BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Rekapan Jawaban Pertanyaan 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tabel 1 (Rekapan Jawaban Kuesioner dari Pasien Penderita TBC) A 14 2 15 4 13 5 12 4 14 12 B 2 1 1 10 1 10 3 10 0 2 C 0 13 0 2 2 1 1 2 2 2 JUMLAH 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 Presentase Jawaban terbanyak 87,5% 81,25% 93,75% 62,5% 81,25% 62,5% 75% 62,5% 87,5% 75% Keterangan : 1. Huruf (A,B,C) : Menunjukkan option jawaban dari pertanyaan kuesioner. 2. Angka (0-16) : Menunjukkan jumlah pasien penderita TBC yang memilih option tersebut 3. Jumlah kolom yang berisi angka menunjukkan jumlah soal kuesioner yang di jawab responden 4.1.2 Tabel 2 (Rekapan Jawaban Kuesioner dari PMO (Pengawas Minum Obat) Rekapan Jawaban Pertanyaan A 5 7 12 12 17 3 11 10 10 B 8 6 4 0 0 4 6 7 6 C 4 4 1 5 0 10 0 0 1 JUMLAH 17 17 17 17 17 17 17 17 17 Presentase Jawaban Terbanyak 47,05% 41,18% 70,59% 70,59% 100% 58,82% 64,71% 58,82% 58,82% 37
38 Keterangan : 1. Huruf (A,B,C) : Menunjukkan option jawaban dari pertanyaan kuesioner. 2. Angka (0-17) : Menunjukkan jumlah pasien penderita TBC yang memilih option tersebut 3. Jumlah kolom yang berisi angka menunjukkan jumlah soal kuesioner yang di jawab responden 4.2 Pembahasan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini juga berbentuk penelitian survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, maka akan ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel (Chandra, 2008). Populasi adalah pasien penderita TBC, baik yang rawat inap maupun rawat jalan yang mendapatkan pengobatan dan perawatan di RSUD Toto Kabila, Bone Bolango beserta semua pihak yang bertugas sebagai PMO (Pengawas Minum Obat) dari pasien. Untuk penentuan sampel menggunakan nonprobability sample yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur dari populasi untuk dipilih menjadi sampel, yang dalam hal ini peneliti menggunakan metode sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Chandra, 2008).
39 Jadi peneliti menggunakan semua pasien penderita TBC maupun PMO (Pengawas Minum Obat) yang berada di RSUD TOTO, karena jumlah pasien yang tidak terlalu banyak. Jadi dengan metode serta penentuan populasi dan sampel seperti ini diharapkan peneliti dapat mengetahui Gambaran pelaksanaan tugas Pengawas Minum Obat dan kepatuhan pasien penderita TBC dalam mengkonsumsi OAT di Rumah Sakit Umum Daerah Toto. Penelitian dilakukan di RSUD Toto selama kurang lebih 2 minggu, terhitung dari tanggal 12 sampai 22 juni 2012. Selama melakukan penelitian ini, peneliti memperoleh data dari pasien penderita TBC sebanyak 16 orang, dengan rincian 5 orang pasien rawat inap dan 11 orang pasien rawat jalan yang melakukan pengobatan di RSUD Toto. Sedangkan untuk PMO yang diperoleh dari keluarga dan tenaga kesehatan yang menangani pasien sebanyak 17 orang. Dengan alat penelitian yang berupa kuesioner, seluruh responden yaitu pasien rawat inap dan pasien rawat jalan serta keluarga pasien yang telah ditentukan sebagai sampel dapat mengisi atau memberikan informasi dengan mudah bagi peneliti dalam waktu yang singkat. Pada saat responden melakukan pengisian kuesioner terjadi pula komunikasi antara responden dan peneliti berupa pertukaran informasi seperti keluhan yang diutarakan responden mengenai penyakit tuberkulosis dan saran yang diberikan oleh peneliti kepada responden. Berdasarkan jumlah responden yang menjawab kuesioner, peneliti akan mendeskripsikan jawaban dari masing-masing responden baik pasien maupun PMO untuk per nomor soal kuesioner. Kuesioner yang dibuat peneliti terbagi menjadi 2 yaitu kuesioner untuk pasien TBC dan kuesioner untuk PMO.
