JURNAL PENETAPAN KUALIFIKASI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN YANG SEMPURNA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

SKRIPSI PENETAPAN KUALIFIKASI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN YANG SEMPURNA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PENYIDIKAN TAMBAHAN DALAM PERKARA PIDANA

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan asas Ubi Societa, Ibi Ius yang artinya dimana ada. tingkah laku atau perbuatan dalam kehidupan masyarakat.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PRAPENUNTUTAN

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. proses pengaturannya adalah diatur oleh negara sebagai puncak dari

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Transkripsi:

JURNAL PENETAPAN KUALIFIKASI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN YANG SEMPURNA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN Diajukan oleh : VENIA UTAMI KELIAT NPM : 120511034 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan Pidana UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2016

JURNAL PENETAPAN KUALIFIKASI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN YANG SEMPURNA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN Penulis : Venia Utami Keliat Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta veniakeliat@yahoo.com Abstract In this paper, the researchers discuss about the determination of the qualifications dossier perfect investigation as the basis for the indictment. The purpose of this study to obtain data on the determination of the qualification dossier perfect investigation as the basis for the indictment. In this research used normative research methods that do or focus on the positive legal norms in the form of legislation and interviews. The method of analysis using deductive method. in this thesis, it has been found in the results, that the determination of the qualification dossier perfect investigation as the basis for the indictment in Sleman District Attorney is effective and appropriate, because it has met the conditions set by the Act. As well as a perfect dossier as the basis for preparing the indictment so far unprecedented things are not desirable, so that the attainment of the objectives of the determination of the qualifying determination of qualification dossier investigation as the basis for the indictment to justice for all people. Keywords: Determination of Qualifications, the Minutes of Investigation, Indictment. 1. Pendahuluan Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang kedudukan warga negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hal ini untuk menjamin adanya perlindungan hukum kepada setiap orang yang haknya dirugikan. Hukum acara pidana atau yang disebut hukum pidana formil menjadi bagian penting dan integral dari sistem hukum yang berlaku. Hukum acara menjadi prosedur untuk tegaknya hukum dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM). Disebut menjadi faktor tegaknya hukum dan tegaknya HAM tidak lain karena hukum acara menjadi semacam 1 prosedur bagi aparat penegak hukum dalam setiap tahapan penegakan hukum, sehingga hak asasi baik tersangka maupun terdakwa dapat dipenuhi melalui proses hukum yang adil. Keberadaan hukum materiil tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan hukum acara. Singkat kata, hukum acara adalah panduan beracara dalam proses penegakan hukum mulai tahap penyelidikan dan penyidikan (Polisi dan Kejaksaan) sampai ke proses peradilan dan sekaligus sebagai implementasi dari prinsip the right of process of law. 1 Rangkaian dalam proses peradilan pidana di Indonesia meliputi tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di 1 Tobib Efendi, 2016. Praktik Peradilan Pidana, Setara Press, Malang, hlm. ix.

