARA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT. A. Letak Geografis dan Sejarah Pantai Kartini Jepara

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

BAB II KONSEP UMUM TENTANG RUKYAT AL-HILAL. Arab, yakni rukyat dan hilal. Kata rukyat menurut bahasa berasal dari kata

BAB III GAMBARAN UMUM BUKIT WONOCOLO. A. Sejarah Digunakannya Bukit Wonocolo Bojonegoro sebagai Tempat

BAB IV ANALISIS BUKIT RAKITAN, SLUKE, REMBANG SEBAGAI LOKASI RUKYAT AL-HILAL. A. Analisis Latar Belakang digunakannya Bukit Rakitan, Sluke, Rembang

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI ANYER BANTEN SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL. A. Analisis Latar Belakang Penggunaan Pantai Anyer Banten Sebagai

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penentuan arah kiblat, khususnya di Indonesia sudah

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam

BAB III RUKYAT AL-HILAL DI PANTAI ALAM INDAH TEGAL. A. Letak Geografis Pantai Alam Indah Tegal ( PAI )

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah penentuan awal bulam kamariah terkadang menjadi

BAB IV ANALISIS TERHADAP ARAH KIBLAT MASJID AGUNG BANTEN. A. Analisis terhadap Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Banten


BAB II PARAMETER TEMPAT RUKYATUL HILAL IDEAL. yakni rukyat dan hilal. Kata rukyat merupakan bentuk masdar dari fi il ra a

BAB I PENDAHULUAN. karena itu para ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang. berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya.

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

BAB II TEORI VISIBILITAS HILAL

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian Agama, awalnya

LEBARAN KAPAN PAK?? Oleh : Mutoha Arkanuddin Koord. Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)

BAB I PENDAHULUAN. tetapi terkait dengan penetapan awal bulan dalam kalender hijriah.

BAB I PENDAHULUAN. Kalender Islam ditentukan berdasarkan penampakan hilal 1. pertama) sesaat sesudah matahari terbenam 2. Kalender Islam inilah yang

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

BAB IV ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN RUKYAT DI PANTAI TANJUNG KODOK LAMONGAN DAN BUKIT CONDRODIPO GRESIK TAHUN

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB III GAMBARAN UMUM PANTAI UJUNG PANGKAH. A. Sejarah Penggunaan Pantai Ujung Pangkah sebagai Tempat Rukyat Al-

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

A. Analisis Fungsi dan Kedudukan Deklinasi Bulan dan Lintang Tempat dalam menghitung Ketinggian Hilal menurut Kitab Sullam an-nayyirain

BAB III YAYASAN LAJNAH FALAKIYAH AL HUSINIYAH CAKUNG SEBAGAI TEMPAT PENGAMATAN HILAL. A. Letak Geografis Yayasan Lajnah Falakiyah al Husiniyah

BAB IV ANALISIS PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WUJU<DUL HILAL

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam diskursus mengenai kalender hijriah khususnya awal Ramadan,

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB. A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan masalah karena Rasulullah saw. ada bersama-sama sahabat dan

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001

Hilal Ramadhan Monday, 25 July 2011

PEDOMAN TATACARA PELAKSANAAN ITSBAT RUKYATUL HILAL

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan agama yang lain adalah bahwasannya peribadatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan

Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya

BAB I PENDAHULUAN. segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang. sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya

ZAARI BIN MOHAMAD HBSC4203_V2 - EARTH AND SPACE / BUMI DAN ANGKASA BUMI DAN ANGKASA A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad SS, Noor, Risalah Falakiyah Nurul Anwar, Kudus: TBS, t.t.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum penetapan bulan kamariah ini telah dibahas oleh nash-nash

BAB I PENDAHULUAN. kandungan atau makna yang tersirat di dalam suatu nash. Mulai dari ibadah yang

BAB I PENDAHULUAN. Penanggalan Islam atau yang lebih dikenal bulan qamariyah merupakan

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ISTIWAAINI KARYA SLAMET HAMBALI SEBAGAI PENENTU ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT

Hisab dan rukyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklop...

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

BAB I PENDAHULUAN. Perbincangan seputar hisāb dan rukyat, utamanya dalam hal. penentuan awal bulan kamariah, memang tidak pernah lekang oleh waktu.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting dalam ketepatan penentuannya. Hal ini dikarenakan pada

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR

BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM BENCET KARYA KIAI MISHBACHUL MUNIR MAGELANG

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

Kapan Idul Adha 1436 H?