40 Kuesioner pertama yang diberikan untuk pasien TBC, berjumlah 10 butir soal berbentuk objective, dengan 3 pilihan jawaban. Soal nomor 1 tentang pengetahuan pasien mengenai penyakit TBC, 14 dari 16 responden menjawab benar sedangkan 2 sisanya terkecoh dengan pilihan yang salah. Dengan persentase 87,5% artinya sebagian besar pasien paham mengenai penyakit TBC. Soal nomor 2 mengenai pendapat pasien apakah penyakit TBC ini bisa diremehkan atau tidak, 81,25% menjawab penyakit ini tidak bisa diremehkan, 13 dari 16 responden menjawab demikian. Jika dihubungkan pertanyaan nomor 1 dan 2, maka dengan persentase yang cukup tinggi pada pertanyaan nomor 1 menunjukkan bahwa dengan pemahaman pasien mengenai penyakit TBC, membuat pasien tidak menganggap remeh penyakit TBC ini. Soal nomor 3, masih terkait dengan pertanyaan sebelumnya mengenai perasaan si pasien/responden apakah penyakit TBC yang mereka derita membuat mereka tersiksa dan 93,75% menjawab ya, artinya penyakit ini memang tidak bisa diremehkan karena jika dibiarkan akan membuat pasien tersiksa. Soal nomor 4 mengenai jumlah obat TBC yang diberikan dokter untuk dikonsumsi oleh mereka, 62,5% menjawab cukup banyak. Salah satu penyebab pasien merasa tersiksa dengan penyakit ini adalah cara pengobatannya, dengan mengkonsumsi obat yang cukup banyak. Untuk jumlah obat sebenarnya tergantung dari tingkatan penyakit TBC yang mereka derita, semakin parah penyakit tersebut maka semakin banyak pula obat yang mereka konsumsi begitupun sebaliknya. Soal nomor 5 mengenai dosis dan aturan minum yang diberikan dokter, juga masih terkait dengan pertanyaan sebelumya. Jadi meskipun obat yang mereka
41 konsumsi cukup banyak namun 81,25% menjawab meminum obatnya sesuai dengan dosis dan aturan minum yang diberikan dokter, artinya pasien patuh meminum obatnya. Soal nomor 6 mengenai pernyataan pasien apakah pernah lupa atau pernah terlewati waktu minum obatnya, 62,5% menjawab tidak pernah lupa meminum obatnya, hal ini mendukung jawaban nomor 5 mengeni kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Soal nomor 7 mengenai orang yang paling berperan dalam memotivasi pasien untuk sembuh, 75% menjawab diri sendiri dan hanya 18,75% yang menjawab keluarga dan kerabat dekat. Artinya pasien sendirilah yang memotivasi dirinya untuk sembuh bukan dari pihak keluarga, kerabat dekat maupun tenaga kesehatan. Jadi peran keluarga maupun kerabat dekat disini hanya sebagian kecil dalam memotivasi pasien untuk sembuh, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dari keluarga maupun kerabat tentang penyakit ini sehingga mereka kurang peduli dalam hal memotivasi pasien. Soal nomor 8 mengenai orang yang selalu mengingatkan waktu-waktu si pasien untuk minum obat, 62,5% menjawab keluarga dan kerabat dekat. Jadi walaupun keluarga dan kerabat kurang berperan dalam memotivasi untuk sembuh, namun keluarga maupun kerabat tidak lupa mengingatkan pasien untuk meminum obatnya. Soal nomor 9 mengenai pernyataan pasien tentang peran keluarga ataupun tenaga kesehatan yang merawat pasien selama melakukan pengobatan di RSUD Toto, 87,5% menjawab keluarga maupun tenaga kesehatan berperan dalam mengingatkan, mendorong, dan memotivasi pasien untuk meminum obatnya agar pasien cepat sembuh.
