BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena nyamuk ini merupakan salah satu vektor penyebar penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi viral Dengue (DEN) yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes (Stegomyia), terutama Aedes (Stegomyia) aegypti (Linaeus) (WHO SEARO, 2000 cit. Mardihusodo, 2005; Depkes RI, 2005). Dengue ini menyerang lebih dari 100 negara di daerah tropis dan subtropis dengan jumlah penderita lebih dari 2,5 milyar jiwa. Artinya, hampir sebagian besar penduduk dunia mempunyai risiko terserang penyakit ini. Peranan nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebar virus DEN telah diketahui sejak ada pengumuman dari Cleland, Brandley, dan Mc. Donald tahun 1916 yang diperkuat oleh Chandler dan Rice tahun 1923 (Rosenau, 1935 cit. Mardihusodo et al., 1974). Rosenau menjelaskan bahwa Aedes aegypti dan Aedes 1
2 albopictus (Skuse) di dalam keadaan optimum mampu menularkan virus DEN tersebut. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Kota Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 dengan jumlah kasus cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas ke berbagai wilayah setiap tahunnya dan sekarang menjadi salah satu penyakit endemis hampir di seluruh propinsi (Depkes RI, 2005). Pada tahun 2000, semua propinsi sudah melaporkan penyakit ini, sehingga dapat dikatakan tidak ada daerah di Indonesia yang bebas dari DBD (Sutaryo et al., 2003). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sampai pertengahan Juli 2011 DBD sudah menjangkiti 2.301 orang dan 2 diantaranya meninggal dunia. Kasus DBD yang tinggi terjadi di Propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, dan Banten. Penyebab semakin meluasnya daerah penyebaran DBD ini karena pengaruh globalisasi dan mobilisasi yang semakin tinggi (Satari et al., 2004). Secara lebih dalam dijelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu nyamuk, manusia, virus lingkungan dan sistem
3 pemberantasan yang lemah menyangkut komitmen politik, sosial, dan ekonomi (Yotopranoto, 1998). Selama ini masyarakat yang tertular penyakit DBD hanya mengandalkan upaya pengobatan dokter atau dengan tindakan kuratif langsung. Padahal sebetulnya cara kuratif kurang efektif, mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga dewasa ini belum tersedia (Nadesul, 2007). Oleh karena itu, perlu digalakkan upaya pemberantasan penyakit DBD dengan menitikberatkan pada upaya preventif, yaitu dengan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD, disertai kesadaran dini terhadap kasus DBD untuk menghindari penyakit dan kematian akibat DBD. Upaya pemberantasan nyamuk dapat dilakukan dengan memutus rantai atau siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menghindari kontak langsung dengan nyamuk. Namun akibat dari perubahan musim kemarau dan hujan, mempengaruhi peluang bagi nyamuk dengan mudah untuk melakukan perkembangbiakan dengan cepat. Karena itu cara yang paling mudah dan efektif dalam upaya pemutusan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti adalah dengan membunuh jentik nyamuk. Hal ini disebabkan karena jentik nyamuk hidup dalam satu tempat yang
4 tergenang oleh air, sedangkan nyamuk dewasa hidupnya berpindah-pindah (terbang). Pemahaman pengetahuan yang mendalam tentang aspek epidemiologi DBD terutama yang berhubungan dengan agen penyakit (virus DEN), inangnya (manusia dan nyamuk vektor), dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya menjadi sangat penting, karena sampai sekarang belum ada terapi kausal dan imunisasi dengan vaksin yang efektif, sehingga pengendalian vektor masih merupakan satusatunya cara dalam penanggulangannya. Menurut Mardihusodo (2005), pengendalian nyamuk vektor khususnya Aedes aegypti menduduki posisi strategis yaitu dalam jangka pendek untuk menghentikan penularan virus DEN yang dibawa vektor dan dalam jangka panjang untuk pencegahan perluasan daerah endemis. Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian tentang penularan transovarial pada nyamuk Aedes aegypti. Sampel akan diperlakukan berbeda, yaitu ada sampel yang sengaja diberikan virus DEN dan ada juga yang tidak (sebagai kontrol), untuk kemudian diamati perkembangan keturunannya dan diperiksa di
5 laboratorium untuk mengetahui kandungan virus DEN (khususnya DEN 3) pada keturunan selanjutnya. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan antara nyamuk Aedes aegypti yang diinfeksi virus DEN dengan yang tidak dalam hal kandungan virus pada keturunan selanjutnya? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara nyamuk Aedes aegypti yang diinfeksi virus DEN dengan yang tidak dalam hal kandungan virus pada keturunan selanjutnya. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui persentase keturunan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus DEN, dari induk nyamuk yang diinfeksi virus maupun tidak diinfeksi. b. Mengetahui persebaran virus DEN pada tubuh nyamuk Aedes aegypti, mulai dari hari pertama sampai hari ketujuh.
6 D. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, penelitianpenelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain oleh: a. Khin et al., 1983; Rosen et al., 1983; Joshi et al., 2002; Mourya et al., 2002, melakukan identifikasi transmisi transovarial virus DEN dengan menggerus beberapa ekor larva, kemudian mengisolasi virus DEN dari supernatan larva dan membubuhkan pada sel C6-36 invitro. b. Umniyati, (2004), melakukan identifikasi infeksi transovarial pertama kali di alam Indonesia yaitu di Kelurahan Klitren, Kota Yogyakarta dengan metode imunohistokimia Streptavidin Biotin Peroxidase Complex (SBPC) pada sediaan pencet kepala (head squash) dari nyamuk Aedes aegypti hasil koloni larva dan pupa yang diperoleh dari sumur dengan Transovarial Infection Rate (TIR) 27,27 %. c. Mardihusodo et al., (2007), melakukan penelitian di beberapa kelurahan di Kota Yogyakarta dengan metode imunohistokimia
7 SBPC dan ditemukan TIR dalam tubuh nyamuk dengan TIR 38,5 % - 70,2 %. Penelitian yang dilaksanakan hampir sama dengan metode imunohistokimia SBPC pada sediaan pencet kepala (head squash). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini transmisi transovarial dilihat pada nyamuk keturunan berikutnya dari nyamuk induk yang telah diinveksi virus DEN, lalu dilihat persebaran virus pada nyamuk tersebut mulai hari pertama sampai ketujuh. E. Manfaat Penelitian 1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lebih lanjut di bidang epidemiologi kedokteran khususnya parasitologi. 2. Bagi masyarakat dapat menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap penularan dan penyakit DBD sehingga dapat melakukan upaya pencegahan lebih dini melalui pengendalian yang tepat terhadap vektor dan lingkungannya.