Transkripsi:

BAB II TEORI-TEORI TENTANG KELAYAKAN TEMPAT RUKYAT AL-HILAL A. Pengertian Rukyat Al-Hilal Secara etimologis kata Rukyat berasal dari Bahasa Arab yaitu ء راىى artinya melihat 1 رؤ أو ا) dalam al-munjid diartikan ) yaitu melihat dengan mata atau dilaksanakan secara langsung. 2 Umumnya diartikan dengan melihat menggunakan mata kepala. 3 Dalam penentuan awal bulan Qamariah sering dikenal dengan istilah Rukyat al-hilal yaitu kegiatan mengamati hilal 4 saat Matahari terbenam menjelang awal bulan Qamariah baik itu dengan mata telanjang atau dengan teleskop. 5 Dalam istilah astronomi dikenal dengan observasi. 6 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ) kata Rukyat didefinisikan dengan perihal melihat bulan tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan puasa Ramadan, penglihatan dan pengamatan. 7 Dalam Kamus Ilmu Falak disebutkan, hilal atau bulan sabit yang dalam astronomi disebut crescent adalah bagian Bulan yang tampak terang dari 1 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1996, h. 460. 2 Loewis Ma luf, Al-Munjid Fī al-luǵah, Beirut Lebanon : Dar El-Machreq Sarl Publisher, Cet. Ke-28, 1986, h. 243. 3 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.II, 2008, h. 128. 4 Bentuk tunggal dari ahilla (Bahasa Arab) yang artinya bulan sabit. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Crescent. Biasanya terlihat beberapa saat sesudah ijtima. ibid., h. 76. 5 Ibid., h. 183. 6 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta : Buana Pustaka, Cet.I, 2005, h. 69. 7 Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, h.850 15

16 Bumi sebagai akibat cahaya Matahari yang dipantulkan olehnya pada hari terjadinya ijtima sesaat setelah Matahari terbenam. Apabila setelah Matahari terbenam, hilal tampak, maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan berikutnya 8. Apabila kata rukyat dan hilal dengan artinya tersebut digabungkan, maka arti rukyat al-hilal adalah pengamatan dengan mata kepala terhadap penampakan Bulan sabit sesaat setelah Matahari terbenam di hari telah terjadinya ijtima (konjungsi). 9 Muhyidin Khazin mendefinisikan rukyat alhilal sebagai suatu kegiatan atau usaha melihat hilal atau Bulan sabit di langit (ufuk) sebelah Barat sesaat setelah Matahari terbenam menjelang awal bulan baru khususnya menjelang bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah untuk menentukan kapan bulan baru itu dimulai. 10 B. Dasar Hukum Rukyat Al-Hilal 1) Dasar Hukum dari al-qur an %&&'(! "#$ 234(-( 0-1,(#. / )*,-(#. $ :1 <-( 9, 5.67 $ 034(-( @A/B,(#.? :! G-( 9F#. / CD,E& I& #. C?67"#7.F H$ OPQR M,6-N K<L,(J Artinya : mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) 8 Muhyiddin Khazin, op.cit, h. 30. 9 A. Ghazalie Masroerie dalam Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyah tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Hisab Rukyah departemen Agama RI tentang Rukyat alhilal Pengertian dan Aplikasinya, 27-29 Februari 2008, h. 4 10 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, t.t, cet. IV, h. 173.

17 haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS. Al-Baqoroh: 189) 2) Dasar Hukum dari Hadis a. Hadis riwayat Muslim dari ibn Umar ا ر الله للرلالله الله وا ا- %/. و-ون #, %+*ا '& %وهو( %)وا '& %وه #ن! 3 # 2 روا (رواه (/* 11 Artinya : Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim) b. Hadis riwayat Bukhari #. 25 الله ر الله انرلالله الله وذ 9 ر* 8 ن # 7 ل :( %+*ا '& %واا,لو( %)وا '& %وه 12 #ن! 3 # 2 روا (رواها 5 >رى) Artinya : Dari Nafi dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah saw menjelaskan bulan Ramadan kemudian beliau bersabda: janganlah kamu berpuasa ssampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuak sebelum melihatnya lagi.jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR. Bukhari) 34. 11 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shohih Muslim, Jilid I, Beirut: Dar al Fikr, tt, h. 481. 12 Muhammad ibn Isma il al Bukhari, Shohih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr, tt, h.

