1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi seperti diare. Diare adalah suatu kondisi buang air besar dengan konsistensi cair, bahkan berupa air dengan frekuensi tiga kali ataupun lebih dalam satu hari. Diare yang berlangsung selama beberapa hari dapat menyebabkan tubuh kehilangan air dan garam. Apabila tubuh mengalami dehidrasi berat dapat berakibat pada kematian (WHO, 2013). Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan penyakit yang menjadi perhatian khusus dari target Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini disebabkan pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak 3,6% dari beban penyakit global disebabkan oleh diare. Adapun jumlah kematian balita di negara berpenghasilan rendah dan menengah diperkirakan sebanyak 361.000 kematian per tahun. Kementerian Kesehatan RI tahun 2012 melaporkan bahwa di Indonesia, diperkirakan sekitar 31.200 balita meninggal setiap tahun karena diare. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa insiden diare balita di Indonesia sebesar 6,7% dengan karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan. Insiden diare balita berdasarkan gejala di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebesar 4,2%. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe pada tahun 2013 jumlah kasus diare pada anak di Kabupaten Sangihe cukup tinggi, yaitu sebanyak 1.266. Pada Januari- 1
2 April 2015 jumlah kasus diare tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, yaitu sebanyak 255 dan sebagian besar penderita berobat ke puskesmas. Salah satu puskesmas dengan jumlah kasus diare balita tertinggi pada tahun 2015 adalah Puskesmas Tahuna Timur, yaitu sebesar 23,72% pada balita yang berusia 1-4 tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan diare antara lain adalah faktor lingkungan, faktor ibu, faktor balita, dan faktor sosiodemografi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan diare adalah perilaku hidup bersih yang dilakukan oleh ibu (Adisasmito, 2007). Selain itu, perilaku hidup sehat ibu dan kondisi lingkungan sekitar merupakan hal yang dapat menyebabkan balita mudah terserang diare (Kemenkes RI, 2015). Faktor peran petugas kesehatan pun berhubungan dengan praktik ibu dalam penatalaksanaan diare (Elisafitri et al., 2015). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu adalah suatu upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga, termasuk di dalamnya ibu agar tahu, mau, dan mampu melakukan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat, keluarga, dan kelompok masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2011). Adapun PHBS ibu yang berhubungan dengan kejadian diare adalah memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan mencuci tangan pakai sabun (Nuraeni, 2012).
3 Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 menyebutkan bahwa persentase rumah tangga yang mempraktikkan PHBS adalah sebesar 55,0% pada tahun 2013. Akan tetapi, target pencapaian PHBS keluarga pada tahun 2014 adalah 70%, sehingga pencapaian PHBS keluarga pada tahun 2013 masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Berdasarkan laporan Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI tahun 2014, persentase rumah tangga ber-phbs di Sulawesi Utara pada tahun 2013 adalah 70,70%, sedangkan target PHBS Renstra 2013 adalah sebesar 65%. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Utara telah memenuhi target 65%. Meskipun demikian, menurut hasil RISKESDAS tahun 2013 menyebutkan bahwa persentase rumah tangga yang memenuhi kriteria PHBS baik di Kabupaten Sangihe hanya sebesar 48,5%, sedangkan sebesar 51,5% PHBSnya kurang. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe tahun 2014, capaian rumah tangga ber-phbs di Kabupaten Sangihe, khususnya di Puskesmas Tahuna Timur, hanya sebesar 39%. Hal ini disebabkan hanya terdapat 1.165 rumah tangga yang ber-phbs dari 1.751 jumlah rumah tangga yang dipantau. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat 586 rumah tangga yang belum ber-phbs di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur. Pada kenyataannya, persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir menurun seiring dengan meningkatnya umur bayi. Adapun persentase terendah terjadi pada anak umur enam bulan, yaitu sebanyak 30,2% (Kemenkes RI, 2013). Penelitian Cairncross et al. (2010) menunjukkan bahwa meningkatkan kualitas air dapat mengurangi risiko terhadap diare hingga 17%. Lebih jauh lagi, proporsi rumah tangga yang mengolah air sebelum diminum adalah sebesar 70,1%.
