BAB V P E N U T U P. 1. Terbentuknya Otoritas Jasa keuangan (OJK) sebagaimana Undang- Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2011 tentang OJK:

dokumen-dokumen yang mirip
Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite *

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan.

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI

STIE DEWANTARA Pengertian Sistem & Lembaga Keuangan

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PRINSIP DAN ALASAN YANG MENJADI DASAR BAGI BANK SEBELUM MELAKUKAN PERIKATAN DENGAN ASURANSI

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

a. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) PBI NO.16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL

IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP STABILITAS SISTEM KEUANGAN

LEMBAGA KEUANGAN DAN STABILITAS KEUANGAN. Hadi Cahyono SE, MM

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan besar terhadap dunia usaha. Tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/22/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PEMBENTUKAN COUNTERCYCLICAL BUFFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Harapan Industri Perbankan Terhadap Undang Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Ketua Umum Sigit Pramono

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURVEILLANCE GRUP KORPORASI Seminar Sehari dan Executive Round Table Konglomerasi Jasa Keuangan di Indonesia. JAKARTA, 13 Januari 2016

Tugas Manajemen Risiko NAMA KELOMPOK : 1. Aditya Bangun Subagja Heru Setyawan Ella Rizky Aisah

-2- Tahun Penanganan Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya juga bertujuan untuk memelihara stabilitas sistem perbankan. II.

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Umum di dalam Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistim Keuangan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bapak Fauzi Ichsan, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan; Bapak dan Ibu Yang Mewakili Satuan Kerja Pemerintah Daerah;

Closing Remarks. Seminar Pengawasan Bank Indonesia di Bidang Makroprudensial, Moneter dan Sistem Pembayaran

Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Pengatur dan Pengawas Sektor Jasa Keuangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

Mengenal Otoritas Jasa Keuangan

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

RUU STABILITAS SISTEM KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

Otoritas Jasa Keuangan

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebijakan Makroprudensial di. Bank Indonesia. Bank Indonesia

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/13/PBI/2017 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TERKAIT HUBUNGAN OPERASIONAL BANK UMUM DENGAN BANK INDONESIA

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. baik dan benar (Good Corporate Governance).

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. melalui fungsinya mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

JURNAL HUKUM TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK TERKAIT KEWENANGAN BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL YANG INDEPENDEN

Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang 2017

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1 / 9 /PBI/1999 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak ekonom terutama pelaku pasar keuangan, namun belum terdapat

RANCANGAN POJK PENETAPAN BANK YANG BERDAMPAK SISTEMIK (D-SIB) DAN CAPITAL SURCHARGE UNTUK BANK YANG BERDAMPAK SISTEMIK

Peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengawasan Lembaga Keuangan

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

No resort. Akses Bank untuk memperoleh pembiayaan likuiditas tersebut juga merupakan upaya Bank Indonesia untuk turut serta mencegah dan menan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang melambat, akan tetapi kualitas pertumbuhan ekonomi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/12/PBI/2017 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI FINANSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/12/PBI/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI FINANSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGGANTI BANK INDONESIA DALAM PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bisa berjalan dengan lancar. Pertumbuhan

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 2 Juni 2014

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang

2015 IIA Indonesia National Conference. J. SINDU ADISUWONO Jogjakarta, Agustus 2015

-2- Valuta Asing beserta derivatifnya ke arah yang lebih baik dan sehat. Bank Indonesia juga secara berkesinambungan melakukan pengembangan produk ata

Transkripsi:

BAB V P E N U T U P 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terbentuknya Otoritas Jasa keuangan (OJK) sebagaimana Undang- Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2011 tentang OJK: a. Kewenangan pengaturan dan Pengawasan sektor perbankan beralih ke OJK, sehingga Bank Indonesia bertanggung jawab penuh pada pengelolaan sistim moneter dan sistim pembayaran. Kedua kewenangan Bank Indonesia tersebut merupakan faktor stabilnya sistem keuangan sehingga Bank Indonesia tetap membutuhkan sektor perbankan sebagai saluran transmisi dalam pelaksanaan kebijakan moneter. b. Kewenangan Bank Indonesia pada sektor perbankan bukan tingkat kesehatan individual bank namun kondisi industri keuangan perbankan secara menyeluruh dan berinteraksi dengan kebijakan moneter. Dengan tidak dapat sepenuhnya dapat melakukan pengaturan dan pengawasan ke bank-bank, pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial melalui penelitian atas 79