18 C. Praktik Rukyat Al-Hilal 1. Membentuk Tim Pelaksana Rukyat Agar pelaksanaan rukyat al-hilal terkoordinasi sebaiknya dibentuk suatu tim pelaksanaan rukyat. Tim rukyat ini hendaknya terdiri dari unsurunsur terkait, misalnya Kementerian Agama (sebagai koordinator), Pengadilan Agama, Organisasi Masyarakat, ahli hisab, orang yang memiliki ketrampilan rukyat, dll. Selain itu sebuah Tim rukyat dapat juga dibentuk dari suatu organisasi masyarakat dengan koordinasi unsur-unsur terkait tersebut. Lebih lanjut, tim rukyat ini hendaknya terlebih dahulu menentukan tempat atau lokasi untuk pelaksanaan rukyat dengan memilih tempat yang bebas pandangan mata ke ufuk Barat dan rata, merencanakan teknis pelaksanaan rukyat dan pembagian tugas tim, dan mempersiapkan segala sesuatunya yang dianggap perlu. 13 2. Alat-Alat yang diperlukan Untuk Rukyat Beberapa peralatan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pelaksanaan rukyat di antaranya: 1) Altimeter 14 Altimeter adalah alat pengukur tinggi suatu tempat. Alat bersifat barometrik, artinya pengukuran tinggi tempat yang didasarkan pada tekanan 13 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Op.Cit., h. 175. 14 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2007, h. 218.

19 udara tempat tersebut dibandingkan dengan tempat lainnya, misalnya permukaan air laut. 2) Gawang lokasi Gawang lokasi adalah alat yang dibuat khusus untuk mengarahkan pandangan ke posisi hilal. 15 Alat yang tidak memerlukan lensa ini diletakkan berdasarkan garis arah mata angin yang sudah ditentukan sebelumnya dengan teliti dan berdasarkan data hasil perhitungan tentang posisi hilal. 16 Alat ini terdiri dari 17 : 1. Tiang pengincar, sebuah tiang tegak terbuat dari besi yang tingginya sekitar satu sampai satu setengah meter dan pada puncaknya diberi lubang kecil untuk mengincar Hilal. 2. Gawang lokasi, yaitu dua buah tiang tegak, terbuat dari besi berongga, semacam pipa. Pada ketinggian yang sama dengan tinggi taing teropong, kedua tiang tersebut dihubungkan oleh mistar datar., sepanjang kira-kira 15 sampai 20 sentimeter, sehingga ujung tiang pegincar menyinggung garis atas mistar tersebut. 3) Binokuler Binokuler adalah alat bantu untuk melihat benda-benda yang jauh. Binokuler ini menggunakan lensa dan prisma. Alat ini berguna untuk 15 Ibid, h. 220. 16 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, Jakarta, DIK Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, 2004. h. 28. 17 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, Op.Cit.

20 memperjelas obyek pandangan, sehingga bisa digunakan untuk pelaksanaan rukyat al-hilal. 4) Rubu al-mujayyab 18 Adalah suatu alat hitung yang berbentuk segiempat lingkaran untuk hitungan goneometris. Alat ini sangat berguna untuk memproyeksikan peredaran benda-benda langit pada bidang vertikal. Saat pelaksanaan rukyat al-hilal, rubu al-mujayyab digunakan untuk mengukur sudut ketinggian hilal (irtifa'). 5) Theodolite Peralatan ini termasuk modern karena dapat mengukur sudut azimuth dan ketinggian / altitude (irtifa') secara lebih teliti dibanding kompas dan rubu al-mujayyab. Theodolite modern dilengkapi pengukur sudut secara digital dan teropong pengintai yang cukup kuat. Alat ini mempunyai dua sumbu yaitu sumbu vertikal untuk melihat skala ketinggian benda langit dan sumbu horizontal untuk melihat skala azimuth. 19 6) Teleskop Teleskop yang cocok digunakan untuk rukyat adalah teleskop yang memiliki diameter lensa (cermin) cukup besar agar dapat mengumpulkan cahaya lebih banyak. 7) Tongkat Istiwa 18 Hendro Setyanto, Rubu Al-Mujayyab, Bandung: Pudak Scientific, h.1. 19 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, Op.Cit., h. 225