sidang pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Praktik peradilan pidana adalah serangkaian proses praktik yang tidak hanya difokuskan pada praktik persidangan saja, akan tetapi juga pada proses penyusunan berkas yang dipergunakan di dalam persidangan. Indonesia sering dijumpai permasalahan mengenai proses penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak penyidik, dengan tidak adanya aturan mengenai sampai berapa kali berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat diajukan dan dikembalikan, dapat mengakibatkan kasus yang ditangani terus menggantung tanpa kepastian yang jelas tentang status tersangka yang masih ditahan oleh pihak kepolisian, sehingga melanggar Hak Asasi Manusia dari tersangka tersebut. Selain itu, dengan tidak adanya kepastian mengenai pengajuan dan pengambilan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) akan dikhawatirkan kasus yang ditangani tidak kunjung selesai dan justru akhirnya menjadi daluarsa. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan hukum ini,yaitu Bagaimana jaksa menetapkan berita acara pemeriksaan penyidikan dinyatakan telah sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan? Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan ini yaitu untuk memperoleh data tentang penetapan kualifikasi berita acara pemeriksaan penyidikan yang sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan. 2. Tinjauan Pustaka 1.Tinjauan Tentang Penetapan Kualifikasi BAP Undang-Undangmemberikan wewenang kepada penyidik yaitu dengan memberi tugas untuk membuat berita acara atas semua tindakan yang dapat dilihat dalam Kitab 2 Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 8 ayat (1) jo Pasal 75 ayat (1). Menurut Mr. G.J. De Boer dalam buku Penuntun Berita Acara yang ditulisnya, menuliskan bahwa pada umumnya yang disebut berita acara ialah suatu surat yang dibuat oleh pegawai umum, memuat baik suatu cerita sewajarnya perihal yang telah didapati oleh pegawai itu sendiri, ditulis dengan sebenarnya, teliti dan berturutturut menurut waktu, maupun uraian kembali yang benar dan ringkas perihal yang telah diberitahukan kepadanya oleh orang lain (saksi, pemberitahu, pengadu, tersangka dan sebagainya). Menurut para ahli lainnya yaitu W. H. Schreuder dalam bukunya yang berjudul Processen-verbaal en Rapporten memberikan suatu defenisi yang lebih singkat yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yaitu suatu cerita tentang duduknya suatu kejadian yang ditulis menurut kewajiban jabatan. 2 Tujuan pemeriksaan penyidikan tindak pidana menyiapkan hasil pemeriksaan penyidikan, sebagai berkas perkara yang akan diserahkan penyidik kepada penuntut umum sebagai instansi yang bertindak dan berwenang melakukan penuntutan terhadap tindak pidana. Berkas hasil penyidikan itu yang dilimpahkan penuntut umum kepada hakim di muka persidangan pengadilan, oleh karena itu apabila penyidik berpendapat, pemeriksaan penyidikan telah selesai dan sempurna, secepatnya mengirimkan berkas perkara hasil penyidikan kepada penuntut umum, akan tetapi didalampengiriman berkas perkara, penyidik diharuskan menyesuaikan pemberkasan perkara dengan ketentuan pasal Undang-Undang yang menggariskan pembuatan berita acara pemeriksaan penyidikan seperti yang ditentukan dalam Pasal 121 KUHAP. 2. Tinjauan Tentang Dasar Penyusunan Surat Dakwaan Surat dakwaan merupakan suatu akta yang dikenal dalam proses penuntutan perkara pidana dan merupakan bagian dari hukum acara pidana. Setelah proses penyidikan dilakukan maka dapat dilanjutkan dengan 2 Soesilo, 1976. Teknik Berita Acara dan Ilmu Bukti dan Laporan, Politeia, Bogor, hlm. 2.

proses penuntutan terhadap dugaan terjadinya suatu tindak pidana oleh seseorang atau suatu badan hukum. Di dalam Pasal 140 ayat (1) KUHAP sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 bahwa dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Didalam Pasal 143 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. 3 Para umumnya surat dakwaan diartikan oleh para ahli hukum berupa pengertian surat akta yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan maupun ditarik atau disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan kepada terdakwa, dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan. 4 Hakim pada prinsipnya tidak dapat memeriksa dan mengadili keluar dari lingkup yang didakwakan, ini berarti hakim tidak dapat memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara pidana diluar yang tercantum dalam surat dakwaan. 5 Apabila terjadi kesalahan dalam membuat surat dakwaan baik bentuknya maupun syarat-syarat yang ditentukan bagi materinya dapat mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum atau surat dakwaan dianggap tidak terbukti secara sah dan menurut hukum, walaupun secara faktual dan secara yuridis terdapat cukup alasan adanya kesalahan terdakwa seperti yang didakwakan. 3. Metode Penelitian 3 Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Adutya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 83. 4 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hlm. 414. 5 Gatot Supramono,1991. Surat Dakwaan dan Putusan Hakim Yang Batal Demi Hukum, Djambatan, Jakarta. 3 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Dalam hal ini penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan atau berfokus pada norma hukum positif yang berupa perundang-undangan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer diperoleh dari hukum positif Indonesia yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pendapat hukum ahli hukum dalam literatur, jurnal, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, internet (website) terkait Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan yang sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan. 4. Hasil dan Pembahasan Pada prinsipnya KUHAP mengatur tiga bentuk acara pemeriksaan perkara berdarkan berat dan ringannya perkara yang diperiksa. Unsur-unsur tindak pidana secara umum, antara lain: a. Perbuatan manusia, baik perbuatan tersebut dilakukan secara langsung maupun tidak langsung atau membiarkan; b. Perbuatan melawan hukum; c. Perbuatan sudah ada ancaman hukumannya; d. Perbuatan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab atau cakap hukum; e. Harus terbukti adanya kesalahan oleh orang yang berbuat. 6 Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah sebuah dokumen catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka, saksi atau keterangan ahli, memuat uraian tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana 6 Ibid, hlm. 50-51

yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, identitas pemeriksa dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara pidana. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mengangkat permasalahan tentang sejauh mana keberadaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam proses pembuktian di persidangan. BAP dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam pembuatan Surat Dakwaan, dan dasar membuktikan kesalahan terdakwa dalam proses pemeriksaan di persidangan, karena itu kebenaran BAP selalu dipertahankan oleh JPU. BAP yang memenuhi syarat pembuktian adalah BAP yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan : What, When, Where, Who, Why, dan How, terhadap peristiwa pidana yang disangkakan. Permasalahan yang timbul dan berimplikasi yuridis antara lain apabila saksi mencabut keterangan yang ada di BAP pada waktu sidang di pengadilan, sementara keterangan saksi merupakan hal paling utama dalam membuktikan kasus pidana, dan dinyatakan di sidang pengadilan, disamping alat-alat bukti lainnya. Demikian juga terdakwa yang mencabut keterangannya dalam BAP walaupun secara yuridis dibolehkan dengan alasan yang logis. Sebelum menyusun berkas perkara terdapat tahapan yang harus dilalui, diantaranya adalah analisis perkara. Di dalam analisis perkara terdapat beberapa langkah agar perkara yang akan disimulasikan di dalam persidangan benar menurut hukum materiil maupun hukum formil. Langkah-langkah tersebut adalah penentuan fakta-fakta hukum, penyusunan skenario perkara dan terakhir penerapan dasar hukum dalam perkara. Ketiga tahapan tersebut merupakan langkah awal sebelum menyusun berkas dalam praktik peradilan pidana. Peradilan Pidana di Indonesia dapat terlaksana selama ini karena mengikuti suatu sistem, sebagai suatu sistem maka 4 akan terdiri dari berbagai sub sistem yang satu sama lainnya saling mempengaruhi. Kerja suatu sistem akan sangat dipengaruhi oleh kinerja dari sub sistem pembentuknya, bagaimana masingmasing sub sistem itu bekerja akan sangat menetukan baik tidaknya sistem itu berjalan. Proses pembuatan berita acara pemeriksaan juga merupakan suatu sistem. Sistem itu bersifat terbuka, ada pada umumnya bersifat terbuka. Suatu sistem dikatakan terbuka jika berinteraksi dengan lingkungannya dan sebaliknya dikatakan tertutup jika mengisolasi diri dari pengaruh apapun. Sistem terdiri dari dua atau lebih sub sistem dan setiap sub sistem terdiri lagi sub sistem yang lebih dan begitu selanjutnya. Sub sistem itu bergantung satu sama lain dan saling memerlukan. Sistem mempunyai kemampuan untuk mengatur diri sendiri atau self regulation dan sistem memiliki tujuan dan sasaran. Pihak penyidik dan pihak kejaksaan memiliki koordinasi yang kuat dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Dengan koordinasi keduanya maka dapat terlaksana berita acara pemeriksaan yang sempurna. Rangkaian-rangkaian untuk menyimpulkan prapenuntutan dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, Pasal 14 huruf a dan b, Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP yaitu: a. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara. b. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik disertai petunjuk-petunjuk untuk melengkapinya; penyidik wajib melaksanakan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjukpetunjuk penuntut umum tersebut. c. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara, atau apabila belum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari

penuntut umum kepada penyidik. Dari ketentuan tersebut dapat di lihat, penyidikan telah selesai atau tenggang waktu prapenuntutan yang memberi wewenang kepada penuntut untuk mengembalikan berkas kepada penyidik adalah dalam tempo 14 hari, terhitung sejak penerimaan berkas atau apabila sebelum tenggang waktu 14 hari lewat, telah ada pemberitahuan dari penuntut umum yang menyatakan bahwa pemeriksaan penyidikan telah cukup dan sempurna, cuma dalam masalah ini pun praktek hukum akan terbentur dalam masalah tanggal penerimaan berkas, bisa saja tanggal penerimaan tersebut dimanipulasikan. 7 Misalnya, penuntut umum telah menerima berkas pada tanggal 1 April sehingga masa prapenuntutan yang memberi wewenang kepadanya untuk mengembalikan berkas akan berakhir pada tanggal 15 April, sehingga dengan demikian prapenuntutan akan diperpanjangnya sendiri sampai tanggal 25 April. Penyidik mengetahui kebenaran tanggal penerimaan yang pasti hanya dalam perkara yang penyerahan secara langsung yang dapat diketahui tanggal penerimaan pasti, maka dalam hal ini masalahnya tetap kembali kepada sikap mental, kesadaran, dan itikad baik serta rasa tanggung jawab. 8 d. Penuntut umum setelah menerima berkas perkara, segera mempelajari dan menelitinya, dan dalam waktu 7 (tujuh) hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum lengkap. e. Apabila hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara 7 M. Yahya Harahap, 1993, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Cetakan Ketiga, Pustaka Kartini, Jakarta, hlm. 396. 8 Ibid 5 disertai petunjuk untuk melengkapinya. f. Dalam waktu 14 hari setelah menerima berkas perkara itu dari penuntut umum, penyidik harus sudah mengembalikan lagi berkas perkara itu kepada penuntut umum. Dari ketentuan ini maka dapat muncul pertanyaan yaitu apakah sanksinya apabila ketentuan tenggang waktu itu tidak dipenuhi oleh pihak penyidik? Undang- Undang sama sekali tidak menentukan atau tidak menetapkan sanksinya, barang kali hanya berupa teguran atau peringatan saja. 9 dalam praktek sulit sekali penuntut umum mengetahui tanggal penerimaan yang pasti akan pengembalian suatu berkas perkara kepada penyidik, kecuali mengenai pengembalian berkas yang langsung dari tangan ketangan melalui expedisi pada satu kota, akan tetapi jika pengembalian melalui pengiriman pos atau sarana pengiriman lain, dari mana penuntut umum mengetahui dengan pasti tanggal penerimaan penyidik. Dengan demikian seandainya hendak menyampaikan teguran atau peringatan, tentu dia hanya meraba-raba apakah sudah cukup 14 hari pengembalian berkas tersebut diterima oleh pihak penyidik. 10 Masalah tenggang ini benar-benar tergantung pada kesadaran dan rasa tanggungjawabnya, diluar kesadaran dan rasa tanggungjawab maka hukum tidak dapat memaksakannya. 11 g. Penjelasan Pasal 138 KUHAP menyatakan bahwa yang dimaksud dengan meneliti adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntut apakah orang atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat 9 Ibid. hlm. 395. 10 Ibid 11 Ibid

pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik. Dengan memperhatikan kaitan-kaitan antara Pasal-Pasal yang ada maka dapat dikatakan bahwa prapenuntutan adalah wewenang penuntut umum untuk mempersiapkan penuntutan yang akan dilakukannya dalam suatu perkara, dengan cara mempelajari atau meneliti berkas perkara hasil penyidikan guna menentukan apakah hasil penyidikan tersebut telah memenuhi persyaratan penuntutan, atau berkas perkara tersebut perlu dikembalikan kepada penyidik disertai petunjuk untuk melengkapi hasil penyidikan, agar hasil penyidikan tersebut memenuhi syarat penuntutan. 12 Dalam Pasal 13 KUHAP dijelaskan bahwa Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Dalam proses prapenuntutan sebagai salah satu wewenang jaksa (penuntut umum), dedikasi dan moralitas jaksa (penuntut umum) diuji dan dipertaruhkan, yakni kemampuannya sebagai manusia pilihan yang menjadi penyangga negara melalui sektor hukum, mempermulus atau memutihkan hal-hal yang masih gelap dalam dunia peradilan serta tantangan atau rangsangan sosial yang ingin menjebaknya untuk mendramatisasi hukum atau menciptakan sketsa hukum yang jomplang, mengaburkan tuntutan hukumnya, dasar hukum yang dipakai tidak relevan atau sengaja dikontaminasi dengan modus kasus hukumnya dan tuntutan hukumnya sangan ringan (padahal jenis pelanggaran hukumnya diskualifikasi), 13 dengan ini dapat terjadi karena dekatnya hubungan antara penyidik dengan tersangka dan penyidik dengan penuntut umum serta lemahnya kedudukan tersangka. Pada pokoknya sebelum melimpahkan berkas perkara ke sidang pengadilan, secara garis besar penuntut umum dalam penuntutan haruslah: 12 H. Hamrat Hamit dan Harum M. Husein, 1992, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 152. 13 Abdul Wahid, 1993, Menggugat Idealisme KUHAP, Edisi Pertama, Tarsito, Bandung, hlm. 66. 6 a. Mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik, apakah telah cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana. b. Setelah diperoleh gambaran yang jelas dan pasti tentang adanya tindak pidana dari tersangka, maka berdasarkan hal tersebut penuntut umum membuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP). Dasar hukum dalam membuat surat dakwaan penuntut umum haruslah memperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa, Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka (syarat formil). b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan (syarat materil). Kemudian Pasal 143 ayat (3) KUHAP yang menyatakan bahwa, Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b di atas, maka batal demi hukum.menurut ketentuan dalam KUHAP, selama sidang pengadilan tidak dimungkinkan perubahan surat dakwaan, karena akan bertentangan dengan Pasal 144. Padahal apabila terjadi kekeliuran misalnya tidak mencantumkan rumusan dakwaan mengenai tempat dan waktu perbuatan pidana maka akan menjadi batal demi hukum. 14 Pihak Kejaksaan menetapkan berita acara pemeriksaan sudah lengkap atau telah sempurna apabila bukti-buktinya cukup dan berkasnya disusun menurut KUHAP. Sesuai dengan penjelasan dari narasumber, berita acara pemeriksaan yang sempurna sebagi dasar penyusunan surat dakwaan adalah apabila didalam berita acara pemeriksaan tersebut telah mencukupi alat-alat bukti yaitu berupa keterangan-keterangan dari saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, serta barang bukti yang 14 Tolib Effendi, 2016. Praktik Peradilan Pidana, Setara Press, Malang, hlm. 115-116.