kondisi dan risiko sistem keuangan serta faktor-faktor yang berpotensi memicu terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan dari sudut pandang makroprudensial. Tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas kebijakan makroprudensial yang umumnya ditujukan untuk meredam pembentukan risiko sistemik yang berlebihan pada masa ekspansi, serta memberikan ruang untuk penyerapan risiko di masa kontraksi. c. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, kewenangan Bank Indonesia adalah melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial dalam rangka mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. 2. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial: a. Luasnya lingkup bidang makroprudensial dan saling beririsan dengan bidang mikroprudensial. Cakupan bidang makroprudensial meliputi kondisi, data dan informasi sektor jasa keuangan pada bidang mikroprudensial yang sesungguhnya menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Begitupun sebaliknya, di bidang makroprudensial sesungguhnya OJK memiliki kewenangan dan akses atas seluruh sektor jasa keuangan (perbankan, pasar modal, pembiayaan, asuransi), 80

sehingga OJK memiliki informasi dan data secara makro kondisi sektor jasa keuangan di seluruh Indonesia sekaligus dapat menjadi dasar pengambilan keputusan dan kebijakan atas sistim keuangan nasional. Terkait hal-hal tersebut di atas, berpotensi menimbulkan permasalahan adanya tumpang tindih dalam hal kewenangan, pengelolaan serta pengambilan keputusan pada sistim keuangan nasional. b. Dari sisi aspek hukum, Bank Indonesia memiliki keterbatasan dalam pelaksanaan kewenangannya di bidang makroprudensial. Hal ini berkaitan, Penjelasan Pasal 40 ayat (1) bukanlah norma hukum. Penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Kedudukan Penjelasan dalam produk perundang-undangan merupakan tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-Undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Penjelasan Pasal 40 ayat (1) Undang- Undang tentang OJK hanya untuk memperkuat atau memperjelas norma dalam Pasal 40 Undang-Undang tentang OJK, dan tidak dapat dijadikan landasan atau dasar untuk melakukan tindakan hukum. Penjelasan tidak dapat dijadikan dasar membuat peraturan baru termasuk sebagai landasan atau dasar membentuk suatu peraturan yang merugikan atau menguntungkan. 81

c. Beralihnya pengawasan perbankan ke OJK, fungsi lender of the last resort dari Bank Indonesia berpotensi tidak optimal. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki keterbatasan akses pada sektor perbankan sebagai akibat terbatasnya informasi tentang kondisi perbankan secara individual. d. Lemahnya koordinasi dan sinergitas menjadi hambatan dan tantangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial. Ketidak satu paduan antar otoritas dalam memutuskan atau melaksanakan suatu kebijakan sebagai akibat arogansi sektoral berpotensi krisis tidak cepat terseselesaikan dan reputasi menurun. e. Ditinjau validitas (keabsahan) hukum, Penjelasan Pasal 40 ayat (1) terutama kewenangan Bank Indonesia di bidang macroprudential menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki keabsahan dalam mengelola ekonomi makro dan moneter sebagaimana fungsi dan tugas Bank Indonesia yang diamanatkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Walaupun terdapat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, namun kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial hanya di Penjelasan Pasal 40 ayat (1) sesungguhnya keberlakuannya (gelding) akan berlaku preposisi empirik atau sebatas informatif serta memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya. 82

3. Mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kewenangannya di bidang makroprudensial, upaya dilakukan Bank Indonesia: a. Melakukan perubahan/amandemen atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dengan memberikan penjelasan yang lebih konkrit terkait fungsi dan tugasnya di bidang makroprudensial. Selain itu, menyelesaikan dan mensahkan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Hal ini berkaitan, ruang lingkup JPSK meliputi koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilistas sistem keuangan, penanganan kondisi tidak normal serta penanganan permasalahan bank, baik dalam kondisi keuangan stabil dan normal maupun tak normal. b. Sebagai otoritas sistim pembayaran dan moneter, Bank Indonesia bersama-sama OJK dan LPS untuk terus meningkatkan fungsi koordinasi dan kerjasama diantaranya melalui sistem Pengaturan dan Pengawasan secara terintegrasi. Melalui sistim Pengawasan bersama dan terintegrasi dapat terbangun data dan informasi sektor perbankan terutama pada bank-bank karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial. 83

5.2. Saran 1. Bank Indonesia untuk melakukan perubahan/amandemen atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dengan memberikan definisi secara rinci tentang makroprudensial sekaligus memperkuat kewenangan dan kedudukannya di bidang makroprudensial. 2. Segera menyelesaikan pembahasan dan mensahkan Rancangan Undang- Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum dan koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilistas sistem keuangan, penanganan kondisi tidak normal serta penanganan permasalahan bank, baik dalam kondisi keuangan stabil dan normal maupun tak normal. 3. OJK dan Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan kebijakan sistem keuangan nasional. Terintegrasinya peraturan antara pengawasan microprudential dengan pengawasan macroprudential diperlukan mengantisipasi risiko yang ditimbulkan akibat terjadinya tumpang tindih peraturan. 4. Melakukan koordinasi melalui forum Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) terhadap pemantauan dan pengelolaan sistem keuangan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat (2) Undang- Undang tentang OJK. 84