21 Tongkat istiwa adalah alat sederhana yang terbuat dari tongkat yang ditancapkan tegak lurus pada bidang datar dan diletakkan di tempat tebuka agar mendapat sinar Matahari. Alat ini berguna untuk menentukan waktu Matahari hakiki, menentukan titik arah mata angin, dan menentukan tinggi Matahari. 20 Selain alat-alat di atas, untuk melengkapi dan mendukung pelaksanaan rukyat bisa digunakan altimeter, busur derajat, GPS (Global Positioning System), jam digital, jam istiwa /jam surya, kalkulator, kompas, komputer, sektan, waterpass, benang, paku, dan meteran untuk membuat benang azimuth dan lain-lain agar memudahkan pelaksanaan rukyat. a. Teknis Pelaksanaan Rukyat di Lapangan Sebelum rukyat dilaksanakan, ada beberapa segi yang melandasi pelaksanaan rukyat yang perlu diketahui dan dipersiapkan dengan sebaikbaiknya. Di dalam persiapan itu termasuk juga pemilihan lokasi atau tempat yang memenuhi syarat yang diperlukan. Penggunaan jam yang menunjuk waktu secara akurat adalah suatu hal yang juga diperlukan, demikian juga dengan tanda-tanda penunjuk arah yang dijadikan patokan dalam pengukuran posisi benda langit. 21 Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum rukyat dilaksanakan di antaranya: 20 Ibid. 21 Pedoman Tehnik Rukyat, Op.Cit., h. 17.

22 a. Membuat rincian perhitungan tentang arah dan kedudukan Matahari serta hilal, sesuai dengan perhitungan bagi bulan yang bersangkutan. 22 b. Membuat peta proyeksi rukyat sesuai dengan rincian perhitungan. Diusahakan satu peta bagi setiap perukyat. c. Menentukan kedudukan perukyat (syahid) dan memasang alat-alat pembantu guna melokalisir (men-ta yin-kan) jalur tenggelamnya hilal untuk memudahkan pemantauan (pelaksanaan) rukyat, sesuai dengan peta proyeksi rukyat. d. Perukyat terus mencari jalur tenggelamnya hilal sesuai dengan waktu yang diperhitungkan. e. Perukyat boleh menggunakan alat yang diyakini bisa membantu memperjelas pandangan. 23 b. Laporan Hasil Rukyat 24 Ada dua macam prosedur yang ditempuh dalam penyampaian laporan hasil pelaksanaan rukyat al-hilal: a. Prosedur struktural Yaitu laporan bulanan dan tahunan yang disampaikan oleh Pengadilan Agama kepada Pengadilan Tinggi Agama dan kepada Ditbinbapera Islam, atau laporan tahunan dari Pengadilan Tinggi Agama kepada Ditbinbapera Islam, yang memuat kegiatan rukyat yang dilakukan oleh seluruh Pengadilan Agama yang ada di wilayah juridiksinya. Di samping memuat data kegiatan 22 Ibid., h. 19. 23 Ibid., h. 18. 24 Ibid., h. 45-46.

23 rukyat yang dilakukan, juga memuat kegiatan-kegiatan lain yang ada kaitannya dengan hisab rukyat, seperti musyawarah, kursus, kerjasama dengan instansi lain dan sebagainnya. b. Prosedur non struktural Yaitu laporan yang disampaikan langsung ke pusat, baik oleh Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama atau petugas lainnya di luar laporan bulanan dan tahunan. Ada dua macam laporan dengan prosedur non struktural: a. Laporan lisan untuk kepentingan penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah b. Laporan tulisan untuk kepentingan teknis hisab rukyat. 1. Sidang Itsbat Penetapan (isbat) awal Ramadhan awal Syawal dilakukan oleh pemerintah berdasakan hasil rukyat al-hilal atau istikmal.25 Garis besar kaidah-kaidah penentuan awal bulan / isbat oleh pemerintah adalah sebagai berikut: a. Penentuan didasarkan pada rukyat al-hilal, bukan berdasar hasil perhitungan ilmu hisab. b. Jika pada tanggal 29 setelah terbenamnya Matahari, tidak terlihat hilal di atas ufuk, maka hitungan bulan disempurnakan menjadi 30 hari (Istikmal). 25 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Lajnah Falakiyah, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta, Lajnah Falakiyah PBNU, 2006. h. 39.