42 Soal nomor 10 berupa soal yang berbentuk pilihan jawaban namun disertai dengan alasan, pertanyaan mengenai pendapat pasien apakah keluarga maupun tenaga kesehatan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. 75% pasien menjawab ya, dan artinya semua disertai dengan alasan. Sebagian besar jawaban dari pasien adalah mereka sangat membutuhkan peran keluarga maupun tenaga kesehatan untuk memotivasi mereka agar lekas sembuh dan mendoakan agar mereka sembuh dari penyakit yang mereka derita, karena penyakit ini sangat membuat mereka tersiksa, bahkan pesimis untuk dapat bertahan hidup. Kuesioner kedua yang dibagikan untuk PMO (Pengawas Minum Obat) yang dalam hal ini adalah keluarga pasien sendiri, yang menemani pasien di Rumah sakit yang sedang dirawat maupun yang rawat jalan/yang mengambil obat di rumah sakit. Soal nomor 1, sebanyak 47,05% menjawab mereka adalah tenaga kesehatan yang merawat atau menangani pasien penderita TBC. Mereka sebenarnya adalah keluarga dari pasien, hanya saja karena mereka merasa merawat pasien jadi mereka berpikir bahwa mereka adalah tenaga kesehatan. Soal nomor 2 mengenai bentuk perlakuan yang mereka berikan kepada pasien, 41,18% menjawab selalu mengingatkan dan memotivasi pasien untuk minum obat dan 35,29% terkecoh dengan menjawab selalu mendoakan agar pasien cepat sembuh. Soal nomor 3 mengenai pernyataan mereka apakah selalu mengingatkan dan menyuruh pasien untuk mengkonsumsi obatnya, 70,59% menjawab selalu mengingatkan dan menyuruh pasien untuk minum obat. Artinya peran keluarga sangat penting dalam mengingatkan dan menyuruh pasien untuk
43 minum obat, sebab jika hanya mengandalkan pasien, pasien kadang-kadang lupa meminum obatnya. Soal nomor 4 mengenai pernyataan apakah bentuk motivasi yang mereka berikan dapat membuat pasien patuh minum obatnya, 70,59% menjawab tentu. Artinya, salah satu faktor yang membuat pasien patuh meminum obatnya adalah bentuk motivasi yang diberikan oleh keluarga. Soal nomor 5 mengenai pendapat mereka, menurut mereka apakah mereka perlu memberi dorongan dan semangat kepada pasien agar pasien cepat sembuh, 100% mereka menjawab ya, jadi semua responden menjawab mereka bertanggung jawab dalam hal memberikan dorongan dan semangat kepada pasien, hanya saja hal ini belum terlaksana 100%. Dengan membandingkan jawaban dari pasien yang tidak 100%, tentu saja pernyataan tersebut tidak diapresiasikan secara nyata. Sehingga sangat diperlukan kesadaran dari PMO agar dapat mengapresiasikan dalam kehidupan nyata. Soal nomor 6 mengenai pendapat PMO, bahwa yang menyebabkan pasien tidak patuh mengkonsumsi obatnya adalah kurangnya kepedulian dari keluarga pasien/tenaga kesehatan yang mempengaruhi pasien. Terbukti 58,82% responden menjawab demikian. Soal nomor 7 mengenai pendapat PMO mengenai perlu atau tidaknya PMO dalam memotivasi pasien agar patuh mengkonsumsi obatnya, 64,71% responden menjawab sangat perlu. Soal nomor 8 mengenai pendapat PMO, apakah kesembuhan pasien bergantung kepada PMO, 58,82% responden menjawab ya. Soal nomor 9 mengenai kepedulian PMO terhadap kesembuhan dan kepatuhan pasien, dan 58,82% responden menjawab sangat peduli dengan kesembuhan dan kepatuhan
