I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya kemampuan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. juga di dalam kehidupan bermasyarakat yang teratur dan maju tidak dapat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tata tertib hukum didalamnya terkandung keadilan, kebenaran dan kesejahteraan yang pada ahirnya menciptakan keamanan dan ketentraman di dalam masyarakat banyak, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pembrantasan dan penindakan setelah terjadi pelanggaran hukum, dengan kata lain usaha yang dilakukan secara, preentif, preventif maupun reprensif. Keadilan dan kebenaran itu sendiri merupakan suatu hal yang selalu diidam-idamkan oleh setiap insan dimana dan kapanpun dia berada sebab hal itu merupakan kebutuhan asasi manusia. Pemerintah untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa, menyediakan fasilitas umum dan fasilitas Negara yang harus dijaga keberadaannya karena untuk kepentingan bersama dan sudah sangat jelas bahwa fasilitas umum dan fasilitas Negara itu merupakan hal yang sangat penting dalam penataan kota, masyarakat, dan kelancaran dalam menjalankan roda pemerintah. Fasilitas Negara dan umum adalah suatu sarana yang diperuntukkan bagi masyarakat luas yang mana dana yang di pakai berasal dari pajak yang dihimpun dari masyarakat. Jadi

2 selain masyarakat, pemerintah juga berkewajiban untuk memelihara dan menjaga keutuhan fasilitas-fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah itu sendiri dengan penuh rasa tanggungjawab dan memilikinya karena itu merupakan asetaset yang perlu dijaga keutuhanya tanpa terkecuali. Contoh kecil fasilitas Negara yang harus di jaga adalah Markas Kepolisian Sektor Kibang, Lampung Timur, yang telah dirusak massa pada Februari 2007. Delapan rumah dinas personel Polsek Kibang juga rusak amuk massa. Diduga peristiwa ini berhubungan dengan razia kendaraan. Pengrusakan dilakukan oleh warga Desa Jati Agung, Marga Jaya, dan Jaya Asri. Mereka melempari Mapolsek Kibang hingga kaca dan gentingnya hancur. Personel Polsek Kibang yang hanya berjumlah 20 orang tak sanggup membendung amuk massa. 1 Amuk massa itu terjadi hanya selang tiga jam setelah insiden pemukulan terhadap warga yang diduga dilakukan personel Polsek Kibang saat razia kendaraan. Dari rangkaian perbuatan yang dilakukan maka dalam kasus ini yang ditetapkan lima orang sebagai terdakwa. Diantara kelima terdakwa tersebut adalah Eko Pandowo bin Sapar dan Eko Handoko bin Sumaji. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sukadana No. 73/Pid.B/2007/PN.Skd Terdakwa Eko Pandowo bin Sapar dan Eko Handoko bin Sumaji dinyatakan bersalah melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagaimana ditentukan secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap barang. Atas perbuatannya tersebut kedua terdakwa dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan. 1 Radarlampung.co.id, diakses 12 April 2012

3 Berdasarkan uraian kasus tersebut dapat diamati bahwa terdapat beberapa orang yang bersama-sama dalam surat dakwaan tidak disebutkan namanya. Dalam hal ini tidak dijadikan terdakwa oleh jaksa penuntut umum, dan kalaupun pada kasus ini dilakukan spiltsing, hendaknya disebutkan oleh Penuntut Umum bahwa namanama yang tercantum dinyatakan juga sebagai terdakwa dalam kasus yang sama. Terlihat jelas dengan banyaknya pengrusakan fasilitas-fasilitas Negara oleh oknum-oknum masyarakat yang melakukan pengrusakan beberapa fasilitas umum dengan kekerasan hingga mengalami kerugian materil maupun inmateril, bukan hanya pemerintah saja yang akan mengalami kerugian tetapi tanpa disadari masyarakat juga akan mengalami kerugian dari akibat peristiwa tersebut. Timbulnya kejahatan seperti pengrusakan kantor fasilitas umum semacam ini biasanya berkaitan dengan rasa ketidak puasan masyarakat atau ketidak adilan perlakuan didapat dari para penegak hukum yang berujung dengan emosional yang akan juga berdampak pada banyaknya pengrusakan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga masyarakat dengan tujuan atau penyalahgunaan aksi massa untuk kepentingan politik atau kekuasaan yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab. Tindakan pengrusakan terhadap fasilitas umum ini merupakan salah satu bentuk dari pelanggaran hukum, dimana secara yuridis formil tindakan pengrusakan tersebut sudah diatur dalam Pasal 170 KUHP. Dalam ketentuan pasal tersebut secara tegas dinyatakan bahwa barang siapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selamalamanya lima tahun enam bulan.

4 Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk penulisan skripsi yang berjudul Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur (Studi Putusan No. 73/Pid.B/2007/PN.Skd). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan didalam latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur yang dilakukan secara massal? b. Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur? 2. Ruang Lingkup Adapun ruang penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur yang dilakukan secara massal dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengrusakan. Sedangkan dalam lingkup bidang

5 ilmu adalah bidang hukum pidana khususnya mengenai kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan. Sedangkan dalam lingkup lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Lampung Timur. C. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas maka, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengrusakan. b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur. 2. Kegunanaan Penelitian Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pengrusakan Polsek Metro Kibang Lampung Timur. b. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengrusakan.