24 Ketetapan pemerintah (isbat) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku kepada seluruh warga negaranya. Artinya, apabila pemerintah telah menetapkan kapan jatuhnya hari raya Idul Fitri atau awal Ramadlan, maka ketetapan tersebut berlaku secara umum. Ketetapan awal bulan oleh pemerintah harus didasarkan kepada kesaksian dua orang saksi yang dapat dipercaya, kecuali dalam penentuan awal bulan Ramadlan, maka cukup dengan satu orang saksi. 26 Berikut tabel inventarisasi data tentang hasil Keputusan Sidang Itsbat yang diselenggarakan oleh Pemerintah cq. Kementerian. Agama RI dan dipimpin langsung oleh Menteri Agama untuk penentuan awal bulan Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah selama 23 tahun ke belakang 1988-2011 yang dilakukan oleh Rukyatul Hilal Indonesia (RHI). Data ini tentunya masih memerlukan koreksi seandainya masih ada yang kurang tepat. 27 Berdarsarkan tabel hasil keputusan itsbat yang diambil nampaknya hampir semua data yang digunakan sebagai dasar penetapan istbat selain istikmal adalah klaim rukyat dan bukan hasil rukyat yang dapat dipertanggungjawabkan secara astronomis. Artinya hampir semua laporan rukyat yang diterima terjadi saat posisi hilal pada ketinggian di bawah limit visibilitas mata telanjang. 28 Nampaknya kejadian ini tidak bisa kita lepaskan dari anggapan yang berkembang di kalangan sebagian besar ahli rukyat di Indonesia yang menyatakan bahwa ketinggian 2 adalah batas dimana hilal mungkin bisa 26 Ibid 27 ibid 28 ibid

25 dilihat (imkanurrukyat). Padahal secara ilmiah sudah terbukti bahwa angka ini masih jauh (terlalu rendah) dari angka yang telah teruji secara astronomis yaitu dia atas 7 jarak antara Bulan-Matahari berdasarkan peneitian yang dilakukan oleh astronom Prancis, Andre Louis Danjon yang dikenal sebagai "Danjon Limit". Semoga seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, anggapan ini akan mulai menipis sehingga dasar penetapan itsbat betul-betul dari laporan rukyat yang valid dan teruji kebenarannya secara astronomis. Adapun pihak-pihak yang hadir dalam siding itsbat yakni, perwakilan Ormas-ormas islam, Badan Hisab dan Rukyat daerah, pakar astronomi dan juga pakar hukum islam yang dalam pelaksaan sidang Itsbat langsung dipimpin oleh Menteri Agama. D. Problematika Rukyatul Hilal Mengamati lengkungan bulan (hilal) yang masih sangat tipis, beberapa jam sesudah terjadi konjungsi, jarang bisa berhasil karena kondisi alam cukup menyulitkan. Lengkungan bulan yang bisa dilihat oleh mata itu adalah permukaan bulan yang terkena sinar cahaya Matahari dan oleh karena itu lengkungan tersebut dekat berhadapan dengan Matahari. 29 Kondisi alam yang menyulitkan pengamatan secara visual itu adalah terangnya langit di sekitar bulan, sedangkan bulan sendiri bukanlah pemantul cahaya yang baik. Hal ini membuat kontras antara lengkungan bulan dengan 29 Ibid., h. 17.

26 langit sangat kecil. Dekatnya Bulan terhadap Matahari berarti Bulan mempunyai ketinggian yang kecil di atas horizon pada saat Matahari terbenam. Oleh karena itu waktu untuk pengamatan relatif singkat sekali, sebelum Bulan tenggelam di bawah ufuk. Keadaan hilal yang begitu tipis dan halus sangat sulit untuk dilihat. Bulan adalah sebuah benda gelap yang tidak mempunyai cahaya sendiri. Yang bisa dilihat adalah bagian Bulan yang disinari Matahari. Pada keadaan tertentu cahaya Bumi (juga pantulan cahaya Matahari) dapat pula terlihat di Bulan, memberikan kebulatan bulan yang utuh. Pada saat awal bulan, pengamatan itu dilakukan pada waktu Matahari terbenam, keadaan langit pada waktu itu mulai berubah. Pada siang hari Matahari terang, langitpun terang. Terangnya langit ini disebabkan oleh cahaya Matahari yang disebarkan oleh udara Bumi. Matahari terbenam, terangnya langit berkurang tetapi cahaya senja masih terlihat sampai dengan waktu Isya tiba. Pada saat Matahari baru saja terbenam, cahaya langit senja masih cukup terang, yang menyulitkan kita untuk dapat melihat hilal. Bulan masih terlalu tipis, sehingga cahayanya hampir tidak jauh berbeda dengan terangnya langit senja yang cerah tanpa awan. 30 Faktor-faktor yang mempengaruhi rukyat al-hilal: 1. Faktor Alam a. Manusia (Pengamat) 31 30 Almanak Hisab Rukyat, Op.Cit., h. 54. 31 Syarat-syarat seorang perukyah antara lain: harus adil dalam persaksiannya, harus mengucapkan dua kalimat Syahadah, dan dalam mengucapkan dua kalimat Syahadah, perukyah harus didampingi dua orang saksi. Lihat Noor Ahmad SS, 2006, Menuju Cara Rukyat yang Akurat, Makalah pada Lokakarya Imsakiyah Ramadhan 1427H/2006M se-jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarakan oleh PPM IAIN Walisongo Semarang.