44 pasien. Soal nomor 10 berupa pertanyaan deskriptif tanpa option jawaban, ratarata PMO menuliskan bahwa mereka sangat peduli dengan kesembuhan pasien, mereka selalu mendoakan pasien agar cepat sembuh, dan berusaha semaksimal mungkin untuk memotivasi pasien agar patuh mengkonsumsi obatnya. Jadi dengan hasil seperti diatas perlu tindak lanjut yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, pihak rumah sakit setempat, maupun dari dinas kesehatan setempat. Sebagian dari pasien, keluarga pasien dan tenaga kesehatan yang menangani pasien sangat paham dengan penyakit tuberkulosis, baik dari segi pengobatan, bahaya, maupun penularannya. Namun, tidak ada penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian dari tenaga kesehatan, pihak rumah sakit, maupun dari dinas kesehatan setempat. Seharusnya pemerintah setempat perlu menerapkan DOTS (Directly observed treatment, short-course) ialah strategi program pemberantasan TB yang telah direkomendasikan oleh WHO untuk memastikan mencapai hasil penyembuhan pasien TB yang tinggi. Strategi observasi langsung pada program ini maksudnya satu pengawas minum obat (PMO) melihat pasien menelan OAT yang diberikan. Hal ini untuk menjamin bahwa pasien minum obat yang benar, dosis benar, dan pada interval waktu yang benar. Pengawas minum obat (PMO) bisa seorang petugas kesehatan atau anggota masyarakat yang sudah dilatih. Karena semua pasien yang diobati dengan regimen jangka pendek (short-course) maka DOTS merupakan strategi yang dianjurkan, kecuali terdapat kontra indikasi untuk rifampisin (Anonim, 2007).
45 Peneliti hanya membatasi penelitiannya pada pelaksanaan tugas pengawas minum obat dan kepatuhan pasien penderita TBC dalam mengkonsumsi OAT yang diberikan oleh dokter. Di RSUD Toto ternyata belum menerapkan strategi DOTS yang telah direkomendasikan oleh WHO, maka dari itu belum ada PMO yang telah terlatih di rumah sakit ini, PMO yang ada hanya berasal dari keluarga pasien dan perawat yang menangani pasien, dan mereka tidak terlalu banyak membantu dalam proses pengobatan pasien selama mengkonsumsi OAT. Mereka hanya sekedar mengingatkan dan memotivasi pasien untuk mengkonsumsi OATnya, jadi tidak seperti tugas PMO yang sebenarnya seperti pada strategi DOTS. Maka dari itu diharapkan untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang PMO, agar mencari tempat yang benar-benar telah menerapkan strategi DOTS. Berdasarkan informasi yang peneliti dapat dari pihak rumah sakit, bahwa memang di rumah sakit ini belum diterapkan strategi DOTS namun di Puskesmas Kabila sudah diterapkan, sehingga peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian di Puskesmas Kabila. Dari segi kepatuhan sendiri, dalam hal mengkonsumsi OATnya pasien tergolong patuh minum obat, karena obat yang diberikan dokter diminum sesuai aturan minum, dan dosis yang telah ditetapkan. Namun hal ini hanya didasari atas keinginan pasien sendiri. Jadi dari diri pasien sendirilah yang sebenarnya paling memotivasi dirinya untuk sembuh, berdasarkan hasil kuesioner memang lebih dari 50% pihak keluarga maupun tenaga kesehatan ikut serta dalam hal ini, namun tidak ada penerapan pada kehidupan sehari-hari. Maka dari itu untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai kepatuhan diharapkan menggunakan
46 metode yang berbeda yaitu menggunakan metode wawancara langsung, baik kepada pasien, keluarga pasien, maupun tenaga kesehatan yang menangani pasien agar mendapatkan data yang lebih valid dan disertai dengan data-data mengenai riwayat penggunaan obat pasien yang dapat diperoleh di rekam medik rumah sakit.