4 Namun, berdasarkan kualitas fisik masih terdapat rumah tangga dengan kualitas air minum keruh (3,3%), berwarna (1,6%), berasa (2,6%), berbusa (0,5%), dan berbau (1,4%). Selain itu, masih terdapat rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas buang air besar (BAB), sehingga melakukan BAB sembarangan, yaitu sebesar 12,9% (Kemenkes RI, 2013). Hasil penelitian Burton et al. (2010) menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun dan air bersih dapat mengurangi keberadaan bakteri hingga delapan persen (8%). Perilaku mencuci tangan dengan benar pada penduduk umur sepuluh tahun meningkat dari 23,2% pada tahun 2007 menjadi 47,0% pada tahun 2013. Pada tahun 2013 di Kabupaten Sangihe memiliki persentase terendah mengenai pemberian ASI saja setelah bayi lahir, yaitu hanya sebesar 17,5%. Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum dengan kategori baik, yaitu sebesar 95,6%. Namun, masih terdapat rumah tangga yang tidak memiliki akses ke sumber air minum dari mata air terlindung, yaitu sebesar 23,7%. Lebih jauh lagi, sebanyak 71,2% rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri. Akan tetapi, masih juga terdapat rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB atau BAB sembarangan dengan persentase sebesar 13,4%. Perilaku cuci tangan yang benar pada penduduk umur 10 tahun mengalami peningkatan sebesar 48,7% pada tahun 2013 dengan persentase sebesar 73,5% (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat dapat memengaruhi kejadian diare pada balita. Upaya pencegahan dan promosi kesehatan untuk mengurangi kejadian diare dilakukan melalui peningkatan pemahaman perilaku hidup bersih dan sehat
5 keluarga oleh petugas kesehatan (Kepmenkes RI, 2006). Petugas kesehatan seperti dokter, perawat, bidan, sanitarian, dan petugas kesehatan lainnya berperan penting dalam memengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat keluarga (Notoatmodjo, 2010). Penelitian mengenai faktor risiko diare sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian sebelumnya lebih banyak meneliti mengenai jenis sarana air bersih, risiko pencemaran sarana air bersih, dan sarana jamban. Selain itu, target populasi lebih banyak ditujukan pada ibu yang mempunyai bayi. Namun, perilaku hidup bersih dan sehat ibu yang berkaitan dengan diare, khususnya memberikan ASI eksklusif, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan mencuci tangan pakai sabun serta target populasi pada ibu yang mempunyai balita 1-4 tahun, belum pernah diteliti di wilayah kerja puskesmas Tahuna Timur. Oleh karena itu, berdasarkan data dan permasalahan yang telah dipaparkan, peneliti perlu mengadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare balita di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur Kabupaten Sangihe. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare balita di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur Kabupaten Sangihe?.
6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare balita di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur. 2. Tujuan khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. Hubungan antara memberikan ASI eksklusif dengan kejadian diare balita b. Hubungan antara menggunakan air bersih dengan kejadian diare balita c. Hubungan antara menggunakan jamban sehat dengan kejadian diare balita d. Hubungan antara mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare balita e. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare balita D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan Dapat menjadi masukan bagi institusi pelayanan kesehatan untuk mencegah diare pada balita dengan meningkatkan program promosi kesehatan terutama melalui pemberian ASI eksklusif, penggunaan air bersih, penggunaan jamban sehat, dan mencuci tangan pakai sabun. 2. Bagi masyarakat Pencegahan diare pada balita dapat dilakukan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu. Hal ini antara lain adalah dengan memberikan ASI eksklusif, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan mencuci tangan pakai sabun.