27 Untuk melakukan praktik rukyat al-hilal, seseorang harus memiliki keterampilan tertentu, antara lain: 1) Bagi mata orang awam yang belum terlatih melakukan rukyah akan menemui kesulitan menemukan hilal yang dimaksud. Terkait dengan warna hilal yang lembut dan tidak kontras dengan langit yang melatarbekanginya 32. 2) Mengetahui posisi hilal saat Matahari terbenam (ghurub). Sehingga ketika proses rukyat, dia tidak melihat ke arah yang salah dan tentu saja dia tidak akan menemukan hilal pada arah (yang salah) tersebut. Data-data ini diperoleh dari perhitungan hisab. 3) Seorang yang akan melakukan rukyat al-hilal juga harus mengetahui bentuk hilal yang dimaksud. Menurut penuturan Sriyatin Shadiq, pernah ada kesaksian beberapa orang yang telah melihat hilal awal bulan, dan setelah diklarifikasi bentuk hilal yang mereka lihat ternyata posisi hilal yang seharus telentang tapi menurut mereka telungkup tentu saja pengakuan ini dianggap aneh dan tidak masuk akal. 33 4) Hasil rukyah tersebut tidak bertentangan dengan perhitungan yang telah disepakati bersama menurut perhitungan ilmu hisab yang qath i (terjadi kesepakatan ahli falak). 32 Muhyiddin Khazin, Op. Cit., h. 175 33 Sriyatin Shadiq, Makalah Simulasi dan Metode Rukyat al-hilal, Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Nasional, Ponpes Setinggil, Kriyan Kalinyamatan Jepara pada tanggal 26-29 Desember 2008M/ 28 Dulhijjah - 1 Muharram 1430 H.

28 2007, h. 89. b. Tempat Observasi Pada dasarnya tempat yang baik untuk mengadakan observasi awal bulan adalah tempat yang memungkinkan pengamat dapat mengadakan observasi di sekitar tempat terbenamnya Matahari. Pandangan pada arah itu sebaiknya tidak terganggu, sehingga horizon akan terlihat lurus pada daerah yang mempunyai azimuth 240 sampai 300. Daerah itu diperlukan terutama jika observasi Bulan dilakukan sepanjang musim dengan mempertimbangkan pergeseran Matahari dan Bulan dari waktu ke waktu. 34 c. Cuaca Rukyat dilaksanakan dalam keadaan cuaca cerah dan tidak terdapat penghalang antara perukyah dan hilal. Penghalang ini bisa saja berupa awan, asap, maupun kabut. Seberapapun tinggi dan umur hilal, kalau cuaca mendung maka hilal tidak mungkin terlihat. Tempat yang tingkat polusinya tinggi akan memperbesar tingkat kesulitan mengamati hilal karena tebalnya asap polusi. d. Kondisi atmosfer Bumi 35 (asap akibat polusi, kabut yang dapat diakibatkan juga oleh polusi udara). Pengaruh atmosfer lokal sangat mempengaruhi kredibilitas hilal, kecerahan langit sore hari dan kondisi cuaca lokal dapat menyebabkan penampakan hilal tak terdeteksi karena pengamatan seseorang dalam melihat hilal juga menambah tingkat kesulitan observasi. 34 Almanak Hisab Rukyat, Op.Cit., h. 51-52. 35 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta, Amythas Publicita,

29 e. Iklim Apabila pengamatan teratur diperlukan, maka tempat itupun harus memiliki iklim yang baik untuk pengamatan. Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun Barat dan monsun Timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun. Unsur iklim suhu udara di Indonesia sepanjang tahun hampir konstan, tetapi unsur iklim curah hujan sangat berubah terhadap musim. 36 2. Faktor non Alam a. Kualitas alat (optik) untuk pengamatan. Keterbatasan mata telanjang tidak bisa melihat secara detail wujud lengkap Bulan dan bila tanpa referensi letak Bulan yang sebenarnya, bisa keliru dengan objek lain, misalnya awan yang agak terang. Usaha untuk memperoleh detail dari objek pengamatan adalah dengan menggunakan teropong. Selain teropong masih ada sarana dan prasarana lain yang diperlukan untuk membantu pelaksaan rukyat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 36 Bayong Tjasyono HK, Klimatologi, Bandung: Penerbit ITB, 2004, cet. II, h. 147.