6 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian. 2 Tentang pengrusakan yang dilakukan secara massal berarti terjadi tindak pidana penyertaan, yaitu suatu tindak pidana yang dilakukan lebih dari 1 orang, oleh karena itu pertanggungjawaban pidananya tergantung dari kedudukan masing-masing pihak atau tergantung dari pelaku lain yang melakukan secara bersama-sama. Mengenai bentuk-bentuk penyertaan terdapat dalam Pasal 55 KUHP tentang dari penyertaan, walaupun tidak secara tegas memberikan pengertian tentang penyertaan. Pertimbangan hukum hakim dalam memutus suatu perkara tidak terlepas dari kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusan-putusannya. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang diciptakan dalam suatu Negara, dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menuju kesejahteraan rakyat, peraturanperaturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak, sebagai salah satu unsur Negara hukum. Sebagai pelaksana dari hlm. 123 2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2010,

7 kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai kewenangan dalam peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan hal ini dilakukan oleh hakim melalui putusannya. 3 Berkaitan dengan hal di atas, system pembuktian yang dianut KUHAP Pasal 183 KUHAP mengatur, menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa harus: a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; b. Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 4 Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin ketidak cermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. Oleh karena itu hakim tidak berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus mempertanggungjawabkan putusannya. Hakim dalam membuat putusan berpedoman pada 3 hal, yaitu : a. Unsur Yuridis yang merupakan unsur pertama dan utama. b. Unsur Filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan. c. Unsur Sosiologis, yang mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 5 3 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Cet I, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 102 4 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 2003, hlm 75 5 Ahmad Rifai, Op, Cit., hlm. 94.

8 Untuk lebih memahami tentang pertanggungjawaban dalam hukum pidana maka harus mengetahui apa sebenarnya arti kesalahan (Subjective guilt) itu. Menurut Moeljatno orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut, dengan kata lain perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan. Selain itu orang juga dapat dicela karena melakukan perbuatan pidana meskipun tak sengaja dilakukan tapi terjadinya perbuatan itu dimungkinkan karena dia alpa atau lalai terhadap kewajiban-kewajiaban yang dalam hal tersebut, oleh masyarakat dipandang seharusnya (sepatutnya) dijalankan olehnya. Dengan kata lain perbuatan tersebut terjadi karena kealpaan. Selain itu, orang juga dapat melakukan tindak pidana walaupun tanpa adanya kesengajaan ataupun kealpaan, sehingga tidak dapat dicela. 6 Adanya suatu kesalahan harus diperhatikan dua hal disamping melakukan tindak pidana, yakni : a. Adanya keadaan psychis (bathin) yang tertentu, dan b. Adanya hubungan tertentu antara keadaan bathin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, hingga menimbulkan celaan tadi. 7 Kedua hal diatas mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan yang pertama merupakan dasar bagi adanya yang kedua, atau yang kedua tergantung pada yang pertama. 6 Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka cipta, Jakarta, 2000, hlm 96. 7 Ibid.

9 Selanjutnya tidak ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidaklah bersifat melawan hukum, maka dapat dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan tadi harus dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka haruslah : a. Melakukan perbuatan pidana. b. Mampu bertanggungjawab. c. Dengan kesengajaan atau kealpaan. d. Tidak adanya alasan pemaaf. 8 Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, ada dua faktor yang harus dipenuhi yaitu faktor akal dan faktor kehendak. Akal yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat diharapkan menentukan kehendaknya sesuai dengan yang dikehendaki oleh hukum, sedangkan orang yang akalnya sehat dapat diharapkan menentukan kehendaknya sesuai dengan yang dikehendaki oleh hukum. Kehendak yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana diperbolehkan dan mana yang tidak. 8 S.R. Sianturi,2006,Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Cet IV, Alumni, Bandung, hlm164-166.

10 2. Konseptual Menurut Soerjono Soekanto kerangka konseptual adalah merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti atau ingin di ketahui baik dalam penelitian normatif maupun empiris. 9 Agar tidak ada kesalahan terhadap permasalahan maka penulis akan memberiakan konsep yang bertujuan untuk menjelaskan dari istilah yang di gunakan dalam pembahasan ini, adapun istilah yang dimaksud adalah: a. Pertanggungjawaban Pidana adalah suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dan seseorang yang dirugikan. 10 b. Tindak Pidana adalah merupakan pengertian dasar hukum pidana (yuridis normatif) kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah seperti yang terwujud in-abstraco dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkret. 11 c. Pengrusakan adalah upaya seseorang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat sesuatu tersebut tidak dapat dipakai baik sebagian atau seluruhnya (milik orang lain/umum) (Pasal 406 s/d Pasal 412, bab XXVII buku II KUHP). 9 Soerjono Soekanto,Op, Cit., hlm 124 10 Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Binacipta, Bandung, 1983, hlm. 79 11 WirjonoProjdikoro,1981. Azas-Azas Hukum Pidana Di Indonesia, Citra AdityaBakti, Bandung, 1981, hlm.7.

11 E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami isi penelitian ini, maka penulisannya terbagi dalam 5(lima) Bab secara berurutan dan saling berkaitan hubungannya dengan perincian sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang pengertian kejahatan, Pengertian Penegagakkan Hukum, dan pengertian pertanggungjawaban pidana. III. METODE PENELITIAN Bab ini menguraaikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penulisan yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat pembahasan permasalahan berdasarkan hasil penelitian dari pokok permasalahan tentang faktor penyebab pelaku tindak pidana melakukan pengrusakan fasilitas pemerintah (kantor pos polisi), pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana yang melakukan pengrusakan, dan upaya pihak

12 kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana kigen rechte atau main hakim sendiri dalam masyarakat. V. PENUTUP Dalam bab ini dibahas mengenai kesimpulan terhadap jawaban permasalahan dari hasil penelitian dan saran-saran dari penulis yang merupakan alternatif penyelesaian permasalahan yang ada, guna perbaikan dimasa yang akan datang.