ada. Berita acara pemeriksaan juga harus memiliki kesesuaian alat-alat bukti yang ada dengan pembuktian di persidangan. BAP juga harus memuat tempus delictie (waktu terjadinya dugaan tindak pidana) dan locus delictie (tempat terjadinya dugaan tindak pidana). Apabila seluruhnya telah lengkap dan mencukupi maka dapat dilakukan pembuatan surat dakwaan. Biasanya dalam pembuatan berita acara pemeriksaan masih terdapat kekurangan atau ketidaksempurnaan yaitu pada hal persesuaian alat buktinya. Peran atau kerjasama dari pihak saksi, terdakwa atau korban adalah penting sebab mereka menjadi bagian alat bukti. Dalam hal terperiksa tidak mau menandatangani berita acara pemeriksaan maka dibuat Berita Penolakan Acara Pemeriksaan, ini dilakukan sampai berita acara pemeriksaan tersebut benar dan dapat diakali dengan mencari saksi yang lain. Biasanya terperiksa menolak tersebut karena tidak sesuai dengan keadaan yang ada atau realita sesungguhnya yang terjadi. Akibat hukum yang ada pada berita acara pemeriksaan dari hal pemberkasan maka dapat menyebabkan perekara itu lemah pembuktiannya. Dalam hal profesi kejaksaan maka jaksa dianggap tidak cermat dan tidak profesional apabila tidak melakukan dengan sempurna. Dengan sempurnanya berita acara pemeriksaan maka sudah dapat dilakukan pembuatan surat dakwaan. Pengertian surat dakwaan itu sendiri adalah suatu akte/surat yang membuat perumusan suatu tindak pidana yang didakwakan yang ditarik/disimpulkam dari berita acara hasil penyidikan untuk kemudian digunakan sebagai dasar hakim untuk melakukan pemeriksaan, disidang di Pengadilan. Penguraian tindakan dalam surat dakwaan sebaiknya harus disampaikan dengan: 1.Latar belakang hubungan tersangka dan korban 2.Jenis perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa: cara melakukannya, upaya-upaya yang dipergunakan dalam pelaksanaannya yang menentukan berat ringannya pidana 3.Bagaimana sifat dari dakwa tersebut (apakah santun, tempramen, sejarah hidupnya apakah memang tidak baik) 7 4.Obyek tindak pidananya. 5. Kesimpulan Jaksa menetapkan kualifikasi Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan yang sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan yaitu dengan memenuhi syarat: a. kelengkapan Berkas Perkara formil b. kelengkapan Berkas Perkara materiil c. profesionalisme atau kemampuan yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam tahap prapenuntutan dan memiliki kesesuaian alat-alat bukti yang ada dengan pembuktian di persidangan dengan memuat tempus delictie (waktu terjadinya dugaan tindak pidana) dan locus delictie (tempat terjadinya dugaan tindak pidana). 6. Saran Dengan dilakukannya penelitian ini dan terjawabnya segala permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut: 1. Meningkatkan profesionalisme Jaksa Penuntut Umum dengan adanya pelatihan penyusunan surat dakwaan bagi para Jaksa dan calon Jaksa; 2. Meningkatkan profesionalisme Jaksa Penuntut Umum dalam tahapan prapenuntutan dan meningkatkan koordinasi dengan penyidik untuk membantu penyidik melengkap Berkas Perkara dengan memberi petunjuk-petunjuk kelengkapan Berkas Perkara; 3. Memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kecermatan Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan bentuk surat dakwaan. 7. Daftar Pustaka 1. Buku yang ditulis oleh satu orang penulis: A. Fuad Usfa, 2006, Pengantar Hukum Pidana, Edisi Revisi, UMM Pers, Malang. Abdul Wahid, 1993, Menggugat Idealisme KUHAP, Edisi Pertama, Tarsito, Bandung. Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. Djoko Prakoso, 1987, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta.

HMA Kuffal, 2008, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Cetakan Kesepuluh, UMM Press, Malang. M. Yahya Harahap, 1993, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Cetakan Ketiga, Pustaka Kartini, Jakarta. M. Yahya Harahap,1997, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I, Sinar Grafika, Jakarta. Martiman Prodjohamidjojo, 1982, Penyelidikan dan Penyidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur. Muhammad Jusuf, 2014, Hukum Kejaksaan: Eksistensi Kejaksaan sebagai Pengacara Negara dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, Laksbang Justitia, Surabaya. Soedjono, 1982, Pemeriksaan Pendahuluan Menurut KUHAP, Alumni, Bandung. Soesilo, 1976, Teknik Berita Acara dan Ilmu Bukti dan Laporan, Politeia, Bogor. Tolib Effendi, 2016, Praktik Peradilan Pidana, Setara Press, Malang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. 4. Internet https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.p hp?idu=28&idsu=34&idke=0&hal=1&id=165 1&bc, diakses tanggal 24 Mei 2016 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol1 9474/penuntut-umum-atau-jaksa-penuntutumum, diakses tanggal 21 Mei 2016 ilib.unila.ac.id/508/7/bab%20ii.pdf, diakses tanggal 15 Mei 2016. 2. Buku ditulis oleh dua orang penulis: H. Hamrat Hamit dan Harum M. Husein, 1992, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta. 3. Peraturan perundang-undangan 8