30 b. Lingkungan pengamatan (ke ufuk Barat) tidak boleh terganggu oleh pepohonan, gedung-gedung, gunung ataupun sumber cahaya lain. c. Hisab Sebelum rukyat dilakukan maka terlebih dahulu melakukan hisab awal bulan untuk membantu pelaksanaan rukyat yakni melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis, untuk mengetahui kapan dan dimana hilal (bulan sabit pertama setelah bulan baru) dapat terlihat. Dalam hisab ada beberapa jenis aliran yang pada intinya terbagi atas: hisab urfi, hisab taqribi, dan hisab tahqiqi dan hisab kontemporer. Keakuratan metode hisab yang digunakan juga akan mempengaruhi rukyat. 37 d. Visibilitas hilal Visibilitas hilal merupakan permasalahan pokok dalam melaksanakan hilal, karena dengan mempelajari visibilitas hilal seseorang dapat menganalisis kondisi seperti apa yang memungkinkan hilal dapat dilihat. Jangankan tertutup awan dan hujan, dalam kondisi langit cerah pun terdapat kondisi minimal yang harus dipenuhi oleh anak bulan sehingga dapat dirukyat oleh mata manusia sebagai hilal. Dalam penentuan awal bulan Kamariah, kriteria imkan rukyat atau visibilitas hilal merupakan titik temu antara pengikut rukyat dan pengikut hisab. Dengan kriteria itu, maka hasil hisab diupayakan sama dengan hasil rukyat. Hal itu bisa terlaksana kalau kriteria imkan rukyat 37 http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/11/cara-tepat-menetapkan-1-syawal-idul-adha, diakses pada hari Selasa Desember 2013.

31 didasarkan pada data astronomi kesaksian hilal. Itulah sebabnya astronomi bisa memberikan solusi penyatuan umat dengan tawaran kriteria visibilitas hilalnya. Saat ini, kriteria yang kita gunakan hanya berdasarkan kesepakatan yang belum sepenuhnya mengikuti kriteria astronomi. Akibatnya, hasil rukyat bisa saja berbeda dengan hasil hisab, walau pun ketinggiannya sudah lebih dari 2 derajat. Kondisi hilal yang akan diobservasi, juga menjadi hal penting untuk menunjang visibilitas hilal. e. Cahaya Bulan sabit. Keadaan hilal yang begitu tipis dan halus sangat sulit untuk dilihat. Bulan adalah sebuah benda gelap yang tidak mempunyai cahaya sendiri. Yang bisa dilihat adalah bagian Bulan yang disinari Matahari. Pada saat rukyat, yaitu ketika Matahari terbenam, walaupun Matahari sudah berada di bawah ufuk, namun cahaya remang petang masih terang dan memberikan rona warna kuning jingga hingga merah. 38 f. Adanya planet-planet lain yang mengecoh pandangan, seperti planet Venus dalam fase sabit g. Posisi Benda Langit Sebelum melakukan pengamatan satu hal yang semestinya sudah diketahui adalah data letak Bulan pada saat terbenamnya Matahari. Letak Bulan itu dinyatakan oleh perbedaan ketinggiannya 38 Selayang Pandang Hisab Rukyat, Op.Cit., h. 79.

32 dengan Matahari dan selisih azimuth diantara keduanya. Keterangan ketinggian hilal saja belum memberikan informasi yang lengkap tentang letak Bulan. Hal itu disebabkan oleh letak bulan yang dapat bervariasi dari 0 derajat sampai sekitar 5 derajat dari Matahari ke arah Utara atau Selatan. 39 E. Standar Kelayakan Tempat Rukyat al-hilal Dalam Alamanak Hisab Rukyat tempat yang baik untuk mengadakan observasi awal bulan atau rukyat hilal adalah tempat yang memungkinkan pengamat dapat mengadakan observasi disekitar tempat terbenamnya matahari. Pandangan pada arah itu sebaiknya tidak terganggu, sehingga horison akan terlihat lurus pada daerah yang mempunyai azimuth 240 s/d 300. Daerah itu diperlukan terutama jika observasi bulan dilakukan sepanjang musim dengan mempertimbangkan pergeseran matahari dan bulan dari waktu ke waktu. 40 Faktor iklim juga berpengaruh dalam rukyat hilal terutama untuk pengamatan yang teratur harus memiliki iklim yang bagus. 41 Sedangkan dalam Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdatul Ulama tempat yang bisa dijadikan tempat rukyat hilal yaitu dilihat dari tiga faktor yaitu : pertama, Bahwa di lokasi dimaksud telah terbukti adanya keberhasilan usaha rukyat pada waktuwaktu sebelumnya. kedua, Bahwa secara geografis dan astronomis lokasi yang 39 Almanak Hisab Rukyat, Op.Cit., h. 52. 40 Ibid h. 51 41 Ibid