7 3. Bagi keperawatan Dapat mengembangkan rancangan intervensi keperawatan untuk menurunkan kejadian diare pada balita. Selain itu, menjadi masukan untuk meningkatkan pemberian intervensi keperawatan komunitas melalui PHBS ibu untuk mencegah diare pada balita. E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, penelitian mengenai hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ada beberapa penelitian yang serupa, antara lain sebagai berikut: 1. Elfiatri (2008) dengan judul penelitian Analisis Spasial Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sebagai Faktor Risiko Diare di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007. Jenis penelitian tersebut adalah studi analitik dengan menggunakan disain case control. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus diare berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga dan penggunaan air bersih. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan variabel PHBS dan diare. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada judul penelitian, subvariabel PHBS, dan sampel penelitian yaitu ibu balita (1-4 tahun). 2. Nuraeni (2012) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Penerapan PHBS Keluarga dengan Kejadian Diare Balita di Kelurahan Tawangmas Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penimbangan balita setiap bulan dengan kejadian diare balita. Akan tetapi, pemberian ASI eksklusif, penggunaan air bersih dan sabun,
8 mencuci tangan, dan penggunaan jamban berhubungan signifikan dengan kejadian diare. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel penelitian, yaitu menggunakan variabel PHBS berupa memberikan ASI ekskslusif, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan mencuci tangan pakai sabun serta variabel kejadian diare. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: 1) judul penelitian, yaitu PHBS ibu, 2) variabel penelitian, yaitu tidak menggunakan variabel menimbang balita setiap bulan, dan 3) sampel penelitian, yaitu ibu yang mempunyai balita (1-4) tahun, dan disain penelitian case control. 3. Adawiyah (2014) melakukan penelitian yang berjudul Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sebagai Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Akut pada Balita di Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memberikan ASI eksklusif, mencuci tangan sebelum memberikan atau menyuapi anak, mencuci tangan setelah menyentuh binatang, dan tempat pembuangan tinja anak berhubungan dengan kejadian diare akut pada balita. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan variabel PHBS dan disain penelitian case control. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah pada judul penelitian, menggunakan variabel kejadian diare, instrumen penelitian, dan sampel, yaitu ibu balita (1-4) tahun. 4. Bloomfiled et al. (2007) melakukan penelitian yang berjudul The Effectiveness of Hand Hygiene Procedures in Reducing The Risks of Infections in Home and Community Settings Including Handwashing and Alcohol-based Hand Sanitizers. Penelitian tersebut menggunakan kompilasi data dari studi
9 intervensi dan menggunakan pendekatan pemodelan risiko, baik kuantitatif maupun kualitatif, yang didasarkan pada data mikrobiologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebersihan tangan merupakan komponen utama praktik kebersihan, baik di rumah maupun di komunitas, serta menghasilkan manfaat yang signifikan dalam menurunkan insiden infeksi. Selain itu, dekontaminasi pada tangan dapat dilakukan baik dengan mencuci tangan menggunakan sabun maupun hand sanitizer. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan subvariabel mencuci tangan. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak hanya menggunakan variabel mencuci tangan, tetapi juga menggunakan variabel air bersih, dan menggunakan jamban sehat. 5. Badowski et al. (2011) melakukan penelitian yang berjudul Understanding Household Behavioral Risk Factors for Diarrheal Disease in Dar es Salaam: A Photovoice Community Assessment. Penelitian tersebut menggunakan disain penelitian cross sectional study melalui teknik photovoice. Hasil penelitian menunjukkan beberapa praktik rumah tangga yang merupakan faktor risiko diare adalah kurangnya praktik mencuci tangan, pembuangan limbah yang tidak aman, tidak adanya wadah air minum rumah tangga, kurangnya pengolahan air sebelum dikonsumsi, dan ketidaksesuaian toilet yang digunakan untuk anak kecil. Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa praktik kebersihan dirasakan kurang praktis dan adanya keterbatasan biaya untuk mengubah praktik tersebut. Persamaan penelitian adalah menggunakan variabelkejadian diare. Perbedaan dengan penelitian iniadalah menggunakan variabel PHBS ibu dan disain penelitian case control.
10 Persamaan beberapa penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada variabel penelitian. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah menggunakan variabel penelitian lainnya, subjek penelitian, metode penelitian, dan lokasi penelitian. Penelitian ini lebih berfokus pada perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu, khususnya pada ibu yang mempunyai balita 1-4 tahun.