33 dimaksud memungkinkan terjadinya rukyat, dan Berdasarkan usulan/laporan dari PWNU/PCNU setempat. 42 Sedangkan dalam Pedoman Tehnik Rukyat, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam mengenai standar tempat rukyah yaitu Sehubungan dengan objek pengamatan berada di sekitar ufuk, maka hal pertama yang harus dilakukan untuk menghindari penghalang pandangan di permukaan Bumi adalah mencari tempat pengamatan yang letaknya tinggi. Pengamatan itu dapat dilakukan di puncak gedung-gedung yang tinggi, menara atau puncak bukit. Di tempat yang rendah atau di atas Bumi langsung bisa dilakukan di tepitepi pantai yang terbuka sampai ufuk Barat kelihatan. Daerah pandangan yang harus terbuka sepanjang ufuk adalah sampai mencapai 28,5 derajat ke Utara maupun ke Selatan dari arah Barat, karena Bulan berpindah-pindah letaknya sepanjang daerah itu di antara kedua belahan langit. Matahari berpindah-pindah hanya sampai sejauh 23,5 derajat ke Utara dan ke Selatan dari ekuator langit. Menggunakan lokasi ufuk bukan laut akan timbul permasalahan mengenai bagaimana menghitung ketinggian, kerendahan ufuk untuk koreksi hilal dari tinggi hakiki ke tinggi hilal mar i. Padahal tidaklah mudah mencari lokasi rukyat berupa ufuk bukan laut, tetapi yang ideal, yaitu yang ufuk tempat Matahari dan Bulan tenggelam bebas dari hambatan baik berupa asap, uap air, maupun gunung ataupun pepohonan dan gedung (bangunan). 42 Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdatul Ulama, Op. Cit., h. 14-15.

34 Hal berikutnya yang harus diusahakan dalam penentuan lokasi pengamatan adalah lokasi tersebut mempunyai cuaca yang relatif baik sepanjang tahun. Disebabkan oleh letak geografis, Indonesia dilewati oleh angin dari lautan yang luas dan juga sewaktu-waktu dilewati angin dari daratan benua yang luas di udara. Dengan demikian seluruh wilayah Indonesia sewaktu-waktu mengalami musim hujan dan sewaktu-waktu mengalami musim kemarau. 43 Sebagai akibat dari bentuk wilayah yang terdiri dari banyak sekali pulau 44, maka udara di wilayah Indonesia lembab.. Oleh karena itu keadaan cuaca sepanjang hari secara umum banyak memperlihatkan awan di langit. Adapun kendala-kendala yang mungkin terjadi ketika pelaksanaan rukyat adalah: 1. Kondisi cuaca yang sering menjadi penghalang pengamat adalah mendung, hujan, tertutup awan. 2. Ketinggian hilal dan Matahari. Ketinggian hilal yang kurang dari 2 derajat, akan sangat sulit dilihat langsung oleh mata kepala, bahkan optik sekalipun. 3. Jarak antara Bulan dan Matahari. Bila jaraknya terlalu dekat, meskipun telah tenggelam, berkas sinarnya masih menyilaukan, sehingga hilal tidak akan nampak. 43 Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Geografi_Indonesia, diakses pada 8 November 2013, pukul. 19.30 Wib. 44 Http://Alamendah.Wordpress.Com/2011/09/13/Berapa-Jumlah-Pulau-Di-Indonesia/, diakses pada 8 November 2013, pukul. 20.19 Wib.

35 4. Kualitas mata pengamat. Kualitas mata pengamat diperlukan untuk menghasilkan rukyat yang efektif dan obyektif. 5. Kondisi psikologis pengamat (perukyat). Kesempatan melihat hilal sebetulnya sangat pendek sekali, yaitu hanya sekitar 15 menit sampai 1 jam. Tidak heran jika tekanan psikologis yang besar karena beban spiritual yang diemban untuk menghasilkan suatu keputusan. 6. Waktu dan biaya. Rukyat seringkali memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. 7. Transparansi proses melihat. Maksudnya adalah obyektifitas proses pengamatan rukyat. 45 Kendala-kendala tersebut sangat sering terjadi di kalangan perukyat. Akan tetapi, hal itu hanya kendala yang tidak dapat dijadikan patokan atau pedoman untuk menyatakan ketidaklayakan sebuah tempat rukyat. 45 Tono Saksono, Op. Cit. h. 91-97